Anda di halaman 1dari 10

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH

PROVINSI JAMBI

 Salah satu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan


ekonomi regional adalah memberikan otonomi kepada daerah untuk
menyelenggarakan program-program pembangunan regional, sehingga seluruh
pertanggungjawaban, pengelolaan dan pembiayaannya dilakukan oleh
pemerintah daerah.
 Namun sebagaimana diketahui meskipun ada otonomi daerah,
pembangunan ekonomi didaerah tidak hanya berasal dari program
pembangunan regional (sebagai manifestasi dari azas desentralisasi), tapi juga
berasal dari program sektoral (sebagai perwujudan azas dekonsentrasi). Kedua
program itu dijalankan secara bersama-sama oleh pemerintah dalam rangka
menjembatani kesenjangan kemajuan pembangunan ekonomi antardaerah.
Tetapi, sampai saat ini program sektoral masih mendominasi program regional,
sehingga otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab belum
terwujud sepenuhnya.
 Pertumbuhan yang tinggi tersebut belum sepenuhnya dinikmati secara merata
oleh lapisan masyarakat di daerah. Keragaman ekonomi antardaerah tersebut
antara lain disebabkan karena tingkat perbedaan yang cukup berarti dalam laju
pertumbuhan antardaerah, potensi antardaerah yang telah dikembangkan, laju
pertumbuhan penduduk, laju inflasi, penyerapan tenaga kerja menurut sektor,
kualitas sumberdaya manusia, fasilitas yang tersedia antardaerah dan tingkat
produktivitas tenaga kerja antar daerah.
 Di samping itu ketimpangan antarwilayah terjadi karena struktur
ekonomi yang berbeda, dimana sektor dominan yang tumbuh cepat dapat
mendorong sektor-sektor lain yang pada gilirannya berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Pertumbuhan ekonmi yang tinggi akan
berpengaruh juga terhadap besarnya kontribusinya pada PDRB Provinsi.
 Ketidakseimbangan dalam perekonomian antardaerah menyangkut
pola dan arah investasi serta prioritas alokasinya di antara berbagai daerah
dalam wilayah negara kesatuan atau Provinsi, khususnya yang menyangkut
investasi dalam sumberdaya manusia dan investasi dalam prasarana fisik.
Kondisi ini pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan
ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita antardaerah di suatu wilayah,
sehingga kecenderungan terjadinya perbedaan dan ketimpangan pada pola, laju
pertumbuhan dan pendapatan perkapita antar berbagai kawasan dalam suatu
wilayah dalam satu negara.
 Sejak tahun 1999 pertumbuhan ekonomi mulai meningkat, namun
karena sebagian besar daerah kabupaten masih mengandalkan pertumbuhan
ekonominya pada sektor primer seperti sumberdaya alam dan migas,
menyebabkan tingkat kesenjangan pendapatan antardaerah juga meningkat. Hal
ini tergambar dari kontribusi sektor primer masih relatif besar untuk terutama
migas.
 Keadaan ini sebenarnya jika tidak disikapi dengan arif, akan
berpengaruh pada struktur ekonomi Provinsi Jambi yang pada gilirannya
ketergantungan pada migas menjadi besar, dan kreativitas untuk mendorong
sektor lain dapat berkurang.
 Dengan demikian jika dihubungkan dengan trend meningkatnya
tingkat kesenjangan pendapatan antardaerah memberikan indikasi bahwa
terdapat hubungan positif antara tingkat kesenjangan pendapatan antar daerah
dengan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi, untuk beberapa periode.
Karateristik wilayah yang sangat berbeda antara wilayah barat dan timur
membutuhkan penanganan yang berbeda pula, baik dalam pembangunan
infrastruktur maupun sumberdaya manusianya.

A. Permasalahan

 Banyak Wilayah-Wilayah Yang Masih Tertinggal Dalam


Pembangunan. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah
tertinggal, termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil antara lain:
(1) terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal
dengan wilayah yang relatif lebih maju; (2) kepadatan penduduk relatif rendah
dan tersebar; (3) kebanyakan wilayah-wilayah ini miskin sumber daya,
khususnya sumber daya manusia; (4) belum diprioritaskannya pembangunan di
wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan
pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung; (5) belum optimalnya dukungan
sektor terkait untuk pengembangan wilayah-wilayah ini.
 Belum Berkembangnya Wilayah-Wilayah Strategis dan Cepat
Tumbuh. Banyak wilayah-wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi
strategis belum dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan, antara lain: (1)
adanya keterbatasan informasi pasar dan teknologi untuk pengembangan produk
unggulan; (2) belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari
pelaku pengembangan kawasan di daerah; (3) belum optimalnya dukungan
kebijakan nasional dan daerah yang berpihak pada petani dan pelaku usaha
swasta; (4) belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi
pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian
daerah; (5) masih lemahnya koordinasi, sinergi, dan kerjasama diantara pelaku-
pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga non
pemerintah, dan masyarakat, serta antara pemerintah pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota, dalam upaya meningkatkan daya saing produk unggulan; (6)
masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha skala kecil terhadap
modalpengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan
pemasaran, dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerjasama
investasi; (7) keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi dalam
mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah; serta (8)
belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar wilayah maupun antar
negara untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
Sebenarnya, wilayah strategis dan cepat tumbuh ini dapat dikembangkan secara
lebih cepat, karena memiliki produk unggulan yang berdaya saing. Jika sudah
berkembang, wilayah-wilayah tersebut diharapkan dapat berperan sebagai
penggerak bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah sekitarnya yang
miskin sumber daya dan masih terbelakang.
 Wilayah Perbatasan dan Terpencil Kondisinya Masih
Terbelakang. Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki
potensi sumber daya alam yang cukup besar, namun pembangunan di beberapa
wilayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan
pembangunan dalam wilayah.
 Kurang Berfungsinya Kota-kota sebagai motor penggerak (engine
of development) dalam Pengembangan Wilayah. Pembangunan perkotaan dan
perdesaan ini saling terkait membentuk suatu sistem pembangunan wilayah yang
sinergis. Namun hal ini belum sepenuhnya terjadi di Provinsi Jambi karena peran
kota-kota sebagai ‘motor penggerak’ (engine of development) belum berjalan
dengan baik, terutama kota-kota di Muara Jambi, Tanjung Jabung Timur, Muara
Tebo dan Muara Bulian. Keterkaitan antar kota-kota dan antar kota-desa yang
berlangsung saat ini tidak semuanya saling mendukung dan sinergis. Masih
banyak diantaranya yang berdiri sendiri atau bahkan saling merugikan. Akibat
nyata dari kesemua hal tersebut adalah timbulnya ketimpangan pembangunan
antar wilayah.
 Ketidakseimbangan Pertumbuhan Antar Kota Jambi dengan
Kota-kota Menengah dan Kecil di Provinsi Jambi. Pertumbuhan kota Jambi
saat ini relative cepat, sedangkan pertumbuhan kota-kota kecil, terutama di luar
Kota Jambi, berjalan lambat dan tertinggal. Pertumbuhan perkotaan yang tidak
seimbang ini ditambah dengan adanya kesenjangan pembangunan antar wilayah
menimbulkan urbanisasi yang tidak terkendali.
 Myrdal (1957) menyatakan, bahwa dari masa ke masa investasi akan
mengalir dari daerah yang relatif miskin ke daerah-daerah yang relatif kaya.
Gejala ini timbul sebagai akibat dari kombinasi dua faktor berikut (1) tabungan
yang ada di daerah miskin walaupun jumlahnya kecil, tidak dapat digunakan
secara efektif karena kurangnya permintaan investasi daerah tersebut, (2)
tabungan akan diinvestasikan ke daerah yang relatif lebih kaya, karena akan lebih
terjamin dan memberikan keuntungan yang lebih besar. Keadaan semacam ini
oleh Hirschman disebut sebagai polarization effect yang ternyata lebih kuat
dibandingkan dengan trickle down effect yaitu faktor-faktor yang dapat
menimbulkan pengaruh menguntungkan bagi pertumbuhan suatu daerah.
 Kecenderungan perkembangan semacam ini berdampak negatif
(negative externalities) terhadap perkembangan kota Jambi itu sendiri, maupun
kota-kota kecil di wilayah lainnya. Dampak negatif yang ditimbulkan di kota-
kota besar dan metropolitan, antara lain adalah: (1) terjadinya eksploitasi yang
berlebihan terhadap sumber daya alam di sekitar kota Jambi untuk mendukung
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi; (2) terjadinya secara terus menerus
konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan permukiman, perdagangan,
dan industri; (3) menurunnya kualitas lingkungan fisik kawasan perkotaan akibat
terjadinya perusakan lingkungan dan timbulnya polusi; (4) menurunnya kualitas
hidup masyarakat di perkotaan karena permasalahan sosial-ekonomi, serta
penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar perkotaan; (5) tidak mandiri dan
terarahnya pembangunan kota-kota baru sehingga justru menjadi tambahan beban
bagi kota inti. Terjadinya permasalahan tersebut diatas mengindikasikan telah
berlangsungnya ‘diseconomies of scale’ karena terlalu besarnya jumlah penduduk
perkotaan dan terlalu luasnya wilayah yang perlu dikelola secara terpadu.
 Kesenjangan Pembangunan antara Desa dan Kota. Kondisi sosial
ekonomi masyarakat yang tinggal di perdesaan umumnya masih jauh tertinggal
dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan. Hal ini merupakan
konsekuensi dari perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, dimana
investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah (infrastruktur dan
kelembagaan) cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain dari pada itu,
kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan
kegiatan ekonomi yang dikembangkan di wilayah perdesaan. Akibatnya, peran
kota yang diharapkan dapat mendorong perkembangan perdesaan (trickling down
effects), justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan perdesaan
(backwash effects).
 Rendahnya Pemanfaatan Rencana Tata Ruang Sebagai Acuan
Koordinasi Pembangunan Lintas Sektor dan Wilayah. Pembangunan yang
dilakukan di suatu wilayah saat ini masih sering dilakukan tanpa
mempertimbangkan keberlanjutannya. Keinginan untuk memperoleh keuntungan
ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan keinginan untuk
mengeksploitasi sumber daya alam secara berkelebihan sehingga menurunkan
kualitas (degradasi) dan kuantitas (deplesi) sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
 Sistem Pengelolaan Pertanahan Yang Masih belum Optimal.
Pengelolaan pertanahan secara transparan merupakan bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari Penataan ruang. Pada saat ini masih terdapat berbagai masalah
dalam pengelolaan pertanahan, antara lain: (a) sistem pengelolaan pengelolaan
tanah yang belum efektif dan efisien; (b) belum terwujudnya kelembagaan
pertanahan yang efisien dalam memberikan pelayanan pertanahan kepada
masyarakat; (c) masih rendahnya kompetensi pengelola pertanahan; (d) masih
lemahnya penegakan hukum terhadap hak atas tanah yang menerapkan prinsip-
prinsip yang adil, transparan, dan demokratis.

