1. Umum
Penggunaaan pondasi tiang pancang sebagai pembangunan apabila tanah
yang berada dibawah dasar bangunan tidak memiliki daya dukung (bearing
capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban beban yang
bekerja padanya (Sardjono, 1998). Atau apabila tanah keras yang bekerja padanya
berada sangat dalam dalam dengan kedalaman > 8 m (Bowles, 1993).
Pondasi tiang pancang umumnya di pancang tegak lurus kedalam tanah
sampai pada kedalaman tertentu untuk mencapai kuat dukung yang diinginkan
dan dianggap telah mampu memikul beban yang bekerja diatasnya sehingga jika
terjadi penurunan masih dalam batas batas yang diizinkan. Fungsi dari tiang
pancang adalah sebagai transfer beban dari struktur atas dan meneruskannya
kelapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.
2. Tanah
Tanah adalah sebagai dasar pendukung suatu bangunan atau bahan
konstruksi dari bangunan itu sendiri. Tanah didefenisikan sebagai material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral mineral padat yang tidak tersemenisasi
(terikat secara kimia) satu sama lainnya dari bahan bahan organik yang telah
melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi
ruang ruang kosong diantara partikel partikel padat tersebut (Das, 1998).
Pada umumnya semua bangunan dibuat diatas dan dibawah permukaan
tanah, maka diperlukan suatu sistem pondasi yang akan menyalurkan beban dari
bangunan ke tanah. Untuk menentukan dan mengklasifikasikan tanah diperlukan
suatu pengamatan dilapangan. Tetapi jika mengandalkan pengamatan dilapangan,
maka kesalahan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan pengamatan
perorangan akan menjadi sangat besar.
Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang objektif, biasanya tanah itu secara
sepintas dibagi dalam tanah berbutir kasar dan berbutir halus berdasarkan suatu
hasil analisa mekanis. Selanjutnya tahap klasifikasi tanah berbutir halus diadakan
berdasarkan percobaan konsistensi (Sosrodarsono dan Nakazawa, 1990).
8
dinding kolom
Pondasi telapak
Pondasi memanjang
( a) ( b)
kolom
rakit
Pondasi rakit
( c)
Pilar
jembatan kolom
Pondasi sumuran ( e)
( d)
1. Pekerjaan Persiapan
a. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal
saat tiang tersebut dicor. Titik titik angkat yang tercantum pada gambar
harus dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk
mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.
i. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.
2. Proses Pengangkatan
a. Pengangkatan tiang untuk disusun dengan dua tumpuan
Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya pada saat
penyusunan tiang beton, baik itu dari pabrik ke trailer ataupun dari trailer ke
penyusunan lapangan. Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat
dari kepala tiang adalah 1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan
momen maksimum pada bentangan, haruslah sama dengan momen minimum pada
titik angkat tiang sehingga dihasilkan momen yang sama. Pada prinsipnya
18
pengangkatan dengan dua tumpuan untuk tiang beton adalah dalam tanda
pengangkatan dimana tiang beton pada titik angkat berupa kawat yang terdapat
pada tiang beton yang telah ditentukan dan untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 3.5.
1 3 1
5L 5 L 5L
Kepala tiang
Kabel baja pengangkat
Ujung tiang
1
3L
2
3 L
( +)
Gambar lintang
D =0 ( -)
( +)
( -)
Gambar Momen
( +)
Momen Max
3. Proses Pemancangan
b. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.
c. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada
helmet yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala
tiang.
d. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang
telah ditentukan.
20
1 2 3
s s
b) Bila S > 3D
Apabila S > 3D, maka tidak ekonomis karena akan
memperbesar ukuran atau dimensi dari poer (floating).
