Anda di halaman 1dari 5

PPKN TUGAS 3

1. Salah satu tujuan dari diberlakukannya kebijakan otonomi daerah adalah untuk
meningkatkan sumber daya daerah. Hal ini dilakukan dengan didasarkan pada pertimbangan
bahwa pengelolaan keuangan yang terpusat atau sentralisasi menyebabkan ketidakbebasan
daerah di dalam mengelola sumbersumber pendapatan daerah, misalnya dari sektor pariwisata
atau pertambangan. Persoalannya tujuan otonomi daerah ini tidak selamanya mudah untuk
dicapai. Sering dijumpai, daerah justru mengalami kesulitan di dalam mengelola sumber daya
daerah karena pemerintah pusat tidak lagi banyak membantu di dalam pengelolaan sumber
daya daerah. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jelaskan setidaknya dua faktor yang menjadi
penyebab mengapa peningkatan sumber daya sebagai tujuan otonomi daerah ini justru tidak
tercapai?
Jawaban :
Faktor yang menjadi penyebab peningkatan sumber daya sebagai tujuan otonomi daerah tidak
tercapai karena :
a. Adanya eksploitasi pendapatan daerah
Salah satu konsekuensi otonomi adalah kewenangan daerah yang lebih besar dalam
pengelolaan keuangannya, mulai dari proses pengumpulan pendapatan sampai pada alokasi
pemanfaatan pendapatan daerah tersebut. Dalam kewenangan semacam ini sebenarnya sudah
muncul inherent risk, risiko bawaan, bahwa daerah akan melakukan upaya maksimalisasi,
bukan optimalisasi, perolehan pendapatan daerah. Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa
daerah harus mempunyai dana yang cukup untuk melakukan kegiatan, baik itu rutin maupun
pembangunan.
b. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
Desentralisasi adalah sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang
menyangkut pola hubungan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. Desentralisasi
diperlukan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.
Sebagai wahana pendidikan politik di daerah. Untuk memelihara keutuhan negara kesatuan
atau integrasi nasional. Untuk mewujudkan dinamika demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang dimulai dari daerah. Untuk memberikan peluang kepada masyarakat untuk
membentuk karir dalam bidang politik dan pemerintahan. Sebagai sarana bagi percepatan
pembangunan di daerah. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Oleh
karena itu pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi haruslah mantap.
c. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai
Parlemen di daerah tumbuh menjadi sebuah kekuatan politik riil yang baru.
Desentralisasi telah menggelembungkan semangat yang tak terkendali di kalangan sebagian elit
di daerah sehingga memunculkan sentimen kedaerahan yang amat kuat. Istilah “putra daerah”
mengemuka di mana-mana mewakili sentimen kedaerahan yang terwujud melalui semacam
keharusan bahwa kursi puncak pemerintahan di daerah haruslah diduduki oleh tokoh-tokoh asli
dari daerah bersangkutan.
d. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan
otonomi daerah.
Pentingnya posisi manusia pelaksana ini karena manusia merupakan unsur dinamis
dalam organisasi yang bertindak/berfungsi sebagai subjek penggerak roda organisasi
pemerintahan. Oleh sebab itu kualitas mentalitas dan kapasitas manusia yang kurang memadai
dengan sendirinya melahirkan implikasi yang kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan
otonomi daerah.
e. Korupsi di daerah.
Fenomena lain yang sejak lama menjadi kekhawatiran banyak kalangan berkaitan
dengan implementasi otonomi daerah adalah bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah.
Sinyalemen ini menjadi semakin beralasan ketika terbukti bahwa banyak pejabat publik yang
masih mempunyai kebiasaan menghamburhamburkan uang rakyat untuk piknik ke luar negeri
dengan alasan studi banding. Sumber praktik korupsi lain yang masih berlangsung terjadi pada
proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah (procurement). Seringkali terjadi harga
sebuah item barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga pasar. Kolusi antara bagian
pengadaan dan rekanan sudah menjadi hal yang jamak.
f. Adanya potensi munculnya konflik antar daerah
Ada gejala cukup kuat dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu konflik horizontal yang
terjadi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota, sebagai akibat dari
penekanan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang menekankan bahwa tidak ada
hubungan hierarkhis antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota,sehingga
pemerintah kabupaten /kota menganggap kedudukannya sama dan tidak taat kepada
pemerintah provinsi.

