Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengukur sejauh
mana tingkat kemandirian dan efektifitas PAD di Kota Padang Panjang dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah. Data penelitian adalah deskriptif kuantitatif yaitu
dengan menganalisis perhitungan-perhitungan rasio kemandirian dan efektifitas
PAD. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan dokumentasi yaitu dengan mengambil data Laporan Keuangan
Pemda Kota Padang Panjang pada laman website BPK RI Perwakilan Sumatera
Barat (Padang.bpk@go.id). Hasil dari analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa
tingkat rasio kemandirian Pemda Kota Padang Panjang masih berada pada kategori
rendah sekali/instruktif dengan rata-rata rasio 15,89%. Rasio kemandirian yang
tertinggi terjadi pada tahun 2017 yaitu berada pada rasio 17,69%, walaupun ini tetap
masih dikategori rendah sekali. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat
kemandirian Pemda Kota Padang Panjang dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan hasil
dari analisis rasio efektifitas PAD sudah berada pada kategori sangat efektif yaitu
rata-rata rasio 110,60%. Semakin tinggi rasio efektifitas, maka semakin bagus kinerja
pemerintah daerah. Hal ini sudah ditunjukkan oleh Pemda Kota Padang Panjang dari
tahun 2014-2017.
Kata Kunci : Rasio Kemandirian, Rasio Efektifitas PAD, Kinerja Keuangan Daerah
Abstract : The purpose of this study is to analyze and measure the extent of
independence and effectiveness of PAD in Padang Panjang City in the context of the
implementation of regional autonomy. The research data is quantitative descriptive,
namely by analyzing the calculations of the ratio of independence and effectiveness
of PAD. The type of data used is secondary data. The technique of data collection is
done by documentation, namely by taking the data of the Padang Panjang City
Government Financial Report on the BPK RI West Sumatra Representative website
page (Padang.bpk@go.id). The results of the analysis showed that the level of
independence of the Padang Panjang City Government was still in the very low /
instructive category with an average ratio of 15.89%. The highest independence ratio
occurred in 2017, which is in the ratio of 17.69%, although this is still in the very
low category. This shows that the low level of independence of the Padang Panjang
City Government in self-financing government activities, development, and services
to the community. While the results of the analysis of the PAD effectiveness ratio are
already in the very effective category which is an average ratio of 110.60%. The
higher the effectiveness ratio, the better the performance of local government. This
has been demonstrated by the Padang Panjang City Government from 2014-2017.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
1) Bagaimana kinerja keuangan pemda Kota Padang Panjang yang diukur
melalui rasio kemandirian pada tahun anggaran 2014-2017 ?
2) Bagaimana kinerja keuangan pemda Kota Padang Panjang yang diukur
melalui rasio efektifitas PAD pada tahun anggaran 2014-2017 ?
3. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1) Kinerja keuangan pemda Kota Padang Panjang dengan analisis rasio
kemandirian pada tahun anggaran 2014-2017
2) Kinerja keuangan pemda Kota Padang Panjang dengan analisis rasio
Efektifitas PAD pada tahun anggaran 2014-2017
B. KAJIAN TEORITIS
1. Otonomi Daerah
Proses peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi
disebut pemerintah daerah dengan otonomi. Otonomi adalah penyerahan
urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional
dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah
mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini adalah antara
lain menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan
meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan (Widjaja,
2004:22).
Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(Widjaja, 2004:76).
2. Keuangan Daerah
Menurut Yani (2009:347), keuangan daerah merupakan semua hak dan
kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Ruang lingkup keuangan daerah meliputi :
a. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman.
a. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan
membayar tagihan pihak ketiga;
b. Penerimaan daerah.
c. Pengeluaran daerah.
d. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
daerah.
e. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam
rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan
umum.
Struktur APBD terdiri atas tiga komponen utama,yaitu:
a. Pendapatan
Dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana
perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah.
b. Belanja
Dibagi ke dalam empat bagian, yaitu belanja aparatur daerah, belanja
pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja
tidak terduga. Belanja aparatur dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kategori, yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan
pemeliharaan, dan belanja modal / pembangunan. Belanja pelayanan
publik dikelompokkan menjadi tiga, yaitu belanja administrasi umum,
belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal.
c. Pembiayaan
Pos pembiayaan merupakan alokasi surplus atau sumber penutupan defisit
anggaran. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber
pembiayaan, yaitu sumber penerimaan dan pengeluaran daerah.
