Anda di halaman 1dari 10

Prosiding Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Perumusan Indikator Livable City Kota Sedang


di Kota Magelang

Hillary Kristarani 1, Bakti Setiawan 2, Agam Marsoyo 2


Mahasiswa, Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada1
Dosen, Departemen Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada 2
hillary.kristarani@mail.ugm.ac.id

Abstrak
Kota merupakan pusat kegiatan, pelayanan, dan pemerintahan. Jumlah penduduk di
perkotaan yang terus meningkat serta tingkat urbanisasi yang tinggi di perkotaan
menyebabkan berbagai masalah perkotaan. Masalah yang menciptakan ketidaknyamanan
ini perlu ditanggulangi oleh konsep livable city dimana suatu kota perlu memiliki
kelayakan untuk ditinggali oleh penduduknya. Terdapat berbagai indikator livable city di
lingkup dunia maupun kota-kota besar dan metropolitan di Indonesia. Namun belum ada
perumusan indikator livable city untuk kota sedang seperti Kota Magelang. Penelitian ini
bertujuan untuk merumuskan indikator livable city di Kota Magelang sebagai kota sedang.
Penelitian ini menggunakan proses berfikir induktif kualitatif karena perumusan indikator
yang baru untuk suatu kota membutuhkan wawasan baru dari berbagai pihak. Metode yang
digunakan dalam perumusan indikator adalah delphy’s method yang didasarkan pada
komunikasi yang terstruktur oleh pakar/ahli. Hasil penelitian melalui delphy’s method
merumuskan 31 indikator dengan 7 kelompok indikator, yang mana 19 bersifat general dan
12 bersifat spesifik. Indikator general secara umum dapat digunakan di kota lain, sementara
indikator spesifik sesuai dengan karakteristik Kota Magelang sebagai kota sedang.
Kata Kunci: indikator, kota sedang, Kota Magelang, livable city.

1. Pendahuluan Era kini banyak masyarakat kota mengeluhkan


Kota adalah pusat kegiatan, pelayanan, dan ketidaknyamanan lingkungan kota tempat tinggal
pemerintahan menjadi daya tarik bagi penduduk mereka. Ketidaknyamanan dapat dijumpai dalam
untuk melakukan urbanisasi. Urbanisasi permasalahan lapangan pekerjaan, lingkungan/
merupakan salah satu permasalahan perkotaan, ekologi, pemerataan, peran serta masyarakat dan
yang membuat kota menjadi pilihan dominan bagi energi (Budiharjo, 2009). Ketidaknyamanan
penduduk di dunia untuk dihuni, termasuk sebuah kota menjadi sebuah masalah bagi sebuah
Indonesia. Perkembangan kota kompleks kota yang terus berkembang. Oleh karena itu
melibatkan berbagai sektor yang saling dibutuhkan konsep pembangunan perkotaan yang
berhubungan. Keterkaitan antar ruang dan sektor mempertimbangkan kelayakan huni bagi penduduk
menjadi sebuah sistem perkotaan. Kondisi ini yang yang tinggal didalamnya.
membuat perkembangan kota menjadi dinamis. Kota layak huni atau livable city merupakan
Tekanan penduduk yang tinggi dengan lahan yang gambaran sebuah lingkungan dan suasana kota
terbatas menjadi suatu permasalahan bagi yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai
perkotaan. Selain itu, kota juga tidak terlepas dari tempat untuk beraktifitas yang dilihat dari berbagai
permasalahan permukiman, transportasi, variabel baik fisik maupun non-fisik (Wheeler,
penyediaan fasilitas publik hingga lapangan 2004). Variabel fisik dapat berbagai penyediaan
pekerjaan. Penyediaan sarana prasarana sarana prasarana yang lengkap di kota. Struktur
infrastruktur dan fasilitas pelayanan menjadi hal ruang yang dapat menghubungkan berbagai lokasi
yang wajib diperhatikan di perkotaan. Menurut dengan mudah. Pola ruang yang ditata sesuai
(Survey Most Livable City Index, 2011), kondisi dengan kemampuan dan potensi lahannya.
kota-kota di Indonesia berada dalam kondisi yang Sedangkan variabel non-fisik dapat dilihat dari
mengkhawatirkan. Kondisi perkotaan yang segi sosial dan budaya masyarakat kota.
mengkhawatirkan menjadi sebuah permasalahan Menciptakan kota yang layak huni menjadi
yang mana perlu dicari solusinya, karena tantangan bagi pemerintah, masyarakat dan pihak
bagaimanapun kota merupakan ruang aktifitas swasta.
manusia. Konsep livable city memiliki indikator-indikator
dari berbagai lingkup wilayah, baik di tingkat

