Anda di halaman 1dari 5

Ali Muharam, Mengembangkan Empati dan Memanusiakan Karyawan

Sulit dipungkiri, banyak pengusaha sukses yang lahir dari keterbatasan. Kesulitan dan
kepahitan hidup menempa mereka menjadi lebih struggle, ngotot, dan pantang
menyerah. Dan, itulah sikap yang dibutuhkan untuk meraih keberhasilan.

Kisah Ali Muharam, pengusaha muda yang sukses mengorbitkan Makaroni Ngehe,
jajanan ngehits kaum milenial, adalah contohnya. Sosok Founder dan CEO Makaroni
Ngehe yang berhasil mengembangkan bisnisnya yang didirikan pada Maret 2013 hingga
menjadi 32 cabang tersebar di wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur serta memiliki sekitar 500 karyawan ini juga datang dari keluarga sangat
sederhana.
Mulanya, Ali tidak lebih dari seorang anak muda lulusan SMA yang tengah mencari jati
diri. Tidak memiliki bekal keterampilan dan bahkan tidak punya modal bisnis, ia hanya
ingin mengubah nasib. Cita-citanya sederhana: keluar dari lingkaran setan, setelah
melalui kepahitan demi kepahitan dalam perjalanan hidupnya.
“Saya pernah mencoba jadi penulis, tapi waktu itu karier saya sebagai penulis sangat
anjlok. Hal ini menjadi mata rantai kesulitan hidup saya terus berulang,” ungkapnya
mengenang masa-masa berat dalam hidupnya.
Ketika di tengah kebimbangan mencari sumber penghasilan, sang ibu menawarkan
berjualan makaroni jenis makanan yang selalu disuguhkan ketika Lebaran dan menjadi
ciri khas menu keluarga di kampungnya (Tasikmalaya). “Ternyata setelah diperkenalkan,
banyak orang yang mengekor ikut berjualan,” ungkap Ali. Tahun 2008, ia pun
memutuskan serius menggeluti bisnis makanan makaroni.
Seperti lazimnya bisnis baru, Ali juga menghadapi masa-masa struggle yang cukup
menantang. Dengan dibantu oleh sang ibu yang tak hentinya memberi semangat, ia
antusias memulai bisnis makanan.
Sayangnya, tak lama kemudian ibunda tercinta kembali kepada Sang Khalik karena sakit.
“Padahal, saat itu posisi saya masih merangkak, jualan dengan gerobak, belum seperti
sekarang,” kata Ali yang mengaku saat itu sedih dan putus asa, kehilangan semangat
hidup. Baginya, sang ibunda adalah sumber inspirasi sekaligus penyemangat hidupnya.
Beruntung, kepedihan itu tidak berlarut-larut. Ketika dalam kepedihan mendalam, Ali
bertemu seseorang yang membutuhkan bantuan. “Saya memberikan uang ke orang
tersebut dan orang itu terlihat sangat berterima kasih dan terus-menerus mendoakan
saya. Hati saya membuncah senang. Dari situ saya berpikir bahwa esensi kebahagiaan
yang sebenarnya adalah jika kita bisa membuat orang lain bahagia, kita akan merasa
lebih bahagia,” tuturnya.
Ali sampai pada satu kesimpulan, bahwa untuk merasa bahagia itu bukan berusaha
membahagiakan diri sendiri, melainkan harus membahagiakan orang lain. Pelajaran
hidup ini dibawanya dalam melanjutkan pengembangan bisnis dan dalam mengasah sifat
kepemimpinannya.
“Saya harus memberi contoh sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan melakukan
sesuatu, saya juga harus memahami tugas yang didelegasikan tersebut.”
Ali Muharam, Founder dan CEO Makaroni Ngehe.
Berbekal semangat baru, Ali memutuskan membuka gerai di Jakarta dari modal pinjaman
sebesar Rp 20 juta. Mengapa membuka gerai? Karena, ia ingin mempekerjakan orang
lain. Ia ingin membagi kebahagiaan bersama yang lain.
Namun, karena modal terbatas, banyak hal yang ia kerjakan sendiri, mulai dari belanja di
Tasikmalaya, memanggul barang-barang belanjaan sendiri, memasak, hingga
menunggui dagangan dengan tidur di gerai sendiri. “Tidak mengapa, karena waktunya
lama,” ujarnya.
Gerainya pun mulai ramai. “Dari awalnya hanya mendapat keuntungan puluhan ribu
rupiah per hari, kemudian berkembang ratusan ribu per hari, hingga akhirnya mencapai
jutaan per hari,” katanya senang.
Setahun kemudian, ketika membuka cabang ke-6, Ali mulai mengajak teman-temannya
untuk membantu mengelola keuangan, operasional, gudang, belanja, dsb. Meskipun
masih relatif tradisional, ia sudah mulai mencoba membuka kantor dan menyusun
struktur organisasi perusahaan. “Sekarang sih sudah mulai tertata secara profesional,”
ungkapnya bangga.
Bagi Ali yang mengandalkan pengalaman di lapangan tanpa mentor khusus yang
membimbingnya, pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu berempati kepada
anak buah. “Kebetulan karena saya pernah berada di posisi sebagai orang yang tidak
punya apa-apa, tidak punya pertolongan dari siapa pun dan tidak punya tempat untuk
berlindung, dan saya juga pernah menjadi karyawan, saya tahu rasanya seperti apa
berada di bawah yang membuat saya bisa lebih sensitif dan peka terhadap emosi
karyawan,” tuturnya.
Menurutnya, pemimpin yang baik adalah yang berhasil memanusiakan karyawan. Ibarat
sedang mendidik seorang anak, bisnis ataupun karyawannya harus diberi yang terbaik.
Intinya, seorang pemimpin harus bisa menuntun sebelum menuntut. “Saya harus
memberi contoh sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan melakukan sesuatu,
saya juga harus memahami tugas yang didelegasikan tersebut,” katanya.
Menjadi seorang pemimpin perusahaan di usia muda memang jauh lebih menantang.
Namun, yang pasti, masalah kesejahteraan karyawan itu nomor satu, dari hal terkecil
misalnya jam kerja, juga kebahagiaan mereka. “Ketika kami berhasil menyentuh area
tersebut, presentase berhasil akan lebih besar ketimbang hanya memperhatikan
berjalannya bisnis tapi miskin perhatian di SDM,” ia menandaskan.
Ali bersyukur lahir dari keluarga yang serba terbatas sehingga terbiasa bekerja keras.
“Waktu kecil ayah saya pengepul rongsokan, saya sering diajak ke tempat pengepul
barang itu,” katanya mengenang.
Sejak kecil sudah melihat kerasnya kehidupan, ia pun punya kecenderungan mencari
uang sendiri. “Saya pernah jualan kresek di pasar untuk bisa mendapatkan uang
tambahan, karena waktu itu keadaan ekonomi sangat sulit sekali,” ungkapnya.
Belajar dari pengalaman dan kepahitan masa lalu itulah, kini ia mengaku sangat hati-hati
dalam mengelola usaha, terutama terkait uang. Misalnya, untuk membuka cabang, ia
mengandalkan cash flow, tidak meminjam bank ataupun pemodal lain.
Dalam mengelola gerai, Ali mencoba mendelegasikan ke GM Area. Intinya, ia tidak ingin
menjadi superman, melainkan superteam. Semua harus dikerjakan bersama, saling
mengisi dan sling amelengkapi.
Dengan pendekatan seperti itu, Makaroni Ngehe dapat bertahan meski dihajar pandemi.
Dari segi pendapatan ia mengaku memang ada penurunan. Namun, Ali optimistis, bisnis
akan terus melaju kencang. Ia siap berada di barisan depan. (*)

