Anda di halaman 1dari 37

7

Bab 1 LANDASAN TEORI

1. Umum
Penggunaaan pondasi tiang pancang sebagai pembangunan apabila tanah
yang berada dibawah dasar bangunan tidak memiliki daya dukung (bearing
capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban beban yang
bekerja padanya (Sardjono, 1998). Atau apabila tanah keras yang bekerja padanya
berada sangat dalam dalam dengan kedalaman > 8 m (Bowles, 1993).
Pondasi tiang pancang umumnya di pancang tegak lurus kedalam tanah
sampai pada kedalaman tertentu untuk mencapai kuat dukung yang diinginkan
dan dianggap telah mampu memikul beban yang bekerja diatasnya sehingga jika
terjadi penurunan masih dalam batas batas yang diizinkan. Fungsi dari tiang
pancang adalah sebagai transfer beban dari struktur atas dan meneruskannya
kelapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.

2. Tanah
Tanah adalah sebagai dasar pendukung suatu bangunan atau bahan
konstruksi dari bangunan itu sendiri. Tanah didefenisikan sebagai material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral mineral padat yang tidak tersemenisasi
(terikat secara kimia) satu sama lainnya dari bahan bahan organik yang telah
melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi
ruang ruang kosong diantara partikel partikel padat tersebut (Das, 1998).
Pada umumnya semua bangunan dibuat diatas dan dibawah permukaan
tanah, maka diperlukan suatu sistem pondasi yang akan menyalurkan beban dari
bangunan ke tanah. Untuk menentukan dan mengklasifikasikan tanah diperlukan
suatu pengamatan dilapangan. Tetapi jika mengandalkan pengamatan dilapangan,
maka kesalahan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan pengamatan
perorangan akan menjadi sangat besar.
Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang objektif, biasanya tanah itu secara
sepintas dibagi dalam tanah berbutir kasar dan berbutir halus berdasarkan suatu
hasil analisa mekanis. Selanjutnya tahap klasifikasi tanah berbutir halus diadakan
berdasarkan percobaan konsistensi (Sosrodarsono dan Nakazawa, 1990).
8

3. Macam macam Pondasi


Pondasi adalah suatau bagian dari bangunan yang bertugas meletakkan
bangunan dan meneruskan beban bangunan atas kedalam tanah yang cukup kuat
mendukungnya (Hardiyatmo, 2002).

3.3.1 Pondasi dangkal


Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung,
seperti :
1) Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom
(Gambar 3.1b).
2) Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung
dinding memanjang atau sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila
dipakai pondasi telapak sisinya akan berimpit satu sama lain (Gambar 3.1a).
3) Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk
mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila
susunan kolom kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya,
sehingga bila dipakai pondasi telapak, sisi sisinya berimpit satu sama lain
(Gambar 3.1c).

3.3.2 Pondasi dalam


Pondasi dalam ialah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah
keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan ( Hardiyatmo, 2002).
Macam macam tipe pondasi dalam seperti dibawah ini :
1) Pondasi sumuran atau kaison (pier foundation/ caisson) yaitu pondasi yang
merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang (Gambar
3.1d), digunakan bila tanah keras terletak relatif dalam. Peck dkk (1953)
membedakan pondasi sumuran dengan pondasi dangkal dari nilai
kedalamannya (Df) dibagi lebarnya (B). Untuk pondasi sumuran Df/B > 4,
sedangkan untuk pondasi dangkal Df/B 1.
2) Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada
kedalaman yang normal tidak mampu mendukung beban yang bekerja dan
tanah keras terletak sangat dalam. Pondasi tiang umumnya diameternya
lebih kecil dan lebih panjang dibandingkan dengan pondasi sumuran
(Gambar 3.1e).
9

dinding kolom

Pondasi telapak
Pondasi memanjang

( a) ( b)
kolom

rakit
Pondasi rakit
( c)
Pilar
jembatan kolom

Pondasi tiang tiang

Pondasi sumuran ( e)

( d)

Gambar 3.1 Macam macam tipe pondasi (Hardiyatmo, 1985)

4. Pondasi Tiang Pancang


Pondasi tiang digolongkan berdasarkan kualitas bahan
material dan cara pelaksanaan. Menurut kualitas bahan material
yang digunakan, tiang pancang dibedakan menjadi empat yaitu
tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja
dan tiang pancang komposit (kayu beton dan baja beton)
(Sardjono, 1991).

3.4.1 Kategori Pondasi Tiang Pancang


Pondasi tiang dapat dikategorikan dalam tiga kategori
(Hardiyatmo, 2010) sebagai berikut :
1. Tiang perpindahan besar (large displacement pile), yakni
tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang
dipancang kedalam tanah.
10

2. Tiang perpindahan kecil (small displacement pile) adalah


volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relatif
kecil.
3. Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile) terdiri dari
tiang yang dipasang didalam tanah dengan cara menggali
atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa
perpindahan ini adalah tiang bor, yaitu tiang yang
pengecorannya langsung didalam lubang hasil pengeboran
tanah (pipa baja diletakkan dalam lubang dan dicor beton).

3.4.2 Klasifikasi Tiang Berdasarkan Metode Pelaksanaan


Klasifikasi tiang yang didasarkan pada metode
pelaksanaannya (Hardiyatmo, 2010) di bagi tiga yaitu :
1. Tiang pancang (driven pile) tiang dipasang dengan cara
membuat bahan berbentuk bulat atau bujur sangkar
memanjang yang dicetak lebih dulu dan kemudian
dipancang atau ditekan kedalam tanah.
2. Tiang bor (drilled shaft) tiang dipasang dengan cara
mengebor tanah lebih dulu sampai kedalaman tertentu,
kemudian tulangan baja dimasukkan dalam lubang bor dan
kemudian diisi/ dicor dengan beton.
3. Kaison (caisson) suatu bentuk kotak atau silinder telah
dicetak lebih dulu, dimasukkan kedalam tanah, pada
kedalaman tertentu kemudian diisi beton. Kadang kadang
kaison juga disebut tiang bor yang berdiameter/ lebar besar,
sehingga kadang kadang membingungkan dalam
penyebutan.