391
Prosiding Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
dunia maupun Indonesia. Menurut Kamus Besar (consumer goods), perumahan (housing), serta
Bahasa Indonesia (KBBI) indikator adalah sesuatu lingkungan alam (natural environment).
yang dapat menjadi petunjuk atau keterangan. 2. Monocle’s Most Liveable Cities Index
Indikator livable city menjadi petunjuk dan tolak (Monocle, 2013) yang memiliki 11 indikator
ukur dalam menilai suatu kota yang layak huni. keamanan/ kriminal (safety/ crime), medis
Indikator livable city di Indonesia dapat dilihat dari (medical care), iklim (climate), konektivitas
Most Livable city Index (MLCI) dari IAP tahun internasional (international connectivity),
2009, 2011, dan 2014. Indikator-indikator tersebut trasnportasi publik (public transportation),
digunakan untuk mengukur kelayakan huni kota- kualitas arsitektur (quality of architecture), dan
kota di Indonesia. rekreasi (recreation).
3. LKYSPP’s Global Liveable Cities Index
Kota-kota yang diukur pada MLCI didominasi
(World’s Major Cities, 2013) yang memiliki
oleh kota besar yang dianggap penting oleh IAP
kelompok indikator keamanan dan stabilitas
(MLCI, 2014). Kemudian, bagaimana dengan
(domestic security & stability), kualitas hidup
indikator livable city untuk ukuran kota sedang
(quality of life), lingkungan yang ramah dan
(medium city/ mid-size city) di Indonesia. Ukuran
berkelanjutan (environmental friendless &
kota berdasarkan jumlah penduduk tentunya akan
sustainability), pemerintah yang baik dan
mempengaruhi indikator livable city suatu kota
kepemimpinan yang efektif (good governance
sedang. Mungkin ada beberapa indikator yang bisa
& effective leadership), ekonomi yang baik dan
saja sama dengan indikator untuk kota-kota besar.
kompetitif (economic vibrancy &
Namun, keunikan (uniqueness) suatu kota sedang
competitiveness).
mungkin dapat luput dari indikator-indikator yang
4. EIU’s Global Liveability Index (EIU,
telah ada saat ini. Selain itu, karakteristik setiap
2014) yang memiliki lima indikator utama,
kota sedang juga menjadi penentu dalam
yaitu stabilitas (stability), kesehatan
menciptakan kota yang layak huni.
(healthcare), lingkungan dan budaya (culture
Kota Magelang memiliki posisi strategis karena & environment), pendidikan (education), serta
berada di jalur utama Semarang-Yogyakarta. infrastruktur (infrastructure).
Selain itu, kota ini terletak tepat di tengah Pulau 5. Indikator di European Union (Zuidema &
Jawa yang dikelilingi oleh tiga gunung, yakni Gert De Roo, 2009), yaitu realita sosial-politik
Merapi, Merbabu, dan Sumbing. Kota Magelang (socio politic reality), koordinasi
berbatasan langsung dengan Kabupaten Magelang. (coordination), dan ambisi yang ditinjau
Luas wilayah kota ini adalah 18,12 km2 serta kembali (ambition revisited).
terdiri dari 3 kecamatan dan 17 kelurahan. Kota Selanjutnya, indikator yang terbentuk melalui
Magelang memiliki jumlah penduduk 120.373 penelitian-penelitian di dunia dapat diketahui
jiwa. Menurut Permen Nomor 26 Tahun 2008 bahwa terdapat penelitian yang menjelaskan,
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, merumuskan, dan menggunakan indikator livable
kawasan perkotaan sedang yang ditetapkan dengan city. Metode yang digunakan pada setiap penelitian
kriteria jumlah penduduk lebih dari 100.000 berbeda-beda. Pertama, penelitian yang
(seratus ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus menjelaskan kondisi livability di Kota Penang-
ribu) jiwa. Dengan demikian kota ini masuk ke Malaysia adalah Making a City Livable (2011)
dalam kota sedang (100.000-500.000 jiwa). oleh: Chan Huan. Kedua, penelitian yang
merumuskan indikator yaitu An Evaluation
Indikator-indikator yang terbentuk dalam konsep
Aproach for Livable Urban Environments (2013)
livable city telah ada pada lingkup dunia maupun
oleh Chia-Li Chiang dan Jeng-Jong Liang serta
Indonesia. Pertama, pada lingkup dunia indikator Planning Healthy, Liveable, and Sustainable Cities
terbentuk mulai dari berbagai index, survey, dan : How Can Indicators Inform Policy? oleh:
penelitian di beberapa negara. Indikator livable
Melanie Lowe, Carolyn Whitzman, dkk memiliki
city yang terbentuk melalui survey dan index yaitu
tujuan untuk merumuskan indikator sesuai dengan
:
kondisi negaranya masing-masing. Ketiga,
1. Mercer’s Quality of Living Index penelitian yang menggunakan indikator livable city
(Mercer, 2012) yang memiliki kelompok yang telah ada untuk menguji kota-kota di dunia
indikator politik dan lingkungan sosial adalah A Summary of the Liveability Ranking and
(political & social environment), pertimbangan Overview 2014 oleh The Economist Intelligence
medis dan kesehatan (medical & health Unit Limited.
consideration), lingkungan sosial budaya
Terakhir, penelitian livable city untuk di Indonesia
(socio-cultural environment), pendidikan dan
secara umum terdapat penelitian yang bertujuan
sekolah (school & education), ekonomi untuk merumuskan dan menggunakan indikator
(economic environment), transportasi dan livable city. perumusan indikator di kota-kota
fasilitas publik (public services & transport),
besar di Indonesia meliputi pembelajaran dari
rekreasi (recreation), barang-barang kebutuhan