https://swa.co.id/swa/trends/management/ali-muharam-mengembangkan-empati-dan-
memanusiakan-karyawan

Pertanyaan
Berdasarkan kasus di atas, maka analisalah:
Skor
1. Apa yang Anda ketahui mengenai kepemimpinan? Kaitkan jawaban Anda dengan 25
Teori.
Jwb:Kapemimpinan adalah proses pengarahkan dan mempengaruhi tugas-tugas dari
orang atau kelompok.Dalam kata lain kepemimpinan berarti melibatkan orang lain,
yaitu bawahan atau karyawanyang akan di pimpin. Kepemimpinan juga melibatkan
pembagian kekuasaan (power). Dalam kasus ini Ali adalah seorang pemimpin di
perusahaan yang dia kelola dan dikembangkannya,Ali merupakan pemimpin yang
mampu memberikan motivasi dan semangat yang positif bagikaryawannya. Gaya
kepemimpinan Ali juga masuk dalam kategori gaya kepemimpinan transformasional
sebab Ali memperhatikan dan terlibat langsung dalam proses termasuk dalam hal
membantu karyawan.

2. Bagaimana kepemimpinan yang dilakukan Founder dan CEO Makaroni Ngehe? 25


Berikan analisa Anda.
Jwb:Founder adalah seseorang yang mendirikan suatu perusahaan atau seseorang yang
memilikiide yang berhubungan dengan orientasi bisnis perusahaan. Posisi founder
dalam perusahaanadalah sebagai pendiri. Tugas dan tanggung jawab seorang founder
adalah memimpin perusahaan. CEO adalah posisi tertinggi dalam suatu struktur
perusahaan yang bertugas memastikan perusahaan tetap beroperasi. Posisi CEO adalah
sebagai kepala perusahaan yang memilikitanggung jawab memastikan relasi dan
hubungan baik dengan founder ,ownerdan karyawan-karyawan
perusahaan.Berdasarkan kasus diatas, Ali adalah seorang Founder dan CEO di
perusahaannya sendri,sebab Ali adalah seseorang yang mendirikan serta menjadi
kepala perusahaan yang ia pimpin.Ali memiliki tanggung jawab penuh dalam
perusahaan yang ia dirikan dan ia kelola tersebut,ali bertanggung jawab
mengembangkan bisnis plan, menetapkan visi dan misi, membentukdewan direksi dan
merekrut karyawan.Ali juga memiliki skill dalam kemampuan komunikasi ,yang
merupakan syarat pentingseorang CEO terbukti ali bisa menjadi pendengar untuk
karyawannya dan mampu menuntun karyawanya sebelum menuntut.
3. Bagaimana pengelolaan usaha yang dilakukan Ali Muharam? Berikan 25
analisa Anda.
Jwb:Pengelolahan usaha yaitu kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan/Individu
dalam bisnisnya dalam pendirian usaha, penyusunan anggaran keuangan, serta
menjalankan perusahaan yang berkaitan aspek produksi, pemasaran, sumberdaya
manusia,serta pengelolahan keuanganDalam kasus diatas ali memiliki semangat yang
tinggi dalam melakukan pengolahan usahnya,terbukti dengan hanya dengan modal
uang Rp.20 juta yang ia dapat dari pinjaman ali mampumembuka gerai pertama usaha
miliknya di jakarta. Dengan keterbatasan modal tersebut alimemulai semuanya dengan
mengerjakan semuanya sendri, dengan kegigihannya gerai pertamanya pun mulai
ramai. Dari awalnya hanya mendapat keuntungan puluhan ribu rupiah per hari,
kemudian berkembang ratusan ribu per hari, hingga akhirnya mencapai jutaan perhari
sampai akhirnya usaha yang di milikinya berkembang dan telah memiliki 6 cabang
alitetaplah seorang yang rendah hati.
4. Pada kasus ini, bagaimana Sang Founder mengembangkan empati dan 25
memanusiakan karyawan? Berikan analisa Anda
Jwb:Pemimpin yang baik adalah yang berhasil memanusiakan karyawan. Ibarat sedang
mendidik seorang anak, bisnis ataupun karyawannya harus diberi yang terbaik. Intinya,
seorang pemimpin harus bisa menuntun sebelum menuntut. “Saya harus memberi
contoh sebelummenyuruh. Ketika menyuruh karyawan melakukan sesuatu, saya juga
harus memahami tugasyang didelegasikan tersebut,” katanya.Menjadi seorang
pemimpin perusahaan di usia muda memang jauh lebih menantang. Namun,yang pasti,
masalah kesejahteraan karyawan itu nomor satu, dari hal terkecil misalnya jamkerja,
juga kebahagiaan mereka. “Ketika kami berhasil menyentuh area tersebut, presentase
berhasil akan lebih besar ketimbang hanya memperhatikan berjalannya bisnis tapi
miskin perhatian di SDM,” ia menandaskan.Ali bersyukur lahir dari keluarga yang
serba terbatas sehingga terbiasa bekerja keras. “Waktukecil ayah saya pengepul
rongsokan, saya sering diajak ke tempat pengepul barang itu,”katanya
mengenang.Sejak kecil sudah melihat kerasnya kehidupan, ia pun punya
kecenderungan mencari uangsendiri. “Saya pernah jualan kresek di pasar untuk bisa
mendapatkan uang tambahan, karenawaktu itu keadaan ekonomi sangat sulit sekali,”
ungkapnya.Belajar dari pengalaman dan kepahitan masa lalu itulah, kini ia mengaku
sangat hati-hatidalam mengelola usaha, terutama terkait uang. Misalnya, untuk
membuka cabang, iamengandalkancash flow, tidak meminjam bank ataupun pemodal
lain.

Anda mungkin juga menyukai