3.4.3 Jenis Pondasi Tiang Menurut Cara Pemindahan


Beban
Menurut cara pemindahan beban, tiang pancang
(Hardiyatmo, 2002) dibagi dua yaitu :
11

1. Point bearing pile (and bearing pile) atau tiang pancang


dengan tahanan ujung. Tiang ini meneruskan beban melalui
tahanan ujung ke lapisan tanah keras yang mampu memikul
beban yang diterima oleh tiang tersebut. Lapisan tanah
keras itu dapat berupa lempung keras sampai pada batu
batuan yang sangat keras.
2. Friction pile (tiang pancang yang bertahan dengan
pelekatan antara tiang dengan tanah) dibagi dua :
a. Friction pile pada tanah dengan butiran butiran tanah
kasar dan sangat mudah melewati air. Tiang ini
meneruskan beban ketanah melalui geseran kulit (skin
friction). Proses pemancangan tiang tiang ini dilalukan
dalam satu group (kelompok), menyebabkan tanah
diantara tiang menjadi padat karena itu di kategorikan
compaction pile.
b. Friction pile pada tanah dengan butiran butiran tanah
halus dan sangat sulit melewati air. Tiang ini juga
meneruskan beban ke tanah melalui (skin friction). Akan
tetapi pada proses pemasangan tiang tiang ini tidak
menyebabkan tanah diantara tiang menjadi padat, karena
itu tiang tiang ini termasuk dalam kategori floating pile
foundation.

3.4.4 Jenis Pondasi Tiang Menurut Bahan Yang Digunakan


Menurut bahan yang digunakan tiang pancang dibagi enam
(Hardiyatmo, 2010) yaitu :
1. Tiang kayu
Tiang kayu adalah tiang yang dibuat dari kayu, umumnya
berdiameter antara 10 25 cm. Tiang kayu cerucuk yang banyak
dipakai di Indonesia untuk perbaikan kapasitas dukung tanah
lunak berdiameter antara 8 10 cm dan panjang 4 meter. Tiang
pancang kayu lebih murah dan mudah penggunaanya dari pada
tiang jenis lainnya.
12

Permukaan tiang dapat dilindungi ataupun tidak, dapat


tergantung dari kondisi tanah. Tiang kayu ini mengalami
pembusukan atau rusak akibat dimakan serangga dan lama
kelamaan akan mengalami pelapukan. Untuk menghindari
terjadinya kerusakan pada tiang kayu terutama pada waktu
pemancangan maka ujung tiang dilindungi dengan sepatu dari
besi. Beban maksimum yang dapat di pikul oleh tiang kayu
tunggal dapat mencapai 270 300 KN.
2. Tiang beton pracetak
Tiang beton pracetak yaitu tiang yang terbuat dari beton
yang dicetak disuatu tempat dan diangkut ke lokasi rencana
bangunan. Tiang beton pada umumnya berbentuk prisma atau
bulat dan ukuran diameternya yang biasa dipakai untuk tiang
yang tidak berlubang diantara 20 60 cm. Sedangkan untuk
tiang yang berlubang diameternya dapat mencapai 140 cm dan
panjang tiang beton pracetak biasanya berkisar anta 20 40
meter untuk yang tidak berlubang. Untuk tiang yang tidak
berlubang bisa mencapai 60 meter. Beban maksimum yang
dapat dipikul untuk tiang ukuran kecil berkisar antar 300 800
kN.
Keuntungan pemakaian tiang pancang pracetak antara lain :
a. Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan.
b. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.
c. Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam.
d. Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah
granular.
Kerugian pemakaian tiang pancang pracetak antara lain :
a. Penggembungan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat
pemancangan dapat menimbulkan masalah.
b. Kepala tiang kadang kadang pecah akibat pemancangan.
c. Pemancangan akan sulit bila diameter tiang terlalu besar.
d. Banyaknya tulangan dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi
pada waktu pemancangan dan pengangkutan tiang.
13

e. Pemancangan menimbulkan gangguan suara, getaran dan


deformasi tanah yang dapat menimbulkan kerusakan
bangunan disekitarnya.
Nilai nilai beban maksimum tiang beton pracetak pada
umumnya, yang ditinjau dari segi kekuatan bahan tiangnya
dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Nilai nilai tipikal beban izin tiang beton pracetak
(Hardiyatmo, 2010)

Diameter Tiang (cm) Beban Maksimum (kN)


30 300 - 700
35 350 - 850
40 450 - 1200
45 500 - 1400
50 700 - 1750
60 800 - 2500

