Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 2

MATA KULIAH
MANAJEMEN
(EKMA4116)

Di kerjakan oleh;

NAM : R.BAGUS NUR HIKAM


A
NIM : 048792294

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ BANDUNG
Ali Muharam, Mengembangkan Empati dan Memanusiakan Karyawan

Sulit dipungkiri, banyak pengusaha sukses yang lahir dari keterbatasan. Kesulitan
dan kepahitan hidup menempa mereka menjadi lebih struggle, ngotot, dan pantang
menyerah. Dan, itulah sikap yang dibutuhkan untuk meraih keberhasilan.

Kisah Ali Muharam, pengusaha muda yang sukses mengorbitkan Makaroni Ngehe,
jajanan ngehits kaum milenial, adalah contohnya. Sosok Founder dan CEO
Makaroni Ngehe yang berhasil mengembangkan bisnisnya yang didirikan pada
Maret 2013 hingga menjadi 32 cabang tersebar di wilayah Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur serta memiliki sekitar 500 karyawan ini juga datang
dari keluarga sangat sederhana.
Mulanya, Ali tidak lebih dari seorang anak muda lulusan SMA yang tengah mencari
jati diri. Tidak memiliki bekal keterampilan dan bahkan tidak punya modal bisnis, ia
hanya ingin mengubah nasib. Cita-citanya sederhana: keluar dari lingkaran setan,
setelah melalui kepahitan demi kepahitan dalam perjalanan hidupnya.
“Saya pernah mencoba jadi penulis, tapi waktu itu karier saya sebagai penulis
sangat anjlok. Hal ini menjadi mata rantai kesulitan hidup saya terus berulang,”
ungkapnya mengenang masa-masa berat dalam hidupnya.
Ketika di tengah kebimbangan mencari sumber penghasilan, sang ibu menawarkan
berjualan makaroni jenis makanan yang selalu disuguhkan ketika Lebaran dan
menjadi ciri khas menu keluarga di kampungnya (Tasikmalaya). “Ternyata setelah
diperkenalkan, banyak orang yang mengekor ikut berjualan,” ungkap Ali. Tahun
2008, ia pun memutuskan serius menggeluti bisnis makanan makaroni.
Seperti lazimnya bisnis baru, Ali juga menghadapi masa-masa struggle yang cukup
menantang. Dengan dibantu oleh sang ibu yang tak hentinya memberi semangat, ia
antusias memulai bisnis makanan.
Sayangnya, tak lama kemudian ibunda tercinta kembali kepada Sang Khalik karena
sakit. “Padahal, saat itu posisi saya masih merangkak, jualan dengan gerobak,
belum seperti sekarang,” kata Ali yang mengaku saat itu sedih dan putus asa,
kehilangan semangat hidup. Baginya, sang ibunda adalah sumber inspirasi
sekaligus penyemangat hidupnya.
Beruntung, kepedihan itu tidak berlarut-larut. Ketika dalam kepedihan mendalam, Ali
bertemu seseorang yang membutuhkan bantuan. “Saya memberikan uang ke orang
tersebut dan orang itu terlihat sangat berterima kasih dan terus-menerus mendoakan
saya. Hati saya membuncah senang. Dari situ saya berpikir bahwa esensi
kebahagiaan yang sebenarnya adalah jika kita bisa membuat orang lain bahagia,
kita akan merasa lebih bahagia,” tuturnya.
Ali sampai pada satu kesimpulan, bahwa untuk merasa bahagia itu bukan berusaha
membahagiakan diri sendiri, melainkan harus membahagiakan orang lain. Pelajaran
hidup ini dibawanya dalam melanjutkan pengembangan bisnis dan dalam mengasah
sifat kepemimpinannya.
“Saya harus memberi contoh sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan
melakukan sesuatu, saya juga harus memahami tugas yang didelegasikan tersebut.”
Ali Muharam, Founder dan CEO Makaroni Ngehe.
Berbekal semangat baru, Ali memutuskan membuka gerai di Jakarta dari modal
pinjaman sebesar Rp 20 juta. Mengapa membuka gerai? Karena, ia ingin
mempekerjakan orang lain. Ia ingin membagi kebahagiaan bersama yang lain.
Namun, karena modal terbatas, banyak hal yang ia kerjakan sendiri, mulai dari
belanja di Tasikmalaya, memanggul barang-barang belanjaan sendiri, memasak,
hingga menunggui dagangan dengan tidur di gerai sendiri. “Tidak mengapa, karena
waktunya lama,” ujarnya.
Gerainya pun mulai ramai. “Dari awalnya hanya mendapat keuntungan puluhan ribu
rupiah per hari, kemudian berkembang ratusan ribu per hari, hingga akhirnya
mencapai jutaan per hari,” katanya senang.
Setahun kemudian, ketika membuka cabang ke-6, Ali mulai mengajak teman-
temannya untuk membantu mengelola keuangan, operasional, gudang, belanja, dsb.
Meskipun masih relatif tradisional, ia sudah mulai mencoba membuka kantor dan
menyusun struktur organisasi perusahaan. “Sekarang sih sudah mulai tertata secara
profesional,” ungkapnya bangga.
Bagi Ali yang mengandalkan pengalaman di lapangan tanpa mentor khusus yang
membimbingnya, pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu berempati
kepada anak buah. “Kebetulan karena saya pernah berada di posisi sebagai orang
yang tidak punya apa-apa, tidak punya pertolongan dari siapa pun dan tidak punya
tempat untuk berlindung, dan saya juga pernah menjadi karyawan, saya tahu
rasanya seperti apa berada di bawah yang membuat saya bisa lebih sensitif dan
peka terhadap emosi karyawan,” tuturnya.
Menurutnya, pemimpin yang baik adalah yang berhasil memanusiakan karyawan.
Ibarat sedang mendidik seorang anak, bisnis ataupun karyawannya harus diberi
yang terbaik. Intinya, seorang pemimpin harus bisa menuntun sebelum menuntut.
“Saya harus memberi contoh sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan
melakukan sesuatu, saya juga harus memahami tugas yang didelegasikan tersebut,”
katanya.
Menjadi seorang pemimpin perusahaan di usia muda memang jauh lebih
menantang. Namun, yang pasti, masalah kesejahteraan karyawan itu nomor satu,
dari hal terkecil misalnya jam kerja, juga kebahagiaan mereka. “Ketika kami berhasil
menyentuh area tersebut, presentase berhasil akan lebih besar ketimbang hanya
memperhatikan berjalannya bisnis tapi miskin perhatian di SDM,” ia menandaskan.
Ali bersyukur lahir dari keluarga yang serba terbatas sehingga terbiasa bekerja
keras. “Waktu kecil ayah saya pengepul rongsokan, saya sering diajak ke tempat
pengepul barang itu,” katanya mengenang.
Sejak kecil sudah melihat kerasnya kehidupan, ia pun punya kecenderungan
mencari uang sendiri. “Saya pernah jualan kresek di pasar untuk bisa mendapatkan
uang tambahan, karena waktu itu keadaan ekonomi sangat sulit sekali,” ungkapnya.
Belajar dari pengalaman dan kepahitan masa lalu itulah, kini ia mengaku sangat
hati- hati dalam mengelola usaha, terutama terkait uang. Misalnya, untuk membuka
cabang, ia mengandalkan cash flow, tidak meminjam bank ataupun pemodal lain.
Dalam mengelola gerai, Ali mencoba mendelegasikan ke GM Area. Intinya, ia tidak
ingin menjadi superman, melainkan superteam. Semua harus dikerjakan bersama,
saling mengisi dan sling amelengkapi.
Dengan pendekatan seperti itu, Makaroni Ngehe dapat bertahan meski dihajar
pandemi. Dari segi pendapatan ia mengaku memang ada penurunan. Namun, Ali
optimistis, bisnis akan terus melaju kencang. Ia siap berada di barisan depan. (*)

