Anda di halaman 1dari 6

ALI MUHARAM, MENGEMBANGKAN EMPATI DAN MEMANUSIAKAN

KARYAWAN

Diajukan Sebagai Syarat Pembelajaran Manajemen

TUGAS 2 MANAJEMEN

DISUSUN OLEH :

CHELSY IRMA NETA


044380462

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UPBJJ SERANG UNIVERSITAS TERBUKA
TA.2022/2022
Ali Muharam, Mengembangkan Empati dan Memanusiakan Karyawan

Sulit dipungkiri, banyak pengusaha sukses yang lahir dari keterbatasan. Kesulitan dan
kepahitan hidup menempa mereka menjadi lebih struggle, ngotot, dan pantang menyerah.
Dan, itulah sikap yang dibutuhkan untuk meraih keberhasilan.

Kisah Ali Muharam, pengusaha muda yang sukses mengorbitkan Makaroni Ngehe,
jajanan ngehits kaum milenial, adalah contohnya. Sosok Founder dan CEO Makaroni
Ngehe yang berhasil mengembangkan bisnisnya yang didirikan pada Maret 2013 hingga
menjadi 32 cabang tersebar di wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur
serta memiliki sekitar 500 karyawan ini juga datang dari keluarga sangat sederhana.
Mulanya, Ali tidak lebih dari seorang anak muda lulusan SMA yang tengah mencari jati
diri. Tidak memiliki bekal keterampilan dan bahkan tidak punya modal bisnis, ia hanya
ingin mengubah nasib. Cita-citanya sederhana: keluar dari lingkaran setan, setelah melalui
kepahitan demi kepahitan dalam perjalanan hidupnya.
“Saya pernah mencoba jadi penulis, tapi waktu itu karier saya sebagai penulis sangat
anjlok. Hal ini menjadi mata rantai kesulitan hidup saya terus berulang,” ungkapnya
mengenang masa-masa berat dalam hidupnya.
Ketika di tengah kebimbangan mencari sumber penghasilan, sang ibu menawarkan
berjualan makaroni jenis makanan yang selalu disuguhkan ketika Lebaran dan menjadi ciri
khas menu keluarga di kampungnya (Tasikmalaya). “Ternyata setelah diperkenalkan,
banyak orang yang mengekor ikut berjualan,” ungkap Ali. Tahun 2008, ia pun memutuskan
serius menggeluti bisnis makanan makaroni.
Seperti lazimnya bisnis baru, Ali juga menghadapi masa-masa struggle yang cukup
menantang. Dengan dibantu oleh sang ibu yang tak hentinya memberi semangat, ia antusias
memulai bisnis makanan.
Sayangnya, tak lama kemudian ibunda tercinta kembali kepada Sang Khalik karena sakit.
“Padahal, saat itu posisi saya masih merangkak, jualan dengan gerobak, belum seperti
sekarang,” kata Ali yang mengaku saat itu sedih dan putus asa, kehilangan semangat hidup.
Baginya, sang ibunda adalah sumber inspirasi sekaligus penyemangat hidupnya.
Beruntung, kepedihan itu tidak berlarut-larut. Ketika dalam kepedihan mendalam, Ali
bertemu seseorang yang membutuhkan bantuan. “Saya memberikan uang ke orang tersebut
dan orang itu terlihat sangat berterima kasih dan terus-menerus mendoakan saya. Hati saya
membuncah senang. Dari situ saya berpikir bahwa esensi kebahagiaan yang sebenarnya
adalah jika kita bisa membuat orang lain bahagia, kita akan merasa lebih bahagia,”
tuturnya.
Ali sampai pada satu kesimpulan, bahwa untuk merasa bahagia itu bukan berusaha
membahagiakan diri sendiri, melainkan harus membahagiakan orang lain. Pelajaran hidup
ini dibawanya dalam melanjutkan pengembangan bisnis dan dalam mengasah sifat
kepemimpinannya.
“Saya harus memberi contoh sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan melakukan
sesuatu, saya juga harus memahami tugas yang didelegasikan tersebut.”
Ali Muharam, Founder dan CEO Makaroni Ngehe.
Berbekal semangat baru, Ali memutuskan membuka gerai di Jakarta dari modal pinjaman