Arah Kebijakan

Dalam rangka mencapai sasaran pengurangan ketimpangan pembangunan antar


wilayah dimaksud diatas, diperlukan arah kebijakan sebagai berikut :

1. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah


strategis dan cepat tumbuh sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah
tertinggal di sekitarnya dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’
yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih
ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata-rantai proses industri dan
distribusi.
2. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayah-wilayah
tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan
berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar ketertinggalan
pembangunannya dengan daerah lain. Pendekatan pembangunan yang perlu
dilakukan selain dengan pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui
skema dana alokasi khusus.
3. Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah kebijakan
pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi
outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu
gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan provinsi tetangga.
Pendekatan pembangunan yang dilakukan melalui pendekatan kesejahteraan
(prosperity approach);
4. Menyeimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota dan desa. Oleh karena itu
perlu dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi (forward and
backward linkages) sejak tahap awal mata rantai industri, tahap proses produksi
antara, tahap akhir produksi (final process), sampai tahap konsumsi (final
demand) di masing-masing kota sesuai dengan hirarkinya. Hal ini perlu
didukung, antara lain, peningkatan aksesibilitas dan mobilitas orang, barang dan
jasa antar kabupaten;
5. Meningkatkan percepatan pembangunan kota-kota kecil di luar Kota Jambi,
sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai ‘motor penggerak’
pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya, maupun dalam melayani kebutuhan
warga kotanya. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, antara lain,
memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan seseuai dengan tipologi kota
masing-masing;
6. Mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan
dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan secara sinergis (hasil produksi
wilayah perdesaan merupakan ‘backward linkages’ dari kegiatan ekonomi di
wilayah perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’;
7. Mengoperasionalisasikan ’Rencana Tata Ruang’ sesuai dengan hirarki
perencanaan (RTRWNasional, RTRW-Pulau, RTRW-Provinsi, RTRW-
Kabupaten/Kota) sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar
sektor dan antar wilayah;
8. Merumuskan sistem pengelolaan tanah yang efisien, efektif, serta melaksanakan
penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip
keadilan, transparansi, dan demokrasi.

Program-program pembangunan.

Program-program yang diperlukan untuk menerapkan arah kebijakan


pengurangan ketimpangan pembangunan tersebut diatas adalah sebagai berikut:

I. Program Unggulan

I.1. Program Pengembangan Wilayah Strategis Dan Cepat Tumbuh

Dalam rangka mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk-


produk unggulan di pasar regional, nasional, dan global, maka kegiatan pokok yang
akan dilakukan untuk mefasilitasi pemerintah daerah adalah :

1. Peningkatan pengembangan kawasan-kawasan yang strategis dan cepat tumbuh,


khususnya kawasan yang memiliki produk unggulan, melalui pemberian
bantuan teknis dan pendampingan kepada Pemerintah Daerah, pelaku usaha,
pengrajin, petani dan nelayan;
2. Peningkatan penyediaan prasarana dan sarana, seperti pembangunan sistem
jaringan perhubungan termasuk outlet-outlet pemasaran yang efisien dalam
rangka menghubungkan kawasan strategis dan cepat tumbuh dengan pusat-pusat
perdagangan nasional dan internasional, termasuk upaya untuk meningkatkan
aksesibilitas yang menghubungkan dengan wilayah-wilayah tertinggal;
3. Pemberdayaan kemampuan pemerintah daerah untuk membangun klaster-klaster
industri, agroindustri, yang berdaya saing di lokasi-lokasi strategis melalui
pemberian insentif yang kompetitif sehingga dapat menarik investor domestik
maupun asing untuk menanamkan modalnya.
4. Penguatan pemerintah daerah untuk meningkatkan, mengefektifkan dan
memperluas kerjasama pembangunan ekonomi regional yang saling
menguntungkan antar Provinsi Jambi, dengan Provinsi Riau serta dengan negara-
negara tetangga, termasuk peningkatan kerjasama ekonomi sub-regional yang
selama ini sudah dirintis, yaitu IMS-GT;
5. Peningkatan kerja sama antar pemerintah daerah melalui sistem jejaring kerja
(networking) yang saling menguntungkan. Kerja sama ini sangat bermanfaat
sebagai sarana saling berbagi pengalaman (sharing of experiences), saling
berbagi manfaat (sharing of benefits), maupun saling berbagi dalam memikul
tanggung jawab pembiayaan pembangunan (sharing of burdens) terutama untuk
pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi yang menuntut
skala ekonomi (scale of economy) tertentu sehingga tidak efisien untuk dibangun
di masing-masing daerah;
6. Pemberdayaan pemerintah daerah dalam: (a) mengidentifikasi produk-produk
unggulan; (b) pengembangan informasi pasar bagi hasil-hasil produk unggulan;
(b) peningkatan pengetahuan dan kemampuan kewirausahaan pelaku ekonomi;
(c) peningkatan akses petani dan pengusaha kecil menengah kepada sumber-
sumber permodalan; (d) perluasan jaringan informasi teknologi dan pemanfaatan
riset dan teknologi yang difokuskan untuk mendukung produk unggulan;
(e)pengembangan kelembagaan pengelolaan pengembangan usaha;