https://swa.co.id/swa/trends/management/ali-muharam-mengembangkan-empati-
dan-memanusiakan-karyawan

Pertanyaan
Berdasarkan kasus di atas, maka analisalah:

Skor
1. Apa yang Anda ketahui mengenai kepemimpinan? Kaitkan jawaban Anda dengan 35
teori-teori kepemimpinan dan kepemimpinan kontemporer.

2. Menurut Anda, mengapa kepemimpinan strategik itu diperlukan? 30

3. Menurut Anda, bagaimana Sang Founder mengembangkan empati dan 35


memanusiakan karyawan? Berikan analisa Anda

JAWABAN:
1. Teori kepemimpinan yang berdasar gaya dan perilaku menyatakan, pemimpin yang hebat
dibuat, bukan dilahirkan. Teori kepemimpinan ini fokus pada tindakan seorang pemimpin.
Bukan pada kualitas mental atau sifat atau karakter bawaan dari orang tersebut. Teori ini
juga menyebutkan, seorang dapat belajar dan berlatih untuk menjadi pemimpin
melalui ajaran, pengalaman, dan pengamatan yang baik. Teori ini menunjukkan
bahwa kepemimpinan yang efektif merupakan hasil dari tiga keterampilan utama
yang dimiliki oleh individu yaitu keterampilan teknis,manusiawi, dan konseptual.

