Anda di halaman 1dari 12

UNIVERSITAS TERBUKA

UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH JAKARTA

TUGAS 2
MANAJEMEN

dikerjakan oleh:
Muhammad Adha Trisna Sampurno
NIM 051347217
Prodi S-1 Manajemen
TUGAS 2

Ali Muharam, Mengembangkan Empati dan Memanusiakan Karyawan

Sulit dipungkiri, banyak pengusaha sukses yang lahir dari keterbatasan. Kesulitan dan
kepahitan hidup menempa mereka menjadi lebih struggle, ngotot, dan pantang
menyerah. Dan, itulah sikap yang dibutuhkan untuk meraih keberhasilan.

Kisah Ali Muharam, pengusaha muda yang sukses mengorbitkan Makaroni Ngehe,
jajanan ngehits kaum milenial, adalah contohnya. Sosok Founder dan CEO Makaroni
Ngehe yang berhasil mengembangkan bisnisnya yang didirikan pada Maret 2013 hingga
menjadi 32 cabang tersebar di wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur serta memiliki sekitar 500 karyawan ini juga datang dari keluarga sangat
sederhana.
Mulanya, Ali tidak lebih dari seorang anak muda lulusan SMA yang tengah mencari jati
diri. Tidak memiliki bekal keterampilan dan bahkan tidak punya modal bisnis, ia hanya
ingin mengubah nasib. Cita-citanya sederhana: keluar dari lingkaran setan, setelah
melalui kepahitan demi kepahitan dalam perjalanan hidupnya.
“Saya pernah mencoba jadi penulis, tapi waktu itu karier saya sebagai penulis sangat
anjlok. Hal ini menjadi mata rantai kesulitan hidup saya terus berulang,” ungkapnya
mengenang masa-masa berat dalam hidupnya.
Ketika di tengah kebimbangan mencari sumber penghasilan, sang ibu menawarkan
berjualan makaroni jenis makanan yang selalu disuguhkan ketika Lebaran dan menjadi
ciri khas menu keluarga di kampungnya (Tasikmalaya). “Ternyata setelah diperkenalkan,
banyak orang yang mengekor ikut berjualan,” ungkap Ali. Tahun 2008, ia pun
memutuskan serius menggeluti bisnis makanan makaroni.
Seperti lazimnya bisnis baru, Ali juga menghadapi masa-masa struggle yang cukup
menantang. Dengan dibantu oleh sang ibu yang tak hentinya memberi semangat, ia
antusias memulai bisnis makanan.
Sayangnya, tak lama kemudian ibunda tercinta kembali kepada Sang Khalik karena sakit.
“Padahal, saat itu posisi saya masih merangkak, jualan dengan gerobak, belum seperti
sekarang,” kata Ali yang mengaku saat itu sedih dan putus asa, kehilangan semangat
hidup. Baginya, sang ibunda adalah sumber inspirasi sekaligus penyemangat hidupnya.
Beruntung, kepedihan itu tidak berlarut-larut. Ketika dalam kepedihan mendalam, Ali
bertemu seseorang yang membutuhkan bantuan. “Saya memberikan uang ke orang
tersebut dan orang itu terlihat sangat berterima kasih dan terus-menerus mendoakan
saya. Hati saya membuncah senang. Dari situ saya berpikir bahwa esensi kebahagiaan
yang sebenarnya adalah jika kita bisa membuat orang lain bahagia, kita akan merasa
lebih bahagia,” tuturnya.
Ali sampai pada satu kesimpulan, bahwa untuk merasa bahagia itu bukan berusaha
membahagiakan diri sendiri, melainkan harus membahagiakan orang lain. Pelajaran
hidup ini dibawanya dalam melanjutkan pengembangan bisnis dan dalam mengasah sifat
kepemimpinannya.
“Saya harus memberi contoh sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan melakukan
sesuatu, saya juga harus memahami tugas yang didelegasikan tersebut.”
Ali Muharam, Founder dan CEO Makaroni Ngehe.
Berbekal semangat baru, Ali memutuskan membuka gerai di Jakarta dari modal pinjaman