sebesar Rp 20 juta. Mengapa membuka gerai? Karena, ia ingin mempekerjakan orang lain.
Ia ingin membagi kebahagiaan bersama yang lain.
Namun, karena modal terbatas, banyak hal yang ia kerjakan sendiri, mulai dari belanja di
Tasikmalaya, memanggul barang-barang belanjaan sendiri, memasak, hingga menunggui
dagangan dengan tidur di gerai sendiri. “Tidak mengapa, karena waktunya lama,” ujarnya.
Gerainya pun mulai ramai. “Dari awalnya hanya mendapat keuntungan puluhan ribu rupiah
per hari, kemudian berkembang ratusan ribu per hari, hingga akhirnya mencapai jutaan per
hari,” katanya senang.
Setahun kemudian, ketika membuka cabang ke-6, Ali mulai mengajak teman-temannya
untuk membantu mengelola keuangan, operasional, gudang, belanja, dsb. Meskipun masih
relatif tradisional, ia sudah mulai mencoba membuka kantor dan menyusun struktur
organisasi perusahaan. “Sekarang sih sudah mulai tertata secara profesional,” ungkapnya
bangga.
Bagi Ali yang mengandalkan pengalaman di lapangan tanpa mentor khusus yang
membimbingnya, pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu berempati kepada anak
buah. “Kebetulan karena saya pernah berada di posisi sebagai orang yang tidak punya apa-
apa, tidak punya pertolongan dari siapa pun dan tidak punya tempat untuk berlindung, dan
saya juga pernah menjadi karyawan, saya tahu rasanya seperti apa berada di bawah yang
membuat saya bisa lebih sensitif dan peka terhadap emosi karyawan,” tuturnya.
Menurutnya, pemimpin yang baik adalah yang berhasil memanusiakan karyawan. Ibarat
sedang mendidik seorang anak, bisnis ataupun karyawannya harus diberi yang terbaik.
Intinya, seorang pemimpin harus bisa menuntun sebelum menuntut. “Saya harus memberi
contoh sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan melakukan sesuatu, saya juga harus
memahami tugas yang didelegasikan tersebut,” katanya.
Menjadi seorang pemimpin perusahaan di usia muda memang jauh lebih menantang.
Namun, yang pasti, masalah kesejahteraan karyawan itu nomor satu, dari hal terkecil
misalnya jam kerja, juga kebahagiaan mereka. “Ketika kami berhasil menyentuh area
tersebut, presentase berhasil akan lebih besar ketimbang hanya memperhatikan berjalannya
bisnis tapi miskin perhatian di SDM,” ia menandaskan. 
Ali bersyukur lahir dari keluarga yang serba terbatas sehingga terbiasa bekerja keras.
“Waktu kecil ayah saya pengepul rongsokan, saya sering diajak ke tempat pengepul barang
itu,” katanya mengenang.
Sejak kecil sudah melihat kerasnya kehidupan, ia pun punya kecenderungan mencari uang
sendiri. “Saya pernah jualan kresek di pasar untuk bisa mendapatkan uang tambahan,
karena waktu itu keadaan ekonomi sangat sulit sekali,” ungkapnya.
Belajar dari pengalaman dan kepahitan masa lalu itulah, kini ia mengaku sangat hati-hati
dalam mengelola usaha, terutama terkait uang. Misalnya, untuk membuka cabang, ia
mengandalkan cash flow, tidak meminjam bank ataupun pemodal lain.
Dalam mengelola gerai, Ali mencoba mendelegasikan ke GM Area. Intinya, ia tidak ingin
menjadi superman, melainkan superteam. Semua harus dikerjakan bersama, saling mengisi
dan sling amelengkapi.
Dengan pendekatan seperti itu, Makaroni Ngehe dapat bertahan meski dihajar pandemi.
Dari segi pendapatan ia mengaku memang ada penurunan.  Namun, Ali optimistis, bisnis
akan terus melaju kencang. Ia siap berada di barisan depan. (*)

https://swa.co.id/swa/trends/management/ali-muharam-mengembangkan-empati-dan-
memanusiakan-karyawan

Pertanyaan
Berdasarkan kasus di atas, maka analisalah:
Skor
1. Apa yang Anda ketahui mengenai kepemimpinan? Kaitkan jawaban Anda 25
dengan
Teori.
2. Bagaimana kepemimpinan yang dilakukan Founder dan CEO Makaroni Ngehe? 25
Berikan analisa Anda.
3. Bagaimana pengelolaan usaha yang dilakukan Ali Muharam? Berikan 25
analisa Anda.
4. Pada kasus ini, bagaimana Sang Founder mengembangkan empati dan 25
memanusiakan karyawan? Berikan analisa Anda

Jawab
1. Pemimpin
Ketetapan Allah bahwa kita adalah pemimpin. Ini terlepas dari posisinya saat ini,
jumlah bawahan, tingkat pendidikan, asal suku, pendapatan bulanan, dll. Kita dilahirkan
sebagai pemimpin sejati di dunia ini, baik dalam organisasi keluarga kita tercinta dan
lingkaran kecil, atau diri kita sendiri pada tingkat yang lebih kecil. Sebagai seorang
pemimpin, kita dituntut untuk selalu berkinerja baik. Pemimpin yang bisa membela diri,
pemimpin yang bisa menjadi panutan bagi pengikutnya dan orang-orang yang
dipimpinnya.
Hal ini sesuai dengan teori Teori Genetis Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi
lahir jadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya. Dia
ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga,
yang khusus. Secara filsafat, teori tersebut menganut pandangan deterministis.
Sebagaimana kita di ciptakan oleh Allah sedari lahir kita sudah menjadi pemimpin
setiaknya pemimpin bagi giri kita sendiri.
2. Kepemimpinan yang dilakukan Founder dan CEO Makaroni Ngehe menggunakan Gaya
Kepemimpinan Transformasional Dalam gaya kepemimpinan transformasional,
pemimpin diharapkan dapat menginspirasi perubahan positif pada mereka (anggota)
yang mengikuti. Para pemimpin jenis ini memperhatikan dan terlibat langsung dalam
proses termasuk dalam hal membantu para anggota kelompok untuk berhasil
menyelesaikan tugas mereka. Pemimpin cenderung memiliki semangat yang positif
untuk para bawahannya sehingga semangatnya tersebut dapat berpengaruh pada para
anggotanya untuk lebih energik. Pemimpin akan sangat memedulikan kesejahteraan dan
kemajuan setiap anak buahnya.
3. Pengelolaan usaha yang dilakukan Ali Muharam pemimpin memberi inspirasi yang
mendorong anggota melakukan perubahan positif serta berempati pada anak buahnya.
Jadi, pemimpin akan membrikan contoh atau teladan pada keriawannya pada proses,
termasuk juga membantu anggota kelompoknya. Pemimpin memiliki semangat positif
tinggi sehingga secara tidak langsung diikuti bawahannya. Selain itu, pemimpin juga
sangat peduli pada kemajuan dan kesejahteraan anggotanya dengan rasa senasip
sepenangungan.
4. bagaimana Sang Founder mengembangkan empati dan memanusiakan karyawan,
 Ibarat sedang mendidik seorang anak, bisnis ataupun karyawannya harus diberi
yang terbaik. Intinya, seorang pemimpin harus bisa menuntun sebelum menuntut.
Pemimpin harus memberi contoh sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan
melakukan sesuatu, pemimpion juga harus memahami tugas yang didelegasikan
tersebut.
 yang pasti, masalah kesejahteraan karyawan itu nomor satu, dari hal terkecil
misalnya jam kerja, juga kebahagiaan mereka. Ketika Kelompok berhasil
menyentuh area tersebut, presentase berhasil akan lebih besar ketimbang hanya
memperhatikan berjalannya bisnis tapi miskin perhatian di SDM.
 Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu berempati kepada anak buah yang
mampu memahami emosi bawahannya dengan memncoba membawakan dirinya
pada posisi mereka.

Anda mungkin juga menyukai