Biaya
Disusun Oleh :
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mulawarman
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Asset sebagai potensi jasa atau manufaktur ekonomik direpresentasi dengan kos
sebagai penguantifikasi besar-kecilnya (magnituda) potensi tersebut. Kos sebagai bahan olah
akuntansi akan mengalami tiga tahap perlakuan yaitu pengukuran, penelusuran, dan
pembebanan.
Oleh karena itu, secara konseptual dan atas dasar konsep kontinuitas usaha, kos akan
diperlakukan mula-mula sebagai asset dan baru kemudian diperlakukan sebagai beban
pendapatan atau biaya.
Akan tetapi, operasi perusahaan pada umumnya merupakan usaha berlanjut yang
kompleks dan yang menuntut pemerolehan potensi jasa bukan untuk jangka pendek
melainkan jangka panjang sehingga jasa tersebut tidak akan segera habis dalam waktu
singkat. Jadi, secara konseptual kos diperlakukan dahulu sebagai asset dan baru kemudian
sebagai biaya.
Dengan landasan konsep dasar kontinuitas usaha serta upaya dan hasil, masalah
teoritis dalam tahap pembebanan adalah pemecahan aliran kos yang telah diakui sebagai asset
yang menjadi bagian yang merupakan biaya periode berjalan dalam rangka penentuan laba
periodic dan bagian yang baru akan menjadi biaya dalam perioda-perioda berikutnya.
2.1 PENGERTIAN
Pengertian biaya tidak dapat dipisahkan dengan pengertian kos dan asset dan
juga rugi(loss). Pembahasan tersebut hanya menyebutkan bahwa bila kos tidak
memenuhi difinisi asset ( dapat ditangguhkan pembebanannya terhadap
pendapatan), kos tersebut dapat masuk sebagai biaya atau rugi. Dalam SFAC No.
6, FASB mendefinisi biaya(expenses) dan rugi (losses)sebagai berikut:
Kalau kewajiban merupakan bayangan cermin asset, definisi biaya oleh FASB
di atas merupakan lawan atau kebalikan dari definisi pendapatan. Pendapatan
arahnya masuk sedangakan biaya arahnya keluar kesatuan usaha. APB juga
mendefinisi biaya sebagai kebalikan pendapatan sebagai berikut (APBN statement
No. 4, prg. 134):
Expenses – gross decreases in assets or gross increases in liabilities
recognized and measured in conformity with generally accepted accounting
principles that result from those types of profit-directed activities of an
enterprise that can change owners’ equity.
APB selanjutnya menjelaskan bahwa seperti pendapatan, biaya timbul hanya
dalam kaitannya dengan kegiatan penciptaan laba yang mengakibatkan perubahan
ekuitas. IAI (IASC) mendefinisi biaya dalam standar Akuntansi Keuangan
(2002)sebagai berikut:
Expenses are decreases in economic benefits during the accounting period in
the form of outflows or depletions of asets or incurrences of liabilities that result in
decrases in equity, other than those relating to equity participants (hlm.17).
Hilton (2002) menjelaskan makna cost, expenses, dan cost of goods sold dan
perbedaan di antara konsep tersebut sebagai berikut:
Cost is the sacrifice made, usually measured by the resources given up, to achive a
particular purpose. An expense is the consumtion of assets for the purpose of
generating revenue. Cost of goods sold is the expense measured by the cost of the
finished goods sold during a period of time (hlm.36).
Dari berbagai sumber di atas dan sebagai lawan dari pendapatan, terdapat dua
karakteristik penting yang melekat pada makna biaya yaitu:
1) Aliran keluar atau penurunan asset (outflow of assets, gross decrases in
assets, decreases in economic benefitd, using up of assets, consumption of
assets, use of economic services, expired costs, applicable costs to current
period).
2) Akibat kegiatan yang membentuk operasi utama yang menerus (ongoing
major operations, profit-directed activities, for the purpose of generating
revenues, creation of revenues, earning activities).
Selain dua karakteristik utama di atas, terdapat karakteristik lain yang bersifat
sebagai konsekuensi, pendukung, atau penjelas. Karakteristik utama dan
pendukung dibahas berikut ini:
Penurunan Aset
Untuk dapat mengatakan bahwa biaya timbul, harus terjadi transaksi atau
kejadian yang menurun asset atau menimbulkan aliran keluar asset atau
sumber ekonomik. Asset dalam hal ini harus diartikan sebagai semua asset
perusahaan sebagai satu kesatuan (bukan hanya asset tertentu misalnya
sediaan bahan baku). Pemakaian bahan baku untuk pembuatan produk tidak
dapat disebut sebagai biaya kalau produk tersebut belum terjual (keluar dari
kesatuan usaha) karena kalau produk belum terjual belum terjadi penurunan
asset. Yang terjadi hanyalah perubahan bentuk asset sebagai potensi jasa.
Kenaikan Kewajiban
Semua badan autoritatif mendefinisi biaya tidak hanya dari sudut penurunan
asset tetapi juga dari kenaikan kewajiban. Alasannya adalah agar makna biaya
cukup luas untuk mencakupi pula pos-pos yang timbulkan dalam penyesuaian
akhir tahun.
Itulah sebabnya Kam (1990) menyarankan penggunaan frasa “ using up of
goods and services” daripada “using up of assets” (pemanfaatan asset).
Memang barang dan jasa yang telah diperoleh perusahaan umumnya diakui
sebagai asset. Akan tetapi, tidak semua barang dan jasa dicatat sebagai asset
tetapi langsung dimanfaatkan menjadi biaya. Penggunaan frasa “pemanfaatan
asset” dalam definisi FASB menjadi kurang deskriptif Karena dengan frasa
tersebut seakan-akan yang namanya biaya hanyalah berasal dari pemanfaatan
asset dan tidak termasuk pemanfaatan potensi jasa yang tidak dicatat dahulu
sebagai asset. alasan konseptual tetap berlaku yaitu kos potensi jasa
diperlakukan sebagai asset walaupun seketika itu langsung dibebankan ke
pendapatan.
Gagasan Kam justru relevan untuk mendukung pendefinisian biaya sebagai
kenaikan kewajiban. Bila barang dan jasa telah dimanfaatkan oleh perusahaan
tetapi perusahaan tidak mengakuinya sebagai asset sebelumnya atau perusahaan
belum mengakui kewajiban atas penggunaan barang dan jasa yang dikuasai
pihak lain, perusahaan mempunyai keharusan untuk membayar atau melakukan
pengorbanan sumber ekonomik di masa datang sehingga kewajiban timbul.
Penurunan Ekuitas
Definisi APB dan IAI secara eksplisit menyebutkan bahwa penurunan asset
akhirnya akan mengubah ekuitas (can change owners’equity) atau menurunkan
ekuitas (result in decrases in equity). Pendefinisian ini sebenarnya menegaskan
bahwa akuntansi menganut konsep kesatuan usaha sehingga ekuitas secara
konseptual adalah utang perusahaan kepada pemilik. Bila ekuitas akhirnya
tidak terpengaruh, jelas turunnya asset bukan merupakan biaya. FASB tidak
memasukkan karakteristik ini dalam definisinya karena makna operasi sentral
mengandung pengertian sebagai proses penciptaan laba (profit-directted
activities) sehingga penurunan ekuitas merupakan konsekuensi logis dari
pengertian tersebut.
Walaupun demikian, penurunan ekuitas lebih menegaskan pengertian biaya
karena tidak setiap penurunan asset mengakibatkan penurunan ekuitas.