3. Tiang beton cetak ditempat


Tiang beton cetak ditempat terdiri dari dua tipe yaitu :
a. Tiang yang berselubung pipa
Pada tiang yang berselubung pipa, pipa baja dipancang
lebih dulu kedalam tanah kemudian kedalam lubang
dimasukkan adukan beton dan pipa tetap tinggal didalam
tanah.
b. Tiang yang tidak berselubung pipa
Pada tiang yang tidak berselubung pipa, pipa baja yang
berlubang dipancang terlebih dahulu kedalam tanah,
kemudian kedalam lubangnya dimasukkan beton dan pipa
ditarik keluar sesudah atau ketika pengecoran.
4. Tiang bor
Tiang bor dipasang kedalam tanah dengan cara mengebor
tanah terlebih dahulu, baru kemudian dimasukkan tulangan yang
telah dirangkai dan cor beton. Tiang ini bila dipakai pada tanah
stabil dan kaku maka dimungkinkan untuk membentuk lubang
bor yang stabil dengan alat bor. Jika tanah mengandung air pipa
14

selubung dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan pipa ini


ditarik pada waktu pengecoran beton. Pada tanah yang keras
atau batuan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk
menambah tahanan dukung ujung tiang.
5. Tiang baja profil
Tiang baja propil termasuk tiang pancang dengan bahan
yang dibuat dari baja profil. Tiang ini mudah penanganannya dan
dapat mendukung beban pukulan yang besar pada waktu
dipancang pada lapisan yang keras. Tiang baja profil berbentuk
profil H, empat persegi panjang, segi enam dan lain lainnya.
6. Tiang komposit
Beberapa kombinasi bahan tiang pancang atau tiang bor
dengan tiang pancang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah masalah pada kondisi tanah tertentu. Problem
pembusukan tiang kayu diatas muka air tanah misalnya, dapat
diatasi dengan memancang tiang komposit yang terdiri dari tiang
beton dibagian atas yang disambung dengan tiang kayu dibagian
bawah zona muka air tanah.

3.4.5 Jenis Pondasi Tiang Berdasarkan Cara Pembuatan


Tiang pancang beton berdasarkan cara pembuatannya
dibedakan menjadi tiga macam (Sardjono, 1991) yaitu :
a. Precast reinforced concreate pile adalah tiang pancang
beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton
(bekisting) yang telah cukup keras lalu diangkat dan
dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap
sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar maka tiang pancang
beton ini harus di beri tulangan yang cukup kuat agar pada saat
pengangkatan dan pemancangan mampu memikul momen lentur.
Pada jenis tiang pancang beton ini dapat memikul beban lebih besar dari
pada 50 ton untuk masing masing tiang, sedangkan penampangnya dapat
berupa lingkaran, segi empat, dan segi delapan.
15

Gambar 3.2 Tiang pancang beton precast pile (Bowles, 1991)

b. Frecast presstressed concreate pile adalah tiang pancang


yang dalam pelaksanaannya percetakannya sama seperti
pembuatan beton presstres, yaitu menarik besi
tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah mengeras.
Untuk jenis tiang pancang ini biasanya dibuat di pabrik
khusus, mengenai ukuran tiang pancang dapat dipesan
langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 3.3 Tiang pancang frecast presstressed concreate pile (Bowles,


1991)

c. Cast in place adalah tiang pancang yang dicor ditempat


dengan jalan membuat lubang ditanah terlebih dengan
16

cara pengeboran. Pada Cast in place dapat dibedakan


dengan dua cara yaitu :
(1)Dengan pipa baja yang dipancang kedalam tanah
kemudian diisi dengan beton dan di tumbuk sambil
pipa baja ditarik keatas.
(2)Dengan pipa baja yang dipancang kedalam tanah
kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja
tersebut tetap tinggal didalam tanah.

Gambar 3.4 Tiang pancang cast in place (Bowles, 1991)


3.4.6 Metode Pelaksanaan Pemancangan Tiang Pancang

1. Pekerjaan Persiapan
a. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal
saat tiang tersebut dicor. Titik titik angkat yang tercantum pada gambar
harus dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk
mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.

b. Pengangkatan/ pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/ diangkat


dengan hati hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain
yang tidak diinginkan.

c. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana


pemancangan tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data
jumlah pukulan terakhir (final set).
17

d. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan


manuver alat. Lokasi stock material agar diletakkan dekat dengan lokasi
pemancangan.

e. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.

f. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang


berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah
sedangkan level tanah keras yang diharapkan belum tercapai.

Proses penyambungan tiang :


a) Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang
dilakukan pada batang pertama.

b) Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama


sedemikian sehingga sisi sisi pelat sambung kedua tiang telah
berhimpit dan menempel menjadi satu.

c) Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat.

d) Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.

g. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang


dilakukan pada batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai
mencapai kedalaman tanah keras yang ditentukan.

h. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah


mencapai lapisan tanah keras/ final set yang ditentukan.

i. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.

2. Proses Pengangkatan
a. Pengangkatan tiang untuk disusun dengan dua tumpuan
Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya pada saat
penyusunan tiang beton, baik itu dari pabrik ke trailer ataupun dari trailer ke
penyusunan lapangan. Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat
dari kepala tiang adalah 1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan
momen maksimum pada bentangan, haruslah sama dengan momen minimum pada
titik angkat tiang sehingga dihasilkan momen yang sama. Pada prinsipnya
18

pengangkatan dengan dua tumpuan untuk tiang beton adalah dalam tanda
pengangkatan dimana tiang beton pada titik angkat berupa kawat yang terdapat
pada tiang beton yang telah ditentukan dan untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 3.5.

Kabel baja pengangkat

Titik angkat ( Garis Rantal )


Bantalan
Kepala Tiang

1 3 1
5L 5 L 5L

Gambar 3.5 Pengangkatan tiang dengan dua tumpuan

b. Pengangkatan dengan satu tumpuan


Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan
dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah
ditentukan di lapangan. Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu
tumpuan ini adalah jarak antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3.
Untuk mendapatkan jarak ini, haruslah diperhatikan bahwa momen maksimum
pada tempat pengikatan tiang sehingga dihasilkan nilai momen yang sama.
19

Kepala tiang
Kabel baja pengangkat

Ujung tiang

1
3L

2
3 L

( +)

Gambar lintang
D =0 ( -)

( +)

( -)

Gambar Momen

( +)

Momen Max

Gambar 3.6 Pengangkatan tiang dengan satu tumpuan

3. Proses Pemancangan

a. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh


pada patok titik pancang yang telah ditentukan.

b. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.

c. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada
helmet yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala
tiang.

d. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang
telah ditentukan.
20

e. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay


sambil diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-
betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem
dengan center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser
selama pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.

f. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer


secara kontiniu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.