sebesar Rp 20 juta. Mengapa membuka gerai? Karena, ia ingin mempekerjakan orang
lain. Ia ingin membagi kebahagiaan bersama yang lain.
Namun, karena modal terbatas, banyak hal yang ia kerjakan sendiri, mulai dari belanja di
Tasikmalaya, memanggul barang-barang belanjaan sendiri, memasak, hingga
menunggui dagangan dengan tidur di gerai sendiri. “Tidak mengapa, karena waktunya
lama,” ujarnya.
Gerainya pun mulai ramai. “Dari awalnya hanya mendapat keuntungan puluhan ribu
rupiah per hari, kemudian berkembang ratusan ribu per hari, hingga akhirnya mencapai
jutaan per hari,” katanya senang.
Setahun kemudian, ketika membuka cabang ke-6, Ali mulai mengajak teman-temannya
untuk membantu mengelola keuangan, operasional, gudang, belanja, dsb. Meskipun
masih relatif tradisional, ia sudah mulai mencoba membuka kantor dan menyusun
struktur organisasi perusahaan. “Sekarang sih sudah mulai tertata secara profesional,”
ungkapnya bangga.
Bagi Ali yang mengandalkan pengalaman di lapangan tanpa mentor khusus yang
membimbingnya, pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu berempati kepada
anak buah. “Kebetulan karena saya pernah berada di posisi sebagai orang yang tidak
punya apa-apa, tidak punya pertolongan dari siapa pun dan tidak punya tempat untuk
berlindung, dan saya juga pernah menjadi karyawan, saya tahu rasanya seperti apa
berada di bawah yang membuat saya bisa lebih sensitif dan peka terhadap emosi
karyawan,” tuturnya.
Menurutnya, pemimpin yang baik adalah yang berhasil memanusiakan karyawan. Ibarat
sedang mendidik seorang anak, bisnis ataupun karyawannya harus diberi yang terbaik.
Intinya, seorang pemimpin harus bisa menuntun sebelum menuntut. “Saya harus
memberi contoh sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan melakukan sesuatu,
saya juga harus memahami tugas yang didelegasikan tersebut,” katanya.
Menjadi seorang pemimpin perusahaan di usia muda memang jauh lebih menantang.
Namun, yang pasti, masalah kesejahteraan karyawan itu nomor satu, dari hal terkecil
misalnya jam kerja, juga kebahagiaan mereka. “Ketika kami berhasil menyentuh area
tersebut, presentase berhasil akan lebih besar ketimbang hanya memperhatikan
berjalannya bisnis tapi miskin perhatian di SDM,” ia menandaskan.
Ali bersyukur lahir dari keluarga yang serba terbatas sehingga terbiasa bekerja keras.
“Waktu kecil ayah saya pengepul rongsokan, saya sering diajak ke tempat pengepul
barang itu,” katanya mengenang.
Sejak kecil sudah melihat kerasnya kehidupan, ia pun punya kecenderungan mencari
uang sendiri. “Saya pernah jualan kresek di pasar untuk bisa mendapatkan uang
tambahan, karena waktu itu keadaan ekonomi sangat sulit sekali,” ungkapnya.
Belajar dari pengalaman dan kepahitan masa lalu itulah, kini ia mengaku sangat hati-hati
dalam mengelola usaha, terutama terkait uang. Misalnya, untuk membuka cabang, ia
mengandalkan cash flow, tidak meminjam bank ataupun pemodal lain.
Dalam mengelola gerai, Ali mencoba mendelegasikan ke GM Area. Intinya, ia tidak ingin
menjadi superman, melainkan superteam. Semua harus dikerjakan bersama, saling
mengisi dan sling amelengkapi.
Dengan pendekatan seperti itu, Makaroni Ngehe dapat bertahan meski dihajar pandemi.
Dari segi pendapatan ia mengaku memang ada penurunan. Namun, Ali optimistis, bisnis
akan terus melaju kencang. Ia siap berada di barisan depan. (*)