Menurut pasal 55 UU. No. 5 / Tahun 1974, sumber pendapatan
pemerintah daerah terdiri dari tiga komponen besar yaitu :
1) Pendapatan asli daerah yang meliputi:
a. Pajak daerah
b. Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan
Umum (BLU) Daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
2) Pendapatan yang berasal dari pusat meliputi:
a. Sumbangan dari pemerintah
b. Sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundang-
undangan
3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan
APBN yang dialokasikan pada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi Undang-undang No.32 tahun 2004
menetapkan perubahan terhadap aliran dana dari pusat ke daerah. Dalam
Undang-undang tersebut, komponen perimbangan tidak mengalami
perubahan, tetapi terjadi perubahan proporsi aliran dana dari pusat dan
daerah dalam undang-undang tersebut komponen perimbangan tidak
mengalami perubahan, tetapi terjadi proporsi aliran dana.
Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah adalah pinjaman bersumber dari : Pemerintah,
Pemerintah daerah, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank,
dan masyarakat.
PAD
RASIO KEMANDIRIAN = X 100 %
PENDAPATAN TRANSFER + PINJAMAN
Tabel 1
Pola Hubungan, Rasio Kemandirian, dan Kemampuan Keuangan Daerah
Tabel. 2
Kriteria Efektifitas Keuangan Pemerintah Daerah
4. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Liantino (2018) mengenai kinerja keuangan
BPPKAD Kota Surakarta tahun 2012-2016 dilihat dari 5 rasio keuangan
daerah yaitu rasio kemandirian daerah, rasio efektifitas PAD, rasio efisiensi
keuangan daerah, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan. Penelitian ini
dilakukan di kantor Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kota Surakarta. Hasil analisis menunjukan bahwa Kinerja Keuangan
BPPKAD Kota Surakarta dilihat dari Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
dianggap tinggi yang termasuk dalam pola delegatif, kemudian Rasio
Efektifitas PAD efektifitas kinerja keuangan Kota Surakarta termasuk dalam
kategori belum efektif sehingga harus mengoptimalkan pengelolaan sumber
daya dan memperluaskan sektor-sektor yang berpotensi menambah
Pendapatan Asli Daerah, kemudian Rasio Efisiensi Keuangan Daerah
didapatkan tidak efisien sehingga pemda Kota Surakarta harus mengurangi
besarnya belanja yang dikeluarkan, kemudian Rasio Aktifitas/Rasio
keserasian dianggap relatif baik, biaya yang dikeluarkan oleh Pemda Kota
Surakarta untuk pembelanjaan modal cukup mampu dalam melakukan
kegiatan kebutuhan pembangunan daerah tersebut, dan Rasio Pertumbuhan
secara keseluruhan mengalami penurunan yang signifikan sehingga membuat
kurang maksimalnya jumlah pendapatan yang diterima Kota Surakarta.
Penelitian yang sama telah dilakukan sebelumnya oleh Dwirandra
(2006). Melakukan penelitian tentang efektivitas dan kemandirian keuangan
daerah Otonom Kabupaten/Kota di Propinsi Bali tahun 2002-2006. Penelitian
ini menggunakan analisis rasio efektivitas dan analisis rasio kemandirian
sebagai alat kabupaten/kota di Bali dalam periode tersebut masuk dalam
kategori keuangan yang cukup efektif. Rasio efektivitas keuangan berkisar
dari 75,01% sampai dengan di atas 100%. Daerah otonom Kabupaten/Kota di
Bali dalam periode dua tahun terakhir masuk dalam kategori kemandirian
keuangan yang sedang (rasio Kemampuan Keuangan Daerah lebih dari 50%
sampai dengan 75%) dan rendah (rasio Kemampuan Keuangan Daerah lebih
dari 25% sampai dengan 50%).
Penelitian yang dilakukan oleh Ruslina (2003) yang berjudul
“Analisis Rasio Keuangan APBD untuk Menilai Kinerja Pemerintah Daerah”
di Pemda Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat perkembangan rasio kemandirian, rasio efektivitas dan rasio efisiensi
pada Keuangan Daerah Kabupaten Maluku Tenggara. Ruslina
mengemukakan bahwa tingkat kemandirian daerah Kabupaten Maluku
Tenggara yang diukur melalui PAD, hanya mencapai rata-rata sebesar 2,93%
untuk setiap tahun anggaran dengan peningkatan tiap tahun sebesar 0,46%.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kemandirian daerah masih sengat jauh dari
yang diharapkan. Pendapatan daerah masyarakat Maluku Tenggara sebagian
besar masih diprioritaskan untuk mencukupi belanja rutin yaitu rata-rata 56%
dari total pendapatan yang diterima. Kondisi ini menunjukkan bahwa jika
menggunakan indikator PAD, maka Kabupaten Maluku Tenggara dalam
rangka melaksanakan otonomi daerah masih belum mampu ditinjau dari
aspek kemampuan keuangan daerahnya sebab masih sangat tergantung
dengan pemerintah pusat. Rasio efektivitas pemungutan PAD Kabupaten
Maluku Tenggara dari tahun anggaran 1998/1999 sampai dengan tahun
anggaran 2002 rata-rata 89,59 dengan peningkatan setiap tahunnya sebesar
7,22%. Dengan demikian pemungutan PAD di Kabupaten Maluku Tenggara
cenderung tidak efektif karena kontribusi yang diberikan terhadap target
yang ingin dicapai kurang dari 100%. Hal ini menunjukkan bahwa
pemungutan PAD Kabupaten Maluku Tenggara dari tahun ke tahun
semakin efisien karena biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD
semakin proporsional dengan realisasi PAD yang didapatkan. Hal ini
menunjukkan kinerja pemerintah daerah yang semakin baik.
