Anda di halaman 1dari 4

Teori Place (Place Theory) merupakan salah satu dari tiga teori yang terdapat pada Teori Perancangan

Kota (Urban Design Theory).

Teori Place pada pemahaman atau pengertian terhadap budaya dan karakteristik manusia dalam ruang
fisik. Ruang fisik merupakan area atau ruang terbatas dan terarah yang memiliki keterkaitan secara
fisik dan akan menjadi place, bila diberi makna kontekstual dari muatan budaya atau potensi muatan
lokalnya.

place perkembangannya tidak terlepas dari nilai sejarah, budaya dan nilai sosial yang ada di dalam
komunitas atau lingkungan masyarakatnya, kemudian perkembangan membentuk ciri khas dan
karakteristik dari masing-masing place.

Perancang cenderung terdorong untuk menyelesaikan seluruh proyeknya hanya dengan


memperhatikan persepsi visual atau fisiknya saja, sehingga individu mengalami kesempatan yang
terbatas dalam mengakomodasi kebutuhannya yang terkadang berubah seiring waktu. Akibatnya
kenyamanan individu hanya mampu dirasakan secara fisik keruangan, tidak dapat dirasakan sebagai
sebuah place

Berkaca dari permasalahan dalam proses perancangan kota harus dapat merespon dan mewadahi nilai
sejarah, budaya dan nilai sosialnya disamping memperhatikan persepsi visual atau fisik kota, sehingga
kota tidak hanya hadir sebagai space, namun juga dapat dirasakan keberadaannya sebagai sebuah
place.

Statement Norbe-Schulz

“A place is a space which has a disctinct character since ancient times the genius loci, or spirit of place,
has been recognize as the concrete of reality man has to face and come to a terms with in his daily
life. Architecture means no visualize the genius loci and the task of the architect is to create
meaningful places where he helps man to dwell”

“Place adalah ruang yang memiliki karakter sejak zaman kuno genius loci, atau roh tempat, telah
diakui sebagai konkrit realitas yang harus dihadapi dan disepakati manusia dalam kehidupan sehari-
hari. Arsitektur tidak berarti memvisualisasikan genius loci dan tugas arsitek adalah menciptakan
tempat yang bermakna di mana ia membantu manusia untuk tinggal "

Tugas dari seorang urban designer bukan Cuma memanipulasi bentuk untuk menciptakan ruang,
tetapi menciptakan space melalui pergabungan / sintesis dari komponen hasil lingkungan sekitar,
termasuk sosial.

Kesimpulan :

1. Space adalah void yang hidup mempunyai suatu keterkaitan secara fisik.
2. Space ini akan menjadi place apabila diberikan makna kontekstual dari muatan budaya atau
potensi muatan lokalnya
Contoh dari buku :

Francesco di Giorgio. Di Giorgio's ideal piazza terdiri dari beberapa elemen klasik: empat kolom berdiri
bebas, air mancur hias kecil, dan lengkungan yang memperkuat pola cukup kuat untuk menyatukan
keragaman bangunan disekitarnya. Hal 118

Sven Markelius. Konserthus Square. Helsingborg, Sweden. 1926. Salah satu respon terhadap isu desain
kontekstual adalah kebangkitan kembali perangkat komposisi klasik, termasuk penggunaan simetri, hal
117
Rapl Erskine. Vastervik, Sweden. Erskine telah menjadi salah satu perancang kontekstual yang paling
dihormati. Usulannya untuk revitalisasi kota swedia ini di lautan yang sunyi mengungkapkan kepekaan
terhadap arsitektur vernakular, struktur ruang organik, dan setting alam. Hal 117

Gerakan eropa lain yang bereaksi terhadap pendekatan enticontectual terhadap fungsionalis adalah
kontekstualisasi perancis di laboratorium perkotaan dari paris (TAU Group, gambar 4-27), yang antara
lain dibentuk oleh antoine Grumbach, Alain Demangeon, bruno fortier , Diminique Deshoulieres, dan
Hubert Jeanneau.

Pendekatan mereka terhadap perancangan kontekstual bukan untuk melihat tipologi tipikal bangunan
tapi juga tipologi dari ruang terbuka yang membentuk bentuk lingkungan/lingkup. Di dalam perkotaan,
mereka dengan sengaja mengenalkan elemen kontras bangunan dan ruang abgular yang menembus
geometri spasial yang ada.

Hasilnya adalah kolase bertingkat dan sedimen bentuk perkotaan di mana elemen yang diusulkan
tampaknya memiliki hubungan yang tidak disengaja dengan yang sudah ada. Dengan cara ini, tempat
berkembang dengan mensimulasikan pertumbuhan kota dari waktu ke waktu.
Kevin Lync mendefinisikan teori tempat. Dalam karyanya Image of the City, yang berperan dalam
pergeseran teori desain perkotaan pada awal tahun enam puluhan, Lynch menyajikan peraturan
utamanya untuk merancang ruang kota:

(1) LEGIBILITY keterbacaan: gambaran mental kota yang dipegang oleh pengguna di jalan,

(2) STRUCTURE AND IDENTITY struktur dan identitas: pola, blok koheren perkotaan yang dikenali,
bangunan, dan ruang,

(3) IMAGEABILITY citra: persepsi pengguna yang bergerak dan bagaimana orang mengalami ruang kota,
yang disebutnya sebagai "unsur bentuk kota," harus dirancang sekitar persyaratan ini.

Lima elemen bentuk kotanya adalah NODE, EDGES, PATH, DISTRICT dan LANDMARK). Menurut Lynch,
setiap kota dapat dibagi menjadi lima bagian ini dan struktur ruangnya dianalisis dan digunakan sebagai
dasar perancangan.

Anda mungkin juga menyukai