Anda di halaman 1dari 10

METODE PERANCANGAN KOTA

DAN PEMBELAJARAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR KAWASAN

Oleh:
Nyoman Teguh Prasidha
Jurusan Arsitektur Universitas Pancasila, Jakarta

Abstrak

Studio perancangan arsitektur kawasan merupakan suatu pengembangan kekhasan alur studi pada
penyelenggaraan pendidikan arsitektur. Menyadari bahwa mata kuliah berbasis studio merupakan inti
pendidikan arsitektur dan di sisi lain adanya tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan
mampu bersaing dalam dunia kerja, maka diperlukan pengembangan metode pembelajaran mata kuliah
studio perancangan arsitektur kawasan. Didasari keselarasan mata kuliah ini dengan alur studi
perancangan kota (urban design), maka dibutuhkan implementasi metode perancangan kota dalam
pengembangan metode pembelajaran dan tugas studio arsitektur kawasan. Esensi penyelenggaraan
studio perancangan arsitektur kawasan sekurang-kurangnya berlandaskan pengembangan empat
komponen pembelajaran yaitu: teori, desain, kolaborasi, dan teknologi yang diterjemahkan sebagai
pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan soft skill mahasiswa.

Kata kunci: pembelajaran studio, arsitektur kawasan, komponen perancangan kota.

A. Studio Perancangan Arsitektur Kawasan

Metode pembelajaran studio arsitektur selalu menjadi topik pembahasan yang menarik dalam
penyelenggaraan pendidikan arsitektur. Berbagai tulisan dan/atau even pertemuan ilmiah yang
membahas tentang metode pembelajaran berbasis studio telah cukup sering ditampilkan atau
diselenggarakan. Dibandingkan dengan studio perancangan arsitektur bangunan, fokus terhadap mata
kuliah berbasis studio perancangan kota (urban design) masih perlu ditingkatkan. Hal ini tidak terlepas
dari masih jarangnya perguruan tinggi penyelenggara pendidikan arsitektur di Indonesia yang
mengembangkan secara khusus alur pendidikan perancangan kota.

Salah satu perguruan tinggi penyelenggara pendidikan arsitektur yang mengembangkan bidang
peminatan selaras terhadap alur perancangan kota adalah Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Pancasila (FTUP) dengan mata kuliah peminatan yang dikenal sebagai Studio Perancangan Arsitektur
(SPA) Kawasan, di samping mata kuliah peminatan Studio Perancangan Arsitektur Bangunan. Mata
kuliah peminatan ini diselenggarakan pada semester 6 (enam) dan 7 (tujuh).

Dalam makalahnya tentang Evaluasi Metode Pembelajaran Studio Perancangan Arsitektur (SPA)
Kawasan di Jurusan Arsitektur FTUP, Sulipwahadi dan Ashry Prawesthi mengungkapkan tujuan
penyelenggaraan mata kuliah studio perancangan arsitektur kawasan adalah untuk memenuhi tantangan
dan dinamika pasar kerja dan juga pembangunan di sektor perkotaan yang semakin dibutuhkan serta
pelaksanaan otonomi daerah. Untuk memenuhi tuntutan kebutuhan tenaga ahli di bidang perencanaan
dan penataan kawasan itulah maka Jurusan Arsitektur FTUP merespon dengan menyelenggarakan mata
1
kuliah SPA Kawasan yang dimulai dari tahun akademik 2005-2006.

1
Sulipwahadi dan Ashri P.D. “Evaluasi Metode Pembelajaran Studio Perancangan Arsitektur (SPA) Kawasan di
Jurusan Arsitektur FTUP”. Makalah pada: Prosiding Semiloka Nasional Pendidikan Arsitektur: Metode Pembelajaran
yang Tepat untuk Matakuliah Berbasis Studio Pada Jurusan Arsitektur. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Pancasila. Jakarta, 14 April 2007.

http://www.univpancasila.ac.id/ Page 1
Gambar-1
Salah Satu Proyek Pengembangan Kawasan di Daerah (Provinsi Sumatera Selatan) yang Membutuhkan
2
Tenaga Perancang Arsitektur Kawasan

