Anda di halaman 1dari 5

Nama : Hizkia Lianata

NIM : 044785051

Prodi : Manajemen

1. Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan undang-undang, yakni Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Sementara
itu yang dimaksudkan dengan daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu yang berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan negara kesatuan republik Indonesia. Secara umum, faktor-faktor
yang akan menentukan dan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia, antara lain yaitu :
a. Faktor manusia sebagai subjek penggerak (faktor dinamis) dalam
penyelenggaraan otonomi daerah.
b. Faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi terselenggaranya
aktivitas pemerintahan daerah.
c. Faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi terselenggaranya
aktivitas pemerintahan daerah.
d. Faktor organisasi dan manajemen yang merupakan sarana untuk melakukan
penyelenggaraan pemerintahan daerah secara baik, efisien, dan efektif.
Salah satu ciri dari daerah otonom terletak pada kemampuan self supporting-nya dalam
bidang keuangan, termasuk di dalamnya adalah kemampuan daerah dalam menggali
sumber-sumber keuangan dengan baik dan menggunakannya secara tepat dan benar.
Daerah harus mempunyai sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai
penyelenggaran otonominya. Salah satu indikator penting dari kewenangan keuangan
adalah besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi kewenangan keuangan
yang dimiliki daerah, semakin tinggi peranan PAD dalam struktur keuangan daerah, dan
begitu pula sebaliknya. Tetapi mengharapkan PAD sebagai sumber utama sehingga
peranannya mencapai katakanlah 90 % tidaklah mungkin. Hal ini menyebabkan daerah
sangat tergantung kepada pusat sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan
potensi yang mereka miliki menjadi sangat terbatas.Persentase Laju pertumbuhan PDRB
selalu meningkat setiap tahunnya. Besarnya laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai
ditentukan oleh kemampuan investasi yang dapat dilakukan, baik investasi secara agregat
maupun investasi pada masing-masing sektor ekonomi. Investasi juga merupakan salah
satu komponen utama dalam meningkatkan kemampuan ekonomi daerah. Kemampuan
ekonomi daerah yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) akan
mempengaruhi penerimaan pemerintah daerah dan pada gilirannya akan mempengaruhi
kemampuan keuangan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Investasi yang
dilakukan itu akan memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan regional. Investasi
secara agregat dapat dilakukan oleh pemerintah dan swasta, besarnya kebutuhan investasi
ini tergantung pula pada sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang dapat
disediakan baik yang berasal dari sektor pemerintah maupun non pemerintah dalam
pembiayaan daerah.
2. Sejak diberlakukannya paket UU mengenai Otonomi Daerah, banyak orang sering
membicarakan aspek positifnya. Memang tidak disangkal lagi, bahwa otonomi daerah
membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri
sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang
sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak
begitu penting atau pinggiran. Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus
dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari
pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan
kewenangan tersebut tampaknya banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah
keadaan yang tidak menguntungkan tersebut. Akan tetapi apakah di tengah-tengah
optimisme itu tidak terbersit kekhawatiran bahwa otonomi daerah juga akan
menimbulkan beberapa persoalan yang jika tidak segera dicari pemecahannya, akan
menyulitkan upaya daerah untuk memajukan rakyatnya? Jika jawabannya tidak, tentu
akan sangat naif. Mengapa? Karena, tanpa disadari, beberapa dampak yang tidak
menguntungkan bagi pelaksanaan otonomi daerah telah terjadi. Ada beberapa
permasalahan yang dikhawatirkan bila dibiarkan berkepanjangan akan berdampak sangat
buruk pada susunan ketatanegaraan Indonesia. Adanya Eksploitasi Pendapatan Daerah
adalah salah satu konsekuensi otonomi adalah kewenangan daerah yang lebih besar
dalam pengelolaan keuangannya, mulai dari proses pengumpulan pendapatan sampai
pada alokasi pemanfaatan pendapatan daerah tersebut. Dalam kewenangan semacam ini
sebenarnya sudah muncul inherent risk, risiko bawaan, bahwa daerah akan melakukan
upaya maksimalisasi, bukan optimalisasi, perolehan pendapatan daerah. Upaya ini
didorong oleh kenyataan bahwa daerah harus mempunyai dana yang cukup untuk
melakukan kegiatan, baik itu rutin maupun pembangunan. Dengan skenario semacam ini,
banyak daerah akan terjebak dalam pola tradisional dalam pemerolehan pendapatan