5. Kuat Dukung Pondasi Tiang


Kuat dukung pondasi tiang adalah kemampuan tiang pancang untuk
meneruskan beban yang bekerja terhadap lapisan tanah (Hardiyatmo, 1985).
Dalam menentukan kuat dukung tiang diperlukan klasifikasi tiang dalam
mendukung beban yang bekerja. Menurut Terzaghi, klasifikasi tiang didasarkan
pada pondasi tiang yaitu :
Tiang gesek (friction pile), bila tiang pancang pada tanah berbutir. Akibat
pemancangan tiang, tanah disekitar tiang menjadi padat. Porositas dan
kompresibilitas tanah akibat getaran pada waktu tiang dipancang menjadi
berkurang dan angka gesekan antara butir butir tanah dan permukaan tiang pada
arah lateral menjadi bertambah.
Tiang lekat (cohesion pile), bila tiang dipancang pada tanah lunak
(permeabilitas rendah) atau tanah mempunyai kohesi yang tinggi.
a. Tiang mendukung dibagian ujung tiang (point/ end bearing
pile), bila tiang dipancang dengan ujung tiang mencapai
tanah keras sehingga seluruh beban yang dipikul oleh tiang
diteruskan ke tanah keras melalui ujung tiang.
b. Tiang tekan, bila tiang telah menumpu pada tanah keras dan
mendapatkan
tekanan vertikal dari beban mati maupun beban hidup.
c. Tiang tarik, bila tiang pancang pada tanah berbutir
mendapat gaya yang bekerja dari lendutan momen yang
mengakibatkan tiang mengalami gaya tarik.
21

Pada kenyataannya dilapangan, tanah sangat heterogen dan


pada umumnya merupakan kombinasi dari kelima hal tersebut di
atas. Berbagai metode dalam usaha menentukan kapasitas
dukung tiang ini, tapi umumnya dibedakan dalam dua kategori
yaitu untuk tiang tunggal (single pile) dan kelompok tiang (pile
group).

3.5.1 Kuat Dukung Tiang Tunggal (Single Pile)


Daya dukung single pile adalah daya dukung persatu tiang
pancang. Berdasarkan faktor pendukungnya pondasi tiang
pancang dibedakan menjadi tiga macam (Hardiyatmo, 2002)
yaitu :
1. End bearing
Tiang dimasukkan kedalam tanah keras teoritisnya dianggap
bahwa tiang di pindahkan ke tanah keras melalui ujung tiang.
Tanah keras disini adalah sifat nya relatif, tergantung dari
beberapa faktor diantanya adalah beban yang harus dipikul oleh
tiang. Untuk melihat suatu tanah dikatakan baik, dapat dilihat
ketentuan sebagai berikut :
1) Lapisan non kohesif (pasir kerikil) mempunyai harga Standar
Penetrasi Test (SPT) N > 35
2) Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan bebas
(Unconfined Compression Strength) Qu atau kira kira nilai
SPT nya N > 15 20
Untuk menaksir gaya perlawanan lapisan tanah keras
terhadap ujung tiang pancang dengan menggunakan peralatan
Dutch Cone Penetration Test (sondir). Dari hasil sondir dapat
diketahui harga perlawanan konus (qc) > 150 kg/cm2 untuk
lapisan tanah non kohesif dan (qc) > 70 kg/cm2 untuk lapisan
tanah yang kohesif.
2. Friction bearing
Dalam tumpuan geser letak tanah kerasnya sangat dalam
sekaligus sebagai pemancangan tiang sampai lapisan tanah
22

keras sangat sukar dilaksanakan. Maka dalam hal ini


dipergunakan tiang pancang yang daya dukung nya yang
dihitung berdasarkan perlekatan tiang dengan tanah lempung.
Perlawanan pada ujung tiang sangat kecil dibanding dengan
perlawanan akibat perlekatan akibat perletakan antara tiang
dengan tanah jadi dalam hitungannya, perlawanan ujung tiang
sering diabaikan.
Untuk menentukan besarnya perlawanan lekatan tiang
dengan tanah dapat digunakan peralatan sondir dengan
menggunakan alat Bikonus. Bikonus dapat mengukur
perlawanan ujung, juga dapat mengukur perlawanan perlekatan
antara konus dengan tanah. Gaya ini disebut dengan
hambatan pelekat, yang didalam penggambaran grafik hasil
sondir sudah merupakan jumlah hambatan peletak dari
permukaan tanah sampai pada kedalaman yang bersangkutan.
Untuk menghitung kapasitas tiang Friction pile dapat digunakan
rumus :
3. End bearing and friction pile
Jika memancang tiang pancang sampai kedalaman tanah keras melalui tanah
lempung. Maka untuk menghitung kapasitas tiang diperlukan memperhatikan
berdasarkan tahanan ujung (and bearing) maupun gaya pelekat antara tiang
dengan tanah (Friction pile).

3.5.2 Kuat Dukung Tiang Kelompok (Pile group)


Pada keadaan sebenarnya dilapangan jarang sekali
dipancang yang berdiri sendiri (single pile) akan tetapi kita sering
mendapati pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (pile
group). Untuk mempersatukan tiang tiang tersebut dalam suatu
kelompok tiang biasanya diatas tiang tersebut diberi poer
(Floating) (Hardiyatmo, 2002). Dalam perhitungan poer dianggap
atau dibuat kaku sempurna, sehingga :
23

1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut


menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang
poer tetap merupakan bidang datar.
2. Gaya gaya yang bekerja pada tiang berbaris lurus dengan
penurunan tiang
tiang tersebut.