Pengembangan bidang peminatan Studio Perancangan Arsitektur Kawasan di Jurusan Arsitektur FTUP
juga sejalan dengan salah satu rekomendasi hasil Lokakarya Penyusunan Kebijakan Pendidikan dan
Kompetensi Keprofesian Arsitektur di Indonesia yang diselenggarakan di Jurusan Teknik Arsitektur
Institut Teknologi Bandung pada tahun 2000 yang merekomendasikan setiap perguruan tinggi
penyelenggara pendidikan arsitektur seyogyanya mengembangkan kekhasan masing-masing program
pendidikan dengan membuat alur-alur studi. Alur-alur studi dilakukan untuk mengakomodasi kekhasan
kebutuhan dan potensi daerah setempat atau berdasarkan keragaman keprofesian arsitektur yang ingin
dikembangkan. Kurikulum inti yang memuat desain sebagai pengetahuan pokok dalam pendidikan
arsitektur memiliki peluang untuk dikembangkan dalam berbagai alur, yaitu:
 alur perancangan arsitektur (architectural design)
 alur keteknikan arsitektur (architectural engineering): building science, quantity surveyor,
manajemen konstruksi, properti
 alur keilmuan arsitektur (architectural science): sejarah arsitektur, konservasi bangunan dan
kawasan
 alur perancangan kota (urban design)
 alur permukiman (human settlement)
3

Pada dasarnya istilah Perancangan Arsitektur Kawasan relatif tidak berbeda dengan Perancangan Kota.
Perancangan Kota atau Urban Design merupakan bidang yang kompleks. Truman Harshorn
4
menyebutkan urban design is a difficult term to define. Menyadari bahwa mata kuliah berbasis studio
(studio arsitektur) merupakan inti (core) pendidikan arsitektur dan tuntutan untuk menghasilkan lulusan

2
Dikutip dari: Deputi Bidang Pengembangan Kawasan Kementerian Negara Perumahan Rakyat RI. Sumber:
http://www.kemenpera.go.id.
3
Tim Inti Lokakarya. “Perumusan Hasil Lokakarya dalam Rangka Penyusunan Kebijakan Pendidikan dan
kompetensi Keprofesian Arsitektur di Indonesia”. Makalah pada: Seminar Nasional 50 Tahun Pendidikan Arsitektur di
Indonesia. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 6-7 Oktober 2000.
4
Hartshorn, Truman A. Interpreting The City: An Urban Geography. John Wiley & Sons. Inc. New York. 1992: 449.

http://www.univpancasila.ac.id/ Page 2
yang kompeten dan mampu bersaing dalam dunia kerja, maka menjadi tantangan tersendiri dalam
mengemas mata kuliah Studio Perancangan Arsitektur Kawasan sebagai bagian pembelajaran
pendidikan Sarjana (S-1) di Jurusan Arsitektur Universitas Pancasila. Pemilihan nama mata kuliah Studio
Perancangan Arsitektur Kawasan (bukan diberi nama Studio Perancangan Kota) dengan pertimbangan
untuk membatasi ruang lingkup baik lingkup materi studi maupun substansi luasan keruangan studi
kasus. Di sisi lain istilah ini dapat lebih fleksibel dalam mengakomodasi kebutuhan perancangan
permukiman dan berbagai sarana prasarana jasa pelayanan tidak hanya di kawasan perkotaan namun
5
juga untuk kawasan perdesaan.

B. Perancangan Kota sebagai Perluasan Bidang Arsitektur

Esensi yang terpenting dalam penyelenggaraan mata kuliah Studio Perancangan Arsitektur Kawasan
adalah menanamkan dan melatih metode dan teknik perancangan kota. Pada dasarnya metode dan
teknik perancangan kota tidak berbeda dengan metode perancangan arsitektur. Menjelaskan hubungan
ini, Achmad Djunaedi mengatakan perancangan kota dapat dilihat sebagai perluasan bidang arsitektur.
6
Cliff Moughtin menyebut urban design sebagai sister art dari arsitektur.

Ditinjau dari skala atau cakupan area, arsitektur merancang bangunan pada satu persil (atau disebut
berskala mikro), sedangkan cakupan perancangan kota meluas tidak hanya satu persil tapi suatu
kawasan (yang biasanya terdiri dari banyak persil) dapat disebut juga sebagai berskala mezo (lihat
Gambar-2). Dengan demikian, perancangan kota berkaitan dengan penataan lingkungan fisik yang lebih
luas daripada hanya satu persil seperti yang dialami oleh bidang arsitektur. Karena dapat dilihat sebagai
ekstensi dari bidang Arsitektur, maka bidang Perancangan Kota (Urban Design) sering pula disebut
7
sebagai “Arsitektur Kota”.