392
Prosiding Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
negara-negara maju, MLCI 2009, MLCI 2010,
MLCI 2011 yang mengkaji kota-kota besar dan
metropolitan di Indonesia. Sementara itu,
penggunaan indikator untuk mengetahui suatu kota
livable atau tidak telah diteliti di beberapa kota
seperti Manado, Yogyakarta, dan Balikpapan.
Metode yang digunakan pada setiap penelitian
beragam, baik kuantitatif, kualitatif maupun
campuran. Berdasarkan sumber-sumber diatas, Gambar 1. Proses Dephy Method
(Hsu & Sandford, 2007)
belum ada perumusan indikator livable city kota
sedang di Kota Magelang. Sementara itu, setiap
kota sedang memiliki karakteristik dan keunikan Proses Metode Delphi melalui berbagai tahap
untuk mencapai hasil akhir, seperti yang
(uniqueness) yang menentukan indikator-indikator
ditampilkan pada gambar 1. Pertama, memilih ahli
livable city termasuk Kota Magelang sebagai kota
(expert), bisa dari kalangan kademisi,
sedang di Indonesia. Dengan demikian,
pemerintahan, konsultan, LSM/ komunitas.
berdasarkan perkembangan literatur yang ada
terkait indikator livable city, maka tujuan dari Kemudian memulai kuesioner putaran pertama
penelitian ini adalah merumuskan indikator livable dengan open and closed ended question terkait
livable city. Selanjutnya gabungan indikator
city kota sedang di Kota Magelang.
general dan spesifik beserta konsepnya ditanyakan
2. Metode (feedback) pada putaran kedua. Kuesioner kedua
Penelitian ini menggunakan proses berfikir berupa open ended question, dimana memberikan
induktif karena perumusan indikator livable city di tanggapan terhadap indikator dan konsep livable
kota sedang memerlukan berbagai pihak untuk city dan feedback jawaban untuk merumuskan
dapat merumuskan sesuai dengan substansi indikator dan memperbaiki konsep. Pada ronde
penelitian. Pendekatan ini memungkinkan peneliti ketiga, pertanyaan bersifat open ended question,
untu menggali lebih dalam sesuai dengan fokus dimana mendapatkan konsensus dari hasil rumusan
penelitian (Sugiyono, 2011). Penelitian ini indikator dan konsepnya. Setelah memperoleh
termasuk dalam lingkup kualitatif karena konsensus, indikator livable city dapat diperoleh
perumusan indikator yang baru untuk suatu kota dengan melaporkan persiapan, proses, hingga
membutuhkan suatu wawasan baru dari hasilnya (Hsu & Sandford, 2007). Proses
pengalaman berbagai orang atau ahli yang perumusan indikator melalui dijelaskan melalui
memahami konsep livable city. Meskipun skema gambar 2.
berangkat dari konsep-konsep livable city yang
sudah ada, namun ukuran kota tentunya akan
mempengaruhi karakteristiknya. Metode kualitatif
juga memberikan rincian yang kompleks tentang
fenomena sebuah kota di dalam mengungkap
keunikan (uniqueness) sehingga menghasilkan Gambar 2. Proses Perumusan Indikator
indikator livable city di Magelang sebagai kota
sedang. Narasumber yang dipilih untuk perumusan
indikator adalah pakar/ ahli dari kalangan
2.1 Metode Pengumpulan Data akademisi, pemerintahan, konsultan, komunitas,
Metode yang digunakan dalam perumusan dan LSM. Ahli-ahli tersebut ditentukan secara
indikator adalah delphy’s method. Metode Delphi purposive berdasarkan kriteria dan pertimbangan
didasarkan pada komunikasi yang terstruktur oleh tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Ahli-ahli
para ahli (expert). Kuesioner sebagai alat peneliti yang dipilih perlu memahami konsep livable city di
dalam berkomunikasi dengan ahli. Setiap ahli Kota Magelang sebagai kota sedang. Selanjutnya,
memiliki opini (judgment) masing-masing pada penentuan ahli (expert) melihat pada latar
terhadap suatu kajian, sehingga dibutuhkan belakang setiap ahli, mulai dari akademisi,
konsensus untuk mencapai tujuan penelitian. pemerintahan, dan konsultan. Ahli-ahli yang
Konsensus dapat diperoleh dengan minimal dua menjadi sumber dalam perumusan indikator,
putaran (rounds) kuesioner. Pada putaran kedua, terdapat 11 ahli pada tahap pertama serta 3 ahli
hasil yang diperoleh pada putaran pertama perlu pada tahap kedua dan ketiga.
ditampilkan (feedback) guna menjadi bahan untuk
klarifikasi lebih lanjut (Cuhls, 2002). Menurut
Turoff & Linstone (2002), metode delphi baik 2.2 Metode Analisis Data
digunakan untuk suatu perencanaan, dimana Analisis data merupakan kegiatan
umumnya membutuhkan analisis jangka panjang. interpretasi atau mengenali ada tidaknya suatu
permasalahan. Analisis data pada penelitian ini

