Anda di halaman 1dari 9

Indonesia merupakan negara yang besar baik dari segi wilayahnya maupun dari segi

penduduknya. Indonesia merupakan negara kepualaian dengan jumlah lebih dari 17.000 yang
sudah cukup dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
Oleh karena itu, Indonesia mempunyai gagasan tentang otonomi daerah. Bersamaan dengan
bergulirnya era reformasi di Tahun 1998 yang memunculkan tuntutan dari masyarakat tentang
perlunya managemen pemerintahan yang baru. Hal tersebut disebabkan bahwa pemerintahan
yang sentralistik pada kenyataannya masih banyak kekurangan. Tuntutan tersebut kemudian
ditindak lanjuti dengan disahkannya UU No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah daerah.

Soal 1 (skor 25)


Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan otonomi daerah di Indonesia!
Jawab:

Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat menurut praksara sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan undang-undang, yakni Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Sementara itu
yang dimaksudkan dengan daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut praksara sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
negara kesatuan republik Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (2) dan ayat
(5) menyatakan, bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus
sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan serta
diberikannya otonomi yang seluas-luasnya.
Secara umum, faktor-faktor yang akan menentukan dan mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, antara lain yaitu (Kaho, 2002: 60): (i) faktor
manusia sebagai subjek penggerak (faktor dinamis) dalam penyelenggaraan otonomi daerah;
(ii) faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi terselenggaranya aktivitas
pemerintahan daerah; (iii) faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah; serta (iv) faktor organisasi dan manajemen
yang merupakan sarana untuk melakukan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara baik,
efisien, dan efektif.
Dari uraian di atas, jelas terlihat bahwa faktor kemampuan untuk mengelola keuangan
daerah merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pelaksanaan otonomi
daerah. Dengan kata lain, salah satu ciri dari daerah otonom terletak pada kemampuan self
supporting-nya dalam bidang keuangan, termasuk di dalamnya adalah kemampuan daerah
dalam menggali sumber-sumber keuangan dengan baik dan menggunakannya secara tepat dan
benar. Daerah harus mempunyai sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai
penyelenggaran otonominya.
Melalui desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah dituntut untuk mengelola keuangan
daerah secara akuntabel dan transparan. Dengan kebijakan normatif yang ada, pemerintah
daerah diberi kesempatan untuk melakukan perubahan kebijakan dan sistem pengelolaan
keuangan daerah. Dasar-dasar yang melatarbelakangi perubahan adalah : pertama, perubahan
paradigma penyelenggaraan pemerintahan seiring otonomi daerah dan desentralisasi, kedua,
semangat reinventing governance dan good governance, dan ketiga, realitas regulasi dan
instrumen pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk peraturan pelaksanaan yang baru dan
mendorong terciptanya iklim investasi yang baik. Hak Pemerintah Daerah dalam pengelolaan
keuangan daerah adalah: (1) memungut pajak dan restribusi daerah serta mengelola kekayaan
daerah; (2) memperoleh dana perimbangan, dan (3) melakukan pinjaman. Dalam
melaksanakan hak tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk: (1) mengelola
sumber keuangan daerah secara efektif, efisien, transparan, akuntabel dan taat sesuai dengan
ketentuan perundang- undangan yang berlaku; (2) mensinergikan kebijakan pembangunan
daerah dan kebijakan nasional; serta (3) melaporkan dan mempertanggungjawabkan kepada
pemerintah pusat dan masyarakat.
Salah satu indikator penting dari kewenangan keuangan adalah besarnya Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Semakin tinggi kewenangan keuangan yang dimiliki daerah, semakin tinggi
peranan PAD dalam struktur keuangan daerah, dan begitu pula sebaliknya. Tetapi
mengharapkan PAD sebagai sumber utama sehingga peranannya mencapai katakanlah 90 %
tidaklah mungkin. Sebagai contoh, Sumatera Barat memiliki persentase PAD masih rendah,
dimana persentase PAD terbesar selama periode 2000-2004 sebesar 54,84 persen pada tahun
2004. Hal ini menyebabkan daerah sangat tergantung kepada pusat sehingga kemampuan
daerah untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi sangat terbatas.
Untuk mengurangi ketergantungan finansial tersebut Pemda harus merancang dan
menerapkan berbagai cara untuk meningkatan PAD, yang meliputi:
1. Intensifikasi dan esktensifikasi pungutan daerah dalam bentuk retribusi atau pajak,
2. Eksplorasi sumber daya alam, dan
3. Skema pembentukan kapital (capital formation) atau investasi daerah melalui
penggalangan dana atau menarik investor.