I.2. Program Pengembangan Wilayah Tertinggal

1. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan,


khususnya untuk pembangunan sarana dan prasarana ekonomi di wilayah-
wilayah tertinggal melalui, antara lain, penerapan berbagai skema pembiayaan
pembangunan seperti: pemberian prioritas dana alokasi khusus (DAK), skema
pembiayaan lain baik kerjasama dengan Pemerintah maupun swasta.
2. Peningkatan kapasitas (capacity building) terhadap masyarakat, aparatur
pemerintah, kelembagaan, dan keuangan daerah. Selain dari pada itu, upaya
percepatan pembangunan SDM sangat diperlukan melalui pengembangan sarana
dan prasarana sosial terutama bidang pendidikan dan kesehatan;
3. Pemberdayaan komunitas adat terpencil untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemampuan beradaptasi dengan kehidupan masyarakat yang lebih kompetitif;
4. Pembentukan pengelompokan permukiman untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyediaan pelayanan umum, terutama untuk wilayah-wilayah yang
mempunyai kepadatan penduduk rendah dan tersebar. Hal ini antara lain dapat
dilaksanakan melalui transmigrasi lokal, maupun antar regional;
5. Peningkatan akses petani, nelayan, transmigran dan pengusaha kecil menengah
kepada sumbersumber permodalan, khususnya dengan skema dana bergulir dan
kredit mikro, serta melalui upaya penjaminan kredit mikro oleh pemerintah
kepada perbankan, salah satu seperti Kredit KUPEM
6. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah tertinggal dengan wilayah-
wilayah cepat tumbuh dan strategis, terutama pembangunan sistem jaringan
transportasi yang menghubungkan antar wilayah.

I.3. Program Pengelolaan Pertanahan

Program penataan ruang tidak akan berjalan secara efektif tanpa disertai
program pengelolaan pertanahan. Program pengelolaan pertanahan ditujukan untuk:
(1) meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui
penegakan hukum pertanahan yang adil dan transparan secara konsisten; (2)
memperkuat kelembagaan pertanahan di provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka
peningkatan pelayanan kepada masyarakat; (3) mengembangkan sistem pengelolaan
dan administrasi pertanahan yang transparan, terpadu, efektif dan efisien dalam
rangka peningkatan keadilan kepemilikan tanah oleh masyarakat; dan (4)
melanjutkan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah secara berkelanjutan sesuai dengan RTRW dan dengan
memperhatikan kepentingan rakyat.

II. Program Penunjang

II.1. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan

Program ini ditujukan untuk: (1) menjaga kesatuan wilayah Provinsi Jambi
melalui penetapan hak yang dijamin oleh hukum nasional; (2) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan
budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan
dengan provinsi tetangga.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk mefasilitasi pemerintah daerah adalah :

1. Penguatan pemerintah daerah dalam mempercepat peningkatan kualitas hidup


dan kesejahteraan masyarakat melalui: (a) peningkatan pembangunan sarana dan
prasarana sosial dan ekonomi; (b) peningkatan kapasitas SDM; (c) pemberdayaan
kapasitas aparatur pemerintah dan kelembagaan; (d) peningkatan mobilisasi
pendanaan pembangunan;
2. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan,
terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana ekonomi di wilayah-wilayah
perbatasan dan pulau-pulau kecil melalui, antara lain, penerapan berbagai skema
pembiayaan pembangunan seperti: pemberian prioritas dana alokasi khusus
(DAK), dan skema lainnya.

II.2. Program Pengembangan Kota-kota Kecil dan Menengah


Program ini bertujuan untuk : (1) meningkatkan kemampuan pembangunan dan
produktivitas kota-kota kecil dan menengah; (2) meningkatkan fungsi eksternal kota-
kota kecil dan menengah dalam suatu ’sistem wilayah pengembangan ekonomi’ dan
memantapkan pelayanan internal kota- kota tersebut.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan untuk mefasilitasi pemerintah daerah adalah :

1. Peningkatan pertumbuhan industri kecil di kota-kota kecil, khususnya industri


yang mengolah hasil pertanian (agroindustry) dari wilayah-wilayah perdesaan,
melalui: (a) pengembangan sentrasentra industri kecil dengan menggunakan
teknologi tepat guna; (b) peningkatan fungsi pasar lokal; (c) peningkatan
prasarana dan sarana transportasi yang menghubungkan kota-kota kecil dengan
wilayah-wilayah perdesaan; .
2. Penyiapan dan pemantapan infrastruktur sosial dasar perkotaan di kota-kota kecil
dan menengah untuk dapat melayani fungsi internal dan eksternal kotanya,
terutama wilayah-wilayah yang masuk dalam satuan wilayah pengembangan
ekonomi;
3. Pemberdayaan kemampuan: (a) profesionalisme aparatur dalam pengelolaan dan
peningkatan produktivitas kota; (b) kewirausahaan dan manajemen pengusaha
kecil dan menengah dalam meningkatkan kegiatan usaha, termasuk penerapan
‘good corporate governance’; (c) masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan kebijakan-kebijakan publik perkotaan di kota-kota kecil
dan menengah;
4. Penyempurnaan kelembagaan melalui reformasi dan restrukturisasi kelembagaan
dengan menerapkan prinsip-prinsip ‘good urban governance’ dalam pengelolaan
perkotaan kota-kota kecil dan menengah dalam rangka meningkatkan fungsi
pelayanan publik;
5. Pemberdayaan kemampuan pemerintah kota dalam memobilisasi dana
pembangunan melalui:
(a) peningkatan kemitraan dengan swasta dan masyarakat; (b)
pinjaman langsung dari bank komersial dan pemerintah provinsi dan pusat; (c)
penerbitan obligasi daerah (municipal bond); (d) ekstensifikasi dan intensifikasi
pajak dan retribusi;
6. Pemberdayaan kemampuan pengusaha kecil dan menengah, melalui: (a)
pemberian akses permodalan; (b) pengembangan informasi pasar bagi produk-
produk lokal; (c) pemberian bantuan teknologi tepat guna.

II.3. Program Penataan Tata Ruang Wilayah

Rencana tata ruang merupakan landasan atau acuan kebijakan spasial bagi
pembangunan lintas sektor maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis
dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) telah
menetapkan norma-norma spatial pemanfaatan ruang wilayah daerah. RTRW
Provinsi berisikan: (a) pola pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya di Provinsi Jambi; (b) struktur pengembangan jaringan sarana dan
prasarana wilayah, termasuk pusat-pusat permukiman. Oleh karena itu, sangat
penting untuk memanfaatkan RTRW Provinsi Jambi sebagai acuan penataan ruang
daerah, yang kemudian dijabarkan kedalam RTRW Kabupaten/Kota.
 Pengembangan Kawasan Khusus
- Pengembangan kawasan cepat tumbuh, dan lokasi strategis;
- Pengembangan kawasan potensial/prospektif, yang memiliki potensi
kekayaan sumber daya alam;
- Pengembangan kawasan terbelakang, yang kurang memiliki sumber daya
alam dan atau terisolasi, termasuk daerah perbatasan;
- Pengembangan kawasan berbasis kelautan.

 Kebijakan Pengembangan Kawasan Tumbuh Cepat dan Strategis


- Peningkatan dan diversifikasi produk unggulan;
- Peningkatan arus perdagangan antara wilayah;
- Peningkatan fungsi kota sedang dan kecil di luar Jambi;
- Peningkatan prasarana dan sarana ekonomi antar daerah;
- Peningkatan iklim investasi dan usaha;
- Peningkatan Kerjasama dan usaha;
- Peningkatan Kapasitas pemerintah antar daerah dalam pengembangan
ekonomi wilayah/lokal;
- Pengendalian kualitas lingkungan kawasan permukiman;
- Peningkatan kualitas hidup masyarakat.

 Kebijakan Pengembangan Kawasan Profektif


- Peningkatan iklim investasi dan kemudahan perizinan dalam pengembangan
kawasan prospektif;
- Peningkatan pelayanan prasarana dan sarana kawasan prospektif;
- Peningkatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan bisnis di
kawasan prospektif;
- Peningkatan keterkaitan ekonomi lokal dan global;
- Peningkatan kapasitas pemerintah dalam pengembangan ekonomi di kawasan
prospektif.

 Kebijakan Pengembangan Kawasan Tertinggal (Termasuk Kawasan


Terisolasi dan Perbatasan).
- Peningkatan ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana di kawasan
tertinggal dan perbatasan (sebagai beranda depan);
- Peningkatan pengembangan agribisnis skala besar di kawasan tertinggal dan
perbatasan;
- Peningkatan pengamanan pemanfaatan sumber daya kehutanan dan kelautan
di daerah perbatasan;
- Peningkatan penyediaan pos pemeriksaan lintas antara negera;
- Peningkatan pengamanan garis perbatasan negara.

 Kebijakan Pengembangan Kawasan Berbasis Kelautan


- Peningkatan pelayanan prasarana dan sarana kawasan berbasis kelautan
(maritim);
- Peningkatan pengembangan industri berbasis kelautan skala besar;
- Pengembangan armada nelayan;
- Peningkatan pemanfaatan dan pengembangan pulau-pulau kecil;
- Peningkatan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan;
- Peningkatan pengamanan pantai dan batas negara di lautan bebas.

Anda mungkin juga menyukai