393
Prosiding Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
dikategorikan pada analisa eksploratif kualitatif. No Indikator General
Cara yang digunakan untuk melakukan analisis IV Kehidupan Sosial
data pada penelitian ini, dibedakan berdasarkan 1 Kriminalitas
atas tujuan penelitan yang ada, yaitu: 2 Ketersediaan Fasilitas Rekreasi
1. Merumuskan indikator livable city di Kota 3 Kualitas Fasilitas Rekreasi
Magelang sebagai kota sedang. 4 Akses Informasi Pelayanan Publik
Analisis yang digunakan untuk memperoleh 5 Keamanan
Sumber : Pengolahan Data, 2017
indikator livable city di Kota Magelang adalah
pada setiap tahapan delphi, yaitu dengan proses
Indikator yang dihasilkan berjumlah 41 indikator
kategorisasi dan satuan dasar uraian sehingga
dengan 9 kelompok indikator. 25 indikator bersifat
dapat ditemukan konsensus untuk perumusan
general dan 16 indikator bersifat spesifik. Pada
indikator sesuai dengan tujuan.
tabel 2. dijabarkan indikator-indikator yang
bersifat spesifik.
3. Hasil dan Pembahasan Tabel 2. Daftar Indikator Spesifik Delphy Method
3.1. Daftar Indikator Delphy Method Putaran Putaran Pertama
Pertama No Indikator Spesifik
Kota yang livable membutuhkan indikator- I Sarana Prasarana
indikator yang dapat menjadi suatu ukuran dalam 1 Kantong Parkir
mencapai kota yang layak huni. Indikator 2 Permukiman/ hunian/ tempat tinggal
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu indikator (kondisi sanitasi, indikator kumuh, drainase,
general dan spesifik. Indikator yang bersifat penerangan, ciri khas)
general karena juga diterapkan di kota-kota besar 3 Ketersediaan Fasilitas Diffabel dan Lansia
dan metropolitan di Indonesia. Sementara itu, 4 General Design untuk ramah anak, lansia,
indikator tambahan yang diperoleh dari berbagai dan difabel
ahli lebih bersifat spesifik Kota Magelang karena 5 Jaringan Internet (WIFI)
melihat pada karakteristik kota. Penggabungan II Ekonomi
1 Iklim usaha/investasi dalam perekonomian
indikator general dan spesifik disini juga melihat
skala kecil dan menengah
indikator-indikator di negara lain, yang mana III Kehidupan Sosial
sebagian besar telah diakomodir dalam hasil 1 Interaksi Sosial  Toleransi/ kerukunan
tersebut. Pada tabel 1. dibawah ini merupakan antar penduduk/agama
indikator general yang telah dirumuskan pada 2 Ketersediaan Public Space/ Fasilitas
delphy method putaran pertama. Aktivitas Sosial
3 Kualitas Public Space/ Fasilitas Aktivitas
Tabel 1. Daftar Indikator General Delphy Method
Sosial
Putaran Pertama
4 Komponen Masyarakat dalam Perumusan
No Indikator General
Kebijakan (keterlibatan seluruh elemen
I Sarana Prasarana
masyarakat termasuk perempuan dan lansia
1 Ketersediaan Angkutan/ Transportasi
5 Event-event nya menggerakkan masyarakat
2 Kualitas Angkutan/ Transportasi
untuk aktif
3 Kondisi Jalan
IV Pengembangan Heritage sebagai pemicu
4 Pedestrian dalam pengembangan variasi rekreasi,
5 Ketersediaan Fasilitas Kesehatan fasilitas sosial, tempat kuliner khas, dan
6 Kualitas Fasilitas Kesehatan museum
7 Ketersediaan Fasilitas Pendidikan V Sumber Daya AlamSumber daya alam
8 Kualitas Fasilitas Pendidikan untuk daya dukung lingkungan
9 Listrik VI Kondisi Politik
10 Ketersediaan Air Bersih VII Smart City
11 Kualitas Air Bersih VIII Kualitas Hidup Penduduk
12 Telekomunikasi Penjelasan mengenai indikator-indikator pada tabel
II Ekonomi 1 dan 2 diikuti dengan konsep dari berbagai ahli.
1 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan
Sebagai contoh, penjelasan indikator jaringan IT/
2 Biaya Hidup
komunikasi (WIFI) yang diperoleh melalui delphy
3 Aksesibilitas Lokasi Kerja
III Penataan Kota dan Pengelolaan Lingkungan
method putaran pertama adalah sebagai berikut.
1 Tata Kota Penyediaan telekomunikasi di Kota Magelang,
2 RTH tidak hanya terbatas pada kebutuhan akan
3 Kebersihan sambungan telepon dan jaringannya. Jaringan
4 Persampahan internet sebagai sarana komunikasi bagi warga
5 Pencemaran/ Polusi Udara dan Air kota sudah menjadi kebutuhan yang mendasar di
(bersambung) era kini. Hal ini sama dengan yang disampaikan
(sambungan, Tabel 1) oleh kedua ahli dibawah ini :

