Anda di halaman 1dari 4

DASAR-DASAR ARSITEKTUR KOTA

“LIVABLE CITY”

NAMA :
DYAH SAVIRA AMBAR ARUM

NIM :
052001700038

DOSEN :
Ir.MOH. ALI TOPAN, MSP

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN


JURUSAN ARSITEKTUR
2020
LIVABLE CITY merupakan sebuah istilah yang menggambarkan sebuah lingkungan dan
suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktivitas yang
dilihat dari berbagai aspek baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll)
maupun aspek non fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi, dll) (IAP, 2009).

Pengertian Livable City menurut beberapa ahli :


a Menurut Hahlweg (1997), kota yang layak huni adalah kota yang dapat menampung
seluruh kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh masyarakat
b Menurut Evan (2002), konsep Livable City digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan
pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun
habitat sosial untuk realisasinya.
c Menurut Salzano (1997) Livable City adalah kota dimana ruang umum  yang merupakan
pusat kehidupan sosial dan fokus keseluruh masyarakat.

Konsep Livable City sangat berkaitan dengan lingkungan. Livable City harus


berkesinambungan dengan sistem ekologi dan kenyamanan hidup bagi masyarakat kota.
Pemulihan ekologi dapat memperbaiki lingkungan dalam Livable City dan sustainability. Livable
City harus menciptakan dan menjaga lingkungan yang bersih.

1.1 Prinsip Livable City


Dalam mewujudkan kota yang layak huni atau Livable City harus mempunyai
prinsip-prinsip dasar. Prinsip dasar ini harus dimiliki oleh kota-kota yang ingin
menjadikan kotanya sebagai kota layak huni dan nyaman bagi masyarakat kota.
Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dasar untuk mewujudkan Livable City:
1) Menurut Lennard (1997), prinsip dasar untuk Livable City adalah:
 Tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian
yang layak, air bersih, listrik).
 Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi
publik, taman kota, fasilitas ibadah/kesehatan/ibadah).
 Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan
berinteraksi.
 Keamanan, Bebas dari rasa takut.
 Mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya.
 Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik

2) Menurut Douglass (2002), dalam Livable City dapat dikatakan bertumpu pada 4


(empat) pilar, yaitu:
 Meningkatkan sistem kesempatan hidup untuk kesejahteraan
masyarakat.
 Penyediaan lapangan pekerjaan.
 Lingkungan yang aman dan bersih untuk kesehatan,  kesejahteraan dan
untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
 Good governance.

1.2 Institusi Penilaian Livable City


Beberapa institusi telah mengadakan beberapa penilaian mengenai Livable City ini,
diantaranya adalah :
 Americas Most Livable Communities, yang menilai tingkat kenyamanan hidup
kota-kota di Amerika Serikat.
 Urban Construction Management Company, UCMC – IBRD (World Bank), yang
menilai tingkat sustanabiliy kota-kota di dunia.
 International Center For Sustainable Cities, Vancouver Working Group
Discussion, yang menilai tingkat kenyamanan hidup kota-kota di Kanada.
 Indonesia Most Liveable City Index2011 oleh Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia
(IAP), yang menilai tingkat kenyaman hidup kota-kota di Indonesia.

2.1 Studi Kasus Livable City di Indonesia


Pada akhir tahun 2009 Ikatan Ahli Perencana (IAP) merilis Most Livable City
Index. Most Livable City Index merupakan sebuah indeks tahunan yang menunjukkan
tingkat kenyamanan warga kota untuk tinggal, menetap dan beraktivitas di suatu kota
yang ditinjau dari berbagai aspek perkotaan. Indeks ini dihasilkan dengan dengan
pendekatan : ”Snapshot, Simple and Actual” yang dilakukan melalui popular survey
kepada 1200 warga di 12 Kota Besar di Indonesia.
Kriteria yang digunakan dalam survey ini didasarkan pada hasil Simposium
Nasional : Masa Depan Kota Metropolitan Indonesia yang diadakan di kota Medan 4
Desember 2008 lalu, dimana terdapat tujuh variabel utama perkotaan, yaitu: Fisik Kota,
Kualitas Lingkungan, Transportasi – Aksesibilitas, Fasilitas, Utilitas, Ekonomi dan Sosial.
Berpedoman pada tujuh variabel tersebut, kemudian ditetapkan 25 kriteria penentuan
seperti berikut ini:
NO KRITERIA NO KRITERIA
1. Kualitas Penataan Kota 5. Tingkat Pencemaran Lingkungan
2. Jumlah Ruang Terbuka 6. Ketersediaan Angkutan Umum
3. Perlindungan Bangunan Bersejarah 7. Kualitas Angkutan Umum
4. Kualitas Kebersihan Lingkungan 8. Kualitas Kondisi Jalan
9. Kualitas Fasilitas Pejalan Kaki 15. Kualitas Fasilitas Rekreasi
10. Ketersediaan Fasilitas Kesehatan 16. Ketersediaan Energi Listrik
11. Kualitas Fasilitas Kesehatan 17. Ketersediaan Air Bersih
12. Ketersediaan Fasilitas Pendidikan 18. Kualitas Air Bersih
13. Kualitas Fasilitas Pendidikan 19. Kualitas Jaringan Telekomunikasi
14. Ketersediaan Fasilitas Rekreas 20. Ketersediaan Lapangan Pekerjaan
Survey Most Livable City Index juga menghasilkan sembilan poin penting mengenai kenyamanan
kota-kota di Indonesia, yaitu :

1 Kota dengan indeks tertinggi, menyatakan bahwa kotanya berada dalam kondisi yang relatif
cukup nyaman, di atas rata-rata index kota-kota lain di Indonesia
2 Kota dengan indeks terendah, menyatakan bahwa kotanya berada dalam kondisi yang tidak
nyaman dan berada di bawah angka rata-rata index kota di Indonesia
3 Indeks untuk penataan kota
4 Minimnya ketersediaan fasilitas untuk penyandang cacat. Buruknya fasilitasi bagi penyandang
cacat ini dapat diartikan pula bahwa semua kota belum memiliki fasilitasi yang baik bagi kaum
manula dan ibu hamil, padahal mereka semua juga merupakan warga kota yang harus
diperhatikan.
5 Semua kota dirasakan tidak nyaman pada aspek fisik, yaitu penataan kota yang buruk,
kurangnya RTH, tingginya tingkat pencemaran lingkungan serta rendahnya kualitas kebersihan
kota.
6 Hampir semua kota dipersepsikan oleh warganya memiliki fasilitas pendidikan dan kesehatan
yang baik.
7 Hampir semua kota dianggap memiliki masalah dalam ketersediaan lapangan kerja. Ini
merupakan salah satu dari dampak urbanisasi yang terjadi di setiap kota besar yang
menyebabkan tingkat persaingan dalam mendapatkan pekerjaan semakin tinggi. Pada akhirnya
hal ini akan berdampak pada semakin meningkatnya tingkat kemiskinan di kota besar.
8 Hampir semua kota dianggap oleh warganya memiliki kualitas angkutan umum yang buruk,
meskipun dari sisi ketersediaan beberapa kota dinilai memadai.
9 Mayoritas warga kota berpendapat bahwa tingkat kriminalitas merupakan permasalahan di
kawasan perkotaan.

Sumber :

https://missgayatripw.wordpress.com/2012/03/08/konsep-livable-city/

https://tataruang.atrbpn.go.id/Bulletin/upload/data_artikel/Most%20Livable%20City%20Index
%20Tantangan%20Menuju%20Kota%20Layak%20Huni%20-%20Dani%20Muttaqin,%20ST.pdf

Anda mungkin juga menyukai