Simatupang (2007:88) melakukan penelitian mengenai evaluasi
APBD Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan dengan menggunakan
indikator efektivitas, efisiensi, perkembangan APBD dan kemampuan
keuangan daerah, dengan hasil penelitian bahwa Kabupaten Musi Banyuasin
memiliki peringkat terbaik atas evaluasi APBD yang dilakukan sedangkan
Kabupaten Musi Rawas berada pada peringkat terendah.
Selanjutnya Diana (2008) melakukan penelitian mengenai analisis
kinerja atas laporan keuangan pemerintah propinsi se-Sumatera Bagian
Selatan dengan indikator kemandirian keuangan daerah, efektivitas, efisiensi,
aktivitas dan perkembangan APBD. Teknik analisis yang digunakan adalah
teknik analisis deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk melihat urutan
peringkat evaluasi pelaksanaan laporan keuangan pemda propinsi Se-
Sumbagsel dan untuk melihat elastisitas PAD terhadap pertumbuhan
ekonomi. Hasil analisis menunjukkan bahwa propinsi Sumatera Selatan
menduduki peringkat pertama dalam evaluasi pelaksanaan laporan keuangan
Pemerintah daerah dan hasil analisis elastisitas menunjukkan secara rata-rata
kelima propinsi memiliki nilai elastisitas pendapatan asli daerah yang
inelastis. Selain itu juga digunakan uji beda Kolmogorof Smirnov dengan
hasil bahwa terdapat perbedaan yang nyata atas evaluasi pelaksanaan
Laporan Keuangan pada Propinsi se-Sumatera bagian Selatan.
Suprapto (2006) melakukan penelitian yang berjudul analisis kinerja
keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam masa otonomi daerah
tahun 2000-2004. Peneliti menggunakan rasio kemandirian, efektivitas dan
efisiensi dalam mengukur Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sleman. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemandirian Kabupaten Sleman
sangat rendah dan belum mampu untuk melaksanakan otonomi keuangan
daerah. Pada rasio efektivitas Kabupaten Sleman menunjukkan kinerja
pemerintah daerah yang baik, karena setiap tahunnya target PAD yang ingin
dicapai selalu terealisasikan sesuai dengan yang telah ditargetkan bahkan
untuk setiap tahunnya realisasi PAD yang diterima lebih dari target yang
ditetapkan. Sedangkan PAD Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun semakin
efisien karena biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD semakin
proporsional.
Penelitian yang dilakukan Lubis dan Hafni (2017) mengenai rasio
keuangan untuk mengukur kinerja keuangan pemda Kab. Labuhan Batu tahun
anggaran 2011-2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur
kinerja keuangan Kabupaten Labuhan Batu yang diukur dengan menghitung
rasio independensi, rasio efektivitas , Rasio efisiensi, rasio aktivitas /
harmoni, laju pertumbuhan dan DSCR. Hasil analisis data menunjukkan
adanya kemandirian keuangan daerah Kabupaten Labuhan Batu Tahun
Anggaran 2011-2013 dalam kategori rendah. Efektivitas keuangan daerah
dalam kategori sangat efektif di tahun 2011 - 2012 dan tidak efektif di tahun
2013. Sedangkan efisiensi keuangan daerah berada pada kategori sangat
efisien.
Rasio Kemandirian
Kinerja Keuangan Daerah
Rasio Efektifitas PAD
C. METODE PENELITIAN
1. Jenis Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Data yang digunakan
adalah data sekunder yang diperoleh dari BPK RI Perwakilan Provinsi
Sumatera Barat, berupa Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2014 - 2017
Kota Pdang Panjang.
2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Pemerintah Daerah Kota Padang Panjang dengan
melihat LRA Tahun Anggaran 2014 - 2017, yang dilakukan pada bulan
Oktober 2019.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi. Peneliti
mengambil LRA Pemda Kota Padang Panjang Tahun Anggaran 2014 - 2017
yang diambil dari web BPR RI Perwakilan Provinsi Sumatera Barat yang
kemudian diolah.
4. Metode Pengolahan Data
a. Rasio Kemandirian Daerah
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan,
dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan daerah yang berasal dari sumber
lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman.
Cara pengukurannya adalah sebagai berikut :
PAD
RASIO KEMANDIRIAN = X 100 %
PENDAPATAN TRANSFER + PINJAMAN
PENDAPATAN KEMANDIRIAN
TAHUN PAD PINJAMAN KATEGORI
TRANSFER (%)
Rendah
2014 51.601.386.498,33 378.738.216.086,00 - 13,62 Sekali/Instruktif
Rendah
2015 67.035.654.310,81 381.194.551.009,00 - 17,59 Sekali/Instruktif
Rendah
2016 70.357.124.066,02 479.579.235.757,00 - 14,67 Sekali/Instruktif
Rendah
2017 88.837.033.624,67 502.225.856.055,00 - 17,69 Sekali/Instruktif
Sumber : BPR RI Perwakilan Provinsi Sumbar (Padang.bpk@go.id) (Data diolah)
Tabel. 4
Efektifitas PAD Keuangan Kota Padang Panjang Tahun 2014 - 2017
6. DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Edisi pertama.
Yogyakarta: BPFE,UGM.
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik:Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Diana. 2008. Analisis Kinerja Atas Laporan Keuangan Pemerintah Propinsi Se-
Sumatera Bagian Selatan. Skripsi. Universitas Sriwijaya. Palembang.
Depdagri. 1997. Kepmendagri No.690.900-327/1996, Tentang Pedoman Penilaian
dan Kinerja Keuangan.
Dwirandra, A.A.N.B. 2006. Efektivitas dan Kemandirian Keuangan Daerah Otonom
Kabupaten/Kota di Proponsi Bali Tahun 2002-2006 (Skripsi). Universitas
Udayana Bali.
Fitra, Halkadri. 2019. Modul Manajemen Keuangan Daerah. Padang: Universitas
Negeri Padang.
Halim, Abdul. 2001. Akuntansi Sektor Publik - Akuntansi Keuangan Daerah.
Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul. 2002. Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Pertama.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.
Hirawan, Susijati B. 1990. Keleluasaan Daerah atau Kontrol Pusat ?. Jakarta: FE-
UI.
Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta. Erlangga.
Liantino, Wita. 2018. Analisis Rasio Keuangan Daerah Dalam Menilai Kinerja
Keuangan Pada Kantor Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan
Kekayaan Aset Daerah (BPPKAD) Di Kota Surakarta. Skripsi. Jurusan
Manajemen, FE, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Lubis, Putri Kemala Dewi dan Nurlia Hafni. 2007. Analisis Rasio Keuangan Untuk
Mengukur Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhan Batu
tahun Anggaran 2011-2013. Skripsi. Jurusan Ekonomi, FE, Universitas
Negeri Medan dan Universitas Muhammadiyah Sumater Utara.
Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Unit
Penerbit dan Pencetakan Sekolah Tinggi Ilmu manajemen YKPN.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta.
Nadeak, Rusliana. 2003. Analisis Rasio Keuangan Pada APBD untuk Menilai
Kinerja Pemerintah Daerah. Skripsi. Jurusan akuntansi, FE, Universitas
sanata Dharma.
Nordiawan, Deddi. 2010. Akuntansi sektor Publik Edisi 2.Jakarta : Salemba Empat.
Padang.bpk@go.id
Sesotyaningtyas, M. 2012. Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif,
Intergovernmental Revenue, Dan Pendapatan Pajak Daerah Terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Accounting Analysis Journal.
Simatupang, Paula. Studi Komparasi Evaluasi APBD Kabupaten/Kota di Propinsi
Sumatera Selatan. Tesis Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya,
Palembang.
Suprapto, Tri. 2006. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Sleman dalam Masa Otonomi Daerah Tahun 2000-2004. Skripsi. Universitas
Islam Indonesia.
Syamsuddin, Haris. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: LIPPI Pres.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di
Daerah. 1974. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. 1999. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. 2004. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah. 2004. Jakarta
Widjaja, HAW. 2003. Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II. Jakarta. PT Raja
Grafindo Persada.
Yani, Ahmad. 2009. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di
Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
www.djpk.depkeu.go.id