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah
jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang tiang pancang
yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas
poer yang diperlukan untuk tiap tiap kolom portal. Bila ternyata
luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah
luas bangunan, maka digunakan pondasi setempat dengan poer
diatas tiang pancang. Akan tetapi jika luas poer total diperlukan
lebih besar dari pada setengah luas bangunan, maka biasanya
25
P oer
P oer
P1 P2
P3
P4
x2 x3
x1 x4
27
y2
= Jumlah kuadrat ordinat ordinat tiang pancang (m2)
n = Jumlah tiang dalam satu kelompok
B A A B
B A A B
C B B C
n =4
d
m =3
1,57 D.m.n
Eg
m ( m n)
Syarat : S
S = Jarak antara tiang as as (cm)
D = Diameter tiang (cm)
m = Jumlah baris
n = Jumlah tiang dalam satu baris
= Arc tg D/s
Gambar 3.13 Pengujian kerucut statis, (a) Gambar skema alat pengujian
(b) Contoh hasil pengujian (Hardiyatmo, 2002).
Dimana :
Qb = Kapasitas daya dukung ujung bawah tanah (kN)
Po = Tekanan overburden (kN/m2)
Nc = Faktor daya dukung dibawah ujung tiang pancang
Nq = Faktor daya dukung dibawah ujung tiang pancang
N = Faktor daya dukung dibawah ujung tiang pancang
Ab = Luas penampang tiang pancang (m2)
Qs = Daya dukung gesek tiang (kN)
D = Diameter tiang (m)
Cu = Kohesi
As = Luas selimut tiang (m2)
Peck, dkk (1974) menyarankan hubungan antara N-SPT dengan dapat
dilihat pada Gambar 3.14.
Gambar 3.15 Hubungan N-SPT dengan Undrained Shear Strength (cu) (SI-3211
Rekayasa Pondasi, Mahsyur Irsyam).
Gambar 3.16 Faktor adhesi () untuk tiang pancang dalam tanah lempung (Mc
Clelland, 1974).
Tabel 3.2 Korelasi berat jenis tanah kohesif () dengan N-SPT (William. T, dkk,
1962)
Untuk kapasitas ultimit tiang dapat dihitung secara empiris dengan nilai N
hasil uji standart penetration test (SPT). Dalam menghitung tahanan gesek
digunakan nilai nilai , nilai ditentukan dari hubungan sudut gesek dalam
efektif tanah ().
Untuk sudut gesek tiang Aas (1966) menyarankan seperti terlihat pada Tabel
3.4.
Tabel 3.4 Sudut gesek dinding tiang (Aas, 1966)
Bahan Tiang = d'
Baja 200
Beton 0,75
Kayu 0,66
Faktor kapasita dukung Terzaghi dapat dilihat pada Gambar 3.17 dengan
mengkorelasikan sudut geser tanah ().
35
Gambar 3.17 Hubungan antara sudut geser tanah () dengan Nc, N, Nq (Terzaghi,
1943).
Tabel 3.5 Penggunaan faktor aman pada klasifikasi struktur (Recse & ONeill,
1989)
Klasifikasi Faktor Aman (SF)
36
Dimana :
SF = Faktor aman
Qu = Kapasitas dukung ultimit (kN)
V = Gaya yang bekerja pada tiang tunggal (kN)
b. Kelompok tiang
Q
SF g ........................................................................................(3.10)
V
Dimana :
SF = Faktor aman
Qg = Kapasitas dukung ultimit kelompok tiang (kN)
V = Gaya yang bekerja pada kelompok tiang (kN)
Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras
R = Faktor koreksi angka poisson
Rb = Faktor koreksi kekakuan lapisan pendukung
h = Kedalaman total lapisan tanah dari ujung tiang kemuka tanah (m)
D = Lebar atau diameter tiang pancang (cm)
E p .R A
K
Es
....................................................................................... (3.13)
Dimana :
K = Faktor kekakuan tiang
Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang (kg/cm2)
Es = Modulus elastisitas tanah disekitar tiang (kg/cm2)
Ardiansyah menyarankan korelasi nilai N-SPT dengan qc dapat dilihat pada
Gambar 3.18.
Dapat dilihat pada Gambar 3.19 bahwa penurunan tiang berkurang jika
panjang tiang bertambah.
39
Untuk menentukan faktor kekakuan tiang dapat dilihat pada Gambar 3.20.
Dalam perkiraan penggunaan koreksi angka poisson (R), dapat dilihat pada
Gambar 3.22.
Dimana :
L = Kedalaman tiang (cm)
Penurunan yang dapat ditolerir untuk bangunan (Bowles, 1992)
Smaks = 2 inchi ......................................................................................
(3.19)