Misalnya, pembagian deviden kas merupakan penurunan asset tetapi tidak
dapat disebut sebagai biaya.
Seperti halnya untung, argument yang diajukan untuk menjawab perlu atau
tidaknya biaya dibedakan dengan rugi. FASB memfokuskan pengertian biaya
hanya untuk penurunan asset yang berkaitan dengan operasi utama atau sentral.
Sebagai lawan makna untung, kata-kata kunci yang melekat pada pengertian rugi
adalah:
Seperti untung, dari tiga karakteristik diatas, yang paling membedakan rugi dengan
biaya adalah karakteristik (2). Karakteristik (1) sebenarnya juga karakteristik biaya
tetapi dipandang dari sudut pengaruh akhir yaitu menurunkan ekuitas. Seperti
untung, rugi dapat merupakan jumlah kotor atau jumlah bersih. Karakteristik (3)
juga merupakan karakteristik biaya karena biaya harus berkaitan dengan operasi
dalam arti luas dan bukan dengan kegiatan pendanaan.
Empat sumber rugi yang diidentifikasi FASB adalah (SFAC No. 6, prg. 85):
a. Periferal dan incidental: misalnya penjualan investasi dalam surat-surat
berharga, penjualan asset tetap, pelunasan utang obligasi sebelum jatug
tempo.
b. Transfer nontimbal-balik (nonreciprocal transfers) dengan pihak lain:
misalnya pencurian dan pembayaran ganti rugidari kekalahan dalam
tuntutan perkara hokum.
c. Penahanan aset (holding assets); misalnya penurunan harga sekuritas
inevstasi, penurunan nilai – tukar valuta asing, dan penurunan harga karena
penahan sediaan (holding losses).
d. Factor lingkungan: misalnya ganti rugi asuransi musibah alam yang lebih
rendah dari kos asset yang rusak. Contoh lain adalah lenyapnya manfaat
asset yang tidak diasuransi akibat kebakaran.
Paton dan Littleton (1970, hlm. 93-96) mendefinisi rugi sebagai hal yang
berbeda dengan biaya yang merupakan penyerapan atau pengorbanan kos tanpa
suatu kompensasi atau kembalian (return). Yang dimaksud kembalian disini adalah
bahwa kos yang diserap tersebut tidak ditutup melalui pendapatan karena dianggap
bahwa keluarnya kos tersebut tidak merupakan upaya untuk menghasilkan
pendapatan.
Kos yang telah dikorbankan tetapi tidak ada imbalan barang atau jasa yang
diterima (tidak dapat dihubungkan dengan pendapatan) tidak dapat dianggap
sebagai rugi begitu saja. Mungkin dari kondisi lingkungan tertentu kos tersebut
dapat dianggap rugi, tetapi tidaklah demikian kalau dipandang dari sudut kondisi
perusahaan dalam lingkungan ekonomi dan sosial yang lain tempat perusahaan
beroperasi. Misalnya, sumbangan untuk Palang Merah tidak memberi kontribusi
secara teknis terhadap produksi tetapi kalau pengeluaran tersebut memang benar-
benar diperlukan dalam sistem lingkungan yang ada maka sumbangan tersebut
lebih merupakan biaya operasi daripada sebagai rugi.
Kriteria Pengakuan
Biaya atau rugi pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua kriteria
berikut dipenuhi (SFAC No. 5, prg. 85):
a. Konsumsi manfaat (consumption of benefits) Biaya atau rugi diakui
bilamana manfaat ekonomik yang dikuasai suatu entitas telah dimanfaatkan
atau dikonsumsi dalam pengiriman atau pembuatan barang, penyerahan
atau pelaksanaan jasa, atau kegiatan lain yang merepresentasi operasi utama
atau sentral entitas tersebut.
b. Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang (loss or lack of future
benefits). Biaya atau rugi diakui bilamana asset yang telah diakui
sebelumnya diperkirakan telah berkurang manfaat ekonomiknyan atau tidak
lagi mempunyai manfaat ekonomik.
Kejadian (event) apa yang menandai bahwa salah satu dari kriteria di atas
telah dipenuhi? Dengan kata lain, kapan dan bagaimana jumlah rupiah biaya
yang diperkirakan telah menghasilkan pendapatan diakui? Sebagai pedoman
bagi penyusun standar atau manajemen (kebijakan akuntansi perusahaan), perlu
dirumuskan pedoman umum saat pengakuan di tingkat rerangka konseptual.
Konsumsi Manfaat
Konsumsi manfaat ekonomik selama suatu perioda dapat diakui langsung
pada saat terjadinya atau diakui bersamaan dengan pengakuan pendapatan yang
berkaitan. Berbagai jenis atau pos biaya menghendaki cara pengakuan yang
berbeda yaitu (SFAC No. 5, prg. 86):
Biaya atau rugi diakui bila telah menjadi nyata atau jelas bahwa manfaat
ekonomik masa datang suatu asset yang diakui sebelumnya telah berkurang atau
lenyap atau bahwa kewajiban timbul atau bertambah tanpa adanya manfaat.
… costs (defined as product and service factors given up) should be related to
revenues realized within a specific period on the basis of some discernible positif
correlation of such costs with the recognized revenues.
Kelayakan Ekonomik
Dalam industry sepatu misalnya, nilai atau kos kulit yang dibebankan ke produksi
adalah semua kos lembar kulit yang masuk proses walaupun secara fisis yang
bagian dari kulit yang tidak menjadi sepatu tetapi menjadi potongan-potongan sisa
kulit sebagai bahan buangan. Jadi, kos suatu factor jasa yang digunakan dalam
operasi hanya akan dibebankan ke pendapatan sebanding dengan produk yang
dianggap telah menghasilkan pendapatan.
Kos Overhead
Kos
Kos Produk
Produk
Kos Pemasaran
Kos Kos
Nonproduksi Produk
Kos Administratif
Kos bahan baku dan kos tenaga kerja sering disebut kos produksi langsung dan biasanya
bersifat variabel. Kos overhead disebut pula dengan kos produksi tak langsung dan biasanya
bersifat tetap per perioda. Penandingan langsungseperti di atas dapat merepresentasikan
hubungan sebab-akibat dengan jelas. Tidak dapat diragukan bahwa penyerahan produk
sebanyak 800 unit dengan kos Rp10.800 menyebabkan penjualan Rp15.000. Tanpa
penyerahan produk, tidak ada pendapatan (penjualan) sebesar Rp 15.000. walaupun
demikian, penandingan langsung menghadapi beberapa masalah teknis.
Karena produk terjual merupakan takaran penandingan, Kos produk akan dipecah
menjadi dua komponen yaitu Kos produk yang telah terjual dan Kos produk yang belum
terjual dan masih menjadi aset perusahaan. Kos yang melekat pada produk terjual akan
langsung dibebankan sebagai biaya. Kos sdiaan baru dibebankan sebagai biaya kalau produk
telah terjual. Masalah teknik yang timbul adalah tidak semua Kos potensi jasa dapat dengan
mudah dikaitkan dengan unit produk. Demikian juga, tidak semua unsur Kos produksi dapat
secara langsung dikaitkan dengan unit fisis produk atau dengan suatu angkatan produksi.
Dalam hal penjualan angsuran, yang mengakui pendapatan dalam suatu periode hanya
sebesar kas yang diterima, penandingan langsung atas dasar sebab-akibat mengalami
kesulitan teknis untuk menentukan Kos yang dianggap telah menghasilkan penerimaan
tersebut. Dengan kata lain, tidak ada dasar yang cujkup teliti untuk memecah Kos kedalam
bagian yang telah menjadi sebab. Dalam hal tertenti pemecah tersebut menjadi sangat arbitrer
sehingga penandingan langsung tidak mudah diterapkan untuk penjualan angsuran.
Masalah lain yang berkaitan dengan penandingan atas dasar sebab-akibat adalah adanya
produk musiman yang tidak laku dijual. Persoalanya adalah apakah Kos produk musiman yan
tidak terjual merupakan sebab ( sebagai biaya ) atau bukan (sebagai rugi ).
Dalam keadaan yang khusus sebagai Kos sediaan barang yang tidak terjual dalam suatu
periode secara logis dapat dijadikan komponen Kos barang terjual. Sebagai contoh, suatu
toko pakaian musiman harus menyediakan berbagai ukuran dan warna yan cukup banyak
untuk memenuhi selera konsumer dengan konsekuensi yang tidak terhindarkan dan cukup
pasti bahwa sebagian dari sediaan pakaian jadi tersebut tidak akan laku terjual pada
akhir musim tertentu.
Barang Rusak
Pesoalan yang sama dengan barang musiman dapat diterapkan untuk produk rusak. Apakah
Kos produk rusak dapat dianggap sebagai sebagai upaya atau sebab untuk menimbulkan
pendapat?
Oleh karena itu, perlu diadakan alokasi agar dapatdicapai penandinganyang tepat antara biaya
dan pendapatan yang dihasilkan.
Kos nonproduksi tidak menyebabkan pendapatan karena sulit secara teknis untuk menelusuri
hubungan sebab-akibat tersebut.
Sulit untuk mengatakan bahwa bagian dari Kos nonproduksi yang ditunda pembebananya
tersebut akan menghasilkan pendapatan dimasa mendatang.
Dalam kaitanya dengan penandingan sebab-akibat, Koa nonproduksi tidak harus ditunda
pembebananya untuk dikaitkan dengan pendapatan masa datang yang dapat dikaitkan dengan
Kos nonproduksi tersebut.
Biaya Antisipasian
Alokasi sistematik dan rasional merupakan penandingan dengan periode sebagai penakar
pendapatan dan biaya. Proses ini sering disebut penandingan periode (period matching).
Dalam pengkuan biaya, diasumsi bahwa yang menerima manfaat dari potensi jasa adalah
periode bukanya produk. Dasar penandingan ini sebenarnya merupakan alternatif dasar
sebab-akibat karena tidak selalu mudah mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara
pendapatan dan biaya.
Proses alokasi menimbulkan banyak metode alokasi. Memenuhi definisi aset. Paton dan
Littleton mengemukakan bahwa aset pada dasarnya merupakan beban tangguh (deferred
charges). Dilain pihak, bila alokasi bersifat arbitrer, hal tersebut lebih baik tidak dilakukan
karena alokasi akan memberi kesan adanya ketepatan (preciseness) padahal kenyataanya
tidak demikian.
Kriteria Penangguhan
Karena suatu Kos jasa yang terjadi memenuhi kriteria tambahan ini, pada umumnya Kos
tersebut dapat dibebenkan langsung pada periode terjadinya kecuali untuk sediaan barang dan
biaya prabayaran (prepaid expenses). Dapat disimpulkan bahwa Kos nonoperasi yang
berulang terjadinya cukup beralasan untuk langsung dibebankan dari pada ditunda atau
disediakan untuk mencapai tepat- tanding
Alokasi kos bergabung atau bersama bersifat internal dalam suatu perioda sehingga hasilnya
tidak mempengaruhi kos operasi total untuk perioda tersebut meskipun dasar alokasi agak
arbitrer. Alokasi semacam ini hendaknya tidak diterapkan untuk alokasi secara arbitrer
antarperioda akan lebih menyesatkan hasilnya daripada tidak dilakukan alokasi karena
alokasi memberi kesan adanya ketepatan (preciseness) yang dalam kondisi tertentu mungkin
tidak dapat dipenuhi.
Untuk mengatasi fluktuasi laba tahunan, cara terbaik adalah menerbitkan serangkaian
statemen laba-rugi tahunan seperti apa adanya bukan serangkaian laba yang telah diratakan.
Pendekatan Nonalokasi
Hanya karakteristik pertama dan kedua dipenuhi oleh alokasi dalam akuntansi. Alokasi
mengalami masalah dalam karakteristik ketiga. Hampir seluruh alokasi dalam akuntansi
bersifat takterjelaskan; artinya tidak dapat didukung tetapi dapat ditolak. Lebih tegasnya, para
akuntan tidak dapat membuktikan bahwa alokasi memberi informasi yang bermanfaat
sementara itu tidak ada bukti yang dapat membantah bahwa informasi hasil alokasi tersebut
tidak bermanfaat.
Bila alokasi dianggap suatu teori, alokasi dapat dipertahankan secara filosofis dengan
semangat refutasi ilmiah (scientific refutation) dan prinsip ketersalahan (principle of
falsifiability). Alokasi ditempatkan sebagai hipotesis nol (default hypothesis) yang harus
disanggah validitasnya. Bila tidak dapat dibuktikan dengan meyakinkan bahwa alokasi tidak
benar atau valid (sehingga nonalokasilah yang valid), maka alokasi terpaksa harus "diterima"
atau tidak dapat ditolak.
Pembebanan Arbitrer.
Masalah pembebanan kos dan basis asosiasi di atas berlaku untuk semua
jenis potensi jasa. Masalah khusus terjadi dalam hal sediaan dan aset tetap, khususnya
fasilitas fisis yaitu gedung/prabrik dan perlengkapan (plant and equipments). Uraian berikut
membahas masalah teoretis yang menyangkut pos-pos tersebut.
Sediaan
Secara umum masalah teoretis sediaan berkaitan dengan pengukuran kos barang
terjual dalam rangka penandingan dengan pendapatan dan masalah penilaian. Proses
pengukuran dan penilian pada umumnya dilakukan pada akhir periode. Dengan demikian
masalah pengukuran dan penilaian sediaan pada akhirnya periode dapat dinyatakan sebagai
berikut:
Metoda Asosiasi
Metoda asosiasi menjadi basis untuk menentukan unit fisik terjual dan kos yang melekat
dengan jumlah rupiah penjualan. Dengan demikian metoda asosiasi dapat pula diartikan
sebagai asumsi aliran kos dalam mengikuti aliran fisis barang. Metoda asosiasi atau asumsi
aliran kos yang telah dikenal adalah :
Dasar pemilihan metoda sangat tergantung pada tujuan atau kondisi yang dihadapi
perusahaan. Tujuan utama pemilihan metoda biasanya adalah mengasosiasi biaya dan
pendapatan untuk menentukan laba yang tepat. Tujuan lain adalah menentukan nilai
sediaan untuk dicantumkan dalam neraca.
Identifikasi Khusus
Metoda ini adalah yang paling ideal. Bila sistem akuntansi memungkinkan,
metoda ini sangat dianjurkan penerapannya. Untuk jenis barang mahal dan perputarannya
rendah, metoda ini sangat cocok sekali untuk tujuan pengendalian di samping tujuan
penandingan yang tepat. Namun demikian, metoda ini mengandung beberapa kelemahan
antara lain:
a. Jarang sekali pendapatan khusus ditandingkan dengan kos khusus karena pendapatan
perusahaan merupakan hasil dari seluruh upaya perusahaan sebagai kesatuan.
b. Untuk jenis barang yang homogen dan harganya relatif murah, metoda ini menjadi
terlalu mahal dan tidak sepadan dengan nilai tambahan informasi yang diperoleh.
c. Kalau fluktuasi harga sangat mencolok, metoda ini dapat digunakan sebagai alat
manipulasi laba atau earnings management.
Jadi, kalau penandingan secara tepat biaya dan pendapatan menjadi tujuan, metoda ini paling
didukung atas dasar argumen berikut:
a. Metoda ini mendekati metoda identifikasi khusus yang menjadi standar pemecahan
kos. Metoda ini sistematik dan konsisten dengan aliran fisis yang sesungguhnya
sehingga penandingan yang ideal dipenuhi.
b. Untung atau rugi karena fluktuasi harga dengan sendirinya terrealisasi dan diakui
bersamaan dengan terjualnya barang walaupun tidak disajikan secara terpisah dan
melekat dalam angka laba.
c. Penyajian sediaan akhir dalam neraca akan menggambarkan kos yang mendekati kos
sekarang atau kos pengganti, Tentu saja hal ini tergantung pada fluktuasi kos setelah
pembelian atau produksi terakhir. Bila fluktuasi harga yang sangat tajam, metoda ini
tidak dapat memisahkan untung atau rugi fluktuasi harga sebagaimana disebut dalam
butir b.
Rata-rata Berbobot
Sediaan Normal
Metoda ini sering disebut dengan metoda sediaan permanen (iron-stock
method). Dengan metoda ini dianggap perusahaan melakukan investasi permanen dalam
sediaan. Tujuannya adalah penandingan pendapatan sekarang dengan kos sekarang sekaligus
meniadakan kebutuhan pelaporan untung atau rugi menahan sediaan atau fluktuasi harga.
Metoda ini menyajikan sediaan di neraca dengan harga satuan yang cukup pasti. Biasanya
harga satuan yang ditentukan untuk sediaan minimal cukup rendah. Karena pendapatan
sekarang ditandingkan dengan kos sekarang, laba yang diperoleh tidak mengandung untung
atau rugi akibat menahan sediaan.
Metoda ini berasumsi bahwa sediaan merupakan aset tetap yang tidak
berkaitan dengan aliran kos. Dengan demikian, begitu sejumlah sediaan tertentu telah
tertimbun maka aliran faktor kos berikutnya dianggap hanya melewati timbunan tersebut dan
langsung melekat pada penjualan (sebagai kos barang terjual). Metoda ini akan menghasilkan
laba operasi yang bebas dari untung atau rugi akibat fluktuasi harga. Asumsi metoda ini
adalah bahwa perusahaan perlu mempertahankan investasi dalam sediaan selama umur
perusahaan tersebut.
Keuntungan metoda ini adalah investasi permanen (disebut LIFO layer) dapat dijaga dan
pekerjaan administrasi pencatatan barang dapat dikurangi. Walaupun cukup menawan secara
teoretis, metoda ini sama sekali tidak dapat menuhi tujuan pelaporan keuangan umum.
Dalam hal fasilitas fisik, kos yang terjadi pada saat pemerolehan pada
umumnya diakui sebagai aset dan baru kemudian kos tersebut diakui sebagai biaya sesuai
dengan pola penyerapan manfaat yang direpresentasi dengan kos.
Semua aset mempunyai karakteristik umum yaitu merupakan potensi jasa yang dapat
dimanfaatkan oleh perusahaan dalam kegiatan operasinya, Fasilitas fisis mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
a. Berwujud fisis dan dikuasai oleh perusahaan untuk mengolah dan memperlancar
kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena itu, yang digolongkan dalam kelompok ini
adalah aset yang berkaitan dengan operasi.
b. Pada umumnya berumur panjang walaupun terbatas sehingga perlu penggantian.
c. Bernilai bagi perusahaan lantaran kekuasaan atau hak perusahaan untuk
menggunakannya bukan lantaran hak miliknya.
d. Pada umumnya merupakan aset nonmoneter dan manfaat yang dapat diberikan berupa
potensi jasa (service potentials) bukan daya beli atau
ketertukarannya(exchangeablility).
Tujuan pelaporan dan pengukuran fasilitas fisis ini adalah untuk menentukan
penggunaan jasa dalam suatu perioda yang diperkirakan telah menghasilkan pendapatan.
Tujuan yang lain adalah members informasi kepada pemakai laporan tentang kuantitas fisis
dan kapasitas atau daya (potensi jasa) yang masih melekat pada aset fisis tersebut.
Istilah
Aset tetap berwujud memang lebih deskriptif walaupun belum menggambarkan sifat sebagai
aset yang digunakan dalam operasi. Aset berwujud mempunyai arti yang terlalu luas dan
kurang menggambarkan sifat permanen yang melekat pada aset fisis. Dengan istilah ini,
sediaan barang dagangan akan dapat masuk dalam pengertian ini.
Aset jangka panjang jelas tidak deskriptif karena istilah ini akan mencakupi pula aset tak
berwujud seperti asuransi dibayar di muka dan pembayaran di muka lainnya. Aset operasi
jelas terlalu luas karena semua aset baik berwujud atau tidak selama aset tersebut diperlukan
dalam operasi dapat disebut sebagai aset operasi.
Istilah yang paling deskriptif dan digunakan oleh banyak literatur dewasa ini adalah tanah,
pabrik/gedung, dan perlengkapan serta fasilitas fisis. Dapat disebut deskriptif karena dapat
merefleksikan karakteristik-karakteristik yang disebutkan di atas. Dalam hal perusahaan non
pemanufakturan istilah pabrik dan perlengkapan dapat digunakan. Istilah fasilitas fisis
sebenarnya cukup deskriptif untuk menggambarkan karakteristik aset yang masuk dalam
pengertian property, plant, and equipment. Oleh karena itu, istilah ini dipakai dalam
pembahasan di sini walaupun istilah aset tetap atau yang lain kadang-kadang dipakai juga.
Basis Pembebanan
Fasilitas fisis memberi kontribusi jasa ke operasi berupa kapasitas atau daya (misalnya dalam
bentuk daya giling untuk mesin giling). Oleh karena itu, kos daya atau kapasitas fasilitas fisis
tersebut jelas harus diserap menjadi bagian kos produksi dan akhirnya menjadi beban
pendapatan.
Masalah unik yang berkaitan dengan penyerapan manfaat fasilitas fisis adalah penentuan
kapasitas taksiran dalam kondisi tertentu dan pola penyerapan manfaat sampai dapat
dikatakan bahwa manfaat tersebut habis. Berbeda dengan sediaan, masalah timbul karena
pada umumnya kapasitas akan habis dalam jangka panjang dan penyerapan manfaat tidak
dapat diobservasi secara langsung atas dasar kelenyapan secara fisis. Di lain pihak, sediaan
dikonsumsi dalam bentuk unit fisis sehingga kos yang terserap dapat dihubungkan secara
objektif dengan konsumsi fisis tersebut.
Walaupun konsumsi manfaat disertai dengan keausan fisis (deterioration), tidak ada proses
konsumsi secara fisis terhadap fasilitas fisis bersangkutan. Jadi, pembebanan kos fasilitas
fisis untuk suatu perioda tidak dapat ditentukan atas dasar pengukuran fisis yang objektif
tetapi lebih merupakan suatu hasil pertimbangan (judgment) atas dasar taksiran faktor-faktor
penentu (yaitu umur ekonomik, kapasitas ekonomik, dan nilai residual) yang sering tidak
dapat diuji validitasnya secara objektif.
Makna Depresiasi
Kesulitan asosiasi seperti diuraikan di atas tidak menjadi alasan yang kuat
untuk membebankan seluruh kos ke operasi pada saat fasilitas fisis tersebut diperoleh atau
diberhentikan. Tujuan memperoleh fasilitas fisis adalah untuk menghasilkan produk dan
produk bersangkutan adalah seluruh unit produk yang dihasilkan selama umur efektif fasilitas
bersangkutan bukannya selama tahun tertentu. Fasilitas fisis merupakan suatu “sediaan” jasa
(service-capacity) dan jasa tersebut akan tersedia sepanjang umur ekonomik aset tersebut.
Dengan demikian, pembebanan kos secara sistematik selama taksiran umur pemakaian akan
lebih sesuai dengan keadaan objektif dan masuk akal daripada pembebanan langsung seluruh
kos pada saat pembelian atau pada saat pemberhentian. Bagian dari kos yang dibebankan
untuk perioda tertentu disebut depresiasi (amortisasi untuk aset tak berwujud dan deplesi
untuk sumber alam).
Dari segi akuntansi, depresiasi merupakan suatu proses alokasi kos secara sistematika dan
rasional dan jumlah rupiahnya diukur atas dasar bagian kos potensi jasa yang dianggap telah
dimanfaatkan dalam menciptakan pendapatan. Depresiasi sebagai biaya tidak berbeda dengan
jenis biaya operasi lainnya. Kos fasilitas fisis mempunyai kedudukan yang sama seperti kos
manfaat ekonomik lain yang diperoleh dan dimanfaatkan sekaligus dalam perioda terjadinya.
Depresiasi merupakan biaya yang benar-benar terjadi dan dikeluarkan (out of pocket costs)
seperti biaya lainnya. Memang benar bahwa biaya depresiasi untuk perioda tertentu tidak
menunjukkan pengeluaran pada perioda tersebut. Akan tetapi, biaya depresiasi tersebut
mengukur bagian pengeluaran masa yang lalu yang dipandang layak dibebankan terhadap
kegiatan atau pendapatan perioda berjalan. Jadi dapat dikatakan bahwa kos fasilitas fisis
merupakan suatu bentuk ekstrem biaya dibayar di muka; akuntansi depresiasi merupakan
sarana untuk membebankan biaya dibayar di muka tersebut ke produksi atau perioda berjalan.
Paton dan Littleton (1970) mengemukakan hal ini sebagai berikut :
Plant renders an essential service to production, and its cost is a form of deferred
charge which should be gradually absorbed in the cost of production(hlm. 65)
Acapkali depresiasi dianggap sebagai sumber dana oleh karena kebiasaan untuk menghitung
sumber dana atau aliran kas masuk (proceeds) dengan cara menambahkan kembali depresiasi
ke laba akuntansi. Hal ini banyak dijumpai dalam literatur manajemen keuangan yang
membahas topik penganggaran kapital (capital budgeting). Cara menghitung semacam itu
sebenarnya hanyalah salah satu teknik penghitungan sumber dana karena data yang tersedia
adalah statemen laba-rugi. Hal ini juga terjadi dalam menghitung aliran kas dari kegiatan
operasi untuk menyusun statemen aliran kas dengan metoda tak langsung. Walaupun
demikian, tidak berarti bahwa depresiasi merupakan suatu sumber dana atau penyisihan dana
untuk penggantian.
Pengakuan biaya depresiasi tidak mempunyai kaitan langsung dengan masalah penggantian.
Kalau laba periodik akan diukur dengan tepat maka perlu untuk menandingkan pendapatan
dengan semua biaya yang layak termasuk depresiasi dan proses ini akan tetap dilakukan
walaupun tidak ada rencana untuk mengganti fasilitas fisis. Lagipula, tidak ada dana yang
timbul dengan proses pembebanan depresiasi. Kos yang dibebankan diperoleh kembali
melalui aliran pendapatan dari penjualan produk. Aliran pendapatan ini tidak dipengaruhi
oleh besarnya depresiasi. Jadi aliran dana masuk (pendapatan) merupakan aliran yang
berbeda dengan aliran dana keluar (termasuk depresiasi). Bila pendapatan cukup untuk
menutup semua biaya yang bersangkutan dengan pendapatan, aliran masuk dana yang
tertanam dalam perusahaan dalam berbagai bentuknya akan menjadi bertambah dan
sebaliknya. Memang yang diharapkan adalah bahwa pemertahanan kapital dapat dijamin
dengan akuntansi depresiasi yang tepat. Memang benar bahwa kalau semua biaya dapat
ditutup oleh pendapatan maka akan terdapat dana yang cukup untuk mempertahankan seluruh
elemen modal kerja dan untuk menutup bagian kos fasilitas fisis yang telah dikonsumsi. Akan
tetapi, dengan pikiran ini tidak berarti bahwa akuntansi depresiasi merupakan proses
penghimpunan dana atau bahwa depresiasi merupakan sumber dana.
Salah satu pendefinisian secara semantik adalah depresiasi dipandang sebagai penurunan
potensi jasa (decline in service potential) selama perioda operasi akibat keausan fisis,
konsumsi manfaat, atau keusangan teknologis. Dengan demikian, penurunan potensi jasa
selama perioda dapat dipandang sebagai selisih penilaian antara potensi jasa awal dan potensi
jasa akhir baik secara fisis maupun moneter.
Bila potensi jasa dipandang sebagai jasa fisis (physical services), depresiasi merupakan
penurunan jasa fisis karena konsumsi manfaat dalam perioda-perioda yang diantisipasi. Pada
umumnya, perusahaan membeli fasilitas fisis dengan memperhitungkan jasa fisis total atau
kapasitas yang melekat pada aset tersebut. Kapasitas fisis dapat dinyatakan dalam unit produk
yang dapat dihasilkan, jam pemakaian, kilometer terpakai (untuk kendaraan), atau unit lain
yang dapat menjadi pengukur konsumsi fisis. Metoda unit produksi (units of production
method) merupakan implementasi makna depresiasi sebagai penurunan jasa fisis ini. Karena
penekanan pada pemakaian jasa fisis, kos historis menjadi basis pengukuran depresiasi.
Dengan kata lain, kos historis merupakan sarana untuk mempresentasi dan merunut (to trace)
aliran fisis potensi jasa. Dengan demikian, fungsi neraca adalah menunjukkan sisa potensi
jasa sehingga dasar penilaiannya adalah kos yang masih melekat pada sisa jasa fisis tersebut
(sering disebut nilai buku). Jadi, sebagai penurunan potensi jasa fisis, depresiasi untuk suatu
perioda adalah konsumsi jasa fisis yang diukur atas dasar kos historis (kos yang melekat pada
aset).
Bila fasilitas fisis dipandang sebagai suatu kapital (capital), depresiasi merupakan penurunan
nilai kapital bukan hanya karena konsumsi melainkan juga karena keausan, keusangan, dan
faktor ekonomik lainnya. Depresiasi untuk suatu perioda merupakan selisih penilaian
ekonomik antara fasilitas fisis awal dan akhir perioda. Dengan pendekatan ini, depresiasi
bukan lagi merupakan proses alokasi sehingga kos historis tidak harus menjadi basis
pengukuran. Yang menjadi masalah adalah bagaimana menilai fasilitas fisis awal dan akhir.
Berbagai atribut penilaian aset yang telah dibahas di Bab 6 dapat dijadikan basis penilaian.