https://swa.co.id/swa/trends/management/ali-muharam-mengembangkan-empati-dan-
memanusiakan-karyawan

Pertanyaan
Berdasarkan kasus di atas, maka analisalah:
Skor
1. Apa yang Anda ketahui mengenai kepemimpinan? Kaitkan jawaban Anda dengan 35
teori-teori kepemimpinan dan kepemimpinan kontemporer.

2. Menurut Anda, mengapa kepemimpinan strategik itu diperlukan? 30

3. Menurut Anda, bagaimana Sang Founder mengembangkan empati dan 35


memanusiakan karyawan? Berikan analisa Anda
1. Apa yang Anda ketahui mengenai kepemimpinan? Kaitkan jawaban Anda dengan teori-
teori kepemimpinan dan kepemimpinan kontemporer.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan membimbing orang lain
menuju tujuan bersama. Menurut Syarifudin (2004) dan Hanafi (2021), kepemimpinan dapat
diartikan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi tugas-tugas individu dalam suatu
grup. Kepemimpinan juga merupakan proses pengaruh sosial yang memaksimalkan upaya orang
lain untuk mencapai tujuan (Kruse, 2023).
Pemimpin dan manajer memiliki peran yang berbeda. Pemimpin biasanya dikenal sebagai
individu yang memiliki semangat tinggi, karisma, dan kemampuan motivasi yang luar biasa. Di
sisi lain, manajer dilihat sebagai individu yang mahir dalam perencanaan, pengelolaan, dan
pengendalian organisasi, tetapi mungkin kurang dalam motivasi. Sebagai contoh, Presiden
Soekarno adalah contoh pemimpin efektif yang mampu menggerakkan Indonesia melawan
penjajahan melalui pidatonya. Sementara itu, manajer biasanya merangsang karyawan mereka
dengan insentif seperti gaji. Kata-kata manajer saja biasanya tidak cukup untuk memotivasi
karyawan mereka.
Ada tiga teori klasik yang menjelaskan bagaimana pemimpin muncul (Kartono dalam
Pambudi, 2014):
1. Teori Genetis mengemukakan bahwa pemimpin tidak diciptakan, tetapi lahir secara alami
dengan bakat luar biasa. Menurut teori ini, seseorang ditakdirkan untuk menjadi pemimpin
dalam situasi dan kondisi khusus, sesuai dengan pandangan deterministik.
2. Di sisi lain, Teori Sosial berpendapat bahwa pemimpin harus dibentuk melalui pendidikan,
bukan hanya lahir sebagai pemimpin. Teori ini berpendapat bahwa setiap orang bisa
menjadi pemimpin melalui pendidikan dan dorongan keinginan pribadi.
3. Teori Ekologis atau Sintetis, sebagai respons terhadap dua teori sebelumnya,
menyatakan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin jika mereka memiliki bakat
kepemimpinan sejak lahir dan bakat ini dikembangkan melalui pendidikan dan
pengalaman, serta sesuai dengan tuntutan lingkungan mereka.
Ada tiga jenis teori kepemimpinan: (1) teori bakat, (2) teori perilaku, dan (3) teori situasi.
Teori-teori ini menurut Bisma (2023) dapat dirangkum sebagai berikut.
1. Teori Kepemimpinan Bakat (Trait) adalah teori yang berpendapat bahwa pemimpin efektif
dilahirkan dengan sifat-sifat tertentu yang membuat mereka unik. Sifat-sifat ini, yang
meliputi kepercayaan diri, empati, kecerdasan, determinasi, dan integritas, dianggap
esensial dalam menjadikan seseorang menjadi pemimpin yang efektif. Teori ini berfokus
pada identifikasi dan analisis sifat-sifat kepribadian dan bakat yang dimiliki oleh pemimpin
yang sukses, dengan asumsi bahwa pemimpin dengan sifat-sifat tersebut lebih mampu
menginspirasi dan mempengaruhi karyawannya untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Teori Kepemimpinan Perilaku, sebaliknya, berpendapat bahwa kepemimpinan yang
efektif tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat pribadi, tetapi juga oleh perilaku dan gaya
kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin. Menurut teori ini, kepemimpinan yang
efektif dapat dipelajari dan dikembangkan melalui pelatihan dan pengalaman. Beberapa
gaya kepemimpinan yang umum dalam teori ini meliputi gaya demokratis, di mana
pemimpin melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan; gaya otoriter, di
mana pemimpin mengambil semua keputusan dan mengharapkan ketaatan dari
karyawannya; dan gaya laissez-faire, di mana pemimpin memberikan kebebasan kepada
karyawan untuk membuat keputusan sendiri dengan sedikit atau tanpa campur tangan.
3. Teori Kepemimpinan Situasi/Kontingensi adalah teori yang menekankan bahwa tidak ada
satu gaya kepemimpinan yang paling efektif dalam semua situasi. Sebaliknya,
kepemimpinan yang efektif bergantung pada konteks dan situasi tertentu. Menurut teori
ini, pemimpin yang efektif adalah mereka yang mampu beradaptasi dan menyesuaikan
gaya kepemimpinan mereka sesuai dengan kebutuhan situasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam konteks kontingensi meliputi struktur
organisasi, tingkat keahlian dan motivasi karyawan, serta karakteristik tugas yang harus
diselesaikan. Pemimpin yang efektif dalam model kontingensi akan menilai situasi dan
memilih gaya kepemimpinan yang paling sesuai untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Perkembangan dalam penelitian dan teori kepemimpinan telah mengalami banyak
transformasi dan berkembang ke berbagai arah. Dalam proses ini, banyak pemikiran baru dan
inovatif telah muncul, yang telah membentuk cara kita memahami dan menerapkan konsep
kepemimpinan. Beberapa perkembangan baru yang paling penting dan berpengaruh ini akan
dibahas secara lebih detail dalam setelah ini, dengan tujuan untuk memberikan pemahaman yang
lebih mendalam dan holistik tentang bagaimana teori dan praktek kepemimpinan telah
berkembang dan bagaimana mereka terus berubah dan beradaptasi sesuai dengan konteks dan
tantangan yang baru. Berikut merupakan beberapa teori kepemimpinan kontemporer:
1. Kepemimpinan Transformasional
Mengutip dari laman Langston University (n.d.), kepemimpinan transformasional
didefinisikan sebagai pendekatan kepemimpinan yang menciptakan perubahan pada
individu dan sistem sosial. Idealnya, pendekatan ini menciptakan perubahan positif dan
berharga pada pengikut dengan tujuan mengembangkan mereka menjadi pemimpin. Jika
diterapkan dengan autentis, kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan
motivasi, moral, dan kinerja pengikut melalui berbagai mekanisme. Ini melibatkan
penghubungan antara identitas pengikut dengan misi dan identitas kolektif organisasi,
menjadi model peran yang menginspirasi pengikut, mendorong pengikut untuk memiliki
lebih banyak tanggung jawab atas pekerjaan mereka, dan memahami kekuatan serta
kelemahan pengikut, sehingga pemimpin dapat menyesuaikan pengikut dengan tugas
yang mengoptimalkan kinerja mereka.
Bisma (2023) menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik dan ciri-ciri gaya
kepemimpinan transformasional, meliputi:
o Visi yang jelas dan inspiratif: Pemimpin transformasional memiliki gambaran yang
jelas tentang masa depan organisasi dan dapat mengkomunikasikan visi tersebut
dengan cara yang inspiratif dan meyakinkan.
o Kemampuan untuk membangun hubungan yang kuat: Pemimpin ini mampu
menjalin hubungan kuat dengan karyawan mereka, yang didasari oleh
kepercayaan dan rasa hormat.
o Pemberdayaan karyawan: Pemimpin transformasional memberikan kekuasaan
kepada karyawan untuk membuat keputusan dan mengambil inisiatif dalam
mencapai tujuan organisasi, yang pada gilirannya membantu menciptakan
pemimpin baru di masa depan.
o Fokus pada pengembangan individu: Pemimpin transformasional berkomitmen
untuk pengembangan individu dan mendorong karyawan untuk terus belajar dan
berkembang.
2. Kepemimpinan Psikoanalisis
Motivasi yang tidak disadari, pengalaman awal, dan fungsi yang jelas hadir dalam perilaku
dan pola karakter seseorang sehari-hari. Renshon (dalam Lüdert, 2017) memberikan
contoh bagaimana aspirasi dan nilai-nilai seseorang mengarahkan kehidupan mereka dan
memberikan kerangka kerja untuk bertindak (dalam bidang integritas karakter),
bagaimana mereka mempertimbangkan tingkat dan cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan hidup (dalam bidang ambisi), dan bagaimana mereka membentuk dan
mempertahankan hubungan dengan orang lain (domain keterhubungan).
Melalui pemeriksaan domain karakter ini, kita dapat melihat bagaimana pendekatan
psikoanalitik membantu kita memahami bagaimana para pemimpin menggunakan otoritas
dan kekuasaan mereka, apa yang mendasari dan menjadi tujuan dari inisiatif mereka, dan