Gambar 3.7 Susunan kelompok tiang (Hardiyatmo, 2010)

Dalam perencanaan pondasi tiang pancang yang perlu


diperhatikan diantaranya :
Jarak antar tiang dalam kelompok
S 2,5 D
S3D
Dimana :
S = Jarak masing-masing tiang
D = Diameter tiang
Biasanya jarak antara dua tiang dalam kelompok diisaratkan
minimum 0,6 m dan maksimum 2 meter. Ketentuan ini
24

berdasarkan pada pertimbangan pertimbangan sebagai


berikut :
a) Bila S < 2,5 D
Pada pemancangan tiang no. 3 (Gambar 3.8) akan
menyebabkan :
a. Kemungkinan tanah disekitar tiang kelompok akan naik
terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang tiang yang
dipancang terlalu berdekatan.
b. Terangkatnya tiang tiang sekitarnya yang dipancang
lebih dahulu.

1 2 3
s s

Gambar 3.8 Pengaruh tiang akibat pemancangan


(Sardjono, 1988)

b) Bila S > 3D
Apabila S > 3D, maka tidak ekonomis karena akan
memperbesar ukuran atau dimensi dari poer (floating).
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah
jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang tiang pancang
yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas
poer yang diperlukan untuk tiap tiap kolom portal. Bila ternyata
luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah
luas bangunan, maka digunakan pondasi setempat dengan poer
diatas tiang pancang. Akan tetapi jika luas poer total diperlukan
lebih besar dari pada setengah luas bangunan, maka biasanya
25

dipilih pondasi penuh (raft foundation) diatas tiang tiang


pancang.

6. Gaya Terhadap Tiang


Gaya terhadap tiang dihitung dengan beberapa metode
diantaranya sebagai berikut :
3.6.1 Perhitungan Penurunan Gaya Pondasi Pada
Kelompok Tiang Pancang
Perhitungan Penurunan Gaya Pondasi Pada Kelompok Tiang
Pancang di bagi menjadi dua sebagai berikut :
1. Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal sentris
Beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang dinamakan bekerja
secara sentris apabila titik tangkap resultan beban beban yang bekerja berhimpit
dengan titik berat kelompok tiang tersebut. Dalam hal ini beban yang diterima
oleh tiap tiap tiang adalah :
V
N
n
.. (3.1)
Dimana :
N = Beban yang diterima tiap tiap tiang pancang (ton)
V = Resultan gaya gaya normal sentris (ton)
n = Banyaknya tiang pancang
V

P oer

Gambar 3.9 Beban normal sentris pada kelompok tiang pancang


(Sardjono,1988)
26

2. Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal eksentris


Reaksi total atau beban aksial pada masing masing tiang adalah jumlah
dari reaksi akibat beban beban dari V dan My yaitu :
V My.xi
Pi
n x2
...................................................................................... (3.2)
Dimana :
Pi = Beban yang diterima oleh tiang pancang ke-I (ton)
V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang (ton)
xi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang lainnya
(m)
My = Momen terhadap sumbu y (tm)
x2
= Jumlah kuadrat jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang (m2)
3. Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris dan momen yang
bekerja pada dua arah.
Kelompok tiang yang bekerja dua arah (x dan y) yang akan mempengaruhi
terhadap kapasitas kuat dukung tiang tiang pancang.
V

P oer

V/n V/n V/n V/n

P1 P2
P3
P4
x2 x3

x1 x4
27

Gambar 3.10 Beban normal eksentris pada kelompok tiang pancang


(Sardjono,1988)

Untuk menghitung tekanan aksial pada masing masing tiang adalah


sebagai berikut :
V My.xi Mx. y i
Pi
n x2 y2
..................................................................... (3.3)
Dimana :
Pi = Beban yang diterima oleh tiang ke-I (ton)
V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang (ton)
xi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang lainnya
(m)
yi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang lainnya
(m)
Mx = Momen terhadap sumbu x (tm)
My = Momen terhadap sumbu y (tm)
x2
= Jumlah kuadrat absis absis tiang pancang (m2)

y2
= Jumlah kuadrat ordinat ordinat tiang pancang (m2)
n = Jumlah tiang dalam satu kelompok

3.6.2 Efisiensi Kelompok Tiang (Pile Group Efficiency)


Apabila pengaturan tiang pada satu poer telah mengikuti
persyaratan maka kuat dukung grup tiang tidak sama dengan
kapasitas kuat dukung satu tiang pancang dikalikan dengan
banyaknya tiang tetapi dikalikan lagi dengan efisiensi grup tiang
pancang atau di tulis dengan rumus sebagai berikut :
Qg = Qa . n . Eg ..
(3.4)
Dimana :
Qg = Kuat dukung maksimum grup tiang pancang (ton)
28

Eg = Efisiensi grup tiang pancang


n = Banyaknya tiang
Qa = Kuat dukung maksimum satu tiang (ton)
Ada beberapa persamaan untuk mencari efisiensi grup tiang
pancang diantaranya sebagai berikut :
1. Methode feld
C B B C

B A A B

B A A B

C B B C

Gambar 3.11 Susunan tiang methode feld (Sadjono, 1991)

Disini kelompok tiang pancang terdiri dari 16 buah tiang


pancang dimana total efisiensinya adalah 10,75. Jadi efisiensi
satu tiang adalah 0,672 tiang.
2. Rumus dari Uniform Building Code dari AASTHO
Rumus dari Uniform Building Code tergantung dari jumlah
tiang dan posisi tiang pada sebuah grup tiang seperti pada
Gambar 3.12.
29

n =4
d

m =3

Gambar 3.12 Uniform building code (Sardjono, 1991)