Penilaian dapat didasarkan atas nilai masukan dan keluaran. Penentuan depresiasi dapat
dilakukan tiap akhir perioda semata-mata atas dasar penilaian aset pada saat itu tanpa
memperhatikan taksiran-taksiran yang pernah dilakukan sebelumnya. Dapat juga depresiasi
ditentukan pada saat aset diperoleh untuk perioda-perioda masa datang yang memperoleh
manfaat. Pada umumnya, pendekatan terakhir ini yang digunakan karena keperluan untuk
menyusun tabel depresiasi. Tentu saja pendekatan ini memerlukan penaksiran faktor-faktor
penentu depresiasi. Berikut ini dibahas beberapa pendekatan penilaian kapital awal dan akhir
perioda untuk menentukan depresiasi sebagai penurunan nilai.
Dengan basis ini, penurunan nilai fasilitas fisis ditentukan dengan cara menghitung selisih
nilai setara tunai pada awal dan akhir perioda. Nilai ini adalah harga pasar aset yang sama
dalam kondisi yang sama sebagai barang bekas. Di sini dianggap bahwa daya beli uang stabil.
Kalau tidak, dalam hal tertentu nilai pasar dapat naik sehingga nilai tidak turun atau bahkan
menjadi lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini kadang-kadang nilai jual ini disesuaikan
dengan indeks harga yang berlaku untuk menghilangkan pengaruh kenaikan harga karena
perubahan daya beli uang.
Dengan penilaian ini, depresiasi ditentukan dengan cara menghitung selisih nilai diskunan
aliran kontribusi pendatan neto pada awal dan akhir perioda. Kontribusi pendapatan neto
adalah tambahan aliran kas masuk (pendapatan) karena adanya investasi fasilitas fisis
bersangkutan. Penilain ini mirip dengan penerimaan kas masa datang diskunan (discounted
future cash receipst) untuk penilaian investasi jangka panjang misalnya obligasi. Bedanya,
aliran kas masuk investasi jangka panjang berasal langsung dari investasi yang jumlah dan
saatnya cukup pasti sedangkan aliran kas masuk dari fasilitas fisis tidak langsung dan harus
ditaksir melalui pendapatan neto (laba tunai) yang dikontribusi oleh penggunaan aset.
Penilaian semacam ini merupakan contoh imputasi pendapatan. Tambahan aliran masuk ini
juga dapat berupa penghematan kos (cost saving).
Penilaian ini memerlukan informasi tarif diskun yang biasanya didasarkan atas tingkat
kembalian (rate of return) investasi bebas risiko atau tingkat bunga umum yang berlaku.
Penilaian fasilitas fisis pada tiap awal perioda tertentu dapat diformulasi sebagai berikut (nilai
diskunan akhir suatu perioda sama dengan nilai diskunan awal perioda berikutnya):
Sebagai ilustrasi, dimisalkan suatu fasilitas fisis dapat memberi kontribusi aliran kas aliran
masa datang tahunan selama lima tahun berturut-turut sebagai berikut : Rp. 1.200.000, Rp.
1.000.000, Rp. 1.500.000, Rp. 900.000, dan Rp. 1.000.000. Nilai residual telah termasuk
dalam aliran kas terakhir. Bila tingkat kembalian diperhitungkan 25%, depresiasi tahunan
atas dasar penurunan nilai disajikan dalam Gambar 9.5 berikut ini.
Nilai sekarang Rp. 2.552.320 pada awal tahun pertama dapat diinterpretasi sebagai
proksi atau estimator nilai sepakatan pada saat pemerolehan. Seandainya fasilitas fisis
diperoleh dengan kos di bawah atau di atas nilai tersebut, selisihnya harus disebar selama
umur aset secara proporsional dengan kontribusi pendapatan neto atau dengan cara lain.
Untuk mengatasi adanya selisih, diusulkan metoda yang disebut depresiasi sesuaian-
waktu (time-adjusted depreciation). Metoda ini sama dengan metoda di atas tetapi tarif
diskun ditentukan atas dasar tingkat kembalian internal (internal rate of return) yaitu tingkat
kembalian yang menjadikan nilai sekarang aliran kontribusi pendapatan neto samadengan kos
pemerolehan. Tingkat kembalian ini dikalikan dengan nilai buku pada tiap awal perioda
merupakan estimator laba yang dihasilkan oleh investasi fasilitas fisis dalam perioda tersebut.
Laba ini merepresentasi kontribusi pendapatan neto dikurangi biaya depresiasi. Dengan kata
lain, biaya depresiasi periodik adalah selisih antara kontribusi pendapatan neto dengan
estimator laba tersebut. Dari contoh di atas, seandainya kos pemerolehan adalah Rp.
2.552.320, tingkat kembalian internal adalah 25%. Laba (tingkat kembalian investasi) dan
depresiasi.
Atas dasar rasio di atas, depresiasi untuk suatu perioda (Dp) dapat ditentukan sebagai berikut
:
Dp = R x Kp
Dengan contoh kasus sebelumnya dan dengan asumsi fasilitas fisis diperoleh dengan kos Rp.
2.760.000 tanpa nilai residual, rasio kos terhadap kontribusi adalah sebesar 0,60 atau 60%.
Metoda Alokasi
Bila depresiasi dimaknai sebagai alokasi kos secara sistematik dan rasional
bukan sebagai proses penilaian, metoda manakah yang dapat disebut sistematik dan rasional?
Metoda yang paling rasional adalah metoda yang mendasarkan diri pada aliran penyerapan
kapasitas jasa tersebut. Dengan kata lain, metoda yang paling tepat adalahmetoda unit
produksi (production or output method). Kesulitan utama yang dihadapi metoda ini adalah
penentuan kapasitas total yang dapat dihasilkan selama umur ekonomik aset bersangkutan. Di
samping itu, keausan fisis tidak selalu proporsional dengan intensitas penggunaan dan juga
pengaruh faktor keusangan (obselescence) sama sekali tidak ada hubungannya dengan
fluktuasi produk yang dihasilkan.
Untuk kebanyakan situasi metoda perhitungan depresiasi tahunan secara garis lurus
merupakan metoda alternatif yang paling banyak digunakan karena kepraktisannya dan juga
karena dalam banyak hal pola penyerapan tiap perioda cukuk seragam. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa penggunaan metoda garis lurus tidak menghalangi pengalokasian
depresiasi tahunan ke dalam beberapa perioda interim atas dasar fluktuasi musiman selama
satu tahun tersebut. Keberatan terhadap metoda garis lurus terletak pada sifatnya yang
mengabaikan hubungan antara tingkat kembalian investasi (rate of return) dan sisa nilai
investasi seperti yang dicontohkan sebelum ini.
Dapat juga depresiasi ditentukan dengan cara melakukan taksiran (appraisal) pada tiap
perioda atas dasar inspeksi fisis untuk mengukur keausan. Metoda ini memberikan hasil yang
sama sekali kurang memuaskan. Biaya depresiasi bukan semata-mata didasarkan atas hasil
pengamatan fisis ada kemungkinan tidak konsisten dari perioda ke perioda. Jadi yang paling
diperlukan adalah suatu kebijakan depresiasi yang sistematik dan logis didasarkan atas
berbagai kemungkinan dan faktor yang melingkupi fasilitas fisis bersangkutan.
Alasan lain adalah bahwa penentuan laba haruslah merupakan akibat suatu upaya untuk
mengungkapkan kenyataan objektif yang ada tanpa memperhatikan berapa akhirnya laba
yang terjadi. Lagi pula, walaupun akuntansi menganut asas himpun (aktual), hal ini tidak
mengisyaratkan bahwa laba periodik harus sama tiap tahunnya. Jadi, meskipun tetap dituntut
untuk menaksir depresiasi tahunan secara saksama, rasional, dan objektif, hendaknya tidak
ada pikiran sama sekali untuk mempengaruhi besarnya laba.
Kalau program depresiasi yang dijalankan tersebut ditentukan secara saksama dan objektif
dengan mempertimbangkan semua faktor yang ada, perbedaan antara taksiran dan kenyataan
merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Perbedaan dapat juga disebabkan oleh
ketaksaksamaan atau kekeliruan. Apapun sebabnya, perbedaan yang akhirnya muncul paling
tidak merupakan suatu indikasi bahwa kesalahan telah terjadi sehingga koreksi taksiran harus
dilakukan.
Program depresiasi harus direvisi bilamana kenyataan jelas menunjukkan bahwa revisi
tersebut diperlukan. Kalau misalnya ada bukti yang makin kuat tentang kemungkinan
pemberhentian lebih awal sebagai akibat kemajuan teknologi atau faktor lainnya maka
akselerasi depresiasi harus segera dilakukan demikian pula sebaliknya. Yang penting adalah
semua penyesuaian yang berlaku surut harus dilaporkan melalui statemen laba rugi.
Dalam kasus tertentu, penghapusan fasilitas fisis (write-down) yang cukup besar dapat
dibenarkan sebagai cara untuk menunjukkan adanya rugi yang sebenarnya telah terhimpun
beberapa perioda tetapi belum masuk dalam biaya operasi tiap perioda tersebut karena rugi
ini baru diketahui kemudian. Kalau suatu fasilitas fisis tidak lagi digunakan dan kemungkinan
membangun atau memperbaiki kembali untuk diaktifkan adalah kecil, penghapusan seluruh
sisa nilai buku sekaligus dapat dibenarkan meskipun fasilitas tersebut belum dibongkar.
Penghapusan tersebut harus dilaporkan sebagai rugi dalam statemen laba-rugi tahun berjalan
bukan sebagai penyesuai laba ditahan.
Bila penghapusan tersebut berkaitan dengan pembelian fasilitas fisis baru, penghapusan
tersebut sering diperlakukan sebagai kos fasilitas fisis baru. Perlakuan ini tidak layak.
Meskipun menaikkan harga barang atau jasa di perioda berikutnya merupakan pemecahan
masalah yang terbaik untuk menutup rugi masa lampau, tidak berarti bahwa nilai buku
fasilitas fisis yang dihentikan dapat dibebankan ke perioda-perioda yang tidak menikmati jasa
fasilitas fisis tersebut.
Jadi, kalau pemberhentian dari penggunaan sudah pasti terjadi maka kos yang melekat pada
fasilitas tersebut juga harus dihentikan, artinya tidak dapat lagi dibebankan ke produksi
setelah pemberhentian. Mengkapitalisasi rugi pemberhentian sama saja dengan menyangkal
adanya rugi tersebut. Sekali diputuskan untuk dihentikan kos yang belum dikonsumsi akan
hilang selamanya (menjadi rugi). Kos yang harus dibebankan ke operasi selama umur
fasilitas fisis yang baru adalah terbatas pada kos unit baru tersebut. Sisa kapasitas fasilitas
fisis lama tidak menambah daya atau kapasitas fasilitas fisis baru.
Tanah
Apakah tanah perlu didepresiasi atau tidak bergantung pada karakteristik atau fungsi tanah
dalam operasi perusahaan. Sebagai tempat usaha, fungsi untuk ditempati tidak akan pernah
habis. Oleh karenanya, dapat dianggap bahwa kos tanah tidak perlu didepresiasi atau
diamortisasi menjadi biaya operasi. Dengan kata lain, fungsi tanah untuk menyediakan jasa
ditempati tanpa batas waktu (selamanya) cukup menjadi alasan kebijakan untuk
memperlakukan kos tanah sebagai investasi permanen dalam fasilitas produksi. Perlakuan
semacam ini makin didukung untuk tanah hak milik permanen. Karena karakteristik kos
tanah sebagai investasi permanen, tanah tersebut perlu dipisahkan dari fasilitas fisis lain yang
dapat didepresiasi dalam pelaporannya.
Kos tanah sewaguna (leasehold), tanah hak guna bangunan (HGB), atau
bentuk investasi non permanen lainnya dalam bentuk tanah harus secara
sistematik dibebankan ke produksi selama umur ekonomik atau selama jangka
kontrak.
Dalam kondisi tertentu, tanah pertanian tidak dapat diperlakukan sebagai investasi permanen.
Kesuburan tanah jelas akan dipengaruhi oleh frekuensi panen dan lapisan atas tanah (topsoil)
yang subur mungkin habis akibat erosi sehingga suatu saat tanah tersebut secara ekonomik
tidak dapat ditanami lagi. Dalam keadaan seperti ini, akuntansi yang sehat menghendaki
pemisahan kos tanah menjadi bagian yang dimasukkan sebagai kos sisa tanah (kalau ada) dan
bagian yang menunjukkan kos elemen tanah yang dapat habis jasanya (potensi jasa tanah
untuk ditanami), kemudian ditentukan alokasi kos sistematik yang tepat untuk bagian kedua
tersebut. Jadi, dengan akuntansi seperti di atas, pengeluaran-pengeluaran untuk
mengembalikan kesuburan tanah akan menjadi bagian kos tanah yang pada akhirnya harus
didepresiasi.
Sumber Alam
Sumber alam (natural resources) yang akan habis melalui proses
penambangan (extraction) dan tidak dapat diperbarui atau diganti (renewable) sering disebut
dengan “aset habis pakai” (wasting assets). Tambang mineral (termasuk minyak mentah dan
gas) adalah contoh utama aset habis pakai. Hutan kayu yang biasanya tidak diremajakan lagi
oleh perusahaan pengekstraksi dapat dikategori sebagai aset habis pakai. Kos sumber alam
tersebut (tidak termasuk nilai sisa tanah) harus diserap secara sistematik ke produksi atas
dasar pengambilan atau konsumsi. Kos yang diserap ini disebut deplesi. Seperti juga pada
depresiasi, deplesi sebagai kos atau upaya untuk menghasilkan pendapatan harus ditentukan
secara objektif dan rasional tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap laba bersih.
Yang digolongkan sebagai aset tak berwujud (intangibles) meliputi pos seperti hak cipta,
paten, merek dagang, goodwill, dan kos organisasi. Sama seperti fasilitas fisis, kos aset tak
berwujud harus secara sistematik dibebankan ke operasi dan akhirnya terhadap pendapatan
selama umur yuridisnya. Dalam kasus tertentu dimungkinkan untuk menyerap kos tersebut
dalam waktu yang lebih pendek dari umur yuridisnya. Penghapusan langsung seluruh kos
sebagai rugi harus segera dilakukan kalau kondisi menunjukkan bahwa aset tak berwujud
tersebut tidak lagi mempunyai arti ekonomik yang penting. Karena banyak masalah teoritis
yang timbul, dua jenis aset tak berwujud yaitu goodwill dan kos organisasi dibahas di bawah
ini.
Goodwill
Goodwill timbul apabila suatu perusahaan membeli perusahaan lain yang sudah berjalan
secara keseluruhan. Goodwill adalah selisih lebih jumlah rupiah tunai atau setaranya yang
dibayarkan oleh perusahaan pembeli di atas nilai pasar wajar atau nilai buku kekayaan fisis
perusahaan yang dibeli. Goodwill dapat diinterpretasi sebagai kemampuan lebih dalam
menghasilkan laba dibanding kemampuan normal perusahaan yang kondisi kekayaan fisisnya
sama. Kemampuan lebih tersebut tidak dapat diperoleh secara terpisah dengan jalan membeli
hak monopoli atau cara lainnya. Secara akuntansi, goodwill tidak dapat ditimbulkan sendiri
oleh perusahaan tetapi harus melalui pembelian suatu perusahaan yang sedang berjalan. Kos
kampanye produk baru, misalnya, tidak dapat disebut sebagai goodwill.
Kos goodwill yang melekat pada harga beli suatu perusahaan yang sudah beroperasi pada
dasarnya merupakan nilai sekarang atau nilai diskunan (present or discounted value)
kelebihan laba yang mampu dihasilkan. Kelebihan laba ini merupakan jumlah rupiah
kelebihan yang diharapkan akan terjadi sehingga akhirnya investasi dengan pembelian
perusahaan di atas nilai buku tersebut menghasilkan suatu tingkat pembelian investasi (rate of
return) yang normal. Dengan demikian goodwill yang dibeli tersebut menunjukkan
pengakuan lebih dahulu sejumlah debit yang mengukur sebagian dari laba yang diharapkan
akan diperoleh kemudian. Jadi, jumlah debit goodwill diharapkan dapat ditutup atau
diperoleh kembali melalui laba lebih perusahaan yang dibeli.
Dengan demikian, sangat masuk akal kalau kos yang diperhitungkan sebagai goodwill harus
diserap dan dibebankan ke pendapatan selama kurun waktu yang dijadikan dasar dalam
mempertimbangkan kos pemerolehan perusahaan sehingga laba yang tampak dalam statemen
laba-rugi menunjukkan laba bersih normal. Kenyataan menunjukkan bahwa pada kebanyakan
perusahaan, kelebihan kemampuan untuk menghasilkan laba tidak berlangsung selamanya
tetapi hanya berlangsung dalam kurun waktu yang terbatas. Dengan demikian, goodwill
hendaknya diamortisasi sepanjang taksiran masa diperolehnya laba lebih.
Seandainya tingkat laba lebih tersebut tetap terjadi sesudah kurun waktu yang diantisipasi,
amortisasi kos goodwill tetap dilakukan hanya selama waktu yang diantisipasi semula atas
dasar faktor-faktor yang ada pada saat pengakuan goodwill. Kemampuan memberi laba lebih
sesudah jangka waktu yang diantisipasi mungkin bukan lagi disebabkan oleh faktor-faktor
dan kondisi yang dipertimbangkan pada saat perusahaan bersangkutan dibeli. Dengan kata
lain, kesuksesan yang dicapai perusahaan sesudah goodwill habis besar kemungkinan
disebabkan oleh perkembangan dan faktor baru bukan lagi oleh goodwill tersebut.
Selain diinterpretasi sebagai kemampuan melaba lebih (superior earnings atauexcess earning
power) secara keseluruhan, goodwill dapat pula dipandang sebagai pengukur kelebihan
spesifik perusahaan yang dibeli atau pengukur sikap masyarakat yang menguntungkan
terhadap perusahaan (favorable attitudes to word the firm). Sikap atau atribut yang dilekatkan
masyarakat terhadap perusahaan dapat berupa lokasi yang strategik, reputasi bisnis yang baik,
merek yang sudah terkenal, kesetiaan konsumen, pangsa pasar yang besar, dan faktor spesifik
lainnya. Bila harga beli melebihi penjumlahan harga wajar semua aset secara individual,
kelebihan tersebut dianggap melekat pada atribut spesifik tersebut. Ini berarti bahwa goodwill
dapat dikaitkan dengan aset tak berwujud spesifik sehingga dapat dipisahkan dari berbagai
aset lainnya. Lokasi yang strategic dikaitkan dengan harga tanah yang lebih tinggi dari harga
tanah di tempat lain. Pangsa pasar yang besar dianggap sebagai hak monopoli.
Interpretasi goodwill seperti di atas disanggah oleh argument bahwa laba perusahaan
dihasilkan oleh interaksi dari seluruh aset perusahaan. Goodwill merupakan kelebihaan
residual yang melekat pada perusahaan secara keseluruhan. Memperlakukan goodwill sebagai
atribut spesifik sama saja dengan melakukan imputasi pendapatan. Di lain pihak, tidak layak
jugauntuk menyebar kos goodwill ke semua aset karena kesulitan untuk mengidentifikasi
atau mengaitkan goodwill dengan aset tertentu. Oleh karena itu, goodwill sebenarnya dapat
diakui dalam satu akun debit dan dimaknai sebaga akun penilaian induk (master valuation
account) terhadap semua aset sebagai satu kesatuan. Fungsi goodwill dianggap sama dengan
fungsi premium investasi dalam obligasi atau cadangan penghapusan piutang. Dengan
perlakuan ini, goodwill bukan lagi merupakan kemampuan melaba lebih melainkan hanya
sebagai jumlah rupiah pengimbang (a plug) yang berfungsi sebagai penilaian. Persoalan
teoritis yang timbul kemudian adalah apakah jumlah debit goodwill dilaporkan sebagai
penambah aset atau pengurang ekuitas pemegang saham.
Kos Organisasi
Penyajian biaya tidak dapat dilepaskan dari penyajian pendapatan dan sarana untuk itu adalah
statemen laba-rugi. Penyajian elemen pendapatan, untung, biaya, dan rugi bergantung pada
konsep tentang apa saja yang membentuk laba.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Biaya mempunyai dua karakteristik utama yaitu aliran atau penurunan aset atau
kenaikan kewajiban dan berkaitan dengan operasi utama yang menerus. Rugi dibedakan
dengan biaya karena timbul dari sumber yang secara tidak langsung berkaitan dengan operasi
utama perusahaan. Rugi berasal dari transaksi, kegiatan, atau sumber berupa kegiatan
periferal, transfer non timbal-balik, penahanan aset, atau faktor lingkungan. Kriteria
pengakuan biaya adalah pemanfaatan dan kelenyapan. Biaya diakui bilamana manfaat
ekonomik telah dikonsumsi dalam rangka penyerahan barang atau jasa untuk mendatangkan
pendapatan atau bilamana manfaat ekonomik masa datang telah lenyap.
Biaya diukur dengan kos yang sebelumnya melekat pada aset. Biaya dapat dipandang sebagai
bagian kos yang telah terhabiskan dalam rangka menciptakan pendapatan. Bagian kos yang
terhabiskan dapat dihubungkan dengan pendapatan atas dasar hubungan sebab-akibat, alokasi
sistematik dan rasional, atau pengakuan segera. Basis asosiasi atas dasar sebab-akibat atau
penandingan langsung atas dasar produk merupakan basis yang paling ideal. Akan tetapi,
alasan kepraktisan danketaktersediaankanan (univentoriability) beberapa faktor kos
(administrative dan pemasaran) menjadikan akuntansi beralih ke penandingan tak langsung
atau penandingan perioda. Dengan kata lain, takaran penandingan bukan lagi produk
melainkan perioda.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini, banyak hal yang perlu adanya perbaikan-perbaikan dalam
penyusunan makalah ini. Tak ada gading yang tak retak. Untuk itu penyusun menyadari atas
kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Antara lain masih banyaknya penulisan ejaan yang
tidak sesuai, bahasa yang terlalu kasar, banyak menyinggung orang lain, dan banyak yang
bukan dari pemikiran pribadi tertuang dalam penyusunan makalah ini. Harap dijadikan
maklum dan kritik serta saran yang membangun sangat saya harapkan untuk perbaikan-
perbaikan selanjutnya. Akhir kata dengan kerendahan hati mohon maaf yang sebesar-
besarnya dan disampaikan terima kasih.