Arsitektur Perancangan Kota

mikro mezo

Gambar-2
8
Perancangan Kota sebagai Perluasan Bidang Arsitektur
Menjabarkan metode perancangan kota sebagai pendekatan terhadap pengembangan mata kuliah studio
perancangan arsitektur kawasan perlu didasari oleh pemahaman tentang pengertian perancangan kota.
Robert Dannenbrink mendeskripsikan perancangan kota sebagai berikut: perancangan kota adalah
proses dan hasil pengorganisasian dan pengintegrasian seluruh komponen lingkungan (buatan dan
alam), sedemikian rupa sehingga akan meningkatkan citra setempat dan perasaan berada di suatu
tempat (sense of place), dan kesetaraan fungsional, serta kebanggaan warga dan diinginkannya suatu
tempat menjadi tempat tinggal. Hal tersebut dapat diterapkan pada berbagai setting dan kepadatan fisik,
mulai dari daerah perkotaan, pinggiran kota, hingga pedesaan, mulai dari skala lingkungan permukiman
hingga keseluruhan daerah, dan dapat terpusatkan pada permasalahan kota secara keseluruhan atau

5
Pertimbangan pemilihan nama Studio Perancangan Arsitektur “Kawasan” juga terkait kepada definisi dari istilah
Kawasan, Kawasan Perkotaan, dan Kawasan Perdesaan, serta berbagai istilah kawasan lainnya sebagaimana
termuat pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
6
Moughtin, Cliff (et. all). Urban Design: Method and Techniques. Elsevier & Architectural Press. Amsterdam.2004: 2
7
Djunaedi, Achmad. Bahan Kuliah Perancangan Kota I. Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. 2000.
8
Gambar dimodifikasi dari: Djunaedi, Achmad. Ibid.

http://www.univpancasila.ac.id/ Page 3
komponen khusus, misalnya lingkungan permukiman, pusat bisnis, sistem ruang terbuka, atau karakter
9
jalan utama.

Matthew Carmona mengutip Department of Environtment (London DoE, 1995) mendefinisikan


perancangan kota (urban design): …the relationship between different buildings; the relationship between
buildings and the streets, squares, parks and other open spaces which make up the public domain; the
relationship of one part of village town or city with other parts; and the interplay between our evolving
environment of buildings and the values, expectations and resources of people: in short the complex
inter-relationships between all the various elements of built and unbuilt space, and those responsible for
10
them.
11
Pittas dan Ferebee (1982: 12-13) mendeskripsikan tentang karakteristik perancangan kota, yaitu:
1) Perancangan kota mempunyai dimensi publik (masyarakat luas); dan hal ini tidak tergantung pada
tempat pelaksanaannya: di tanah milik umum ataupun di tanah milik pribadi.
2) Jangka waktu pelaksanaan hasil perancangan kota mempunyai jangka waktu yang lebih lama
daripada hasil perancangan arsitektur atau arsitektur lansekap.
3) Perancangan kota lebih bersifat memungkinkan perubahan lingkungan buatan daripada
melaksanakan perubahan tersebut.
4) Perancangan kota seringkali perlu dilakukan secara anonim, berbeda dengan perancangan
arsitektur yang nama arsiteknya ditonjolkan.
5) Perancangan kota berorientasi ke proses nilai di samping juga berorientasi produk.
6) Perhatian perancangan kota lebih tertuju kepada komposisi bangunan-bangunan dalam lingkungan
visual publik serta hubungannya dengan ruang terbuka publik daripada ke bangunan tunggal.
7) Perancangan kota menyadari adanya klien yang pluralistis (berkaitan dengan berbagai institusi
pemerintah dan swasta), dan perancangan kota mengembangkan metode pembelajaran untuk tipe
klien seperti itu.
8) Hasil perancangan kota bersifat lebih relativistis dibanding produk arsitektur, tapi lebih pasti
dibanding hasil perencanaan kota.
9) Tidak seperti pendidikan perencanaan kota, perancangan kota menyadari batasbatas spasial
maupun dimensional dalam melihat dunia (dengan pandangan keruangan tiga dimensi).
10) Tidak seperti pendidikan arsitektur, perancangan kota memberi nilai yang lebih pada program
(proses) daripada terhadap artefak (produk berupa fisik).
11) Dalam sejarah, rancangan kota yang baik tidak selalu dihasilkan oleh perancang kota yang hebat.
12) Pendidikan perancangan kota menuntut pemberian materi tentang ilmu-ilmu sosial, hukum, ekonomi
dan administrasi perusahaan.

Dalam bukunya yang mengulas tentang metode dan teknik perancangan kota, Cliff Moughlin
mendefinisikan teknik sebagai perangkat operasional yang digunakan dalam berbagai tahapan dalam
proses perancangan kota. Lebih lanjut menurut Moughlin, metode merupakan struktur dan bentuk dari
proses manajemen perancangan kota. Secara sederhana Moughlin juga mengartikan metode
12
perancangan kota sebagai suatu cara atau proses merancang kota.