bagaimana ambisi mereka untuk memimpin berkaitan dengan identitas mereka.
Pertanyaan muncul apakah seorang pemimpin akan menerapkan rencana aksi mereka
dengan antusiasme jika bukan karena keteguhan yang ditunjukkan oleh figur orang tua.
Adalah rasional untuk bertanya mengapa pemimpin lainnya berpegang pada pola pikir
kaku dalam interaksi interpersonal, dan bagaimana kondisi hidup mereka mungkin
berkontribusi pada mekanisme pertahanan yang belum matang.
Pada dasarnya, karakteristik kepemimpinan tidak muncul secara spontan: karakteristik
tersebut sudah ada dan berpengaruh, jauh sebelum seseorang mengejar peran
kepemimpinan. Dan inilah di mana teori psikoanalisis dapat membantu dalam memahami
pola perkembangan dan motivasi seorang pemimpin (meskipun ini masih awal dan
tentatif).
3. Kepemimpinan Romantis
Menurut teori ini, pemimpin ada karena adanya orang-orang yang dipimpin (Hanafi, 2021).
Orang-orang ini biasanya memiliki harapan ideal akan seorang pemimpin yang dapat
membantu mereka mencapai tujuan atau meningkatkan kualitas hidup mereka. Pemimpin
diperlukan untuk membantu mereka memahami dan mengatasi kompleksitas dunia.
Namun, jika kepercayaan pada pemimpin hilang, efektivitas kepemimpinan akan
berkurang, terlepas dari tindakan pemimpin tersebut. Jika orang-orang yang dipimpin
dapat mengorganisir diri sendiri, pemimpin tidak lagi diperlukan. Teori ini berusaha
menciptakan keseimbangan antara aspek pemimpin dan orang yang dipimpin, sehingga
kedua pihak memiliki peran yang seimbang.
Dalam kepemimpinan kontemporer, gaya kepemimpinan transformasional sering
dianjurkan, di mana pemimpin menginspirasi dan memotivasi pengikut untuk melampaui
kepentingan pribadi mereka demi tujuan organisasi. Dalam konteks Makaroni Ngehe, Ali
Muharam menunjukkan gaya kepemimpinan transformasional dengan berempati dan
memanusiakan karyawannya. Indeed (2022) menjelaskan bahwa salah satu keuntungan besar
dari kepemimpinan transformasional adalah kemampuan pemimpinnya untuk membuat setiap
anggota tim merasa berharga dan penting dalam organisasi. Pemimpin transformasional
membantu setiap anggota tim merasa terlibat dan berdaya, serta memiliki komitmen untuk
mencapai keberhasilan organisasi. Ketika karyawan merasa dihargai dan yakin bahwa kontribusi
mereka penting untuk capaian organisasi, mereka cenderung bertahan dan setia pada organisasi
tersebut. Menjaga loyalitas karyawan ini dapat mengurangi biaya untuk penggantian karyawan
dan mempertahankan efisiensi anggota tim dalam menjalankan peran mereka.
Lebih lanjut lagi, Indeed menjelaskan terdapat kelebihan lain dari gaya kepemimpinan ini
seperti mampu meningkatkan motivasi pegawai, menjaga integritas tempat kerja, mendefinisikan
visi dan tujuan yang jelas, mendorong pengembangan profesionalitas, mendorong gairah
pegawai, memudahkan transisi, dan meningkatkan komunikasi.
2. Menurut Anda, mengapa kepemimpinan strategik itu diperlukan?
Kepemimpinan strategis adalah keterampilan untuk meramalkan dan merencanakan
masa depan, mempertahankan adaptabilitas, berpikir secara strategis, dan berkolaborasi dengan
orang lain untuk menerapkan perubahan yang akan memberikan keunggulan bersaing bagi
organisasi di masa mendatang (Wandrial, 2011). Menurut Hughes, R. & Beatty, K., (2005), esensi
dari kepemimpinan strategis adalah "keunggulan kompetitif yang berkelanjutan" yang berfungsi
untuk memacu dan memobilisasi potensi karyawan agar dapat berkembang. Kepemimpinan
strategis didefinisikan sebagai kemampuan dan kualitas yang dimiliki oleh individu atau kelompok
yang memiliki tanggung jawab dan pengaruh besar dalam menjamin kelangsungan organisasi.
Kepemimpinan strategis memegang peran yang sangat penting dalam suatu perusahaan.
Fungsi utamanya adalah untuk mengubah visi perusahaan menjadi rencana aksi yang konkret
dan efektif. Dalam melakukannya, kepemimpinan strategis mempertimbangkan berbagai aspek
penting, termasuk peluang dan ancaman yang mungkin muncul dari lingkungan eksternal, serta
memahami kekuatan dan kelemahan internal perusahaan.
Melalui pemahaman yang mendalam ini, pemimpin strategis mampu menciptakan dan
menerapkan strategi yang inovatif, yang tidak hanya memanfaatkan kekuatan dan peluang
perusahaan, tetapi juga dapat mengatasi kelemahan dan ancaman. Tujuan utama dari
kepemimpinan strategis adalah membawa perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan dan dapat diandalkan dalam jangka panjang.
Pemimpin strategis harus mampu melihat dan memahami kondisi saat ini dan masa
depan perusahaan, dengan mempertimbangkan dua cakrawala waktu, yaitu jangka pendek dan
jangka panjang. Dalam hal ini, mereka seringkali digambarkan seperti masinis kereta api yang
bertugas mengendalikan lokomotif dan membawa banyak gerbong penumpang menuju tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, mereka memainkan peran penting dalam
mengarahkan perjalanan perusahaan menuju kesuksesan.
3. Menurut Anda, bagaimana Sang Founder mengembangkan empati dan memanusiakan
karyawan? Berikan analisa Anda!
Berdasarkan berbagai kasus yang telah diperiksa secara mendalam, Ali Muharam telah
menunjukkan bahwa ia mengambil pendekatan yang sangat manusiawi dalam memandu dan
mengarahkan karyawannya. Dalam setiap interaksi dan komunikasi dengan karyawannya, ia
mengembangkan empati yang mendalam. Ali berusaha memahami dan merasakan apa yang
dirasakan oleh karyawannya, sebuah tindakan yang mencerminkan pemahaman dan
penghargaan yang sangat besar terhadap mereka sebagai individu dengan keunikan dan
kebutuhan mereka sendiri.
Pendekatan empatik Ali berasal dari pengalaman pribadinya. Ali telah merasakan sendiri
betapa sulitnya berada di posisi bawah dalam hierarki organisasi. Pengalaman ini telah
membentuk pandangan dan perilakunya, membuatnya menjadi pemimpin yang sangat sensitif
dan peka terhadap emosi dan perasaan karyawan.
Namun, pendekatan Ali tidak hanya berhenti pada empati. Ali memiliki prinsip kuat tentang
pentingnya memberi contoh sebelum memberikan perintah kepada karyawan. Ia percaya bahwa
pemimpin haruslah orang yang menunjukkan jalan, bukan hanya memberi perintah. Ali
memastikan bahwa ia memahami setiap tugas yang didelegasikan kepada karyawan,
menunjukkan bahwa ia mempertimbangkan kemampuan dan batasan karyawan dalam
penugasan.
Ali percaya bahwa karyawan adalah individu dengan kebutuhan dan perasaan mereka
sendiri, bukan hanya sebagai pekerja dalam organisasi. Ali menghargai karyawannya dan
berusaha memahami mereka, menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan produktif.
Pendekatan ini menciptakan suasana kerja yang positif dan mendukung, di mana setiap
karyawan merasa dihargai dan dimengerti.
Referensi:
Langston University. (n.d.). Transformational Leadership. Langston.edu. Diakses tanggal 6
November 2023 dari https://www.langston.edu/sites/default/files/basic-content-
files/TransformationalLeadership.pdf.
Syarifudin, E. (2004). Teori Kepemimpinan. Jurnal Al Qalam, 21(102).
Hughes, R., L., & Beatty, K., C. (2005). Becoming a strategic leader: Your role in your
organization’s enduring success (1st ed.). San Fransisco: Jossey-Bass.
Wandrial, S. (2011). Strategic Management Dan Strategic Leadership: Dua Sisi Mata Uang
Kemampuan Untuk Hadapi Tantangan Perubahan Lingkungan Yang Drastis. BINUS
BUSINESS REVIEW, 2(1), 415–422.
Pambudi, C. A. (2014). Pemimpin dan Kepemimpinan Kita. Djkn.kemenkeu.go.id. Diakses
tanggal 6 November 2023 dari
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/7018/Pemimpin-dan-Kepemimpinan-
Kita.html.
Lüdert, J. (2017, June 5). Psychoanalysis of leadership: not just for Freud’s couch. Cityu.edu.
https://www.cityu.edu/psychoanalysis-of-leadership-not-just-for-freuds-couch/.
Hanafi, M. M. (2021). Manajemen (Edisi 3). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Bisma, L. (2023, April 28). Teori Kepemimpinan, Pengertian dan Masing-masing Jenisnya!.
Ruangkerja.id. Diakses tanggal 6 November 2023 dari
https://www.ruangkerja.id/blog/teori-kepemimpinan.
Kruse, K. (2023, September 12). What Is Leadership? Forbes.com. Diakses tanggal 6 November
2023 dari https://www.forbes.com/sites/kevinkruse/2013/04/09/what-is-
leadership/?sh=240165835b90.

Anda mungkin juga menyukai