penduduknya. Indonesia merupakan negara kepualaian dengan jumlah lebih dari 17.000 yang
sudah cukup dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
Oleh karena itu, Indonesia mempunyai gagasan tentang otonomi daerah. Bersamaan dengan
bergulirnya era reformasi di Tahun 1998 yang memunculkan tuntutan dari masyarakat tentang
perlunya managemen pemerintahan yang baru. Hal tersebut disebabkan bahwa pemerintahan
yang sentralistik pada kenyataannya masih banyak kekurangan. Tuntutan tersebut kemudian
ditindak lanjuti dengan disahkannya UU No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah daerah.
Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat menurut praksara sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan undang-undang, yakni Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Sementara itu
yang dimaksudkan dengan daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut praksara sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
negara kesatuan republik Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (2) dan ayat
(5) menyatakan, bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus
sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan serta
diberikannya otonomi yang seluas-luasnya.
Secara umum, faktor-faktor yang akan menentukan dan mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, antara lain yaitu (Kaho, 2002: 60): (i) faktor
manusia sebagai subjek penggerak (faktor dinamis) dalam penyelenggaraan otonomi daerah;
(ii) faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi terselenggaranya aktivitas
pemerintahan daerah; (iii) faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah; serta (iv) faktor organisasi dan manajemen
yang merupakan sarana untuk melakukan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara baik,
efisien, dan efektif.
Dari uraian di atas, jelas terlihat bahwa faktor kemampuan untuk mengelola keuangan
daerah merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pelaksanaan otonomi
daerah. Dengan kata lain, salah satu ciri dari daerah otonom terletak pada kemampuan self
supporting-nya dalam bidang keuangan, termasuk di dalamnya adalah kemampuan daerah
dalam menggali sumber-sumber keuangan dengan baik dan menggunakannya secara tepat dan
benar. Daerah harus mempunyai sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai
penyelenggaran otonominya.
Melalui desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah dituntut untuk mengelola keuangan
daerah secara akuntabel dan transparan. Dengan kebijakan normatif yang ada, pemerintah
daerah diberi kesempatan untuk melakukan perubahan kebijakan dan sistem pengelolaan
keuangan daerah. Dasar-dasar yang melatarbelakangi perubahan adalah : pertama, perubahan
paradigma penyelenggaraan pemerintahan seiring otonomi daerah dan desentralisasi, kedua,
semangat reinventing governance dan good governance, dan ketiga, realitas regulasi dan
instrumen pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk peraturan pelaksanaan yang baru dan
mendorong terciptanya iklim investasi yang baik. Hak Pemerintah Daerah dalam pengelolaan
keuangan daerah adalah: (1) memungut pajak dan restribusi daerah serta mengelola kekayaan
daerah; (2) memperoleh dana perimbangan, dan (3) melakukan pinjaman. Dalam
melaksanakan hak tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk: (1) mengelola
sumber keuangan daerah secara efektif, efisien, transparan, akuntabel dan taat sesuai dengan
ketentuan perundang- undangan yang berlaku; (2) mensinergikan kebijakan pembangunan
daerah dan kebijakan nasional; serta (3) melaporkan dan mempertanggungjawabkan kepada
pemerintah pusat dan masyarakat.
Salah satu indikator penting dari kewenangan keuangan adalah besarnya Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Semakin tinggi kewenangan keuangan yang dimiliki daerah, semakin tinggi
peranan PAD dalam struktur keuangan daerah, dan begitu pula sebaliknya. Tetapi
mengharapkan PAD sebagai sumber utama sehingga peranannya mencapai katakanlah 90 %
tidaklah mungkin. Sebagai contoh, Sumatera Barat memiliki persentase PAD masih rendah,
dimana persentase PAD terbesar selama periode 2000-2004 sebesar 54,84 persen pada tahun
2004. Hal ini menyebabkan daerah sangat tergantung kepada pusat sehingga kemampuan
daerah untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi sangat terbatas.
Untuk mengurangi ketergantungan finansial tersebut Pemda harus merancang dan
menerapkan berbagai cara untuk meningkatan PAD, yang meliputi:
1. Intensifikasi dan esktensifikasi pungutan daerah dalam bentuk retribusi atau pajak,
2. Eksplorasi sumber daya alam, dan
3. Skema pembentukan kapital (capital formation) atau investasi daerah melalui
penggalangan dana atau menarik investor.