2. Mengapa kepemimpinan strategis diperlukan?


Kepemimpinan strategik efektif diperlukan untuk merumuskan dan menerapkan strategi
dengan sukses. pembangunan pengendalian strategis. Penentuan arah strategis menuntut
visi dan kemampuan menanamkannya ke suluruh organisasi.
Kepemimpinan strategik adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengarahkan
organisasi menuju pencapaian tujuan jangka panjang dengan mempertimbangkan faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi organisasi. Kepemimpinan strategik sangat
penting karena memiliki beberapa manfaat yang signifikan, antara lain:

Mengarahkan visi dan misi: Kepemimpinan strategik membantu dalam merumuskan visi dan
misi organisasi yang jelas. Ini memberikan arah yang jelas bagi seluruh organisasi dan
membantu dalam mengambil keputusan yang konsisten dengan tujuan jangka panjang.
Mengidentifikasi peluang dan tantangan: Kepemimpinan strategik
membantu dalam mengidentifikasi peluang dan tantangan yang dihadapi
organisasi. Dengan memahami lingkungan eksternal dan mengantisipasi
perubahan yang akan datang, pemimpin dapat mengambil langkah-langkah
yang tepat untuk memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan.

Mengembangkan strategi: Kepemimpinan strategik membantu dalam


mengembangkan strategi yang efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
Pemimpin strategis menganalisis kekuatan dan kelemahan organisasi serta
peluang dan ancaman di lingkungan eksternal untuk merumuskan strategi
yang tepat.

Menginspirasi dan memotivasi: Kepemimpinan strategik melibatkan


kemampuan untuk menginspirasi dan memotivasi anggota organisasi.
Pemimpin yang strategis mampu mengkomunikasikan visi dan tujuan
organisasi dengan cara yang memotivasi anggota tim untuk bekerja keras dan
berkontribusi secara maksimal.

Mengelola perubahan: Kepemimpinan strategik membantu dalam mengelola


perubahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin
strategis mampu mengidentifikasi perubahan yang diperlukan,
mengkomunikasikan pentingnya perubahan kepada anggota organisasi, dan
mengelola perubahan dengan efektif.

Mengoptimalkan sumber daya: Kepemimpinan strategik membantu dalam


mengoptimalkan penggunaan sumber daya organisasi. Pemimpin strategis
mampu mengalokasikan sumber daya dengan bijaksana, mengidentifikasi
peluang untuk meningkatkan efisiensi, dan mengelola risiko dengan baik.

Dalam keseluruhan, kepemimpinan strategik sangat penting karena membantu


organisasi dalam merumuskan visi dan misi yang jelas, mengidentifikasi
peluang dan tantangan, mengembangkan strategi yang efektif, menginspirasi
dan memotivasi anggota organisasi, mengelola perubahan, dan
mengoptimalkan penggunaan sumber daya.

3. Ali Muharam menyimpulkan bahwa kebahagiaan tidak hanya berasal dari usaha
untuk memperoleh kebahagiaan pribadi, tetapi juga dari upaya untuk
membahagiakan orang lain. Pemahaman ini membimbingnya dalam
mengembangkan bisnisnya dan mengasah kepemimpinnya. Dengan latar
belakang hidup dari keluarga sederhana, Ali merasakan sulitnya mencari
pekerjaan dan bertahan hidup, memunculkan dalam dirinya empati yang
mendasari pendekatannya terhadap karyawan.

Dan menurut pendapat saya Ali itu ga cuma liat karyawan sebagai alat buat
dapetin tujuan bisnis aja, dia juga liat mereka sebagai orang yang bisa tumbuh
dan berkembang. Dia ngasih insentif, kaya bonus dan pengakuan, tapi yang lebih
penting, dia ngehadirin inspirasi dan dukungan buat karyawannya. Dengan latar
belakang hidup sederhana, Ali merasain sendiri gimana susahnya cari kerja dan
bertahan hidup. Jadi, dia bener-bener ngerti perasaan orang lain, ngambil konsep
empati gitu. Itu yang jadi dasar keberhasilan bisnisnya, bikin cabang gerai di
mana-mana dan bikin lingkungan kerja yang manusiawi buat 500 karyawannya.

Anda mungkin juga menyukai