1.1 Prolog
Pengertian kota dan daerah perkotaan dapat dibedakan dalam dua pengertian yaitu kota
untuk city dan daerah perkotaan untuk urban. Pengertian city diidentikkan dengan kota
besar,sedangkan urban berupa suatu daerah, yang merupakan kota dan aktivitasnya.
Keadaan geografi sebuah kota bukan hanya merupakan pertimbangan yang esensial pada
awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi fungsi dan bentuk fisiknya.
Perkembangan kota secara historis dipandang sebagai penyebab dan solusi untuk
perbaikan sosial, ekonomi, politik dan budaya. Namun, dalam perkembangan kota mebuat
perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan dipengaruhi oleh tingkat dan jenis
industrialisasi, kualitas perumahan, aksesibilitas untuk ruang hijau dan meningkatkan
keprihatinan terhadap transportasi (McCarthy, 2002). Kerusakan lingkungan merupakan
permasalah kota yang diakibatkan oleh perkembangan kota yang mempengaruhi
urbanisasi secara besar-besaran di kota.
. Bertambahnya jumlah penduduk yang terus meningkat membuat layanan kota akan
semakin tidak efektif, kecuali kota dapat memberikan fasilitas layanan yang dibutuhkan
oleh masyarakat secara keseluruhan yang tinggal di kota. Kenyataannya sekarang ini
banyak kota-kota di seluruh dunia yang masih belum dapat melayani masyarakat yang
tinggal di dalamnya. Hal ini dikarenakan kota tidak dapat menyediakan fasilitas layanan
infrastruktur untuk mewadahi aktivitas masyarakat sehari-hari di kota. Jadi banyak
masyarakat kota yang tidak merasa nyaman lagi untuk tinggal dikota, karena kepadatan
penduduk yang membuat ruang kota semakin sempit, kemacetan dan kerusakan
lingkungan.
Dari permasalah kota di atas, maka masyarakat kota membutuhkan kota yang layak huni
untuk mereka atau disebut Livable City. Livable City menjadi kata kunci dalam perencanaan
kota, karena dapat menyelesaikan berbagai masalah kota yang menganggu kenyamanan
kota. Dengan cara menaikankan kualitas hidup yang masyarakat yang tinggal di
kota terkait dengan kemampuan mereka untuk mengakses infrastruktur (transportasi,
komunikasi, air, dan sanitasi), makanan, udara bersih, perumahan yang
terjangkau, lapangan kerja dan ruang dan taman hijau. Konsep Livable City digunakan
dalam representasi sustainable city (Wheeler, 2004). Dalam konteks keberlanjutan adalah
kemampuan untuk mempertahankan kualitas hidup yang dibutuhkan oleh masyarakat
kota
1.2 Pengertian Livable City
Sekarang ini banyak masyarakat kota yang mengeluhkan ketidaknyamanan lingkungan
tempat tinggal mereka. Ketidaknyamanan tersebut dapat ditemukan dalam permasalahan
mulai dari masalah kemacetan, tidak terawatnya fasilitas umum dan masalah kebersihan
lingkungan. Dalam kondisi seperti ini, setiap masyarakat mengiginkan sebuah kota yang
nyaman dan memang layak untuk dihuni atau Livable City
“A Livable City is a city where I can have a healthy life and where I have the chance for easy
mobility – by foot, by bicycle, by public transportation, and even by car where there is no
other choice…The Livable City is a city for all people. That means that the Livable City should
be attractive, worthwhile, safe for our children, for our older people, not only for the people
who earn money there and then go and live outside in the suburbs and in the surrounding
communities. For the children and elderly people it is especially important to have easy access
to areas with green, where they have a place to play and meet each other, and talk with each
other. The Livable City is a city for all. (D. Hahlweg, 1997)”
Kota layak huni atau Livable City adalah dimana masyarakat dapat hidup dengan nyaman
dan tenang dalam suatu kota. Menurut Hahlweg (1997), kota yang layak huni adalah kota
yang dapat menampung seluruh kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh
masyarakat. Menurut Evan (2002), konsep Livable City digunakan untuk mewujudkan
bahwa gagasan pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan
fisik maupun habitat sosial untuk realisasinya.
“Therefore a Livable City is also a ‘sustainable city’: a city that satisfies the needs of the
present inhabitants without reducing the capacity of the future generation to satisfy their
needs( E. Salzano, 1997)”
“…there are those social groups for whom a Livable City is one where those elements have
been preserved or renewed which have always been an integral part of people friendly places.
These are, as Peter Smithson once beautifully said ‘relationships between streets and
buildings, and buildings amongst themselves, and trees, and seasons of the year, and
ornamentation, and events and other people.(A. Palej, 2000)”
“The coin of livability has two faces. Livelihood is one of them. Ecological sustainability is the
other. Livelihood means jobs close enough to decent housing with wages commensurate with
rents and access to the services that make for a healthful habitat. Livelihoods must also be
sustainable. If the quest for jobs and housing is solved in ways that progressively and
irreparably degrade the environment of the city, then the livelihood problem is not really
being solved. Ecological degradation buys livelihood at the expense of quality of life, with
citizens forced to trade green space and breathable air for wages.To be livable, a city must
put both sides of the coin together, providing livelihoods for its citizens, ordinary as well as
affluent, in ways that preserve the quality of the environment. (P. Evans, 2002)”
Pengertian Livable City dari perspektif orang-orang adalah kota yang layak huni dimana
masyarakat kota dapat mencari pekerjaan, melayani kebutuhan dasar termasuk air bersih
dan sanitasi, memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang layak,
hidup dalam komunitas yang aman dan lingkungan yang bersih. Dapat dikatakan
bahwa Livable City merupakan gambaran sebuah lingkungan dan suasana kota yang
nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktifitas yang dilihat dari
berbagai aspek, baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun
aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi, dll).