394
Prosiding Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
“Kebutuhan masyarakat akan jaringan III Penataan Kota dan Pengelolaan Lingkungan
komunikasi IT/ WIFI menjadi penting saat 1 Tata Kota
ini. Koneksi WIFI di kota sedang harus ada, 2 RTH
karena di desa-pun internet sudah mulai 3 Kebersihan
masuk.” (Ir. Joko Soeparno, Kepala Bappeda 4 Pencemaran/ Polusi Udara dan Air
Kota Magelang, wawancara tanggal 12 Juli IV Kehidupan Sosial
2017). 1 Keamanan
Ketersediaan Public Space/ Fasilitas Aktivitas
3
Sosial
Apabila kota ingin mengejar perkembangan
Kualitas Public Space/ Fasilitas Aktivitas
saat ini, kota butuh menyediakan WIFI. 4
Sosial
Penggunaan internet akan memudahkan 5 Ketersediaan Fasilitas Rekreasi
berbagai kalangan, termasuk fungsi 6 Kualitas Fasilitas Rekreasi
pariwisata misalnya.” (Deva Fosterharoldas 7 Akses Informasi Pelayanan Publik
Swasto, dosen UGM, wawancara tanggal 28 Sumber : Pengolahan Data, 2017
Juli 2017)
Jumlah indikator yang berhasil dirumuskan pada
Selain itu, jaringan internet juga memiliki fungsi putaran kedua adalah 34 indikator dengan 7
untuk mendorong berbagai potensi kota. Sebagai kelompok indikator dapat dilihat pada Tabel 2
contoh, di dalam pengembangan pariwisata smart- dibawah ini. Terdapat 24 indikator general dan 10
tourism dibutuhkan dalam mengoptimalkan indikator spesifik. Selanjutnya pada tabel 4
potensi kota. dijabarkan indikator spesifik yang terumuskan
pada putaran ini.
3.2. Daftar Indikator Delphy Method Putaran
Kedua Tabel 4. Indikator Spesifik Delphy Method
Bahan perumusan indikator pada putaran kedua Putaran Kedua
menggunakan gabungan indikator-indikator livable No Indikator Spesifik
city yang telah dirumuskan pada putaran pertama. I Sarana Prasarana
Indikator general dan spesifik dilengkapi dengan 1 Kantong Parkir
konsepnya agar memudahkan memahami setiap 2 Permukiman
indikator. Dengan adanya konsep, setiap indikator 3 Ketersediaan Fasilitas Diffabel dan Lansia
memiliki ukuran yang jelas, sehingga nantinya II Ekonomi
dapat digunakan dengan baik. Selain itu, konsep Iklim Usaha/ Investasi dalam Perekonomian
1
Skala Kecil dan Mengengah
pada setiap indikator berfungsi sebagai pembatas
III Kehidupan Sosial
dalam merumuskan indikator livable city kota
1 Interaksi Sosial
sedang di Kota Magelang. Konsep dapat mengacu Komponen Masyarakat dalam Perumusan
pada SNI, SPM, baku mutu, atau aturan lainnya. 2
Kebijakan
Pada tabel 3 dijabarkan indikator general delphy Event-eventnya Menggerakkan Masyarakat
method putaran kedua. 3
untuk Aktif
IV Pengembangan Heritage
Tabel 3. Indikator General Delphy Method V Sumber Daya Alam
Putaran Kedua VI Kondisi Politik
No Indikator General Sumber : Pengolahan Data, 2017
I Sarana Prasarana
1 Ketersediaan Angkutan/Transportasi Berikut contoh penjelasan indikator
2 Kualitas Angkutan/ Transportasi Pengembangan warisan (heritage) pada tahap
3 Kondisi Jalan kedua. Indikator ini menurut salah satu ahli
4 Pedestrian menyatakan bahwa “konsep pengembangan
5 Ketersediaan Fasilitas Kesehatan heritage perlu didetailkan” (Doddy Aditya
6 Kualitas Fasilitas Kesehatan Iskandar, dosen UGM, tanggal wawancara 14
7 Ketersediaan Fasilitas Pendidikan agustus 2017). Hal ini bertujuan supaya memiliki
8 Kualitas Fasilitas Pendidikan ukuran yang lebih jelas. Oleh karena itu, heritage
9 Listrik dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu
10 Ketersediaan Air Bersih bangunan bersejarah, budaya lokal, dan makanan
11 Kualitas Air Bersih khas/ tradisional. Pertama, bangunan bersejarah
12 Telekomunikasi meliputi bangunan kuno, rumah adat, museum,
II Ekonomi arsitektur bangunan, kerajinan tangan.
1 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Kepemilikan bangunan bersejarah terdiri dari
(bersambung) pemerintah dan privat. Kendali bangunan sejarah
(sambungan, Tabel 2)
milik pemerintah tentunya akan lebih mudah
2 Biaya Hidup
dibanding dengan kepemilikan swasta.