Dari ketiga pilihan kebijakan tersebut, tampaknya skim menarik investor merupakan suatu
pilihan yang paling bersifat sustainable dan mempunyai economic multiplier effects yang
bermanfaat, yaitu employment creation. Pilihan intensifikasi dan ekstensifikasi pungutan
daerah, baik langsung maupun tidak langsung akan memberikan tekanan inflasi, sedangkan
pilihan kedua, terutama jika sumber daya yang tersedia bersifat non-renewable, akan terbentur
pada persoalan keberlanjutan (Irawan, 2002:1).
Investasi juga merupakan salah satu komponen utama dalam meningkatkan kemampuan
ekonomi daerah. Kemampuan ekonomi daerah yang diukur berdasarkan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) akan mempengaruhi penerimaan pemerintah daerah dan pada
gilirannya akan mempengaruhi kemampuan keuangan daerah dalam menyelenggarakan
otonomi daerah.
Persentase Laju pertumbuhan PDRB selalu meningkat setiap tahunnya. Besarnya laju
pertumbuhan ekonomi yang dicapai ditentukan oleh kemampuan investasi yang dapat
dilakukan, baik investasi secara agregat maupun investasi pada masing-masing sektor
ekonomi. Investasi yang dilakukan itu akan memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan
regional. Investasi secara agregat dapat dilakukan oleh pemerintah dan swasta, besarnya
kebutuhan investasi ini tergantung pula pada sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang
dapat disediakan baik yang berasal dari sektor pemerintah maupun non pemerintah dalam
pembiayaan daerah.
Dalam rangka meningkatkan laju investasi, pemerintah pertama kali harus menerapkan
kebijaksanaan investasi di sektor-sektor publik, sehingga dapat mendorong investasi di sektor
swasta (Suryana, 2000:109).
Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan dalam melaksanakan otonomi
daerah di Indonesia!
(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang pelaksanaan otonomi yang ada
di BMP MKDU4111)
Jawab:
1. Sumber daya manusia di beberapa daerah kurang memadai bahkan kualitasnya tergolong
rendah.
Salah satu pedoman dalam pembinaan dan pengawasan ini, telah diterbitkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat.
Disamping itu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasann Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Pada saat ini sedang disusun pola pengembangan karier PNS meliputi standar
kompetensi, kebijakan minus growth, perencanaan karir dan pengembangan karir dan
pengembangan jabatan untuk fungsional (mengurangi tekanan pada jabatan struktural).
Soal 3 (skor 25)
Pada kurun waktu lebih dari satu dasawarsa berjalannya otonomi daerah sejak disahkan UU
No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah sudah banyak yang dicapai, namun amsih
banyak hal yang belum bisa ditangani terkait dengan upaya dalam mengatasi implementasi
kebijakan otonomi daerah. Contoh keberhasilan dari otonomi daerah dalah semakin luasnya
kewenangan dari DPRD selaku Lembaga legeslatif serta kewenangan kepala daerah selaku
eksekutif dan semakin terbukanya informasi serta partisipasi dari masyarakan dalam hal
pengambilan keputusan dan penagwasan terhadap jalannya pemerintahan di tingkat daerah.
Namun, keberhasilan tersebut juga diiringi dengan hambatan seperti munculnya istilah raja-
raja kecil di daerah dan banyak kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sehingga
menyebabkan anggaran yang seharusnya untuk membangun daerahnya dikorupsi dan
pembangunan menjadi terhambat.
Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita sebagai masyarakat untuk
menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah!
(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang hambatan otonomi daerah yang
ada di dalam BMP MKDU4111)
Jawab:
Yang dapat dilakukan masyarakat untuk menanggulangi hambatan dalam pelaksanaan otonomi
daerah diantaranya adalah sebagai berikut.
Untuk mengatur lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat tersebut, juga telah
dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Partisipasi
Masyarakat
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam PP tersebut telah diatur bahwa
partisipasi masyarakat dapat dilakukan melalui konsultasi publik, penyampaian aspirasi, rapat
dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi hingga seminar, lokakarya, dan/atau
diskusi. Kemudian beberapa cakupan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang perlu dipelajari dan dipahami oleh masyarakat itu sendiri ialah
meliputi partisipasi masyarakat dalam penyusunan Peraturan Daerah dan kebijakan daerah,
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemonitoran, dan pengevaluasian pembangunan
daerah, pengelolaan aset dan/atau sumber daya alam daerah, dan penyelenggaraan pelayanan
publik.
