Anda di halaman 1dari 10

TUGAS 3 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SESI 7

Nama : PUJA CANTIKA


Nim : 044803214
Prodi : Ilmu Hukum
UPBJJ : UT-Jakarta
Semester : 2(dua)
Soal 1 (skor 25)

Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor-faktor yang dapat memperngaruhi keberhasilan
otonomi daerah di Indonesia!

Jawab: Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat menurut praksara sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan undang-undang, yakni Undang-Undang No. 22 Tahun 1999.
Sementara itu yang dimaksudkan dengan daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas daerah tertentu yang berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut praksara sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam ikatan negara kesatuan republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) menyatakan, bahwa Pemerintahan
Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut
Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan serta diberikannya otonomi yang seluas-luasnya.

Secara umum, faktor-faktor yang akan menentukan dan mempengaruhi keberhasilan


pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, antara lain yaitu (Kaho, 2002: 60): (i) faktor manusia
sebagai subjek penggerak (faktor dinamis) dalam penyelenggaraan otonomi daerah; (ii)
faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi terselenggaranya aktivitas
pemerintahan daerah; (iii) faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah; serta (iv) faktor organisasi dan manajemen
yang merupakan sarana untuk melakukan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara baik,
efisien, dan efektif. Dari uraian di atas, jelas terlihat bahwa faktor kemampuan untuk mengelola
keuangan daerah merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah. Dengan kata lain, salah satu ciri dari daerah otonom
terletak pada kemampuan self supporting-nya dalam bidang keuangan, termasuk di dalamnya
adalah kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber keuangan dengan baik dan
menggunakannya secara tepat dan benar. Daerah harus mempunyai sumber-sumber
keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaran otonominya. Melalui
desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah dituntut untuk mengelola keuangan daerah secara
akuntabel dan transparan. Dengan kebijakan normatif yang ada, pemerintah daerah diberi
kesempatan untuk melakukan perubahan kebijakan dan sistem pengelolaan keuangan
daerah. Dasar-dasar yang melatarbelakangi perubahan adalah : pertama, perubahan
paradigma penyelenggaraan pemerintahan seiring otonomi daerah dan desentralisasi,
kedua, semangat reinventing governance dan good governance, dan ketiga, realitas
regulasi dan instrumen pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk peraturan pelaksanaan
yang baru dan mendorong terciptanya iklim investasi yang baik. Hak Pemerintah Daerah
dalam pengelolaan keuangan daerah adalah:

(1) memungut pajak dan restribusi daerah serta mengelola kekayaan daerah;

(2) memperoleh dana perimbangan, dan

(3) melakukan pinjaman.


Dalam melaksanakan hak tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk:

(1) mengelola sumber keuangan daerah secara efektif, efisien, transparan, akuntabel dan taat
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

(2) mensinergikan kebijakan pembangunan daerah dan kebijakan nasional; serta

(3) melaporkan dan mempertanggungjawabkan kepada pemerintah pusat dan masyarakat.

Salah satu indikator penting dari kewenangan keuangan adalah besarnya Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Semakin tinggi kewenangan keuangan yang dimiliki daerah, semakin tinggi
peranan PAD dalam struktur keuangan daerah, dan begitu pula sebaliknya. Tetapi
mengharapkan PAD sebagai sumber utama sehingga peranannya mencapai katakanlah 90 %
tidaklah mungkin. Sebagai contoh, Sumatera Barat memiliki persentase PAD masih rendah,
dimana persentase PAD terbesar selama periode 2000-2004 sebesar 54,84 persen pada
tahun 2004. Hal ini menyebabkan daerah sangat tergantung kepada pusat sehingga
kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi sangat
terbatas. Untuk mengurangi ketergantungan finansial tersebut Pemda harus merancang
dan menerapkan berbagai cara untuk meningkatan PAD, yang meliputi:

1. Intensifikasi dan esktensifikasi pungutan daerah dalam bentuk retribusi atau pajak,

2. Eksplorasi sumber daya alam, dan

3. Skema pembentukan kapital (capital formation) atau investasi daerah melalui


penggalangan dana atau menarik investor.

Dari ketiga pilihan kebijakan tersebut, tampaknya skim menarik investor merupakan suatu
pilihan yang paling bersifat sustainable dan mempunyai economic multiplier effects yang
bermanfaat, yaitu employment creation. Pilihan intensifikasi dan ekstensifikasi pungutan daerah,
baik langsung maupun tidak langsung akan memberikan tekanan inflasi, sedangkan
pilihan kedua, terutama jika sumber daya yang tersedia bersifat non-renewable, akan
terbentur pada persoalan keberlanjutan (Irawan, 2002:1). Investasi juga merupakan salah satu
komponen utama dalam meningkatkan kemampuan ekonomi daerah. Kemampuan ekonomi
daerah yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) akan
mempengaruhi penerimaan pemerintah daerah dan pada gilirannya akan mempengaruhi
kemampuan keuangan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Persentase Laju
pertumbuhan PDRB selalu meningkat setiap tahunnya. Besarnya laju pertumbuhan ekonomi
yang dicapai ditentukan oleh kemampuan investasi yang dapat dilakukan, baik investasi secara
agregat maupun investasi pada masing-masing sektor ekonomi. Investasi yang dilakukan
itu akan memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan regional. Investasi

secara agregat dapat dilakukan oleh pemerintah dan swasta, besarnya kebutuhan
investasi ini tergantung pula pada sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang dapat
disediakan baik yang berasal dari sektor pemerintah maupun non pemerintah dalam
pembiayaan daerah. Dalam rangka meningkatkan laju investasi, pemerintah pertama kali harus
menerapkan kebijaksanaan investasi di sektor-sektor publik, sehingga dapat mendorong
investasi di sektor swasta (Suryana, 2000:109).

Soal 2 (skor 25)

Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan dalam melaksanakan otonomi
daerah di Indonesia!

Jawab:

1. Sumber daya manusia di beberapa daerah kurang memadai bahkan kualitasnya tergolong
rendah. Kualitas sumber daya manusia merupakan komponen penting dalam setiap gerak
pembangunan. Hanya dari sumber daya manusia yang berkualitas tinggilah yang dapat
mempercepat pembangunan. Mengenai kulaitas SDM di daerah, hal ini terkait dengan
bagaimana pendidikan di daerah. Beberapa daerah di Indonesia, khususnya daerah 3T
(terdepan, terpencil, tertinggal,) masih rendah akan kualitas serta sarana dan prasarana.
Permasalahan ini adalah suatu hal yang mendasar untuk menciptakan kualitas sumber daya
manusia Indonesia yang memadai. Seharusnya pemerintah lebih peduli terhadap pendidikan
yang ada di daerah. Setidaknya pemerintah membangunkan sarana prasarana untuk
menunjang terlaksananya pendidikan di daerah itu tersebut. Kualitas pengajar juga harus
di perhatikan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar yang ada. Dua hal penting itu
lah yang akan

membangun SDM Indonesia yang berkualitas dan memadai untuk menyamakan pendidikan
yang terjadi di Indonesia.

2. Pelayanan publik yang kurang optimal Sebagai acuan penyediaan pelayanan masyarakat,
pemerintah daerah harus berpedoman kepada PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang akan
dijabarkan dalam bentuk peraturan menteri yang bersangkutan. Untuk itu setiap
pemerintah daerah diwajibkan menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target
tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM. Rencana
pencapaian SPM dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Untuk target tahunan
pencapaian SPM, dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana
Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA),
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sesuai
klasifikasi belanja daerah dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah.

3. Kurangnya pembinaan dan pengawasan Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah


dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah.
Pemerintah Pusat melalui Menteri dan Pimpinan Lembaga Non Departemen melakukan
pembinaan sesuai dengan kewenangan teknis masing-masing yang dikoordinasikan oleh
Menteri Dalam Negeri untuk pembinaan provinsi dan dikoordinasikan oleh Gubernur untuk
tingkat kabupaten/kota. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah
kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan
rencana dan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Pengawasan pemerintah terutama dilakukan terhadap peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah. Dalam upaya mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan,
pemberian sanksi akan dilakukan

apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaraan atas penyelenggaraan


pemerintahan daerah. Salah satu pedoman dalam pembinaan dan pengawasan ini, telah
diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat. Disamping itu
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasann Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

4. Penataan kepegawaian daerah yang tidak setara Sejalan dengan UU Nomor 43 Tahun 1999
tentang perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sistem
manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) menggunakan gabungan dari unified system dan
separated system. PNS baik di Pusat maupun di Daerah diharapkan memiliki kualitas
yang setara dan memiliki norma, standar, dan prosedur manajemen kepegawaian yang sama.
Selain itu, pelaksanaan mutasi kepegawaian baik vertikal maupun horisontal perlu
dikonsultasikan kepada organisasi pemerintah di atasnya agar terwujud prinsip pembinaan
karier PNS yang utuh dalam kerangka Negara Kesatuan RI. Hal tersebut akan sangat
membantu dalam mewujudkan akurasi data mutasi pegawai dalam mendukung
pengalokasian dana perimbangan secara nasional. Dengan penataan urusan pemerintahan
secara benar, pembentukan kelembagaan secara tepat, dan personil yang memiliki
kapasitas dan profesionalisme memadai, penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan
akan semakin membaik dan mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan rakyat.
Pada saat ini sedang disusun pola pengembangan karier PNS meliputi standar
kompetensi, kebijakan minus growth, perencanaan karir dan pengembangan karir dan
pengembangan jabatan untuk fungsional (mengurangi tekanan jabatan _struktural_ ).

Soal 3 (skor 25)

Pada kurun waktu lebih dari satu dasawarsa berjalannya otonomi daerah sejak disahkan UU No.
22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah sudah banyak yang dicapai, namun amsih banyak hal
yang belum bisa ditangani terkait dengan upaya dalam mengatasi implementasi kebijakan
otonomi daerah. Contoh keberhasilan dari otonomi daerah dalah semakin luasnya kewenangan
dari DPRD selaku Lembaga legeslatif serta kewenangan kepala daerah selaku eksekutif dan
semakin terbukanya informasi serta partisipasi dari masyarakan dalam hal pengambilan
keputusan dan penagwasan terhadap jalannya pemerintahan di tingkat daerah. Namun,
keberhasilan tersebut juga diiringi dengan hambatan seperti munculnya istilah raja-raja kecil di
daerah dan banyak kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sehingga menyebabkan
anggaran yang seharusnya untuk membangun daerahnya dikorupsi dan pembangunan menjadi
terhambat.Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita sebagai
masyarakat untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah!
Jawab: Yang dapat dilakukan masyarakat untuk menanggulangi hambatan dalam pelaksanaan
otonomi daerah diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Keterlibatan par masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah

2. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan
aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah

3. Masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan
pelaksanaan Otonomi Daerah Untuk mengatur lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat
tersebut, juga telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2017 Tentang
Partisipasi Masyarakat

Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam PP tersebut telah diatur bahwa


partisipasi masyarakat dapat dilakukan melalui konsultasi publik, penyampaian aspirasi,
rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi hingga seminar, lokakarya,
dan/atau diskusi. Kemudian beberapa cakupan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang perlu dipelajari dan dipahami oleh masyarakat itu
sendiri ialah meliputi partisipasi masyarakat dalam penyusunan Peraturan Daerah dan
kebijakan daerah, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemonitoran, dan
pengevaluasian pembangunan daerah, pengelolaan aset dan/atau sumber daya alam daerah,
dan penyelenggaraan pelayanan publik. Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Peraturan
dan Kebijakan Daerah Berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, masyarakat berhak memberikan
masukan baik secara lisan maupun tertulis dalam penyusunan peraturan dan kebijakan daerah.
Masukan tersebut dapat diberikan melalui rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja,
sosialisasi dan/atau seminar, lokakarya dan/atau diskusi (Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah). Pada proses
pembentukan peraturan daerah (perencanaan, penyusunan, pembahasan dan penetapan,
dan pengundangan), aspirasi masyarakat tersebut dapat ditampung mulai dari tahap
perencanaan dalam penyusunan. Hal ini dilakukan sebagai usaha meningkatkan kualitas
pengambilan kebijakan, karena masyarakatlah yang akan terkena dampak akibat kebijakan
tersebut. Oleh sebab itu, diharapkan pihak eksekutif maupun legislatif dapat menangkap
pandangan dan kebutuhan dari masyarakat yang kemudian dituangkan dalam suatu
peraturan daerah. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah Ada berbagai bentuk
partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat pada setiap proses pembangunan daerah
tersebut. Pada saat perencanaan pembangunan masayarakat dapat berpartisipasi dalam
bentuk penyampaian aspirasi konsultasi publik, diskusi dan musyawarah pada tahapan
penyusunan rancangan awal maupun pada musrenbang. Dalam penganggaran,
penyampaian aspirasi juga dilakukan dengan konsultasi publik diskusi, dan musyawarah untuk
mengawasi kesesuaian antara Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan
Kebijakan Umum Anggaran/ Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA/PPAS).
Selanjutnya,

pada pelaksanaan, masyarakat dapat melibatkan diri sebagai mitra dalam bentuk
pemberian hibah kepada pemerintah daerah dalam bentuk uang, barang, dan/atau jasa.
Terakhir, pada pengawasan dan evaluasi masyarakat dapat memastikan kesesuaian antara
jenis kegiatan, volume dan kualitas pekerjaan, waktu pelaksanaan dan penyelesaian
kegiatan, dan/atau spesifikasi dan mutu hasil pekerjaan dengan rencana pembangunan daerah
yang telah ditetapkan (Pasal Pasal 14 ayat (1) PP Nomor 45 Tahun 2017). Partisipasi
Masyarakat Dalam Pengelolaan Aset dan Sumber Daya Alam Daerah Pemerintah Daerah harus
mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan aset dan sumber daya alam daerah
tersebut yang meliputi penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, dan/atau pemeliharaannya
sesuai dengan amanat Pasal 15 ayat (1) PP Nomor 45 Tahun 2017. Partisipasi
masyarakat dalam penggunaan dan pengamanan dilaksanakan dalam bentuk pengawasan
terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan
menatausahakan barang milik daerah. Partisipasi dalam pemanfaatan, dapat dilakukan
dengan bentuk sewa, kerja sama pemanfaatan, dan kerja sama penyediaan infrastruktur
sehingga bisa berdampak positif bagi masyarakat. Sedangkan partisipasi dalam bentuk
pemeliharaan dapat dilaksanakan masyarakat dalam bentuk kerja sama pemeliharaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Partisipasi Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Pelayanan Publik Dalam PP Nomor 45 Tahun 2017, telah diatur tentang
bagaiamana pengikutsertaan masyarakat dalam pelayanan publik yang meliputi:

1. Penyusunan kebijakan Pelayanan Publik;

2. Penyusunan Standar Pelayanan;

3. Pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan Pelayanan Publik; dan

4. Pemberian penghargaan. Dari beberapa lingkup partisipasi masyarakat dalam


penyelenggaraan pelayanan publik tersebut di atas, masyarakat dapat menyampaikan
masukan, tanggapan, laporan, dan pengaduan kepada penyelenggara atau pihak terkait.
Maka dari itu, pemerintah daerah juga harus memberikan informasi yang dibutuhkan serta
menindaklanjuti masukan masyarakat tersebut.
Soal 4 (skor 25)
Pada praktek good governance menyaratkan harus terdapat transparasi dalam proses
penyelenggaraan pemerintah secara keseluruhan. Transparasi merupakan konsep yang
penting yang mengringi kuatnyakeinginan untuk praktek good governance. Masyarakat
diberikan kesempatan yang luas untuk mengetahui informasi mengenai
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian
keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan public. Oleh karena itu, masyarakat
dapat dengan mudah menetukan apakah akan memerikan dukungan kepada
pemerintah atau malah sebaliknya.
Dari uaraian di atas lakukanlah telaah terkait peran mahasiswa dalam upaya
mewujudkan praktek good governance!
Jawab: Menurut Kooiman (dalam Sedarmayanti, 2012:15-16), good governance
merupakan sebuah pergeseran paradigma dari pemerintahan (government) menjadi
kepemerintahan (governance) sebagai wujud interaksi sosial politik antara pemerintah
dengan masyarakat dalam menghadapi berbagai permasalahan kontemporer yang
demikian kompleks, dinamis dan beraneka ragam. Hal ini berkaitan erat dengan
reformasi pemerintahan yang sedang berlangsung, khususnya dalam upaya
pencegahan Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Tak hanya itu, good governance
menuntut pada profesionalitas serta kemampuan aparatur dalam pelayanan publik.
Good governance menekankan pada pelaksanaan fungsi governing secara
bersama-sama oleh pemerintah dan istitusi-institusi lainnya yaitu seperti
masyarakat sipil baik individu atau kelompok di mana salah satunya adalah
Lembaga Swadaya Masyakarat dan juga perusahaan swasta. Bahkan institusi
nonpemerintah bisa mendapat peran dominan dalam governance tersebut atau
bahkan lebih dari itu pemerintah tidak mengambil peran apapun – <governance
without government=. Lembaga-lembaga atau institusi-institusi yang telah
dijelaskan di atas
mempunyai peran penting terhadap jalannya good governance, yakni memiliki
fungsi dalam mengawasi dan juga mengendalikan jalannya pemerintahan dan
pelayanan publik. LSM sendiri memiliki tempat yang berbeda dalam mengisi
perannya sebagai salah satu elemen dalam masyarakat sipil (civil society). LSM
memegang peranan yang penting karena sifatnya yang tidak menggantungkan diri
pada pemerintah, terutama dalam support capital dan sarana prasarana. LSM berperan
dalam pemberdayaan masyarakat dengan melakukan berbagai kajian terhadap
beragam isu-isu yang berkembang dan menyangkut proses berjalannya sistem
demokrasi dalam sebuah negara. Selain itu LSM juga memberikan pendidikan
politik, agar masyarakat dapat terbuka dan ikut berpartisipasi baik dalam
pembangunan negara. Organisasi masyarakat sipil merupakan sebuah komitmen
kepedulian warga negara atau masyarakat terhadap berbagai persoalan yang
dihadapi rakyat di berbagai aspek. Terlebih keikutsertaan LSM sebagai suatu
organisasi nonpemerintah yang berpengaruh besar terhadap jalannya
kepemerintahan yang saat ini memegang peran penting sebagai salah satu
kekuatan politik di Indonesia. LSM juga berperan sebagai civil society yang bersinergi
dengan masyarakat untuk membantu terwujudnya good governance. Hal ini karena
LSM sendiri merupakan kepanjangan tangan antara masyarakat dengan pemerintah.
Di Indonesia telah banyak LSM yang berdiri dan berfokus pada peningkatan good
governance terutama dalam fungsinya untuk mengawasi praktik-praktik korupsi dan
pelayanan publik. Di Kabupaten Tasikmalaya misalnya, ada salah satu organisasi
nonpemerintah yang terdiri dari mahasiswa dan rakyat Tasikmalaya itu sendiri.
Organisasi itu bernama Koalisi Mahasiswa dan Rakyat Tasikmalaya (yang selanjutkan
akan disingkat menjadi KMRT). KMRT adalah organisasi perkumpulan nonpemerintah
yang didirikan pada tanggal 09 Desember 2004 di tengah tidak berjalannya semangat
reformasi 1998 di Tasikmalaya dengan implikasi semakin maraknya korupsi di
sektor legislatif dan eksekutif. Keberadaan KMRT bertujuan untuk mewujudkan
good governance dan mengembangkan partisipasi publik di Tasikmalaya. KMRT
mengambil posisi untuk bersama-sama rakyat dalam membangun gerakan sosial anti
korupsi dan berupaya mengimbangi persekongkolan kekuatan elit birokrasi pemerintah,
DPRD dan bisnis. KMRT yang sudah berdiri selama 14 tahun ini telah banyak
berkonstribusi dalam upaya mewujudkan good governance khususnya dalam
menangani isu-isu korupsi dan pelayanan
publik di Tasikmalaya. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus ataupun
dugaan tindak pidana korupsi yang telah diterima dan ditangani oleh KMRT dari
kurun waktu tahun 2004-sekarang. Terwujudnya good governance melibatkan seluruh
pihak pelaku utama governance, yaitu negara, bisnis dan masyarakat. Semua pihak
harus memiliki pengetahuan, kesadaran dan kemauan bersama untuk mewujudkan
akuntabilitas dan transparansi agar negara mencapai cita-cita masyarakat adil dan
makmur. Dikatakan tatakelola dan akuntabilitas sektor publik-mencari bentuk
pertanggungjawaban publik di Pemerintahan Daerah. Akuntabilitas dan transparansi
adalah esensi dari praktik tata kelola organisasi publik yang baik atau Good Public
Governance. Desentaralisasi fiskal negara memberi keleluasaan daerah dalam
mengelola keuangan secara mandiri dan sesuai aturan perundangan yang berlaku.
Peran mahasiswa dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara adalah mahasiswa berperan penting dalam memahami jalannnya
roda pemerintahan. Bukan hanya BPK para stake holder yang lain termasuk
mahasiswa juga LSM penting mengetahui dan ikut serta dalam partisipasi publik
serta berkontribusi membangun good governance. Salah satu masalah terbesar yang
dihadapi bangsa Indonesia sampai saat ini adalah korupsi. Berdasarkan sejumlah survei,
beberapa kasus korupsi terjadi pada tingkat pemerintahan baik di tingkat pusat maupun
daerah. Salah satu upaya pencegahan tindak pidana korupsi adalah transparansi dan
akuntabilitas publik mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban. Akuntabilitas publik dalam pemberantasan korupsi harus
mendapat perhatian dan dukungan serta partisipasi masyarakat. Perguruan tinggi
memiliki peran strategis dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi. SDM
yang dimiliki perguruan tinggi dapat berperan optimal dalam pemberantasan
korupsi. Di mana posisi mahasiswa dalam hal ini? Mahasiswa merupakan agen
perubahan di masyarakat. Menuju agen perubahan yang efektif mahasiswa
haruslah membumi dengan memahami problematika di daerahnya. Di antaranya
melakukan perubahan dengan mengkonstruksi pikiran positif dalam rangka good
governance serta melakukan partisipasi publik sebagai bagian pilar kampus
merdeka.

Anda mungkin juga menyukai