Anda di halaman 1dari 4

Nama : I Gst Putu Citra Widiastuti

NIM : 045303843
Prodi : S1-Manajemen

Tugas 2
Ali Muharam, Mengembangkan Empati dan Memanusiakan Karyawan

Sulit dipungkiri, banyak pengusaha sukses yang lahir dari keterbatasan. Kesulitan dan
kepahitan hidup menempa mereka menjadi lebih struggle, ngotot, dan pantang menyerah. Dan,
itulah sikap yang dibutuhkan untuk meraih keberhasilan.
Kisah Ali Muharam, pengusaha muda yang sukses mengorbitkan Makaroni Ngehe,
jajanan ngehits kaum milenial, adalah contohnya. Sosok Founder dan CEO Makaroni Ngehe
yang berhasil mengembangkan bisnisnya yang didirikan pada Maret 2013 hingga menjadi 32
cabang tersebar di wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur serta memiliki
sekitar 500 karyawan ini juga datang dari keluarga sangat sederhana.
Mulanya, Ali tidak lebih dari seorang anak muda lulusan SMA yang tengah mencari jati diri.
Tidak memiliki bekal keterampilan dan bahkan tidak punya modal bisnis, ia hanya ingin
mengubah nasib. Cita-citanya sederhana: keluar dari lingkaran setan, setelah melalui kepahitan
demi kepahitan dalam perjalanan hidupnya.
“Saya pernah mencoba jadi penulis, tapi waktu itu karier saya sebagai penulis sangat anjlok.
Hal ini menjadi mata rantai kesulitan hidup saya terus berulang,” ungkapnya mengenang masa-
masa berat dalam hidupnya.
Ketika di tengah kebimbangan mencari sumber penghasilan, sang ibu menawarkan berjualan
makaroni jenis makanan yang selalu disuguhkan ketika Lebaran dan menjadi ciri khas menu
keluarga di kampungnya (Tasikmalaya). “Ternyata setelah diperkenalkan, banyak orang yang
mengekor ikut berjualan,” ungkap Ali. Tahun 2008, ia pun memutuskan serius menggeluti bisnis
makanan makaroni.
Seperti lazimnya bisnis baru, Ali juga menghadapi masa-masa struggle yang cukup
menantang. Dengan dibantu oleh sang ibu yang tak hentinya memberi semangat, ia antusias
memulai bisnis makanan.
Sayangnya, tak lama kemudian ibunda tercinta kembali kepada Sang Khalik karena sakit.
“Padahal, saat itu posisi saya masih merangkak, jualan dengan gerobak, belum seperti sekarang,”
kata Ali yang mengaku saat itu sedih dan putus asa, kehilangan semangat hidup. Baginya, sang
ibunda adalah sumber inspirasi sekaligus penyemangat hidupnya.
Beruntung, kepedihan itu tidak berlarut-larut. Ketika dalam kepedihan mendalam, Ali
bertemu seseorang yang membutuhkan bantuan. “Saya memberikan uang ke orang tersebut dan
orang itu terlihat sangat berterima kasih dan terus-menerus mendoakan saya. Hati saya
membuncah senang. Dari situ saya berpikir bahwa esensi kebahagiaan yang sebenarnya adalah
jika kita bisa membuat orang lain bahagia, kita akan merasa lebih bahagia,” tuturnya.
Ali sampai pada satu kesimpulan, bahwa untuk merasa bahagia itu bukan berusaha
membahagiakan diri sendiri, melainkan harus membahagiakan orang lain. Pelajaran hidup ini
dibawanya dalam melanjutkan pengembangan bisnis dan dalam mengasah sifat
kepemimpinannya.
“Saya harus memberi contoh sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan melakukan
sesuatu, saya juga harus memahami tugas yang didelegasikan tersebut.”
Ali Muharam, Founder dan CEO Makaroni Ngehe.
Berbekal semangat baru, Ali memutuskan membuka gerai di Jakarta dari modal pinjaman
sebesar Rp 20 juta. Mengapa membuka gerai? Karena, ia ingin mempekerjakan orang lain. Ia