Pada praktek good governance menyaratkan harus terdapat transparasi dalam proses
penyelenggaraan pemerintah secara keseluruhan. Transparasi merupakan konsep yang penting
yang mengringi kuatnyakeinginan untuk praktek good governance. Masyarakat diberikan
kesempatan yang luas untuk mengetahui informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan,
sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian keberpihakan pemerintah terhadap
kepentingan public. Oleh karena itu, masyarakat dapat dengan mudah menetukan apakah akan
memerikan dukungan kepada pemerintah atau malah sebaliknya.
Dari uaraian di atas lakukanlah telaah terkait peran mahasiswa dalam upaya mewujudkan
praktek good governance!
(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlbih dahulu tentang good governance yang ada di
dalam BMP MKDU4111!)
Jawab:
Organisasi masyarakat sipil merupakan sebuah komitmen kepedulian warga negara atau
masyarakat terhadap berbagai persoalan yang dihadapi rakyat di berbagai aspek. Terlebih
keikutsertaan LSM sebagai suatu organisasi nonpemerintah yang berpengaruh besar terhadap
jalannya kepemerintahan yang saat ini memegang peran penting sebagai salah satu kekuatan
politik di Indonesia. LSM juga berperan sebagai civil society yang bersinergi dengan
masyarakat untuk membantu terwujudnya good governance. Hal ini karena LSM sendiri
merupakan kepanjangan tangan antara masyarakat dengan pemerintah.
Di Indonesia telah banyak LSM yang berdiri dan berfokus pada peningkatan good
governance terutama dalam fungsinya untuk mengawasi praktik-praktik korupsi dan pelayanan
publik. Di Kabupaten Tasikmalaya misalnya, ada salah satu organisasi nonpemerintah yang
terdiri dari mahasiswa dan rakyat Tasikmalaya itu sendiri. Organisasi itu bernama Koalisi
Mahasiswa dan Rakyat Tasikmalaya (yang selanjutkan akan disingkat menjadi KMRT).
KMRT adalah organisasi perkumpulan nonpemerintah yang didirikan pada tanggal 09
Desember 2004 di tengah tidak berjalannya semangat reformasi 1998 di Tasikmalaya dengan
implikasi semakin maraknya korupsi di sektor legislatif dan eksekutif. Keberadaan KMRT
bertujuan untuk mewujudkan good governance dan mengembangkan partisipasi publik di
Tasikmalaya. KMRT mengambil posisi untuk bersama-sama rakyat dalam membangun
gerakan sosial anti korupsi dan berupaya mengimbangi persekongkolan kekuatan elit birokrasi
pemerintah, DPRD dan bisnis.
KMRT yang sudah berdiri selama 14 tahun ini telah banyak berkonstribusi dalam upaya
mewujudkan good governance khususnya dalam menangani isu-isu korupsi dan pelayanan
publik di Tasikmalaya. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus ataupun dugaan tindak
pidana korupsi yang telah diterima dan ditangani oleh KMRT dari kurun waktu tahun 2004-
sekarang.
Terwujudnya good governance melibatkan seluruh pihak pelaku utama governance,
yaitu negara, bisnis dan masyarakat. Semua pihak harus memiliki pengetahuan, kesadaran dan
kemauan bersama untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi agar negara mencapai
cita- cita masyarakat adil dan makmur. Dikatakan tatakelola dan akuntabilitas sektor publik-
mencari bentuk pertanggungjawaban publik di Pemerintahan Daerah. Akuntabilitas dan
transparansi adalah esensi dari praktik tata kelola organisasi publik yang baik atau Good
Public Governance. Desentaralisasi fiskal negara memberi keleluasaan daerah dalam
mengelola keuangan secara mandiri dan sesuai aturan perundangan yang berlaku.
Hardian, Yudi. (2011). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi derajat otonomi fiskal
daerah Sumatera Barat periode 1993-2008. Skripsi. Program Sarjana Universitas
Andalas. Padang.
Lasiyo., Reno, W., & Hastangka. (2020). Pendidikan Kewarganegaraan. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.
Widjaja, HAW. (2009). Otonomi Daerah dan Daerah Otonom (ed. I cet. V). Jakarta: Rajawali
Pers.