Secara garis besar Moughtin menjabarkan metode perancangan kota terdiri atas:
1. Pendefinisian atau perumusan (problems defined)
2. Survei dan investigasi berbagai data dan informasi kawasan, termasuk di dalamnya inventarisasi
peraturan perkotaan yang berlaku
3. Analisis berupa analisis potensi dan masalah, termasuk di dalamnya antara lain seperti townscape
analysis dan visual analisys

9
Branch, Melville C. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar & Penjelasan, Terjemahan: B. H. Wibisono & A.
Djunaedi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 1995 : 200.
10
Carmona, Matthew. “Controlling Urban Design – Part 1: A Possible Renaissance?”. Journal of Urban Design, Vol.
1, No. 1, 1996: 57-58.
11
Pittas, M. dan Ferebee. A. (editors), Education for Urban Design. Institute for Urban Design. Purchase. New York.
1982: 12-13.
12
Moughtin, Cliff (et. all). Urban Design: Method and Techniques. Elsevier & Architectural Press. Amsterdam.2004: 2

http://www.univpancasila.ac.id/ Page 4
4. Pengembangan konsep desain
5. Evaluasi terhadap berbagai alternatif proposal desain
13
6. Visualisasi desain.

Jon Lang menyebutkan tipe produk urban design dapat berupa:


1 kota baru (new towns);
2 kawasan kota (urban precincts) pada berbagai jenis, baru maupun peremajaan (new and renewed);
3 elemen-elemen infrastruktur kota; termasuk dalam infrastruktur kota meliputi antara lain: jalan, fasilitas
transport, fasilitas umum dan fasilitas sosial.
4 obyek-obyek tunggal bagian dari kota seperti menara jam kota, monumen, obyek-obyek bernilai seni,
14
menarik, atau bernilai historis.

C. Implementasi Metode Perancangan Kota

Berdasarkan pemahaman terhadap metode dan proses perancangan kota, berikut ini merupakan
penjabaran langkah-langkah pengerjaan tugas mata kuliah studio perancangan arsitektur kawasan.

1. Menetapkan obyek perancangan pada suatu kawasan kota. Obyek perancangan dapat berupa
sepenggal jalan atau suatu blok kawasan. Obyek perancangan yang dipilih memiliki masalah dan/atau
potensi potensi arsitektur kota/perancangan kota yang menarik dan spesifik, serta memiliki
kelengkapan komponen-komponen rancang kota yang membutuhkan penataan atau perancangan.

2. Mengangkat dan mengungkapkan isu permasalahan pada lokasi studi sebagai Latar Belakang
perancangan kawasan. Isu permasalahan di lokasi studi diperoleh dan dikembangkan dari berbagai
sumber, antara lain: hasil penelitian yang pernah dilakukan, buku-buku, media cetak (koran dan
majalah), dan media elektronik (internet dan digital library). Uraian latar belakang ini mencerminkan
urgensi perancangan pada obyek perancangan

3. Merumuskan masalah arsitektur kawasan/perancangan kota. Untuk memancing kreativitas dan inovasi
mahasiswa dalam merumuskan masalah dapat dikemas dalam dua atau tiga kalimat pertanyaan
masalah. Contoh pertanyaan pengungkapan masalah:
a. Mengapa terjadi penurunan kualitas visual dan lingkungan di kawasan/lokasi studi?
b. Bagaimana cara untuk meningkatkan kualitas visual dan lingkungan di kawasan/lokasi studi?

4. Menjabarkan tujuan perancangan kawasan, yang dirumuskan dalam kalimat yang mengandung makna
memecahkan masalah arsitektur kawasan/perancangan kota. Contoh tujuan perancangan arsitektur
kawasan/perancangan kota:
a. Mengungkapkan dan menggambarkan masalah arsitektur dan rancang kota di kawasan/lokasi studi.
b. Merancang suatu konsep penataan kawasan untuk meningkatkan kualitas visual dan lingkungan di
kawasan/lokasi studi.

5. Menjabarkan Metode Perancangan yang digunakan, berupa skema tentang tahapan-tahapan kegiatan
perancangan arsitektur kawasan mulai dari mengungkapkan latar belakang masalah, perumusan
masalah dan tujuan perancangan kawasan, identifikasi potensi dan masalah, metode pengumpulan
(gathering) data dan informasi, pengamatan lapangan (observation), metode analisis, dan hingga
tahap sintesa atau perumusan konsep penataan komponen-komponen perancangan kawasan.

6. Melakukan tinjauan pustaka dan dokumen peraturan perundang-undangan terkait masalah


perancangan dan lokasi studi:
a. Melakukan tinjauan pustaka (literature review) tentang teori-teori perancangan kota terkait masalah
yang dihadapi dan paradigma-paradigma perancangan kota (paradigma perancangan kota antara lain
seperti: green city, sustainable city, smart growth city, kota tanggap bencana, kota yang aman, dll.).