2. Kebijakan Otonomi Daerah secara garis besar bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan sumber
daya yang dimiliki oleh daerah agar dapat bersaing dengan daerah otonom lainnya. Maju dan
tidaknya pemerintahan di daerah oleh karenanya sangat ditentukan oleh kemampuan
pemerintah daerah di dalam mengelola sumber daya manusia dan sumber daya alam yang
mereka miliki. Ada maupun tidaknya sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah, harus diakui
bahwa faktor kualitas sumber daya manusia sangatlah menentukan keberhasilan daerah di
dalam mengelola berbagai potensinya. Contoh nyata dari hal ini adalah keberhasilan negara
Singapura yang dari segi sumber daya alam tidak sekaya Indonesia, namun bisa melejit menjadi
negara yang jauh lebih maju dari Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia, memiliki potensi
alamiah yang luar biasa besar, baik dari segi sektor pertambangan maupun dari sektor
pariwisata. Potensi alam ini namun demikian belum diolah secara optimal karena kualitas
sumber daya manusia yang masih rendah. Berdasarkan ilustrasi tersebut, sebutkan dua solusi
yang dapat Anda berikan agar rendahnya kualitas sumber daya manusia yang menjadi faktor
penghambat kebijakan otonomi daerah ini dapat diatasi!
Jawaban :
Solusi agar kualitas sumber daya manusia dapat meningkat dalam otonomi daerah adalah :
a. Melakukan kapital intelektual (intelectual kapital)
Kapital intelektual mengacu kepada pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh
suatu kolektivitas social, seperti sebuah organisasi, komunitas intelektual, atau praktik
professional. Pengetahuan yang dimaksud selanjutnya dikelompokkan ke dalam dua jenis
pengetahuan, yaitu: tacit dan explicit. Tacit knowledge merupakan pengetahuan tersembunyi
yang tidak dapat/sulit untuk diajarkan kepada orang lain, seperti: ilmu mistik. Sedangkan
Explicit knowledge merupakan pengetahuan yang tampak dan lebih bersifat formal serta
mudah ditransfer ke orang lain, seperti: ilmu pengetahuan yang dipelajari di bangku formal oleh
murid/mahasiswa.
Contohnya melalui pendidikan formal, seperti menyekolahkan para pegawai ke
beberapa perguruan tinggi, program peningkatan kapital intelektual juga dilakukan melalui
pendidikan informal, seperti In house Training yang dilakukan oleh Biro Kepegawaian dan
program diklat yang meliputi diklat struktural, fungsional, dan teknis.
b. Membangun kapital sosial (social capital)
Intelektual kapital baru akan tumbuh bila masing-masing orang berbagi wawasan. Untuk
dapat berbagi wawasan orang harus membangun jaringan hubungan sosial dengan orang
lainnya. Kemampuan membangun jaringan sosial inilah yang disebut dengan kapital social.
Semakin luas pergaulan seseorang dan semakin luas jaringan hubungan sosial (social
networking) semakin tinggi nilai seseorang.
Contoh meningkatkan kapital sosial adalah mengembangkan jaringan sosial
(socialnetworking) baik dengan sesama aparatur di dalam lingkungan organisasi, maupun
dengan pihak stakeholder, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan organisasi
kemasyarakatan.

3. Kebijakan Otonomi Daerah dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi pemusatan dalam
kekuasaan pemerintahan pada tingkat pusat sehingga jalannya pemerintahan dan
pembangunan berjalan lancar. Selain itu kebijakan ini jga bertujuan agar pemerintah tidak
hanya dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi daerah pun dapat diberi hak untuk mengurus
sendiri kebutuhannya. Pada prakteknya idealisme dari praktek otonomi daerah ini belum
sepenuhnya dapat diwujudkan, salah satunya karena adanya hambatan berupa rendahnya
tingkat partisipasi politik di tingkat daerah. Akibatnya, kekuasaan di daerah justru terpusat pada
golongan tertentu di daerah, dan terjebak pada sistem politik yang bersifat oligarkhis. Sebutan
lainnya adalah melahirkan “politik keluarga” atau “politik dinasti”. Politik keluarga ini memang
tidak sepenuhnya salah, namun apabila kenyataan tersebut disebabkan oleh rendahnya
partisipasi masyarakat daerah dalam bidang politik, maka sudah semestinya masalah ini harus
diatasi demi kelangsungan demokrasi. Sebagai mahasiswa, kemukakan pendapat Anda, strategi
apa yang dapat dilakukan agar rendahnya partisipasi politik masyarakat daerah sebagai salah
satu faktor penghambat otonomi daerah tersebut dapat diatasi?
Jawaban :
Solusi yang dapat dilakukan agar politik masyarakat daerah tidak menghambat otonomi daerah
yaitu :
a. Melakukan pembatasan anggaran kampanye karena menurut penelitian korupsi yang
dilakukan kepala daerah akibat pemilihan umum berbiaya tinggi membuat kepala daerah
melakukan korupsi.
b. Melarang anggota keluarga kepala daerah untuk maju dalam pemilihan daerah untuk
mencegah pembentukan dinasti politik.
c. Melaksanakan Good Governence dengan memangkas birokrasi (reformasi birokrasi),
mengadakan pelayanan satu pintu untuk masyarakat. Melakukan efisiensi anggaran.

4. Salah satu persoalan yang mengiringi penyelenggaraan kebijakan Otonomi Daerah adalah
maraknya praktek kolusi di dalam pemerintahan. Seiring dengan meningkatnya kewenangan
pemerintah daerah di dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan, praktek-praktek
kolusi di dalam rekrutmen tenaga kerja atau masalah perizinan menjadi bahaya yang
mengancam keberlangsungan otonomi daerah. Dalam kehidupan sehari-hari praktek kolusi ini
seakan menjadi rahasia umum, sehingga muncullah adagium bahwa selain prestasi, ada hal lain
yang menentukan kesuksesan seseorang yaitu koneksi. Rekrutmen PNS, lelang tender,
perizinan, adalah contoh tiga hal yang rawan dijangkiti oleh praktek kolusi di tingkat
pemerintahan daerah. Maraknya praktek kolusi, merupakan bukti pelanggaran atas prinsip-
prinsip di dalam good governance. Prinsip good governance apa sajakah yang dilanggar di
dalam kasus terjadinya praktek kolusi tersebut? Jelaskan jawaban Anda dengan argumentasi
yang memadai.
Jawaban :
Prakter good governance yang dilanggar dalam kasus praktek kolusi adalah :
a. Prinsip akuntabilitas
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pihak yang diberi mandate untuk
memerintah kepada mereka yang memberi mandate itu. Akuntabilitas bermakna
pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada
berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukan kekuasaan sekaligus
menciptakan kondisi saling mengawasi (check and balances system). Tetapi yang terjadi adalah
penyimpangan dalam penggunaan kekuasaannya sehingga terjadilah kolusi seperti lelang
tender maupun perizinan daerah yang tidak seharusrusnya terjadi.
b. Prinsip transparansi
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang
untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang
kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Tetapi prinsip
ini sering dilanggar contohnya seperti rekrutmen PNS.
c. Prinsip partisipatif
Partisipas adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Keterlibatan dalam
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung.
Contohnya dalam pelaksanaan pemilihan umum. Tidak sedikit masyarakat yang menerima upah
agar mau memberikan suara dalam pemilihan umum (money politic).

Anda mungkin juga menyukai