Efisiensi satu tiang dalam kelompok :


(n 1)m (m 1)n
Eg 1 ......................................................(3.5)
90.m.n

1,57 D.m.n
Eg
m ( m n)
Syarat : S
S = Jarak antara tiang as as (cm)
D = Diameter tiang (cm)
m = Jumlah baris
n = Jumlah tiang dalam satu baris
= Arc tg D/s

7. Metode Statis Formula


Metode statis dilakukan dengan menggunakan teori dari
mekanika tanah. yaitu dengan menggunakan sifat sifat teknis
(Hardiyatmo, 2002). Parameter tanah yang digunakan untuk
menganalisis kapasitas tiang pancang tunggal dan kelompok
terdiri dari sudut gesekan dalam dan kohesi c. Parameter tanah
30

dapat dapat ditentukan dengan percobaan triaksial


dilaboratorium pada contoh tanah yang terganggu. Karena
alasan inilah banyak peralihan menggunakan cone penetration
test (CPT) dan standar penetration test (SPT).
CPT atau sondir ini merupakan test yang sangat cepat, sederhana dan
ekonomis. Dan test ini dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus
menerus dari permukaan tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga
mengklarifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan
karekteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (driven pile),
data data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas kuat dukung
(bearing capacity) dari tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna
menentukan kapasitas kuat dukung ultimit dari tiang pancang (Hardiyatmo, 2002).
Ujung alat ini terdiri dari kerucut baja yang mempunyai sudut kemiringan
600 dan berdiameter 35,7 mm atau mempunyai luas penampang 1000 mm 2.
Bentuk skematis dan cara kerja alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.13. Alat
sondir dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengukur tahanan ujung dan
tahapan terhadap gesekan dari selimut silinder mata sondirnya.
Cara penggunaan alat ini adalah dengan menekan pipa penekan dan mata
sondir secara terpisah, melalui alat penekan mekarlis atau dengan tangan yang
memberikan gerakan kebawah kecepatan penekanan kira kira 10 mm/detik.
Pembacaan tahanan krucut statis dilakukan dengan melihat arloji pengukur,
dilakukan pada tiap tiap penembusan dalam 20 cm. tahanan ujung serta tahanan
gesekan selimut alat sondir dicatat. Dari sini diperoleh grafik tahanan kerucut
statis atau grafik sondir yang menyajikan nilai keduanya.
31

Gambar 3.13 Pengujian kerucut statis, (a) Gambar skema alat pengujian
(b) Contoh hasil pengujian (Hardiyatmo, 2002).

Untuk perhitungan dengan metode statis dapat dilakukan


dengan berbagai macam cara dan formula, dan metode ini
berdasarkan tiang pancang tunggal dan kelompok pada pondasi
tiang pancang. Kapasitas tiang tunggal dimana kapasitas ultmit
netto tiang tunggal (Qu) tahanan ujung bawah ultimit (Qb) dan
tahanan gesek ultimit (Qs).

3.7.1 Kuat Dukung Berdasarkan Data Standart


Penetration Test (SPT) Dengan Metode Broms
Tahanan ujung ultimit tiang yang terletak pada tanah kohesif
atau lempung dan lanau ( = 0) bertambah dengan kedalamannya, yaitu 2Cu
dipermukaan tanah sampai 8 12 Cu pada kedalaman kira kira 3 kali diameter
tiang.
Persamaan Broms kapasitas dukungnya sama dengan Terzaghi, hanya
didalam persamaannya mempengaruhi bentuk pondasi. Untuk persamaan
kapasitas dukung, untuk perhitungan dengan menggunakan cara Broms rumus
rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :
Qs = As . Kd . tg . Po.... (3.6)
Qb = Ab . (1,3 . Cu . Nc + Po . Nq + 0,3 . D . . N ) ... (3.7)
Qu = Qb + Qs ..... (3.8)
32

Dimana :
Qb = Kapasitas daya dukung ujung bawah tanah (kN)
Po = Tekanan overburden (kN/m2)
Nc = Faktor daya dukung dibawah ujung tiang pancang
Nq = Faktor daya dukung dibawah ujung tiang pancang
N = Faktor daya dukung dibawah ujung tiang pancang
Ab = Luas penampang tiang pancang (m2)
Qs = Daya dukung gesek tiang (kN)
D = Diameter tiang (m)
Cu = Kohesi
As = Luas selimut tiang (m2)
Peck, dkk (1974) menyarankan hubungan antara N-SPT dengan dapat
dilihat pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Hubungan N-SPT dengan (Peck, dkk., 1974 ).

Terzaghi dan Peck menyarankan hubungan antara N-SPT dengan Undrained


Shear Strength (cu) pada tanah kohesif dapat dilihat pada Gambar 3.15.
33

Gambar 3.15 Hubungan N-SPT dengan Undrained Shear Strength (cu) (SI-3211
Rekayasa Pondasi, Mahsyur Irsyam).

Dengan memakai kurva Mc Clleland (1974) didapatkan faktor adhesi ()


dengan mengkorelasikannya dengan nilai cu seperti pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16 Faktor adhesi () untuk tiang pancang dalam tanah lempung (Mc
Clelland, 1974).