Dalam mewujudkan kota yang layak huni atau Livable City harus mempunyai prinsip-
prinsip dasar. Prinsip dasr ini haru dimiliki oleh kota-kota yang inggin menjadikan kotanya
sebagai kota layak huni dan nyaman bagi masyarakat kota. Berikut ini merupakan prinsip-
prinsip dasar untuk mewujudkan Livable City:
1. Americas Most Livable Communities, yang menilai tingkat kenyamanan hidup kota-
kota di Amerika Serikat.
2. Urban Construction Management Company, UCMC – IBRD (World Bank), yang
menilai tingkat sustanabiliy kota-kota di dunia.
3. International Center For Sustainable Cities, Vancouver Working Group Discussion,
yang menilai tingkat kenyamanan hidup kota-kota di Kanada.
4. Indonesia Most Liveable City Index2011 oleh Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia
(IAP), yang menilai tingkat kenyaman hidup kota-kota di Indonesia.
2.1 Studi Kasus Livable City di Indonesia
Untuk mengetahui persepsi warga kota mengenai tingkat kenyamanan kota-kota besar di
Indonesia maka Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) melakukan penelitian Indonesia
Most Livable City Index (MLCI) 2011. Kegiatan ini merupakan sebuah indeks tahunan yang
menunjukkan tingkat kenyamanan warga kota untuk tinggal, menetap dan beraktivitas di
suatu kota yang ditinjau dari berbagai aspek perkotaan. Indeks ini dihasilkan dengan
dengan pendekatan : ”Snapshot, Simple and Actual” yang dilakukan di 15 kota besar di
Indonesia, yaitu Yogyakarta, Denpasar, Makasar Manado, Surabaya, Semarang,
Banjarmasin, Batam, Jayapura, Bandung, Palembang, Palangkaraya, Jakarta, Pontianak dan
Medan. Kriteria indikator yang digunakan IAP dalam melakukan penelitian ini adalah
terdiri dari 26 indikator yang dikelompokkan ke dalam 9 kriteria utama, yaitu:
8.Aspek Keamanan,
“Ini memperlihatkan bahwa kota-kota tersebut masih berada dalam kondisi yang jauh dari
ideal, (IAP, 2011)”
Hasil index di atas meningkat dibandingkan dengan hasil penelitian MLCI pada tahun 2009
yang sangat jauh dari ideal, yaitu dengan jumlah index rata-ratanya sebesar 54,17%.
Denpasar 63.63%
Batam 52.60%
Palembang 52.15%
Palangkaraya 52,04 50.86%
3.1 Kesimpulan
Dalam mewujudkan kota yang layak huni di kota-kota Indonesia harus dibutuhkan peran
dari pemerintah kota sebagai pihak yang diberi mandat oleh warga harus berusaha untuk
merencanakan, membangun dan mengendalikan kawasan perkotaan untuk mewujudkan
lingkungan perkotaan yang layak huni (Livable City).
3.2 Saran
Hahlweg, D. 1997. “The City as a Family” In Lennard, S. H., S von Ungern Sternberg, H. L.
Lennard, eds. Making Cities Livable. International Making Cities Livable Conferences.
California, USA: Gondolier Press.
Salzano, E. 1997. “Seven Aims for the Livable City” in Lennard, S. H., S von Ungern-
Sternberg, H. L. Lennard, eds. Making Cities Livable. International Making Cities Livable
Conferences. California, USA: Gondolier Press
Palej, A. 2000. “Architecture for, by and with Children: A Way to Teach Livable City” Paper
presented at the International Making Cities Livable Conference, Vienna, Austria, 2000.
Wheeler, Stephen M . 2004. Planning For Sustainability, Creating Livable, Equitable, And
Ecological Communities. New York. Routledge.
Kota Livable
Livable City merupakan sebuah istilah yang menggambarkan sebuah lingkungan dan suasana kota
yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktivitas yang dilihat dari
berbagai aspek baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek non
fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi, dll) (IAP, 2009). Beberapa definisi Livable City di
antaranya:
“The coin of livability has two faces : Livehood is one of them, ecological sustainability is the other”
(P.Evans,ed 2002. Livable Cities: Urban Struggles for Livelihood and Sustainability)
“A Livable city is a city where I can have ahealthy life and where I have the chance for easy
mobility... The liveable city is a city for all people”
(D.Hahlweg,1997. The City as a Family)
Beberapa institusi telah mengadakan beberapa penilaian mengenai Livable City ini, di antaranya
adalah :
Dari beberapa kegiatan penilaian mengenai Livable City, prinsip-prinsip dari Livable City di
antaranya :
Tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian yang layak, air
bersih, listrik),
Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi publik, taman kota,
fasilitas ibadah/kesehatan/ibadah),
Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi,
Keamanan, Bebas dari rasa takut,
Mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya,
Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik.