Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : Syamsu Wardin

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 048728582

Kode/Nama Mata Kuliah : MKWU4109/ PKN

Kode/Nama UPBJJ : 17-Jambi

Masa Ujian : 2023/2024 Ganjil (2023.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA
MKWU4109-4

NASKAH TUGAS MATA KULIAH


UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2023/2024 Ganjil (2023.2)

Fakultas : FKIP/Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Kode/Nama MK : MKWU4109/Pendidikan Kewarganegaraan
Tugas :3

No. Soal
1. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya diukur dengan kemampuan pemerintah membagi
beberapa wilayah luas menjadi beberapa wilayah kecil (pemekaran). Oleh sebab itu, perlu ditunjang oleh
berbagai faktor agar dalam implementasi otonomi daerah berjalan sebagaimana mestinya.

Soal:
Berdasarkan penyataan di atas, Anda tentukanlah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi
otonomi daerah tersebut!

2. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia masih mengalami berbagai hambatan dari berbagai aspek.

Soal:
Dari pernyataan di atas, klasifikasikanlah berbagai penyebab munculnya hambatan dalam pelaksanaan
otonomi daerah tersebut!

3. Otonomi daerah di Indonesia belum dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut karena terdapat
faktor utama seperti pemimpin, partisipasi masyarakat, dan pegawai daerah yang belum mampu
menjalankan otonomi daerah tersebut secara otonom.

Soal:
Berdasarkan pernyataan di atas, kemukakanlah berbagai solusi untuk menyelesaikan masalah faktor
utama tersebut!

4. Good governance sebenarnya merupakan prinsip yang mengetengahkan keseimbangan antara


masyarakat (society) dengan negara (state) serta negara dengan pribadi-pribadi (personal). Dalam
hubungannya dengan dunia hukum, terdapat beberapa unsur good governance yang perlu diperhatikan.

Soal:
Dari pernyataan di atas, Anda klasifikasikanlah unsur good governance dalam dunia hukum tersebut!

1 dari 1
No Jawaban
1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Otonomi Daerah:

1. Sumber Daya Manusia (SDM):


Kualifikasi dan Kapasitas: Keberhasilan otonomi daerah tergantung pada kualifikasi dan
kapasitas aparatur pemerintah daerah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan.
2. Kemandirian Keuangan Daerah:
Otonomi Fiskal: Tingkat otonomi fiskal daerah mempengaruhi kemampuan mereka dalam
mengelola dan membiayai kebijakan-kebijakan yang diberlakukan.
3. Partisipasi Masyarakat:
Keterlibatan Aktif: Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan dan
pelaksanaan kebijakan otonom memperkuat legitimasi dan akuntabilitas pemerintah daerah.
4. Keterbukaan dan Transparansi:
Akses Informasi: Tingkat keterbukaan dan transparansi pemerintah daerah dalam menyediakan
informasi kepada masyarakat memengaruhi tingkat kepercayaan dan keterlibatan masyarakat.
5. Pola Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah:
Kerjasama: Hubungan yang harmonis dan saling mendukung antara pemerintah pusat dan
daerah mendukung implementasi otonomi daerah.
6. Keberlanjutan Program Pembangunan:
Perencanaan dan Evaluasi: Perencanaan pembangunan yang baik dan evaluasi program-
program pembangunan daerah mendukung keberlanjutan pembangunan.
7. Infrastruktur dan Aksesibilitas:
Kemampuan Infrastruktur: Ketersediaan infrastruktur yang memadai dan aksesibilitas yang
baik mendukung pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik
2 Berbagai penyebab hambatan dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa aspek. Berikut adalah beberapa penyebab yang mungkin
muncul:
1. Aspek Keuangan
a. Keterbatasan Anggaran: Otonomi daerah sering kali dihadapkan pada keterbatasan
sumber daya keuangan yang dimiliki oleh daerah, sehingga mereka sulit untuk
melaksanakan program-program otonominya.
b. Ketergantungan pada Dana Pusat: Beberapa daerah masih sangat bergantung pada dana
yang diberikan oleh pemerintah pusat, sehingga kebijakan daerah dapat terpengaruh oleh
perubahan kebijakan nasional.
2. Aspek Sumber Daya Manusia
a. Kurangnya Keterampilan dan Kapasitas: Banyak daerah menghadapi kesulitan dalam
mengelola otonominya karena kurangnya keterampilan dan kapasitas aparatur
pemerintahan daerah.
b. Rotasi Pejabat: Rotasi pejabat yang sering dapat menghambat kelancaran implementasi
kebijakan karena butuh waktu bagi pejabat baru untuk memahami dinamika daerah.
3. Aspek Politik
a. Ketidakstabilan Politik Lokal: Ketidakstabilan politik di tingkat daerah dapat menjadi
hambatan serius, mengingat perubahan kebijakan yang terlalu cepat dapat mempengaruhi
konsistensi implementasi otonomi daerah.
b. Ketidaksesuaian Visi dan Misi: Perbedaan visi dan misi antara kepala daerah dan
legislator lokal dapat menghambat proses pengambilan keputusan dan implementasi
program.
4. Aspek Sosial dan Budaya
a. Keragaman Sosial dan Budaya: Indonesia memiliki keragaman sosial dan budaya yang
tinggi, yang dapat menyulitkan implementasi kebijakan yang bersifat universal di seluruh
daerah.
b. Partisipasi Masyarakat: Kurangnya partisipasi dan pemahaman masyarakat terkait dengan
otonomi daerah dapat menghambat keberlanjutan dan penerimaan kebijakan tersebut.
5. Aspek Hukum
a. Ketidakjelasan Peraturan: Beberapa peraturan terkait otonomi daerah mungkin masih
tidak cukup jelas atau ambigu, sehingga menghambat interpretasi yang konsisten di
tingkat daerah..
b. Konflik Kewenangan: Terdapat potensi konflik kewenangan antara pemerintah pusat dan
daerah, atau antarlembaga di tingkat daerah yang dapat menghambat pelaksanaan
otonomi.
3 Berikut beberapa solusi yang dapat diusulkan untuk mengatasi masalah tersebut:

1. Peningkatan Kualitas Pemimpin Daerah


Peningkatan seleksi dan pelatihan calon kepala daerah untuk memastikan mereka memiliki
kualifikasi, kompetensi, dan integritas yang dibutuhkan. Mendorong transparansi dan
akuntabilitas dalam kepemimpinan daerah agar masyarakat dapat mengawasi kinerja
pemimpin mereka. Mendorong partisipasi publik dalam pemilihan kepala daerah untuk
memastikan representativitas dan dukungan masyarakat.

2. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat


Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman mereka
tentang pentingnya partisipasi dalam proses demokratis. Membentuk forum dialog antara
pemerintah daerah dan masyarakat untuk meningkatkan komunikasi dan keterlibatan aktif.
Mendorong penerapan teknologi informasi untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan.

3. Peningkatan Kapasitas Pegawai Daerah


Memberikan pelatihan dan pengembangan yang terus-menerus untuk meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan pegawai daerah dalam mengelola otonomi daerah. Mendorong
penerapan sistem reward dan punishment untuk mendorong kinerja yang baik dan mengurangi
praktik korupsi. Membuat mekanisme pengawasan internal dan eksternal untuk memastikan
integritas dan akuntabilitas pegawai daerah.

4. Penguatan Sistem Hukum dan Pengawasan


Menguatkan lembaga-lembaga pengawasan dan penegakan hukum yang bertugas mengawasi
pelaksanaan otonomi daerah. Menyusun peraturan yang jelas dan tegas terkait dengan
pelaksanaan otonomi daerah untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Mendorong
transparansi dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan pemerintah daerah.
5. Pengembangan Sumber Daya Manusia Lokal
Mengembangkan sumber daya manusia lokal melalui program pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan kualifikasi dan kapasitas tenaga kerja lokal. Mendorong kolaborasi antara
pemerintah daerah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan untuk menciptakan lapangan kerja
lokal. Mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal untuk mengurangi ketergantungan
pada anggaran pemerintah daerah.
4 Berdasarkan pernyataan di atas, unsur-unsur good governance dalam hubungannya dengan
dunia hukum dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Keseimbangan antara Masyarakat dan Negara


Rule of Law (Ketertiban Hukum): Good governance menekankan perlunya penerapan hukum
yang adil dan setiap individu, termasuk negara, harus tunduk pada hukum.

2. Keseimbangan antara Negara dan Pribadi-Pribadi


Perlindungan Hak Asasi Manusia: Good governance mencakup perlindungan hak asasi
manusia, yang menciptakan keseimbangan antara kekuasaan negara dan hak-hak individu.

3. Partisipasi Masyarakat
Transparansi dan Akuntabilitas: Good governance menuntut transparansi dalam proses
pengambilan keputusan dan akuntabilitas dari pihak-pihak yang bertanggung jawab atas
keputusan tersebut. Ini memastikan partisipasi masyarakat dan mencegah penyalahgunaan
kekuasaan.

4. Pemerintahan yang Baik (Good Government)


Efisiensi dan Efektivitas: Good governance melibatkan pemerintahan yang efisien dan efektif
untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan dengan cara yang paling baik dan efisien.

5. Prinsip Kesetaraan dan Keadilan


Keadilan: Good governance menekankan prinsip kesetaraan dan keadilan dalam sistem hukum,
memastikan bahwa hukum diterapkan secara adil tanpa memandang status atau kekuatan
politik.

Anda mungkin juga menyukai