William. T, dkk, (1962) menyarankan hubungan antara berat jenis tanah


kohesif () dengan N-SPT seperti pada Tabel 3.2.
34

Tabel 3.2 Korelasi berat jenis tanah kohesif () dengan N-SPT (William. T, dkk,
1962)

N <4 4-6 6-12 16-25 >25


Unit Weigh (KN/m) 14-18 16-18 16-18 16-20 >20
qu (kPa) <25 20-25 16-25 40-200 >100
Consistency Very Soft Soft Medium Stiff Hard

Untuk nilai Kd Broms (1956) menyarankan dengan tipe bahan tiang


pancang, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Nilai Kd untuk berbagai jenis tiang (Broms, 1965)
Kd
Bahan Tiang
Pasir Tak Padat Pasir Padat
Baja 0,50 1,00
Beton 1,00 2,00
Kayu 1,50 4,00

Untuk kapasitas ultimit tiang dapat dihitung secara empiris dengan nilai N
hasil uji standart penetration test (SPT). Dalam menghitung tahanan gesek
digunakan nilai nilai , nilai ditentukan dari hubungan sudut gesek dalam
efektif tanah ().
Untuk sudut gesek tiang Aas (1966) menyarankan seperti terlihat pada Tabel
3.4.
Tabel 3.4 Sudut gesek dinding tiang (Aas, 1966)
Bahan Tiang = d'
Baja 200
Beton 0,75
Kayu 0,66

Faktor kapasita dukung Terzaghi dapat dilihat pada Gambar 3.17 dengan
mengkorelasikan sudut geser tanah ().
35

Gambar 3.17 Hubungan antara sudut geser tanah () dengan Nc, N, Nq (Terzaghi,
1943).

3.8. Faktor Aman


Untuk memperoleh kapasitas izin tiang yang kokoh terhadap struktur, maka
perlu membagi kapasitas ultimit tiang dengan faktor aman tertentu. Faktor aman
ini diberikan dengan maksud :
a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian
metode hitungan yang di gunakan.
b. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geseran
kompresibilitas tanah.
c. Untuk meyakinkan bahwa tiang cukup aman untuk
mendukung beban yang bekerja.
d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada
tiang tunggal atau kelompok masih dalam batas toleransi.
e. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam
diantara tiang-tiang masih dalam batas toleransi.
Pemilihan faktor aman (SF) untuk perencanaan pondasi
tiang (Recse & ONeill, 1989) menyarankan seperti Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Penggunaan faktor aman pada klasifikasi struktur (Recse & ONeill,
1989)
Klasifikasi Faktor Aman (SF)
36

Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol


Struktur
Baik Normal Jelek Sangat Jelek
Monumental 2,3 3,0 3,5 4,0
Permanen 2,0 2,5 2,8 3,4
Sementara 1,4 2,0 2,3 2,8

Faktor aman dapat dicari dengan persamaan sebagi berikut :


a. Tiang tunggal
Q
F u ............................................................................................(3.9)
V

Dimana :
SF = Faktor aman
Qu = Kapasitas dukung ultimit (kN)
V = Gaya yang bekerja pada tiang tunggal (kN)
b. Kelompok tiang
Q
SF g ........................................................................................(3.10)
V

Dimana :
SF = Faktor aman
Qg = Kapasitas dukung ultimit kelompok tiang (kN)
V = Gaya yang bekerja pada kelompok tiang (kN)

3.9. Penurunan Tiang


Pada tiang dibebani tiang akan mengalami pemendekan dan
tanah disekitarnya akan mengalami penurunan (Hardiyatmo,
2010). Selain dari kegagalan kuat dukung tanah, pada setiap
proses penggalian selalu dihubungkan dengan perubahan
keadaan tegangan didalam tanah. Perubahan tegangan paeti
akan disertai dengan perubahan bentuk. Pada umumnya hal ini
menyebabkan penurunan pada pondasi tiang pancang
(Hardiyatmo, 1996).
Penurunan tiang pancang kelompok sama dengan
perpindahan sebuah tiang pancang sama dengan perpindahan
sebuah tiang pancang ditambah pemendekan elastisn diantara
lingkup titik. Untuk tiang pancang dukung titik maka perpindahan
37

titik relatif kecil sedangkan perpindahan utama adalah


pemindahan elastis dari tiang pancang. Untuk tiang pancang
gesekan perpindahan titik merupakan kuantitas penting yang
menyebabkan penurunan. Tapi perhatikan bahwa perpindahan
titik disebabkan oleh bahan titik dan penurunan dari tanah yang
mendasari tegangan tegangan pada gesekan poros atau
urugan luas ataupun penurunan (Subsidence) tambang tanah.

3.9.1 Penurunan Tiang Tunggal


Menurut Paulos dan Davis (1980) penurunan jangka panjang
untuk pondasi tiang tunggal tidak perlu dilakukan peninjauan
karena penurunan tiang akibat terkonsolidasi dari relatip kecil.
Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap kuat dukung ujung
dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari keduanya (Hardiyatmo, 2003).
Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan :
a. Untuk tiang apung atau tiang friksi
P.I
S
E S .D
............................................................................................... (3.11)
Dimana :
I = I0. Rk. Rh. R
b. Untuk tiang dukung ujung
P.I
S
ES .D
............................................................................................... (3.12)
Dimana :
I = I0. Rk. Rb. R
Dimana :
S = Penurunan untuk tiang tunggal (cm)
P = Beban yang bekerja (kg)
I0 = Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah mampat
Rk = Faktor koreksi kemudahmampatan tiang
38

Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras
R = Faktor koreksi angka poisson
Rb = Faktor koreksi kekakuan lapisan pendukung
h = Kedalaman total lapisan tanah dari ujung tiang kemuka tanah (m)
D = Lebar atau diameter tiang pancang (cm)
E p .R A
K
Es
....................................................................................... (3.13)
Dimana :
K = Faktor kekakuan tiang
Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang (kg/cm2)
Es = Modulus elastisitas tanah disekitar tiang (kg/cm2)
Ardiansyah menyarankan korelasi nilai N-SPT dengan qc dapat dilihat pada
Gambar 3.18.