Dari ketiga pilihan kebijakan tersebut, tampaknya skim menarik investor merupakan suatu
pilihan yang paling bersifat sustainable dan mempunyai economic multiplier effects yang
bermanfaat, yaitu employment creation. Pilihan intensifikasi dan ekstensifikasi pungutan
daerah, baik langsung maupun tidak langsung akan memberikan tekanan inflasi, sedangkan
pilihan kedua, terutama jika sumber daya yang tersedia bersifat non-renewable, akan terbentur
pada persoalan keberlanjutan (Irawan, 2002:1).
Investasi juga merupakan salah satu komponen utama dalam meningkatkan kemampuan
ekonomi daerah. Kemampuan ekonomi daerah yang diukur berdasarkan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) akan mempengaruhi penerimaan pemerintah daerah dan pada
gilirannya akan mempengaruhi kemampuan keuangan daerah dalam menyelenggarakan
otonomi daerah.
Persentase Laju pertumbuhan PDRB selalu meningkat setiap tahunnya. Besarnya laju
pertumbuhan ekonomi yang dicapai ditentukan oleh kemampuan investasi yang dapat
dilakukan, baik investasi secara agregat maupun investasi pada masing-masing sektor
ekonomi. Investasi yang dilakukan itu akan memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan
regional. Investasi secara agregat dapat dilakukan oleh pemerintah dan swasta, besarnya
kebutuhan investasi ini tergantung pula pada sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang
dapat disediakan baik yang berasal dari sektor pemerintah maupun non pemerintah dalam
pembiayaan daerah.
Dalam rangka meningkatkan laju investasi, pemerintah pertama kali harus menerapkan
kebijaksanaan investasi di sektor-sektor publik, sehingga dapat mendorong investasi di sektor
swasta (Suryana, 2000:109).

Soal 2 (skor 25)

Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan dalam melaksanakan otonomi
daerah di Indonesia!

(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang pelaksanaan otonomi yang ada
di BMP MKDU4111)

Jawab:

1. Sumber daya manusia di beberapa daerah kurang memadai bahkan kualitasnya tergolong
rendah.

Kualitas sumber daya manusia merupakan komponen penting dalam setiap


gerak pembangunan. Hanya dari sumber daya manusia yang berkualitas tinggilah yang
dapat mempercepat pembangunan. Mengenai kulaitas SDM di daerah, hal ini terkait
dengan bagaimana pendidikan di daerah. Beberapa daerah di Indonesia, khususnya
daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal,) masih rendah akan kualitas serta sarana dan
prasarana. Permasalahan ini adalah suatu hal yang mendasar untuk menciptakan kualitas
sumber daya manusia Indonesia yang memadai.

Seharusnya pemerintah lebih peduli terhadap pendidikan yang ada di daerah.


Setidaknya pemerintah membangunkan sarana prasarana untuk menunjang terlaksananya
pendidikan di daerah itu tersebut. Kualitas pengajar juga harus di perhatikan untuk
menunjang kegiatan belajar mengajar yang ada. Dua hal penting itu lah yang akan
membangun SDM Indonesia yang berkualitas dan memadai untuk menyamakan
pendidikan yang terjadi di Indonesia.

2. Pelayanan publik yang kurang optimal

Sebagai acuan penyediaan pelayanan masyarakat, pemerintah daerah harus


berpedoman kepada PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang akan dijabarkan dalam bentuk
peraturan menteri yang bersangkutan. Untuk itu setiap pemerintah daerah diwajibkan
menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM
dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM. Rencana pencapaian SPM
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan
Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Untuk target tahunan
pencapaian SPM, dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum
Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-
SKPD) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan memperhatikan kemampuan keuangan
daerah.
3. Kurangnya pembinaan dan pengawasan

Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh Pemerintah


Pusat dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah. Pemerintah Pusat melalui
Menteri dan Pimpinan Lembaga Non Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan
kewenangan teknis masing-masing yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri
untuk pembinaan provinsi dan dikoordinasikan oleh Gubernur untuk tingkat
kabupaten/kota.

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah kegiatan yang


ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pengawasan pemerintah terutama
dilakukan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Dalam upaya
mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan, pemberian sanksi akan dilakukan
apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaraan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah.

Salah satu pedoman dalam pembinaan dan pengawasan ini, telah diterbitkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat.
Disamping itu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasann Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

4. Penataan kepegawaian daerah yang tidak setara

Sejalan dengan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor 8


Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sistem manajemen Pegawai Negeri
Sipil (PNS) menggunakan gabungan dari unified system dan separated system. PNS baik
di Pusat maupun di Daerah diharapkan memiliki kualitas yang setara dan memiliki
norma, standar, dan prosedur manajemen kepegawaian yang sama. Selain itu,
pelaksanaan mutasi kepegawaian baik vertikal maupun horisontal perlu dikonsultasikan
kepada organisasi pemerintah di atasnya agar terwujud prinsip pembinaan karier PNS
yang utuh dalam kerangka Negara Kesatuan RI. Hal tersebut akan sangat membantu
dalam mewujudkan akurasi data mutasi pegawai dalam mendukung pengalokasian dana
perimbangan secara nasional.

Dengan penataan urusan pemerintahan secara benar, pembentukan kelembagaan


secara tepat, dan personil yang memiliki kapasitas dan profesionalisme memadai,
penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan akan semakin membaik dan mampu
meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan rakyat.

Pada saat ini sedang disusun pola pengembangan karier PNS meliputi standar
kompetensi, kebijakan minus growth, perencanaan karir dan pengembangan karir dan
pengembangan jabatan untuk fungsional (mengurangi tekanan pada jabatan struktural).
Soal 3 (skor 25)

Pada kurun waktu lebih dari satu dasawarsa berjalannya otonomi daerah sejak disahkan UU
No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah sudah banyak yang dicapai, namun amsih
banyak hal yang belum bisa ditangani terkait dengan upaya dalam mengatasi implementasi
kebijakan otonomi daerah. Contoh keberhasilan dari otonomi daerah dalah semakin luasnya
kewenangan dari DPRD selaku Lembaga legeslatif serta kewenangan kepala daerah selaku
eksekutif dan semakin terbukanya informasi serta partisipasi dari masyarakan dalam hal
pengambilan keputusan dan penagwasan terhadap jalannya pemerintahan di tingkat daerah.
Namun, keberhasilan tersebut juga diiringi dengan hambatan seperti munculnya istilah raja-
raja kecil di daerah dan banyak kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sehingga
menyebabkan anggaran yang seharusnya untuk membangun daerahnya dikorupsi dan
pembangunan menjadi terhambat.

Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita sebagai masyarakat untuk
menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah!

(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang hambatan otonomi daerah yang
ada di dalam BMP MKDU4111)

Jawab:

Yang dapat dilakukan masyarakat untuk menanggulangi hambatan dalam pelaksanaan otonomi
daerah diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Keterlibatan par masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah


2. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan
tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi
Daerah
3. Masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan
pelaksanaan Otonomi Daerah

Untuk mengatur lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat tersebut, juga telah
dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Partisipasi
Masyarakat
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam PP tersebut telah diatur bahwa
partisipasi masyarakat dapat dilakukan melalui konsultasi publik, penyampaian aspirasi, rapat
dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi hingga seminar, lokakarya, dan/atau
diskusi. Kemudian beberapa cakupan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang perlu dipelajari dan dipahami oleh masyarakat itu sendiri ialah
meliputi partisipasi masyarakat dalam penyusunan Peraturan Daerah dan kebijakan daerah,
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemonitoran, dan pengevaluasian pembangunan
daerah, pengelolaan aset dan/atau sumber daya alam daerah, dan penyelenggaraan pelayanan
publik.

Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Peraturan dan Kebijakan Daerah


Berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, masyarakat berhak memberikan masukan baik secara
lisan maupun tertulis dalam penyusunan peraturan dan kebijakan daerah. Masukan tersebut
dapat diberikan melalui rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi dan/atau
seminar, lokakarya dan/atau diskusi (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah).

Pada proses pembentukan peraturan daerah (perencanaan, penyusunan, pembahasan dan


penetapan, dan pengundangan), aspirasi masyarakat tersebut dapat ditampung mulai dari tahap
perencanaan dalam penyusunan. Hal ini dilakukan sebagai usaha meningkatkan kualitas
pengambilan kebijakan, karena masyarakatlah yang akan terkena dampak akibat kebijakan
tersebut. Oleh sebab itu, diharapkan pihak eksekutif maupun legislatif dapat menangkap
pandangan dan kebutuhan dari masyarakat yang kemudian dituangkan dalam suatu peraturan
daerah.

Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah


Ada berbagai bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat pada setiap
proses pembangunan daerah tersebut. Pada saat perencanaan pembangunan masayarakat dapat
berpartisipasi dalam bentuk penyampaian aspirasi konsultasi publik, diskusi dan musyawarah
pada tahapan penyusunan rancangan awal maupun pada musrenbang. Dalam penganggaran,
penyampaian aspirasi juga dilakukan dengan konsultasi publik diskusi, dan musyawarah untuk
mengawasi kesesuaian antara Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan Kebijakan
Umum Anggaran/ Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA/PPAS). Selanjutnya,
pada pelaksanaan, masyarakat dapat melibatkan diri sebagai mitra dalam bentuk pemberian
hibah kepada pemerintah daerah dalam bentuk uang, barang, dan/atau jasa. Terakhir,
pada pengawasan dan evaluasi masyarakat dapat memastikan kesesuaian antara jenis kegiatan,
volume dan kualitas pekerjaan, waktu pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan, dan/atau
spesifikasi dan mutu hasil pekerjaan dengan rencana pembangunan daerah yang telah
ditetapkan (Pasal Pasal 14 ayat (1) PP Nomor 45 Tahun 2017).
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Aset dan Sumber Daya Alam Daerah
Pemerintah Daerah harus mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan aset dan
sumber daya alam daerah tersebut yang meliputi penggunaan, pemanfaatan, pengamanan,
dan/atau pemeliharaannya sesuai dengan amanat Pasal 15 ayat (1) PP Nomor 45 Tahun 2017.
Partisipasi masyarakat dalam penggunaan dan pengamanan dilaksanakan dalam bentuk
pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan
menatausahakan barang milik daerah. Partisipasi dalam pemanfaatan, dapat dilakukan dengan
bentuk sewa, kerja sama pemanfaatan, dan kerja sama penyediaan infrastruktur sehingga bisa
berdampak positif bagi masyarakat. Sedangkan partisipasi dalam bentuk pemeliharaan dapat
dilaksanakan masyarakat dalam bentuk kerja sama pemeliharaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik


Dalam PP Nomor 45 Tahun 2017, telah diatur tentang bagaiamana pengikutsertaan
masyarakat dalam pelayanan publik yang meliputi:
1. Penyusunan kebijakan Pelayanan Publik;
2. Penyusunan Standar Pelayanan;
3. Pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan Pelayanan Publik; dan
4. Pemberian penghargaan.
Dari beberapa lingkup partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
tersebut di atas, masyarakat dapat menyampaikan masukan, tanggapan, laporan, dan
pengaduan kepada penyelenggara atau pihak terkait. Maka dari itu, pemerintah daerah juga
harus memberikan informasi yang dibutuhkan serta menindaklanjuti masukan masyarakat
tersebut.
Soal 4 (skor 25)

Pada praktek good governance menyaratkan harus terdapat transparasi dalam proses
penyelenggaraan pemerintah secara keseluruhan. Transparasi merupakan konsep yang penting
yang mengringi kuatnyakeinginan untuk praktek good governance. Masyarakat diberikan
kesempatan yang luas untuk mengetahui informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan,
sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian keberpihakan pemerintah terhadap
kepentingan public. Oleh karena itu, masyarakat dapat dengan mudah menetukan apakah akan
memerikan dukungan kepada pemerintah atau malah sebaliknya.

Dari uaraian di atas lakukanlah telaah terkait peran mahasiswa dalam upaya mewujudkan
praktek good governance!

(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlbih dahulu tentang good governance yang ada di
dalam BMP MKDU4111!)

Jawab:

Menurut Kooiman (dalam Sedarmayanti, 2012:15-16), good governance merupakan


sebuah pergeseran paradigma dari pemerintahan (government) menjadi kepemerintahan
(governance) sebagai wujud interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat
dalam menghadapi berbagai permasalahan kontemporer yang demikian kompleks, dinamis dan
beraneka ragam. Hal ini berkaitan erat dengan reformasi pemerintahan yang sedang
berlangsung, khususnya dalam upaya pencegahan Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Tak hanya
itu, good governance menuntut pada profesionalitas serta kemampuan aparatur dalam
pelayanan publik.

Good governance menekankan pada pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama


oleh pemerintah dan istitusi-institusi lainnya yaitu seperti masyarakat sipil baik individu atau
kelompok di mana salah satunya adalah Lembaga Swadaya Masyakarat dan juga perusahaan
swasta. Bahkan institusi nonpemerintah bisa mendapat peran dominan dalam governance
tersebut atau bahkan lebih dari itu pemerintah tidak mengambil peran apapun – <governance
without government=. Lembaga-lembaga atau institusi-institusi yang telah dijelaskan di atas
mempunyai peran penting terhadap jalannya good governance, yakni memiliki fungsi dalam
mengawasi dan juga mengendalikan jalannya pemerintahan dan pelayanan publik.
LSM sendiri memiliki tempat yang berbeda dalam mengisi perannya sebagai salah satu
elemen dalam masyarakat sipil (civil society). LSM memegang peranan yang penting karena
sifatnya yang tidak menggantungkan diri pada pemerintah, terutama dalam support capital dan
sarana prasarana. LSM berperan dalam pemberdayaan masyarakat dengan melakukan berbagai
kajian terhadap beragam isu-isu yang berkembang dan menyangkut proses berjalannya sistem
demokrasi dalam sebuah negara. Selain itu LSM juga memberikan pendidikan politik, agar
masyarakat dapat terbuka dan ikut berpartisipasi baik dalam pembangunan negara.

Organisasi masyarakat sipil merupakan sebuah komitmen kepedulian warga negara atau
masyarakat terhadap berbagai persoalan yang dihadapi rakyat di berbagai aspek. Terlebih
keikutsertaan LSM sebagai suatu organisasi nonpemerintah yang berpengaruh besar terhadap
jalannya kepemerintahan yang saat ini memegang peran penting sebagai salah satu kekuatan
politik di Indonesia. LSM juga berperan sebagai civil society yang bersinergi dengan
masyarakat untuk membantu terwujudnya good governance. Hal ini karena LSM sendiri
merupakan kepanjangan tangan antara masyarakat dengan pemerintah.

Di Indonesia telah banyak LSM yang berdiri dan berfokus pada peningkatan good
governance terutama dalam fungsinya untuk mengawasi praktik-praktik korupsi dan pelayanan
publik. Di Kabupaten Tasikmalaya misalnya, ada salah satu organisasi nonpemerintah yang
terdiri dari mahasiswa dan rakyat Tasikmalaya itu sendiri. Organisasi itu bernama Koalisi
Mahasiswa dan Rakyat Tasikmalaya (yang selanjutkan akan disingkat menjadi KMRT).
KMRT adalah organisasi perkumpulan nonpemerintah yang didirikan pada tanggal 09
Desember 2004 di tengah tidak berjalannya semangat reformasi 1998 di Tasikmalaya dengan
implikasi semakin maraknya korupsi di sektor legislatif dan eksekutif. Keberadaan KMRT
bertujuan untuk mewujudkan good governance dan mengembangkan partisipasi publik di
Tasikmalaya. KMRT mengambil posisi untuk bersama-sama rakyat dalam membangun
gerakan sosial anti korupsi dan berupaya mengimbangi persekongkolan kekuatan elit birokrasi
pemerintah, DPRD dan bisnis.

KMRT yang sudah berdiri selama 14 tahun ini telah banyak berkonstribusi dalam upaya
mewujudkan good governance khususnya dalam menangani isu-isu korupsi dan pelayanan
publik di Tasikmalaya. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus ataupun dugaan tindak
pidana korupsi yang telah diterima dan ditangani oleh KMRT dari kurun waktu tahun 2004-
sekarang.
Terwujudnya good governance melibatkan seluruh pihak pelaku utama governance,
yaitu negara, bisnis dan masyarakat. Semua pihak harus memiliki pengetahuan, kesadaran dan
kemauan bersama untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi agar negara mencapai
cita- cita masyarakat adil dan makmur. Dikatakan tatakelola dan akuntabilitas sektor publik-
mencari bentuk pertanggungjawaban publik di Pemerintahan Daerah. Akuntabilitas dan
transparansi adalah esensi dari praktik tata kelola organisasi publik yang baik atau Good
Public Governance. Desentaralisasi fiskal negara memberi keleluasaan daerah dalam
mengelola keuangan secara mandiri dan sesuai aturan perundangan yang berlaku.

Peran mahasiswa dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan


negara adalah mahasiswa berperan penting dalam memahami jalannnya roda pemerintahan.
Bukan hanya BPK para stake holder yang lain termasuk mahasiswa juga LSM penting
mengetahui dan ikut serta dalam partisipasi publik serta berkontribusi membangun good
governance. Salah satu masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia sampai saat ini
adalah korupsi. Berdasarkan sejumlah survei, beberapa kasus korupsi terjadi pada tingkat
pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah satu upaya pencegahan tindak pidana
korupsi adalah transparansi dan akuntabilitas publik mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Akuntabilitas publik dalam pemberantasan korupsi
harus mendapat perhatian dan dukungan serta partisipasi masyarakat. Perguruan tinggi
memiliki peran strategis dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi. SDM yang dimiliki
perguruan tinggi dapat berperan optimal dalam pemberantasan korupsi. Di mana posisi
mahasiswa dalam hal ini? Mahasiswa merupakan agen perubahan di masyarakat. Menuju agen
perubahan yang efektif mahasiswa haruslah membumi dengan memahami problematika di
daerahnya. Di antaranya melakukan perubahan dengan mengkonstruksi pikiran positif dalam
rangka good governance serta melakukan partisipasi publik sebagai bagian pilar kampus
merdeka.
Referensi:

Hardian, Yudi. (2011). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi derajat otonomi fiskal
daerah Sumatera Barat periode 1993-2008. Skripsi. Program Sarjana Universitas
Andalas. Padang.
Lasiyo., Reno, W., & Hastangka. (2020). Pendidikan Kewarganegaraan. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.

MA. (2017). Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.


https://bangda.kemendagri.go.id/berita/baca_kontent/1520/partisipasi_masyarakat_dala
m_penyelenggaraan_pemerintahan_daerah_

Widjaja, HAW. (2009). Otonomi Daerah dan Daerah Otonom (ed. I cet. V). Jakarta: Rajawali
Pers.

Anda mungkin juga menyukai