395
Prosiding Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
ketiga, menghasilkan indikator yang baru.
“Indikator ini perlu ditambahkan konsep Perubahan terjadi pada pengurangan indikator,
kesenian pada budaya lokal. Jenis perubahan istilah indikator, dan pengelompokan
kesenian bisa berupa tarian, penyanyi indikator. Perubahan tersebut mengakomodir
legendaris asli Magelang, pengarang lagu, pernyataan dan argumen dari berbagai ahli pada
dan sebagainya.” (Marie Ning delphy method putaran ketiga. Berikut pada tabel 5
Murdiyanti, konsultan PT. Ciptaning, merupakan daftar indikator livable city kota sedang
tanggal wawancara 15 Agustus 2017) di Kota Magelang yang berhasil dirumuskan.

“Konsep budaya lokal dapat dilihat dari


Tabel 5. Daftar Indikator General Delphy Method
sering atau tidaknya dilaksanakan budaya Putaran Ketiga
lokal tersebut. Selain itu, dapat No Indikator General
ditambahkan konsep untuk kesenian I Sarana Prasarana
seperti tarian.” (Lucia Asdra Rudwiarti, 1 Ketersediaan Angkutan/Transportasi
dosen UAJY, tanggal wawancara 12 2 Kualitas Angkutan/ Transportasi
Agustus 2017) 4 Kondisi Jalan
5 Pedestrian
Kedua, budaya lokal yang meliputi atribut 6 Ketersediaan Fasilitas Kesehatan
kelompok/ masyarakat, cara hidup, norma, tata 7 Kualitas Fasilitas Kesehatan
nilai. Budaya lokal menjadi penghubung dengan 8 Ketersediaan Fasilitas Pendidikan
apa yang terjadi di masa lalu. Sehingga apa yang 9 Kualitas Fasilitas Pendidikan
ada di masa lalu masih ada hingga sekarang dan 10 Listrik
memiliki generasi atau masa depan. Menurut salah 11 Ketersediaan Air Bersih
satu ahli memiliki argumen, bila “budaya lokal 12 Kualitas Air Bersih
17 Ketersediaan Fasilitas Rekreasi
suatu kota menjadi bagian (place atttachment) dan
18 Pelayanan Publik/ Umum
memberikan rasa memiliki (sense of belonging)”
II Ekonomi
(M. Sani Rochansyah, dosen UGM, wawancara
1 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan
tanggal 3 Agustus 2017). Ukuran untuk budaya
2 Biaya Hidup
lokal adalah jenis budaya dan kesenian yang masih Penataan Kota dan Pengelolaan
ada di suatu kota. Sebagai contoh, jenis kesenian III
Lingkungan
adalah tarian, penyanyi legendaris, dan pengarang 1 Tata Kota
lagu. Selain itu, konsep mengenai frekuensi 2 Kebersihan
pelaksanaan atau penyelenggaraan budaya lokal 3 Pencemaran/ Polusi Udara dan Air
juga menjadi penting untuk mengetahui apakah IV Kehidupan Sosial
budaya lokal masih dilestarikan. 1 Keamanan
Sumber : Pengolahan Data, 2017
Ketiga, menurut ahli menyatakan bahwa “konsep
pelestarian pada makanan tradisional menjadi Jumlah indikator yang berhasil dirumuskan pada
penting dalam pengembangan heritage” (Dwita putaran kedua adalah 31 indikator dengan 7
Hadi Rahmi, dosen UGM, wawancara tanggal 3 kelompok indikator, yang mana 19 bersifat general
Agustus 2017). Makanan khas daerah atau kota dan 12 bersifat spesifik. Sementara itu, untuk
yang masih terus dilestarikan akan menjadi indikator yang bersifat spesifik dijabarkan pada
makanan yang melegenda bagi warganya, seperti tabel 6.
yang dinyatakan oleh salah satu ahli diatas. Tidak Tabel 6. Daftar Indikator Spesifik Delphy Method
hanya itu, makanan khas suatu kota menjadi Putaran Ketiga
simbolis tertentu bagi kota, sehingga penduduk No Indikator Spesifik
dari luar kota akan datang dan mencari. Dengan I Sarana Prasarana
demikian, indikator pengembangan heritage 1 Kantong Parkir
mempengaruhi livability warganya, karena 2 Informasi dan Telekomunikasi
bagaimanapun suatu kota yang berkelanjutan perlu 3 Permukiman
mempertahankan unsur-unsur di masa lalu. Pada Ketersediaan Fasilitas Diffabel, Lansia, dan
4
indikator ini, ketiga kelompok heritage dapat Anak
diskalakan ke dalam lima kelas, yaitu sangat 5 Ketersediaan Open Space
buruk, buruk, sedang, baik, dan sangat baik. II Ekonomi
Iklim Usaha/ Investasi dalam
1
Perekonomian Skala Kecil dan Mengengah
(bersambung)
3.3. Daftar Indikator Delphy Method Putaran (sambungan, Tabel 2
Ketiga No Indikator Spesifik
Pada perumusan indikator livable city kota sedang III Kehidupan Sosial
di Kota Magelang dengan delphy method putaran 1 Interaksi Sosial