13
Moughtin. Ibid: 11-12
14
Lang, Jon. Urban Design: A Typology of Procedures and Products. Elsevier-Architectural Press. Amsterdam. 2005:
44.

http://www.univpancasila.ac.id/ Page 5
b. Menginventaris dokumen peraturan perundang-undangan tentang masalah dan lokasi studi serta
standar-standar perencanaan dan perancangan kota, antara lain: peraturan tentang Rencana Tata
Ruang di lokasi studi, mulai dari tingkat tata ruang wilayah hingga detail/teknik tata ruang, standar
geometri jalan, standar aksesibilitas, standar utilitas kota, vegetasi, dll.
c. Melakukan perbandingan (dari berbagai literatur) terhadap masalah/kasus perancangan kawasan
sejenis yang ada di kawasan lain, dan/atau di kota lain, dan/atau di negara lain dengan pemecahan
masalah yang dinilai lebih baik atau berhasil (best practice),
Tinjauan pustaka dan dokumen peraturan perundang-undangan di atas dapat dilakukan terhadap
berbagai sumber, antara lain: buku-buku, materi kuliah, laporan studio perancangan kota, media
massa, atau media elektronik (internet)

7. Mengidentifikasi dan mengungkapkan potensi dan masalah yang ada di lapangan (melihat kondisi
empiris), yang dilakukan melalui:
a. Melakukan survey pengamatan (observasi) di lokasi studi,
b. Membuat dokumentasi foto masalah-masalah dan potensi rancang kota di lokasi studi,
c. Mengumpulkan data dan informasi di lapangan sesuai yang kebutuhan perancangan kawasan.
Lokasi studi dapat dibagi menjadi beberapa zona (segmen) untuk memudahkan dan memperjelas
identifikasi dan pengungkapan potensi/masalah.

Untuk menghindari terjadinya pelebaran ruang lingkup materi, maka identifikasi potensi dan masalah
dapat menggunakan instrumen perancangan kota, yaitu antara lain: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
15
tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dengan pendekatan instrumen tersebut,
potensi dan masalah di lokasi studi diungkapkan terhadap komponen-komponen perancangan kawasan,
yaitu: 1) struktur peruntukan lahan, 2) intensitas pemanfaatan lahan, 3) tata bangunan, 4) sistem sirkulasi
dan jalur penghubung, 5) sistem ruang terbuka dan tata hijau, 6) tata kualitas lingkungan, 7) sistem
prasarana dan utilitas lingkungan, dan 8) pelestarian bangunan dan lingkungan.

Gambar-3
Ilustrasi Identifikasi dan
Analisis terhadap Bentuk dan
16
Massa Bangunan

Atau dengan pendekatan teori


perancangan kota. Terdapat
berbagai teori perancangan
kota yang dapat digunakan
untuk menjabarkan
komponen/elemen
perancangan kota. Sebagai
contoh: komponen
perancangan kota tersebut
sinergis dengan delapan
elemen rancang kota yang
dikemukakan Hamid Shirvani
yang terdiri atas: 1) tata guna
lahan/peruntukan lahan (land
use), 2) bentuk dan massa bangunan (building form and massing), 3) sirkulasi dan parkir (circulation and
parking), 4) ruang terbuka (open space), 5) jalur pejalan kaki (pedestrian ways) 6) kegiatan penunjang

15
Lihat: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 Tanggal 16 Maret 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
16
Richard Hedman dan Andrew Jaszewski, Fundamentals of Urban Design. American Planning Association.
Washington D.C. 1984: 48-126.

http://www.univpancasila.ac.id/ Page 6
(activity support), 7) penanda kawasan (signage), dan 8) bangunan atau obyek-obyek yang dilindungi
17
atau bernilai historis (preservation).

8. Berdasarkan potensi dan masalah dilakukan analisis arsitektur dan rancang kota (urban design
analisis), meliputi:
a. Analisis terhadap komponen-komponen perancangan kawasan
b. Membuat alternatif-alternatif pemecahan masalah dan pengembangan potensi arsitektur kawasan dan
melakukan evaluasi terhadap masing-masing alternatif tersebut. Dalam tahap ini juga dilakukan
perbandingan-perbandingan kondisi sebelum (eksisting) terhadap hasil rancangan, atau perbandingan
kondisi sebelum (before) dan sesudah perancangan (after).

Gambar-4
Perbandingan kondisi eksisting
(before) dan hasil rancangan
18
(after)

9.Merumuskan konsep
atau
strategi penataan
komponen-komponen
perancangan kawasan sebagai
usulan pemecahan masalah
(problem solving) arsitektur dan
rancang kota kawasan yang
divisualisasikan dalam wujud
gambar-gambar perancangan, antara lain: site plan kawasan, tampak (fasade) dan potongan
kawasan, penataan sirkulasi, ruang terbuka, massa bangunan, utilitas kota, detail-detail arsitektur,
perspektif-perspektif yang menggambarkan suasana kawasan hasil rancangan.

Gambar-5
Contoh Presentasi Produk
Perancangan Arsitektur
19
Kawasan

Untuk menambah wawasan


dan pengetahuan rancang
kota, setiap mahasiswa harus
mengumpulkan literatur dan
informasi terkait arsitektur
kota dan permukiman atau
yang berkaitan dengan
rancang kota sebagai private
library (koleksi pribadi), baik dalam bentuk hard file seperti antara lain buku-buku literatur, jurnal, dan
dokumen peraturan perundang-undangan, maupun berbentuk soft file yang dikumpulkan menggunakan
media informasi elektronik antara lain memanfaatkan internet dan digital library.

17
Lihat: Shirvani, Hamid. The Urban Design Process, New York, Van Nostrand Reinhold Co. 1985.
18
Dikutip dari: Urban Design Action Plan. Guelph Community Visual Survey 2005-6 High Ranking Residential
Images. Sumber: http://guelph.ca/uploads/PBS_Dept/planning.
19
Dikutip dari: Urban Design Program University of California, Berkeley_ Ivan Lopez. Sumber:
http://mud.ced.berkeley.edu/studios/2007.

http://www.univpancasila.ac.id/ Page 7
Sebagaimana halnya suatu kegiatan yang bersifat ilmiah akademis, mahasiswa harus menjalankan etika
akademis. Mahasiswa harus menghargai hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dengan selalu
mencantumkan sumber referensi atau informasi dari setiap pengutipan atau penyalinan referensi baik
tulisan maupun gambar yang bersumber dari buku, media cetak, dan media elektronik. Selain agar karya
yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, hal ini juga untuk mencegah terjadinya
plagiarisme (penjiplakan karya cipta).

D. Esensi Studio Perancangan Arsitektur

Kembali kepada studio perancangan arsitektur: dalam penyelenggaraan pendidikan arsitektur, mata
kuliah berbasis studio (studio arsitektur) merupakan inti (core) pendidikan arsitektur. Sedemikian
melekatnya dunia pendidikan arsitektur dengan studio, hingga Gunawan Tjahjono mengatakan studio
20
seakan-akan sebagai suatu nama mata ajaran yang menjiwai seluruh tata olah pembelajaran arsitektur.
Namun tidak adanya format yang baku tentang penyelenggaraan studio arsitektur menyebabkan
“pencarian” metode pembelajaran studio arsitektur yang ideal selalu menjadi perdebatan yang tak
kunjung usai di berbagai ajang atau even diskusi/pembahasan dalam dunia arsitektur. Berdasarkan hasil
penelusuran terhadap beberapa majalah dan jurnal arsitektur internasional seperti Architecture,
Architectural Record, dan Progressive Architecture dalam rentang edisi tahun 1980 hingga 1990-an,
Herlily mengungkapkan berbagai perdebatan beberapa penulis dan komentator tentang makna studio
21
arsitektur yang dapat diklasifikasi menjadi empat argumen.

Argumen yang pertama menyatakan bahwa kelemahan studio pendidikan arsitektur adalah kurangnya
teori yang gamblang (lacks of clear theory). Salah satu penulis yang provokatif untuk argumen ini adalah
Amos Rapoport yang mengatakan, there is an urgent need to reduce or eliminate the dominance of the
22
studio as long as the theorical basis of architecture is so weak. Argumen kedua mengarahkan esensi
desain dalam studio arsitektur. Robert Beckley menyatakan bahwa studio adalah tempat di mana
mahasiswa belajar untuk membuat keputusan dan penilaian desain (judgment) dan mensintesa informasi
23
dan kemahiran (skills) desain. Senada dengan pandangan tersebut, Hurt mengatakan bahwa studio
desain arsitektur adalah tempat di mana mahasiswa mencoba untuk belajar tentang arsitektur dan belajar
24
bagaimana berarsitektur, serta mensintesa beragam ide dan bidang ilmu. Argumen ketiga mendorong
perlunya integrasi dan pengajaran teknologi (dalam arti luas) ke dalam studio desain. Salah satu
pendapat dari beberapa penulis yang mengangkat isu teknologi ini, Mc.Sheffrey memberi kritik bahwa
25
studio desain tidak hanya mengajarkan prinsip konstruksi tetapi juga “actual building”. Argumen
keempat menginginkan adanya kerjasama tim dan kolaborasi dalam studio desain. Hasil survey yang
dilakukan Mitgang mengungkapkan particularly concerned over the lack of preparation of teamwork.
Pendapat ini diperkuat argumen McKee yang mengatakan almost unanimously, these new deans urge
students to abandon the image of the architects as an heroic artist designing alone – and to learn a more
26
collaborative approach. Perlunya mahasiswa arsitektur berlatih kerjasama tim dalam studio arsitektur,
terutama studio arsitektur perancangan kota tergambar dari pernyataan Truman Harshorn bahwa urban

20
Tjahjono, Gunawan. “Studio dan Pendidikan Arsitektur di Indonesia”. Paramita Atmodiwirjo dkk. (penyunting). Lilin
Lestari. Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. 2009: 27.
21
Herlily. “Penelusuran „Teaching Philosophy‟: Mahasiswa, Fasilitator dan Tautan Kuasa dalam Studio
Perancangan”. Paramita Atmodiwirjo dkk. (penyunting). Lilin Lestari. Departemen Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Indonesia. 2009: 74-75.
22
Rapoport, A. “Architectural Education: There is an Urgent Need to Reduce or Eliminate the Dominance of the
Studio”. Architectural Record. October 1984: 100.
23
Beckley, R.M. ”The Studio is Where a Professional Architect Learn to Make Judgements”. Architectural Record.
October 1984: 101-105.
24
Hurt, S. ”Architectural Education: The Design Studio – Another Opinion in Defense of the Obvious and the Not so
Obvious”. Architectural Record. January 1985.
25
Mc.Sheffrey, G.R. “Architecture Education: Construction is Essential for the Design Process”. Architectural Record.
January 1985: 55 - 57. Lihat juga argumen senada dalam: Crosbie, M.J. “The Schools: How They‟re Failing the
Profesion (And What We Can Do about It). Progressive Architecture. 76, 9. 1995: 47-51.
26
McKee, B. “The New Dean‟s List”. Architecture. 84, 2. 1995: 119. Lihat juga argumen serupa: Briggs, D.C.
“Reforms Design Studio”. Architecture. 85, 8. 1996: 75.

http://www.univpancasila.ac.id/ Page 8
design should be thought of as a multidiscipline effort. As such development of large projects, such as
residential communities or regional shopping centers, involves a team effort by specialist from a variety of
27
fields.

Dengan demikian dari empat argumen tersebut tersimpulkan bahwa esensi penyelenggaraan studio
arsitektur dalam hal ini studio perancangan arsitektur kawasan seyogyanya memperhatikan empat
28
komponen yaitu: teori, desain, kolaborasi (kerjasama), dan teknologi.

E. Pengembangan Metode Pembelajaran

Berangkat dari metode perancangan kota dan esensi studio perancangan arsitektur, mata kuliah studio
perancangan arsitektur kawasan merupakan suatu latihan perancangan kota bagi mahasiswa, yang
bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan soft skill mahasiswa tentang metoda
dan tahap-tahap perancangan kota dalam mengungkapkan dan memecahkan masalah arsitektur kota.

Melalui studio perancangan arsitektur kawasan diharapkan mahasiswa mampu:


a. Mengungkapkan dan menggambarkan masalah arsitektur kawasan berdasarkan kondisi nyata di
lapangan (kondisi empiris).
29
b. Melakukan tinjauan pustaka (literature review) tentang teori-teori perancangan kota dan berbagai
peraturan perundang-undangan yang terkait sebagai pendekatan normatif terhadap masalah yang
dihadapi.
c. Melakukan analisis terhadap komponen-komponen perancangan kawasan.
d. Merumuskan suatu konsep atau strategi penataan komponen-komponen perancangan kawasan
sebagai usulan pemecahan masalah (problem solving) rancang kota kawasan.

Di samping meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa, melalui pembelajaran studio


perancangan arsitektur kawasan diharapkan, mahasiswa dapat:
a. melakukan komunikasi secara baik dengan sesama anggota kelompok dan dosen; dan secara aktif
menyampaikan gagasan atau pendapatnya pada setiap diskusi kelompok atau kelas,
b. melakukan kerjasama secara kelompok, di mana semua anggota kelompok memberikan
kontribusinya secara aktif dalam pengerjaan tugas;
c. mengembangkan kreativitas diri dan kelompoknya, terutama dalam proses pengungkapan dan
mencari pemecahan masalah (problem solving);
30
d. melakukan inovasi dengan menampilkan orisinalitas desain
e. mengembangkan sifat kepemimpinan; pada setiap pertemuan kuliah setiap anggota secara bergilir
memimpin kelompoknya dan mempresentasikan perkembangan kemajuan tugas kelompoknya
kepada dosen.
f. menunjukkan kemandirian baik secara individu maupun kelompok, dan secara aktif berinisiatif
mencari informasi, referensi, dan mengerjakan tugas sesuai jadwal.