daerah, yaitu mengintensifkan pemungutan pajak dan retribusi. Bagi pemerintah daerah,
pola ini tentu akan sangat gampang diterapkan karena kekuatan koersif yang dimiliki oleh
institusi pemerintahan; sebuah kekuatan yang tidak applicable dalam negara demokratis
modern. Pola peninggalan kolonial ini menjadi sebuah pilihan utama karena
ketidakmampuan pemerintah dalam mengembangkan sifat wirausaha (entrepreneurship).
Bila dikaji secara matang, intensifikasi perolehan pendapatan yang cenderung eksploitatif
semacam itu justru akan banyak mendatangkan persoalan baru dalam jangka panjang,
dari pada manfaat ekonomis jangka pendek bagi daerah. Persoalan pertama adalah
beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat. Meskipun satu item pajak atau
retribusi yang dipungut dari rakyat. hanya berkisar seratus rupiah, akan tetapi jika
dihitung secara agregat jumlah uang yang harus dikeluarkan rakyat perbulan tidaklah
kecil, terutama jika pembayar pajak atau retribusi adalah orang yang tidak mempunyai
penghasilan memadai. Persoalan kedua terletak pada adanya kontradiksi dengan upaya
pemerintah daerah dalam menggerakkan perekonomian di daerah. Bukankah secara
empiris tidak terbantahkan lagi bahwa banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya
ekonomi yang ujung-ujungnya hanya akan merugikan perkembangan ekonomi daerah
setempat.
3. Pada intinya, masalah-masalah tersebut seterusnya akan menjadi persoalan tersendiri,
terlepas dari keberhasilan implementasi otonomi daerah. Pilihan kebijakan yang tidak
populer melalui intensifikasi pajak dan perilaku koruptif pejabat daerah sebenarnya sudah
ada sejak lama dan akan terus berlangsung. Jika kini keduanya baru muncul dipermukaan
sekarang, tidak lain karena momentum otonomi daerah memang memungkinkan untuk
itu. Untuk menyiasati beratnya beban anggaran, pemerintah daerah semestinya bisa
menempuh jalan alternatif, selain intensifikasi pungutan yang cenderung membebani
rakyat dan menjadi disinsentif bagi perekonomian daerah, yaitu efisiensi anggaran, dan
revitalisasi perusahaan daerah. Solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan
pelaksanaan otonomi daerah yaitu:
● Pengadaan sosialisasi bagi masyarakat daerah mengenai pelaksanaan otonomi
daerah yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah
● Peningkatan kualitas SDM
● Mengurangi sistem desentralisasi pemerintah pusat
● Pemerataan kebijakan dan pengelolaan potensi SDA maupun SDM ke seluruh
daerah di Indonesia
● Pemfokusan ekonomi pada pusat pemerintahan
● Meningkatkan pelayanan masyarakat baik dilakukan oleh pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat
● Pemerataan ekonomi dan pelayanan bagi seluruh daerah di Indonesia
● Memberikan kebijakan sebebasnya oleh pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dalam mengelola dan melaksanakan otonomi daerah.
● Mengurangi ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat
4. Good governance adalah tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai
yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi masalah publik untuk
mewujudkan nilai-nilai tersebut ke dalam tindakan kehidupan keseharian. Pada dasarnya,
penyelenggaraan good governance sangat tergantung pada pemerintah, sektor swasta, dan
masyarakat. Sebab ketiga komponen tersebut merupakan sebuah sistem yang saling
bergantung satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan. Ketiga komponen tersebut harus
selalu menjaga kesinergian sehingga konsep good governance bisa diselenggarakan. Hal
ini berkaitan erat dengan reformasi pemerintahan yang sedang berlangsung, khususnya
dalam upaya pencegahan Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Tak hanya itu, good
governance menuntut pada profesionalitas serta kemampuan aparatur dalam pelayanan
publik. Terwujudnya good governance melibatkan seluruh pihak pelaku utama
governance, yaitu negara, bisnis dan masyarakat. Semua pihak harus memiliki
pengetahuan, kesadaran dan kemauan bersama untuk mewujudkan akuntabilitas dan
transparansi agar negara mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur. Dikatakan tata
kelola dan akuntabilitas sektor publik-mencari bentuk pertanggungjawaban publik di
Pemerintahan Daerah. Akuntabilitas dan transparansi adalah esensi dari praktik tata
kelola organisasi publik yang baik atau Good Public Governance. Desentralisasi fiskal
negara memberi keleluasaan daerah dalam mengelola keuangan secara mandiri dan sesuai
aturan perundangan yang berlaku. Mahasiswa merupakan agen perubahan di masyarakat.
Menuju agen perubahan yang efektif mahasiswa haruslah membumi dengan memahami
problematika di daerahnya. Di antaranya melakukan perubahan dengan mengkonstruksi
pikiran positif dalam rangka good governance serta melakukan partisipasi publik sebagai
bagian pilar kampus merdeka.

Anda mungkin juga menyukai