Anda di halaman 1dari 7

Beberapa Catatan dalam

Pembangunan Ekonomi Daerah:


Antisipasi Risiko atas beberapa Isu Krusial

Prof Triyuni Soemartono – UPDM(B) Jakarta


Januari 2024
ISU DISPARITAS KESEJAHTERAAN: Angka kemiskinan di Indonesia pada Maret 2023 mengalami
Masih tingginya disparitas penurunan 0,21% poin terhadap September 2022 menjadi
ketimpangan kemiskinan antar daerah 9,36%, namun hal ini tidak diiringi dengan turunnya angka
ketimpangan atau gini ratio. Terajdi peningkatan ketimpangan
penduduk atau gini ratio dalam satu tahun terakhir. Gini ratio
pada Maret 2023 sebesar 0,388, meningkat 0,007 poin dari
September 2022 dan 0,004 poin dari Maret 2022.

Ketimpangan juga tampak antar wilayah, dimana masih terjadi


disparitas yang sangat besar antara perkotaan dan pedesaan.
Pada Maret 2023, kemiskinan di perdesaan 12,22%, sementara
di perkotaan 7,29%. Terjadi penurunan yang sangat dalam pada
angka kemiskinan di perkotaan yang turun 0,24% dan angka
kemiskinan di perdesaan hanya turun 0,14%.

Hal ini menunjukkan ketimpangan antar wilayah terutama desa


dan kota masih terjadi → pekerjaan rumah yang harus menjadi
prioritas Pemerintah Daerah.
ISU DISPARITAS KESEJAHTERAAN:
Pencapaian IPM dan Belum Meratanya
Kesejahteraan di Daerah
Tujuan pemerataan ekonomi adalah
mengurangi ketidaksetaraan dalam distribusi
pendapatan dan kekayaan dan mengurangi
kesenjangan ekonomi antara kelompok-
kelompok Masyarakat → kesejahteraan.
Salah satu indikator paling tepat saat ini untuk
melihat pemerataan adalah Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang melihat
sekurang-kurangnya 3 hal (Kesehatan,
Pendidikan, Ekonomi).
Berdasarkan data BPS, masih Terdapat 15
Provinsi yang memiliki pertumbuhan IPM 2023
dibawah rata-rata nasional (0,84) bahkan
masih terdapat 5 provinsi yang memiliki IPM
dengan selisih hingga lebih dari 10 basis poin
dari IPM Nasional (<0,74).
ISU PERTUMBUHAN PENDUDUK: Pertumbuhan Penduduk yang
Tidak Merata dan Belum Seimbang di Daerah
Fakta
Jumlah penduduk Indonesia terus bertambah 3 kali lipat dari 97 juta jiwa (1961), menjadi 270 juta jiwa (2020). Laju pertumbuhan
penduduk Indonesia melambat dari 2,31 % (1971) ke 1,25% (2022). Angka Kelahiran Total (TFR) terus menurun dan mencapai 2,18
pada tahun 2020 yang berarti seorang perempuan melahirkan sekitar dua anak selama masa reproduksinya. Nilai ini menurun
dalam 30 tahun terakhir dari 3,33 di tahun 1990. Disisi lain kondisi usia harapan hidup juga meningkat. Penurunan fertilitas dan
peningkatan kesehatan penduduk mendorong perubahan struktur penduduk
Saat ini Indonesia sudah masuk Bonus Demografi dengan rasio ketergantungan sebesar 44,3 (2020) atau berarti setiap 100
penduduk produktif menanggung 44 penduduk usia 0-14 dan >65. Disisi lain Indonesia juga sudah masuk ageing population
dimana lansia sudah lebih dari 10% populasi. Menurut Bappenas (2023) Indonesia diperkirakan sudah di akhir puncak bonus
demografi sekaligus fase akhir transisi demografi (Pergeseran historis dari angka kelahiran dan angka kematian yang tinggi menuju
ke angka kelahiran dan angka kematian yang rendah)
Isu nya adalah situasi transisi demografi setiap daerah berbeda-beda/ tidak merata. Ada 4 provinsi yang masuk dalam fase transisi
akhir di antaranya DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali (TFR rendah, dan angka kematian bayi rendah), sisanya berada
dalam fase pertumbuhan penduduk yang masih beragam. Artinya situasi pertumbuhan penduduk di masing-masing daerah
berbeda.
Karakteristik pertumbuhan penduduk di daerah yang berbeda-beda memerlukan kebijakan pengendalian penduduk yang
berbeda di masing-masing daerah agar bisa mencapai pertumbuhan penduduk yang seimbang. Apakah Pemda
memperhatikan hal ini?
Mengapa ini penting? Kondisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas ekonomi Indonesia di masa depan →
menghindari stagnasi pertumbuhan seperti yang terjadi di Negara-negara maju saat ini.
ISU MOBILITAS PENDUDUK:
Pemerataan Lapangan Pekerjaan
Formal di Daerah
Jabodetabek masih menjadi sasaran migrasi
lulusan sekolah menengah dan universitas.
Pemerataan lapangan pekerjaan formal masih
belum terjadi dan didominasi Jabodetabek.
Artinya perpindahan penduduk masih belum
merata → penyediaan lapangan pekerjaan
berkualitas untuk kelompok terdidik (kelas
menengah) masih menjadi pekerjaan rumah
besar bagi Daerah → pertumbuhan ekonomi
daerah belum sanggup memenuhi?

Malamassam, M.A. Spatial Structure of Youth Migration


in Indonesia: Does Education Matter?. Appl. Spatial
Analysis 15, 1045–1074 (2022).
https://doi.org/10.1007/s12061-022-09434-6
ISU ANGGARAN:
Optimalitas Penggunaan Instrumen Transfer ke Daerah
Masih tingginya ketimpangan ekonomi antar
daerah seharusnya dapat didukung dengan
pengelolaan instrument Transfer ke Daerah (TKD)
→dana bagi hasil (DBH), dana alokasi khusus (DAK),
dana alokasi umum (DAU), Dana Otsus dan Daerah
Istimewa (Dais), dana desa, dan insentif fiscal) TKD
diharapkan digunakan secara fokus untuk isu-
isupemerataan Pembangunan dan kemiskinan
(termasuk stunting, inflasi, dan investasi).

Rata-rata Alokasi TKD dalam APBN sebesar 26-28%


atau sepertiga APBN. Alokasi TKD dalam APBN
terus mengalami kenaikan dan meningkat menjadi
Rp857,6 triliun pada tahun 2024. Dengan kondisi
ketimpangan yang masih tinggi, menggambarkan
bahwa penggunaan TKD oleh Pemda belum
optimal.

https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/a
Pemda harus menggunakan TKD untuk kegiatan yang produktif dengan gar-belanja-pusat-dan-daerah-harmonis-di-2024-
multiplier effect yang besar dengan perencanaan yang lebih baik dan serius. begini-strateginya
TERIMA KASIH

Prof Triyuni Soemartono – UPDM(B) Jakarta


Januari 2024

Anda mungkin juga menyukai