Hal yang juga sangat penting, untuk dapat mencapai tujuan di atas mata kuliah studio perancangan
arsitektur kawasan harus ditunjang oleh mata kuliah-mata kuliah lainnya, bahwa sejak semester awal
mahasiswa harus sudah diperkenalkan dan mendalami materi ajar terkait perencanaan dan perancangan
kota sesuai jenjang semester.

Daftar Pustaka
Beckley, R.M. ”The Studio is Where a Professional Architect Learn to Make Judgements”. Architectural
Record. October 1984.

27
Hartshorn, Truman A. Interpreting The City: An Urban Geography. John Wiley & Sons. Inc. New York. 1992: 449.
28
Lihat: Herlily, Ibid.
29
Teori-teori perancangan kota dan perencanaan permukiman yang pernah dipelajari pada mata kuliah Pengantar
Perancangan Kota dan mata kuliah Pengantar Perencanaan Permukiman di semester IV.
30
Inovasi : menampilkan sesuatu (gagasan atau metode) yang baru. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 1995).

http://www.univpancasila.ac.id/ Page 9
Branch, Melville C. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar & Penjelasan, Terjemahan: B. H.
Wibisono & A. Djunaedi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 1995.
Briggs, D.C. “Reforms Design Studio”. Architecture. 85, 8. 1996.
Carmona, Matthew. “Controlling Urban Design – Part 1: A Possible Renaissance?”. Journal of Urban
Design, Vol. 1, No. 1, 1996.
Crosbie, M.J. “The Schools: How They‟re Failing the Profesion (And What We Can Do about It).
Progressive Architecture. 76, 9. 1995.
Deputi Bidang Pengembangan Kawasan Kementerian Negara Perumahan Rakyat RI. Sumber:
http://www.kemenpera.go.id.
Djunaedi, Achmad. Bahan Kuliah Perancangan Kota I. Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2000.
Hartshorn, Truman A. Interpreting The City: An Urban Geography. John Wiley & Sons. Inc. New York.
1992.
Herlily. “Penelusuran „Teaching Philosophy‟: Mahasiswa, Fasilitator dan Tautan Kuasa dalam Studio
Perancangan”. Paramita Atmodiwirjo dkk. (penyunting). Lilin Lestari. Departemen Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Indonesia. 2009.
Hurt, S. ”Architectural Education: The Design Studio – Another Opinion in Defense of the Obvious and
the Not so Obvious”. Architectural Record. January 1985.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995.
Lang, Jon. Urban Design: A Typology of Procedures and Products. Elsevier-Architectural Press.
Amsterdam. 2005.
McKee, B. “The New Dean‟s List”. Architecture. 84, 2. 1995.
McSheffrey, G.R. “Architecture Education: Construction is Essential for the Design Process”. Architectural
Record. January 1985.
Moughtin, Cliff (et. all). Urban Design: Method and Techniques. Elsevier & Architectural Press.
Amsterdam. 2004.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 Tanggal 16 Maret 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Pittas, M. dan Ferebee. A. (editors), Education for Urban Design. Institute for Urban Design. Purchase.
New York. 1982.
Rapoport, A. “Architectural Education: There is an Urgent Need to Reduce or Eliminate the Dominance of
the Studio”. Architectural Record. October 1984.
Richard Hedman dan Andrew Jaszewski, Fundamentals of Urban Design. American Planning
Association. Washington D.C. 1984.
Sulipwahadi dan Ashry P.D. “Evaluasi Metode Pembelajaran Studio Perancangan Arsitektur (SPA)
Kawasan di Jurusan Arsitektur FTUP”. Prosiding Semiloka Nasional Pendidikan Arsitektur: Metode
Pembelajaran yang Tepat untuk Matakuliah Berbasis Studio Pada Jurusan Arsitektur. Jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pancasila. Jakarta, 14 April 2007.
Shirvani, Hamid. The Urban Design Process, New York, Van Nostrand Reinhold Co. 1985.
Tim Inti Lokakarya. “Perumusan Hasil Lokakarya dalam Rangka Penyusunan Kebijakan Pendidikan dan
kompetensi Keprofesian Arsitektur di Indonesia”. Makalah pada: Seminar Nasional 50 Tahun
Pendidikan Arsitektur di Indonesia. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 6-7 Oktober 2000.
Tjahjono, Gunawan. “Studio dan Pendidikan Arsitektur di Indonesia”. Paramita Atmodiwirjo dkk.
(penyunting). Lilin Lestari. Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. 2009.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Urban Design Action Plan. Guelph Community Visual Survey 2005-6 High Ranking Residential Images.
Sumber: http://guelph.ca/uploads/PBS_Dept/planning.
Urban Design Program University of California, Berkeley_ Ivan Lopez. Sumber:
http://mud.ced.berkeley.edu/studios/2007.

http://www.univpancasila.ac.id/ Page 10

Anda mungkin juga menyukai