396
Prosiding Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
Komponen Masyarakat dalam Perumusan Pada tabel dibawah ini dijelaskan lebih rinci terkait
2
Kebijakan penyediaan open space di perkotaan.
Event-eventnya Menggerakkan Masyarakat Penyediaan open space pada kota mengacu pada
3
untuk Aktif SNI, karena beberapa ahli menyatakan bahwa :
IV Pengembangan Heritage
V Sumber Daya Alam
“Indikator ‘kualitas’ yang kuantitasnya ada
VI Kondisi Politik
pada SNI lebih sesuai menggunakan Standart
Sumber : Pengolahan Data, 2017
Pelayanan Minimum (SPM). Hal ini
Berdasarkan tabel 5 dan 6, beberapa indikator dikarenakan SPM yang lebih rinci.” (Deva
dalam kelompok ‘Kehidupan Sosial’ dan Fosterharoldas Swasto, dosen UGM, tanggal
‘Penataan Kota dan Lingkungan’ dipindahkan ke wawancara 12 September 2017)
dalam kelompok ‘Sarana-Prasarana’. Indikator
tersebut adalah ‘Ketersediaan Open Space’, “Indikator ‘ketersediaan’ dapat menggunakan
Ketersediaan Fasilitas Rekreasi, Pelayanan Publik/ SNI. Sementara itu, untuk indikator ‘kualitas’
Umum. Pada indikator ‘Ketersediaan Open Space’ dapat menggunakan SPM.” (FX. Eddy
juga mengalami perubahan, yang mana pada Arinto, konsultan PT. Ciptaning, wawancara
awalnya merupakan indikator ‘Ketersediaan Public tanggal 4 September 2017)
Space’. Sebagai contoh, berikut penjelasan
indikator-indikator yang berhasil dirumuskan pada Selain jenis sarana yang tertera pada SNI, sumber
tahap ketiga : daya alam yang dimiliki oleh kota juga merupakan
bagian dari open space. Sebagai contoh, di Kota
1. Ketersediaan Fasilitas Diffabel, Lansia, dan Magelang terdapat hutan kota yang berfungsi
Anak sebagai ruang terbuka (open space) maupun ruang
Pada indikator ketersediaan fasilitas diffabel, publik (public space).
lansia, dan anak terdapat penambahan konsep,
yakni universal design. Konsep ini pada tahapan
sebelumnya merupakan indikator terpisah, namun 4. Kesimpulan
menurut beberapa ahli menyatakan bahwa untuk Indikator livable city kota sedang di Kota
kota berukuran sedang penerapan universal design Magelang merupakan sebagian dari berbagai
masih sukar untuk dilaksanakan. indikator livable city yang ada di Indonesia
maupun dunia. Indikator yang berhasil dirumuskan
“Indikator ketersediaan fasilitas diffabel, adalah 31 indikator dengan 7 kelompok indikator,
lansia, anak lebih diberatkan dibanding yang mana 19 bersifat general dan 12 bersifat
dengan universal design. Hal ini spesifik. Indikator general secara umum dapat
disebabkan oleh usaha pemerintah dan digunakan di kota lain, sementara indikator
persebaran fasilitas sudah ada, namun spesifik sesuai dengan karakteristik Kota
untuk kualitas masih buruk.” (Marie Ning Magelang sebagai kota sedang. Perumusan
Murdiyanti, konsultan PT. Ciptaning, indikator livable city untuk kota sedang di Kota
tanggal wawancara 4 September 2017) Magelang dengan delphy method mengacu pada
ahli yang perlu memahami konsep livable city
Menurut salah satu ahli diatas, sebagai kota maupun karakter wilayah kota. Dengan kedua
berukuran sedang titik berat lebih kepada pemahaman tersebut, maka indikator yang
penyediaannya terlebih dahulu. Ketika fasilitas dihasilkan dapat memiliki konsep yang jelas.
diffabel, lansia, dan anak telah terpenuhi, maka Selain itu, indikator dapat mencerminkan kondisi
kota dapat dinyatakan ramah untuk diffabel, lansia sesuai dengan realita sehingga dapat digunakan
maupun anak. dengan lebih baik.
2. Ketersediaan ruang terbuka (open space)
Ketersediaan open space atau ruang terbuka pada
kota berukuran sedang juga menjadi penting, Ucapan Terima Kasih
karena bagaimanapun suatu kota perlu Ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang
berkelanjutan (sustainable). Menurut SNI 03- membantu penelitian ini, khususnya kepada
1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan pembimbing serta para ahli baik dari kalangan
Lingkungan Perumahan Perkotaan, terdapat 4 jenis akademisi, pemerintahan, dan konsultan.
sarana yang merupakan bagian dari ruang terbuka
(open space). Keempat jenis sarana tersebut adalah
tempat bermain, taman dan lapangan olah raga, Daftar Pustaka
jalur hijau, dan pemakaman umum. Pada aturan Anonymous. (2013). World’s Major Cities: the
ini, jumlah penduduk menentukan setiap jenis Global Liveable Cities Index (GLCI).
sarana, kebutuhan lahan, dan kriteria lokasinya. Singapore: World Scientific.

397
Prosiding Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
Budiharjo, Eko, Djoko Sujarto. (2009). Kota Urban Environmental Agenda. European
Berkelanjutan. Bandung: PT. Alumni. Planning Studies, 17 (9), 1405-1419, DOI:
Chamberlain, Geoff. (2012). Towards The World’s 10.1080/09654310903053554.
Most Liveable City : The Creation of
Auckland Libraries. Aplis, 25 (4), 149-155. Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Chiang, Chia-Ling & Liang Jeng-Jong. (2013). An Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Evaluation Approach for Livable Urban
Environments. Environment Sci Pollution Res,
20:5229-5242, DOI: 10.1007/s11356-013-
1511-6
Cuhls, Kerstin, Blind, Knut und Grupp, Hariolf.
(2002). Innovations for Our Future Delphi
’98: New Foresight on Science and
Technology. Physica Heidelberg: Technology,
Innovation and Policy, Series of the
Fraunhofer Institute for System and
Innovation Research.
EIU. (2014). Global Liveability Survey. London:
Economist Intellegence Unit. London.
Huan, Chan. (2011). Making a City Liveable.
Penang: Socio-Economic & Environmental
Research Institute.
Hsu, C. & Sandford, B. (2007). The Delphi
Technique: Making Sense of Consensus.
Practical Assesment, Research &
Evaluation.12 (10):1-8.
IAP. (2009). Indonesia Most Livable City Index
2009. Jakarta: Ikatan Ahli Perencana
Indonesia.
IAP. (2011). Indonesia Most Livable City Index
2011. Jakarta: Ikatan Ahli Perencana
Indonesia.
IAP. (2014). Indonesia Most Livable City Index
2014. Jakarta: Ikatan Ahli Perencana
Indonesia.
Lowe, M.; Whitzman C.; Badland H.; Davern M.;
Aye L.; Hes D.; Butterworth, I. & Giles-Corti,
B. (2015). Planning Healthy, Liveable, and
Sustainable Cities: How Can Indicators
Inform Policy? Urban Policy and Research,
(33) 2: 131-144. DOI:
10.1080/08111146.2014.1002606.
Mercer. (2012). Quality of Living Worldwide City
Rankings-Mercer Survey. London: Mercer
LLC.
Monocle. (2013). Monocle’s 2013 Ranking of the
Most Liveable Cities in the World. London:
Monocle Magazine.
Strauss, A. & Corbin, J. (2007). Dasar-dasar
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta.
Wheeler, Stephen M. (2004). Planning For
Sustainability, Creating Livable, Equitable,
And Ecological Communities. New York:
Routledge.
Zuidema, C. & Roo, D. (2009). Towards Liveable
Cities: Progress in the European Union

398

Anda mungkin juga menyukai