ingin membagi kebahagiaan bersama yang lain.
Namun, karena modal terbatas, banyak hal yang ia kerjakan sendiri, mulai dari belanja di
Tasikmalaya, memanggul barang-barang belanjaan sendiri, memasak, hingga menunggui
dagangan dengan tidur di gerai sendiri. “Tidak mengapa, karena waktunya lama,” ujarnya.
Gerainya pun mulai ramai. “Dari awalnya hanya mendapat keuntungan puluhan ribu rupiah
per hari, kemudian berkembang ratusan ribu per hari, hingga akhirnya mencapai jutaan per hari,”
katanya senang.
Setahun kemudian, ketika membuka cabang ke-6, Ali mulai mengajak teman-temannya
untuk membantu mengelola keuangan, operasional, gudang, belanja, dsb. Meskipun masih relatif
tradisional, ia sudah mulai mencoba membuka kantor dan menyusun struktur organisasi
perusahaan. “Sekarang sih sudah mulai tertata secara profesional,” ungkapnya bangga.
Bagi Ali yang mengandalkan pengalaman di lapangan tanpa mentor khusus yang
membimbingnya, pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu berempati kepada anak buah.
“Kebetulan karena saya pernah berada di posisi sebagai orang yang tidak punya apa-apa, tidak
punya pertolongan dari siapa pun dan tidak punya tempat untuk berlindung, dan saya juga pernah
menjadi karyawan, saya tahu rasanya seperti apa berada di bawah yang membuat saya bisa lebih
sensitif dan peka terhadap emosi karyawan,” tuturnya.
Menurutnya, pemimpin yang baik adalah yang berhasil memanusiakan karyawan. Ibarat
sedang mendidik seorang anak, bisnis ataupun karyawannya harus diberi yang terbaik. Intinya,
seorang pemimpin harus bisa menuntun sebelum menuntut. “Saya harus memberi contoh
sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan melakukan sesuatu, saya juga harus memahami
tugas yang didelegasikan tersebut,” katanya.
Menjadi seorang pemimpin perusahaan di usia muda memang jauh lebih menantang. Namun,
yang pasti, masalah kesejahteraan karyawan itu nomor satu, dari hal terkecil misalnya jam kerja,
juga kebahagiaan mereka. “Ketika kami berhasil menyentuh area tersebut, presentase berhasil
akan lebih besar ketimbang hanya memperhatikan berjalannya bisnis tapi miskin perhatian di
SDM,” ia menandaskan. 
Ali bersyukur lahir dari keluarga yang serba terbatas sehingga terbiasa bekerja keras. “Waktu
kecil ayah saya pengepul rongsokan, saya sering diajak ke tempat pengepul barang itu,” katanya
mengenang.
Sejak kecil sudah melihat kerasnya kehidupan, ia pun punya kecenderungan mencari uang
sendiri. “Saya pernah jualan kresek di pasar untuk bisa mendapatkan uang tambahan, karena
waktu itu keadaan ekonomi sangat sulit sekali,” ungkapnya.
Belajar dari pengalaman dan kepahitan masa lalu itulah, kini ia mengaku sangat hati-hati
dalam mengelola usaha, terutama terkait uang. Misalnya, untuk membuka cabang, ia
mengandalkan cash flow, tidak meminjam bank ataupun pemodal lain.
Dalam mengelola gerai, Ali mencoba mendelegasikan ke GM Area. Intinya, ia tidak ingin
menjadi superman, melainkan superteam. Semua harus dikerjakan bersama, saling mengisi dan
sling amelengkapi.
Dengan pendekatan seperti itu, Makaroni Ngehe dapat bertahan meski dihajar pandemi. Dari
segi pendapatan ia mengaku memang ada penurunan.  Namun, Ali optimistis, bisnis akan terus
melaju kencang. Ia siap berada di barisan depan. (*)
https://swa.co.id/swa/trends/management/ali-muharam-mengembangkan-empati-dan-
memanusiakan-karyawan

