PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
MKDU4111
Disusun oleh :
TABITHA TIARA VIRHA
(043015427)
A. Tidak Semua Daerah Otonom Di Indonesia Memiliki Sumber Daya Manusia Yang Tinggi,
Sehingga Masih Memerlukan Bantuan Dari Pusat Atau Daerah Lain.
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini
kurang didukung oleh produktipitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan
pembangunan yang selama 32 tahun yang dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata
7 % selama orde baru hanya berasal dari pemamfaatan sumber dalam intensif ( hutan dan
hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman luar negeri dan pinjaman langsung.
Kualitas SDM bangsa Indonesia,dalam kategori rendah dan rendahnya kualitas SDM
disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidikan.
Kualitas Pendidikan yang belum merata di berbagai wilayah di Indonesia juga
mempengaruhi kualitas SDM di wilayah tersebut. Hal tersebut menyebabkan beberapa daerah
masih memerlukan bantuan SDM dari wilayah lain yang memiliki kualitas SDM yang
dianggap lebih siap.
Angkatan kerja Indonesia masih didominasi tingkat pendidikan SMP kebawah. Dimana
angkatan kerja dengan lulusan perguruan tinggi hanya sebanyak 10 %,kemudian tingkat
luluisan SMA sebanyak 25 % sisanya sebanyak 65 % lulusan SMP kebawah. Jadi sekalipun
mempunyai bonus demographi tetapi proporsi terbesar dari penduduk usia produktif tadi
hanya SMP kurang significant untuk mendorong kualitas SDM itu sendiri sehingga bonus
demographi itu tidak mempunyai dampak yang berarti dalam peningkatan kualitas SDM
Indonesia. Kualitas penduduk atau mutu sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap
tingkat kemajuan sebuah negara, Cepat atau lambatnya suatu negara dalam meningkatkan
kemajuan ekonominya sangat tergantung pada keberhasilan negara itu memberikan
pendidikan pada penduduknya.
B. Tidak Semua Daerah Otonom Di Indonesia Memiliki Sumber Daya Alam Yang Memadai,
Sehingga Sulit Untuk Menggali Dana Dari Potensi Alam.
Banyak daerah di Indonesia yang tidak memiliki hasil tambang dan hutan. Beberapa
daerah hanya mengandalkan pendapatan kebun yang sangat tergantung dengan kondisi alam
serta sumber daya laut. Sumber daya laut sebenarnya cukup potensial namun belum mampu
menopang pendapatan daerah sepenuhnya.
Kondisi itu menyebabkan ketimpangan dalam pembangunan antar wilayah, antara
pedesaan, dan perkotaan, antara Pulau Jawa dan luar Jawa, serta antara Kawasan Barat dan
Kawasan Timur Indonesia. Asep Karsidi, Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG),
mengatakan salah satu hal penting yang mendesak untuk dilakukan pemerintah, adalah
menjamin ketersediaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang seimbang, dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah. Kondisi itu dapat berjalan
optimal, jika didukung oleh informasi yang andal, berlanjutan, dan mudah di akses baik
informasi spasial maupun informasi nonspasial.
C. Sebagian Besar Daerah Otonom Masih Membiasakan Diri Tergantung Kepada Pusat
Terutama Masalah Dana Atau Keuangan, Sehingga Sulit Untuk Mandiri.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J
Supit mengatakan selama ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
ditopang oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya sekitar 15%.
Hal ini menurutnya menujukkan kegagalan dalam berotonomi daerah selama 20 tahun.
Daerah selama ini masih memiliki ketergantungan fiskal pada pemerintah pusat.
Dalam diskusi Pro Kontra UU Cipta Kerja, Polemik Trijaya, Anton J Supit mengatakan
indikasi kemandirian ekonomi dari setiap daerah kriterianya adalah APBD ditopang 20% dari
PAD Kab. Kota. Namun pada kenyataannya presentase tersebut tidak sampai 15%. Artinya
daerah otonom masih bergantung pada pemerintah pusat.
Hal lain yang menghambat otonomi daerah adalah masih adanya daya Tarik menarik
perihal kewenangan antar pemerintah ousat dan daerah. Serta kebiasan pemerintahan daerah
yang mengandalkan pemerintah pusat menyebabkan daerah otonom sulit untuk mandiri.
3. SOLUSI NYATA KITA SEBAGAI MASYARAKAT UNTUK MENANGGULANGI
HAMBATAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu isu strategis untuk mewujudkan jasa
lingkungan yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Partisipasi masyarakat adalah salah
satu syarat yang diperlukan untuk pemerintahan yang sukses. Dengan keterlibatan
masyarakat yang lebih besar, kebijakan pembangunan daerah yang berbeda akan mampu
mewakili kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Partisipasi masyarakat juga penting
agar mereka dapat berpartisipasi dalam memantau pelaksanaan pemerintah daerah.
Dalam konteks pemerintahan daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah sendiri
sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan akuntabilitas masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Namun, tujuan ini bertentangan dengan praktik pemerintahan
sendiri di daerah saat ini, di mana ruang partisipasi masyarakat belum difasilitasi secara
memadai.
Partisipasi masyarakat yang sangat rendah dalam mengawal jalannya perbaikan
pelayanan lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor.
a. penyusunan standar pelayanan tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat.
b. tidak ada sarana maupun mekanisme penyampaian aduan dari masyarakat
c. tidak adanya tindak lanjut penyelesaian pengaduan yang disampaikan oleh
masyarakat.
d. ketakutan "salah alamat" dalam melapor jika ada penyimpangan dalam pelayanan
lingkungan
Dalam konteks pemerintahan daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah sendiri
sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan akuntabilitas masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Namun, tujuan ini bertentangan dengan praktik pemerintahan
sendiri di daerah saat ini, di mana ruang partisipasi masyarakat belum difasilitasi secara
memadai.
Selain itu, masyarakat juga sering mengeluhkan layanan yang dilakukan oleh ASN
kepada Inspektorat. Namun, sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah, peran Inspektorat
tidak berfungsi dengan baik. Masyarakat terkesan tidak percaya dengan penyelesaian yang
dilakukan oleh Inspektorat, sehingga masyarakat lebih memilih menyampaikan pengaduan ke
pihak eksternal, yakni ORI. Hal ini terbukti dari banyaknya pengaduan yang disampaikan
masyarakat kepada ORI, dibanding Inspektorat. Kedudukan sejajar antara yang diawasi dan
yang mengawasi, bisa jadi salah satu pertimbangan masyarakat tidak melaporkan keluhan
pelayanan lingkungan yang dilakukan oleh ASN kepada Inspektorat. Oleh karena itu, perlu
penguatan peran Inspektorat dengan melakukan perubahan struktur kelembagaan Inspektorat,
semisal Inspektorat kabupaten/kota berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur.
Walaupun pengaduan yang disampaikan masyarakat lebih banyak masuk ke ORI
dibanding ke Penyelenggara atau DPR/DPRD. Namun demikian, tidak sedikit juga masyarakat
yang masih asing terhadap ORI. Oleh karena itu, ini menjadi tantangan tersendiri bagi ORI,
bagaimana ke depannya agar ORI semakin dikenal oleh masyarakat.
Oleh karena itu, menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam
penyelenggaran pelayanan lingkungan dapat ditempuh melalui pembenahan diberbagai
sektor.
a. membenahi pengelolaan pengaduan di ULP sebagai penyelenggara pelayanan
lingkungan
b. mewujudkan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N)
yang terintegrasi, dengan cara mendorong agar semua penyelenggara pelayanan
lingkungan, baik di daerah maupun instansi vertikal, BUMN/BUMD, BHMN agar
mengintegrasikan pengelolaan pengaduannya ke dalam sistem pengaduan nasional.
c. mendorong agar pengaduan yang masuk ke ORI semakin meningkat setiap tahun.
ORI harus melakukan terobosan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
gawai seperti membuat aplikasi pengaduan berbasis android dan sejenisnya.