Gambar 3.18 Korelasi N-SPT dengan qc hasil Sondir (Ardiansyah)

Dapat dilihat pada Gambar 3.19 bahwa penurunan tiang berkurang jika
panjang tiang bertambah.
39

Gambar 3.19 Faktor penurunan I0 (Poulos dan Davis, dalam


Hardiyatmo, 2010)

Untuk menentukan faktor kekakuan tiang dapat dilihat pada Gambar 3.20.

Gambar 3.20 Koreksi kompresi, Rk (Poulos dan Davis dalam


Hardiyatmo, 2010)
40

Untuk menentukan koreksi kedalaman tiang yang masuk kedalam tanah


Gambar 3.21.

Gambar 3.21 Koreksi kedalaman, Rh (Poulos dan Davis dalam


Hardiyatmo, 2010)

Dalam perkiraan penggunaan koreksi angka poisson (R), dapat dilihat pada
Gambar 3.22.

Gambar 3.22 Koreksi angka poisson, R (Poulos dan Davis dalam


Hardiyatmo, 2010)
41

Pengaruh kekerasan tanah sebagai lapisan pendukung didasar tiang adalah


mengurangi penurunan. Pengaruh ini menjadi lebih jelas bila tiang relatif pendek
(tiang kaku) terletak pada lapisan pendukung yang keras. Koreksi kekakuan
lapisan pendukung (Rb) terhadap modulus elastisitas tanah disekitar tiang (Es) dan
modulus elastisitas tanah pada dasar tiang (Eb) dapat dilihat pada Gambar 3.23.

Gambar 3.23 Koreksi kekakuan lapisan pendukung, Rb (Poulos dan Davis


dalam Hardiyatmo, 2010)

Perkiraan angka poisson () dapat dilihat pada Tabel 3.6. Terzaghi


menyarankan nilai = 0,3 untuk tanah pasir, = 0,4 sampai 0,43 untuk tanah
lempung. Umumnya, banyak digunakan = 0,3 sampai 0,35 untuk tanah pasir
dan = 0,4 sampai 0,5 untuk tanah lempung.
42

Tabel 3.6 Perkiraan angka poisson () (Hardiyatmo, 1996)


Macam Tanah
Lempung jenuh 0,40 0,50
Lempung tak jenuh 0,10 0,30
Lempung berpasir 0,20 0,30
Lanau 0,30 0,35
Pasir padat 0,20 0,40
Pasir kasar 0,15
Pasir halus 0,25

Berbagai metode tersedia untuk menentukan nilai modulus elastisitas tanah


(ES), antara lain dengan percobaan langsung ditempat yaitu dengan menggunakan
data hasil pengujian krucut statis (sondir). Karena nilai laboratorium dari Es tidak
sangat baik dan mahal untuk mendapatkannya (Bowles, 1977). Bowles
memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data pengujian kerucut
statis (sondir) sebagai berikut :
ES = 3 qc (untuk pasir) ......................................................... (3.14)
ES = 2 sampai 8 qc (untuk lempung) ................................................... (3.15)
Dari analisa yang dilakukan secara mendetail oleh Mayerhoff, untuk nilai
modulus elastisitas tanah dibawah ujung tiang (Eb) kira kira 5 10 kali harga
modulus elastisitas tanah disepanjang tiang (ES).

3.9.2 Penurunan Tiang Kelompok


Pada perhitungan pondasi tiang, kapasitas izin tiang sering lebih didasarkan
pada persyaratan penurunan. Penurunan tiang terutama bergantung pada nilai
banding tahanan ujung dengan beban tiang. Jika beban yang didukung per tiang
lebih kecil atau sama dengan tahanan ujung tiang, penurunan yang terjadi
mungkin sangat kecil. Hubungan penurunan antara tiang tunggal dan kelompok
tiang (Hardiyatmo, 2010) sebagai berikut :
(4 B 3) 2
S g S.
( B 4) 2
..................................................................................... (3.16)
Dimana :
43

Sg = Penurunan kelompok tiang (mm)


B = Lebar kelompok tiang (mm)
S = Penurunan tiang tunggal (mm)

3.10. Penurunan Yang Diizinkan


Besarnya penurunan yang diizinkan dari suatu bangunan bergantung dari
beberapa faktor. Faktor faktor tersebut meliputi jenis, tinggi, kekakuan dan
fungsi bangunan, serta besar dan kecepatan penurunan serta distribusinya.
Rancangan dibutuhkan untuk dapat memperkirakan besarnya penurunan
maksimum dan beda penurunan yang masih dalam batas toleransi.
Jika penurunan yang terjadi pada suatu bangunan berjalan lambat dalam
frekuensi waktu yang lama, semakin besar kemungkinan struktur untuk
menyesuaikan diri terhadap penurunan yang terjadi tanpa adanya kerusakan
struktur oleh pengaruh rangkak (creep). Karena penurunan maksimum dapat
diprediksi dengan ketetapan yang memadai, umunya dapat diadakan hubungan
antara penurunan maksimum.
Dimana syarat perbandingan penurunan yang aman yaitu STotal SIzin.
SIzin = 10 %. D ...................................................................................... (3.17)
Dimana :
D = Lebar atau diameter tiang pancang (cm)
Penurunan izin pada kelompok tiang dapat digunakan rumus :
L
S Izin ...................................................................................................(3.18)
250

Dimana :
L = Kedalaman tiang (cm)
Penurunan yang dapat ditolerir untuk bangunan (Bowles, 1992)
Smaks = 2 inchi ......................................................................................
(3.19)

Anda mungkin juga menyukai