1. Apa yang Anda ketahui mengenai kepemimpinan? Kaitkan jawaban Anda


dengan teori.
Jawab:
Berdasarkan teori yang telah saya baca, kepemimpinan merupakan suatu proses
pengarahan seorang pemimpin atau pemegang usaha kepada para karyawan atau
anggotanya. Kepemimpinan juga melibatkan orang lain yaitu hubungan antara
karyawan dengan pemimpin suatu organisasi.
2. Bagaimana kepemimpinan yang dilakukan Founder dan CEO Makaroni
Ngehe? Berikan analisa Anda.
Jawab:
Berdasarkan teori yang telah saya baca, kepemimpinan yang dilakukan oleh Founder dan
CEO dari Makaroni Ngehe berpacu pada pemimpin yang mampu berempati kepada anak
buah dan berhasil memanusiakan karyawan ibarat sedang mendidik seorang anak, karena
dalam berbisnis sang pemimpin harus memberikan yang terbaik serta menjadi
seorang pemimpin harus bisa menuntun sebelum menuntut yang dapat diartikan sebagai
memberikan contoh sebelum menyuruh karyawan untuk melakukan sesuatu.
Kepemimpinan yang dilakukan oleh Ali sebagai Founder dan CEO dari Makaroni
Ngehe berdasarkan dari pengalaman dan kepahitan di masa lalunya yang berasal dari
keluarga yang serba terbatas sehingga menjadikan dirinya sebagai seorang yang terbiasa
untuk bekerja keras. Oleh karena itu, pendekatan ini dapat membuat Makaroni Ngehe terus
bertahan walaupun terus dihajaroleh pandemi.
3. Bagaimana pengelolaan usaha yang dilakukan Ali Muharam? Berikan analisa Anda.
Jawab:
Pengelolaan usaha yang dilakukan oleh Ali Muharam sebagai Founder dan
CEO dariMakaroni Ngehe yaitu dengan mencoba melimpahkan wewenang kepada GM
Area, karena iatidak ingin menjadi superman, melainkan superteam. Dengan demikian,
semua hal harusdilakukan dan dikerjakan bersama, saling mengisi, serta saling melengkapi.
4. Pada kasus ini, bagaimana Sang Founder mengembangkan empati dan
memanusiakankaryawan? Berikan analisa Anda.
Jawab:
Ali Muharam sebagai Founder dan CEO dari Makaroni Ngehe telah melalui
berbagaikepahitan dan kegagalan dalam hidup, mulai dari karir sebagai penulis yang anjlok,
hinggakehilangan sang ibunda saat ia masih di posisi merangkak dalam berbisnis dan
kehilangansemangat hidup. Hingga di suatu saat Ali bertemu dengan seseorang yang
membutuhkanbantuan kemudian ia memberikan bantuan kepada orang tersebut sampai-
sampai orang ituberterimakasih serta memberikan doa-doa yang membuat hati Ali
membuncah senang, dansampai saat itulah Ali merasa bahwa untuk merasakan bahagia itu
bukan berusaha untukmembahagiakan diri sendiri, melainkan harus membahagiakan orang
lain. Ali juga pernahberada di posisi sebagai orang yang tidak punya apa-apa, tidak punya
pertolongan, dan tidakpunya tempat untuk berlindung, Ali juga pernah merasakan
menjadi seorang karyawan,sehingga ia tahu seperti apa rasanya berada dibawah yang
menjadikannya lebih sensitif danpeka terhadap kondisi emosional karyawannya. Dari kasus
ini, dapat disimpulkan bahwapengalaman hidup yang cukup pahit serta sikap
terbiasa untuk bekerja kerasmenumbuhkembangkan rasa empati pada diri Ali, sehingga
menjadikan Ali sebagai sosokpemimpin yang memiliki rasa empati dan sikap memanusiakan
manusia yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai