1 Mei 2019: 23 – 34
Abstrak
Perkembangan urbanisasi yang pesat mendorong Indonesia untuk membangun kota yang layak huni atau
“liveable city” sebagai agenda pembangunan jangka panjang. “Liveable city” dapat diwujudkan dengan
mengetahui tingkat kepuasan bermukim dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat kepuasan bermukim dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi di
Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan. Dengan menggunakan pendekatan “grounded theory”, kuesioner
didistribusikan secara langsung maupun daring dengan pertanyaan terbuka. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat kepuasan dipengaruhi oleh sembilan faktor fisik dan non-fisik. Kepuasan cenderung dipengaruhi
oleh faktor fisik yaitu kemudahan aksesibilitas dan ketersediaan transportasi umum dan faktor non-fisik yaitu
hubungan sosial dan keterikatan tempat. Sementara itu ketidakpuasan penduduk cenderung dipengaruhi oleh
faktor fisik ketidaksehatan lingkungan, ketidaktersediaan infrastruktur, dan masalah kepemilikan rumah serta
faktor non-fisik yaitu perilaku penduduk yang apatis dan pesimis. Dengan demikian, pembangunan menuju
“liveability” direncanakan dan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek fisik maupun non-fisik. Penelitian ini
berguna untuk pemerintah sebagai acuan prioritas pembangunan menuju keberlanjutan.
Kata Kunci: Belawan, kepuasan bermukim, liveability, penilaian subjektif, urbanisasi
Abstract
Rapid urbanization has led Indonesia to build a livable city as a long-term development agenda. Liveable city can
be realized by knowing the level of residential satisfaction and the factors that affect it. This study aims to
determine the level of residential satisfaction and to identify the factors affecting in Medan Belawan District,
Medan City. By employing a grounded theory approach, the questionnaire survey was distributed both directly
and online with open-ended questions. The results of the study show that the level of satisfaction is influenced by
nine physical and non-physical factors. Residential satisfaction tends to be affected by physical factors i.e.,
accessibility and availability of public transport and non physical factor i.e., social relationship and attachment.
Meanwhile, dissatisfaction of residents tends to be affected by physical factors i.e., unhealthy environment;
unavailability of infrastructure; and problems in home ownership as well as non-physical factors i.e., the attitude
of the apathetic and pessimistic of the people. Thus, development towards liveability should be planned and built
by considering both physical and non physical aspects. This research contributes for the government as a guideline
for development priorities towards sustainability.
Keywords: Belawan, residents’ satisfaction, liveability, subjective assessment, urbanization
23
Faktor Kepuasan Bermukim ... (Amelia T. Widya, Rizal A. Lubis, Hanson E. Kusuma, Dibya Kusyala)
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sesuai perumahan dan permukiman dapat memenuhi
dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun kebutuhan seseorang untuk mencapai tujuan. Dalam
2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang hal ini, setiap individu memiliki persepsi yang
Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, akan berbeda tergantung pada kebudayaan, sosial-
mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh ekonomi, dan ekspektasi. Oleh sebab itu, penilaian
(Pemerintah Republik Indonesia 2007). Hal tersebut tersebut bersifat subjektif.
sejalan dengan komitmen bersama secara global
dalam mempercepat kesejahteraan masyarakat yang Pada penelitian sebelumnya, Zhan et al. (2018)
tertuang pada target Sustainable Development Goals mengkaji penilaian kepuasan bermukim yang
(SDGs) dengan mewujudkan perumahan yang layak mempengaruhi urban liveability di 40 kota di Cina
huni dan berkelanjutan (liveable city). dengan menggunakan 6 (enam) faktor, yaitu
keamanan kota, kenyamanan fasilitas publik,
Beberapa tahun terakhir, urban liveability menjadi lingkungan alami, kenyamanan transportasi,
pembahasan untuk menilai kualitas hidup perkotaan lingkungan sosial-budaya, dan kesehatan lingkungan.
dalam berbagai ranah keilmuan seperti halnya Li (2012) menggunakan beberapa faktor untuk
perilaku lingkungan (environmental behavior), mengukur liveability di penduduk Amerika yaitu
psikologi lingkungan (environmental psychology), infrastruktur dan atribut fisik, keselamatan,
perencanaan dan perancangan lingkungan aksesibilitas menuju area bisnis, layanan publik, dan
(environmental planning and design), dan lain lingkungan perumahan. Sementara itu, Baig, Rana,
sebagainya (Pacione 1990). Karena cakupan yang dan Talpur (2019) menilai perceived liveability di
terlalu luas dan multidimensional, belum ada definisi Pakistan dengan faktor budaya, lingkungan, sosial,
dan ukuran yang baku dan seragam. Beberapa infrastruktur dan ekonomi. Di Indonesia, Ikatan Ahli
peneliti mengungkap bahwa urban liveability Perencanaan Indonesia (IAP) mengukur liveable city
merupakan kualitas kehidupan perkotaan dan ke dalam 7 (tujuh) faktor dengan 29 indikator (IAP
kesejahteraan individu terkait dengan lingkungan 2017).
perkotaan (Zhan et al. 2018). Okulicz-Kozaryn dan
Valente (2019) mendefinisikan urban liveability Kepuasan bermukim pada dasarnya berbeda dengan
sebagai kualitas hidup, standar hidup, atau kepuasan bermukim terhadap liveability (Zhan et al.
kesejahteraan umum suatu populasi di area tertentu. 2018). Zhan et al. (2018) mengungkap bahwa
kepuasan individu terhadap keberlanjutan kota tidak
Beberapa peneliti telah mengkaji berbagai aspek hanya penilaian berupa aspek perumahan saja, tetapi
urban liveability sebagai upaya untuk menjadikan juga aspek non-perumahan seperti halnya perjalanan
kota yang manusiawi dan layak huni atau liveable city ataupun aktivitas yang berada di luar lingkungan
(Pacione 1990). Liveable city menekankan kepada permukiman. Dalam perencanaan pembangunan, di
kemudahan orientasi dan mobilitas dalam kota; samping penilaian objektif, penilaian subjektif yang
mengurangi stress perkotaan yang disebabkan oleh berdasarkan pada perspektif masyarakat sangat
polusi, kesesakan (crowding), kualitas rumah yang penting.
buruk; dan merancang lingkungan binaan yang
responsif terhadap kebutuhan penduduk (Pacione Akan tetapi, kecenderungan perspektif pemerintah
1990). dalam perencanaan pembangunan saat ini lebih besar
dibandingkan penilaian berdasarkan perspektif
Penilaian urban liveability beragam di berbagai masyarakat. Pembangunan berdasarkan perspektif
tempat dan subjek yang berbeda (Ruth dan Franklin masyarakat masih sering diabaikan. Hal ini
2014). Zhan et al. (2018) mengungkap bahwa tingkat disebabkan karena pemerintah memiliki otoritas
liveability diukur oleh perbedaan antara kualitas yang lebih tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini
lingkungan perkotaan aktual dan yang diharapkan dilakukan untuk mengungkap perspektif masyarakat
seseorang dari perspektif kepuasan. Sejalan dengan terhadap kualitas lingkungan tempat tinggalnya.
hal tersebut, Pacione (1990) menyatakan bahwa Bagaimana tingkat kepuasan/ketidakpuasan
liveable city dapat diwujudkan dengan mengetahui masyarakat terhadap kualitas lingkungan hunian?
kualitas lingkungan secara subjektif. Penilaian Apa faktor-faktor dominan yang mempengaruhi
subjektif tersebut dapat dilakukan dengan tingkat kepuasan/ketidakpuasan yang mem-
mengetahui tingkat kepuasan bermukim dan faktor- pengaruhi liveability?
faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
Kepuasan bermukim (residential satisfaction) kepuasan bermukim yang dirasakan masyarakat
merupakan penilaian terhadap kualitas lingkungan terhadap kualitas lingkungan di Kecamatan Medan
hunian (Ytrehus 2010; Pacione 1990). Penilaian Belawan, Kota Medan. Penelitian dilakukan dengan
24
Jurnal Permukiman Vol. 14 No. 1 Mei 2019: 23 – 34
menggunakan pendekatan kualitatif grounded theory. Medan Belawan terdiri atas 6 (enam) kelurahan, yaitu
Penelitian kualitatif tidak membuktikan hipotesis Belawan Pulau Sicanang, Belawan Bahagia, Belawan
melainkan menyusun hipotesis (Creswell 2011). Pada Bahari, Belawan I, Belawan II, dan Bagan Deli.
penelitian ini, peneliti menyusun hipotesis (teori
sementara) yang menjelaskan fenomena kepuasan Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan
bermukim terhadap liveability pada populasi yang pendekatan grounded theory. Grounded theory
diteliti. Hipotesis yang dihasilkan tersebut memungkinkan penciptaan dan perumusan teori
merupakan pemetaan hubungan faktor-faktor yang berdasarkan data yang dikumpulkan (Nordwall dan
teridentifikasi mempengaruhi kepuasan bermukim. Olofsson 2013). Grounded theory dinilai cocok untuk
Pengetahuan yang diungkap dapat digunakan oleh memahami perspektif responden karena
pemerintah sebagai acuan prioritas pembangunan menampung jawaban yang diekspresikan secara
yang dapat meningkatkan kepuasan bermukim dan bebas. Pengumpulan data primer berupa observasi
liveability. secara langsung meliputi pengambilan foto dan
penyebaran kuesioner secara langsung maupun
Penelitian terkait kepuasan bermukim terhadap daring (online). Kuesioner terdiri atas pertanyaan
liveability masih sangat terbatas dilakukan yang disusun secara tertutup (close-ended) maupun
khususnya di Indonesia. Hal ini mendorong peneliti terbuka (open-ended). Pertanyaan close-ended
itu melakukan penelitian tersebut untuk mengisi meliputi data diri responden dan tingkat kepuasan
kekosongan (gap) ilmu pengetahuan. Pada penelitian responden dalam bermukim terhadap liveability
ini, peneliti mengasumsikan bahwa tingkat kepuasan (nilai 1 menyatakan sangat tidak puas dan nilai 5
terhadap faktor-faktor lingkungan tempat tinggal menyatakan sangat puas) dan satu pertanyaan open-
merupakan indikator dari urban liveability. Semakin ended yang mengungkapkan alasan mereka merasa
tinggi tingkat kepuasan bermukim, maka semakin puas atau tidak puas.
tinggi pula tingkat liveability suatu permukiman.
Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 05-18
September 2018 melalui pembagian kuesioner yang
METODE dibagi secara langsung dan daring. Jumlah responden
yang didapatkan sebanyak 100 orang. Pemilihan
Kawasan kumuh di perkotaan merupakan salah satu sampel dilakukan secara non-random sampling
permasalahan yang harus ditangani. Hal ini juga dengan teknik snowball sampling, yaitu dengan
sedang dihadapi oleh Kota Medan, terutama meminta responden yang telah mengisi kuesioner
Kecamatan Medan Belawan. Penelitian ini terletak di menyebarkan ke responden yang lain (Kumar 2005).
Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Sumatera Karena keterbatasan tempat dan waktu, kuesioner
Utara. Kecamatan Medan Belawan mempunyai luas tidak dibagikan secara merata di setiap kelurahan di
26,25 km2 (9,9% dari luas Kota Medan) dapat dilihat Kecamatan Medan Belawan. Ini merupakan
di Gambar 1. Belawan merupakan daerah pesisir keterbatasan dari penelitian ini. Kebenaran hasil dari
yang terletak di bagian utara Kota Medan. Belawan penelitian ini belum sepenuhnya mewakili kepuasan
memiliki pelabuhan yang melayani pengangkutan penduduk secara keseluruhan. Responden belum
penumpang serta pengangkutan peti kemas/cargo mewakili satu populasi Kecamatan Medan Belawan.
bertaraf nasional dan internasional. Kecamatan
KEYPLAN
25
Faktor Kepuasan Bermukim ... (Amelia T. Widya, Rizal A. Lubis, Hanson E. Kusuma, Dibya Kusyala)
Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis isi II. Sebagian responden sudah menikah (54%) dengan
(content analysis), analisis distribusi, analisis pendidikan terakhir ialah Sekolah Menengah Atas
korespondensi, serta analisis cluster (cluster (49%). Mayoritas responden adalah Ibu Rumah
analysis). Data teks yang terkumpul dari pertanyaan Tangga (31%) dan pelajar (22%). Sebanyak 73
terbuka dianalisis dengan analisis isi. Analisis isi responden telah bermukim selama lebih dari 15
dilakukan dengan tiga tahapan (Creswell 2011), tahun, diikuti dengan (17%) telah menghuni lebih
yaitu: dari 10 tahun. Data diri responden dapat dilihat pada
Open-coding, untuk mengidentifikasi kata kunci Tabel 1.
dari setiap maksud (jawaban) tanpa ada yang
terlewatkan. Hasil berupa distribusi frekuensi Seperti yang telah dijelaskan, data teks yang
setiap kategori (faktor); terkumpul dianalisis dengan open-coding, axial-
Axial-coding, untuk mencari hubungan antara coding, dan selective-coding. Dalam open-coding, teks
kategori alasan kepuasan/ketidakpuasan dan dari respon penduduk terhadap alasan
tingkat kepuasan yang dilakukan melalui kepuasan/ketidakpuasan dibaca dan diurai secara
analisis korespondensi. Hasil analisis berupa semantik (kata, kalimat, dan paragraf) lalu diberi
diagram dendrogram yang menggambarkan kode (kata kunci) (tabel 2). Kata kunci tersebut lalu
korespondensi antar kategori; dikelompokkan sesuai dengan kemiripan arti/makna
Selective-coding, digunakan untuk merumus-kan sejenis dan dikelompokkan menjadi kategori-
hipotesis faktor-faktor yang mempengaruhi kategori yang memayunginya (axial-coding).
kualitas lingkungan dan tingkat kepuasan
penduduk. Dari hasil pengelompokkan kata kunci, dihasilkan 9
(sembilan) kategori/faktor dengan total 37 sub
kategori (indikator) respon kepuasan maupun
HASIL DAN PEMBAHASAN ketidakpuasan (tabel 3). Faktor tersebut terdiri dari
faktor fisik maupun faktor nonfisik. Kemudian, data
Dari hasil kuesioner yang disebar (n=100), sebagian numerik dari masing-masing responden dianalisis
responden berumur 25-39 (35%), diikuti dengan dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi
(32%) berumur 18-24 dan (25%) berumur 49–49 untuk mengetahui banyaknya jumlah setiap indikator
tahun. Mayoritas responden (75%) ialah wanita. maupun faktor.
Sebanyak 53 responden tinggal di Kelurahan Belawan
26
Jurnal Permukiman Vol. 14 No. 1 Mei 2019: 23 – 34
27
Faktor Kepuasan Bermukim ... (Amelia T. Widya, Rizal A. Lubis, Hanson E. Kusuma, Dibya Kusyala)
SDM 5
Kenyamanan 8
Aksesibilitas dan transportasi kota 10
Rumah 10
Ekonomi 12
Kriminalitas dan keamanan 20
Hubungan sosial dan keterikatan tempat 25
Infrastruktur 39
Lingkungan 43
0 10 20 30 40 50
Indikator Penilaian
28
Jurnal Permukiman Vol. 14 No. 1 Mei 2019: 23 – 34
29
Faktor Kepuasan Bermukim ... (Amelia T. Widya, Rizal A. Lubis, Hanson E. Kusuma, Dibya Kusyala)
permukiman yang dekat dengan pelabuhan utama, Lingkungan fisik yang nyaman akan mendorong
pabrik industri, dan komplek pergudangan. Selain itu, seseorang membentuk penilaian yang baik terhadap
Belawan berada di jalan utama yang meng- suatu tempat. Kenyamanan merupakan salah satu
hubungkan Medan bagian utara-pusat Kota Medan atribut penilaian kepuasan penghuni terhadap
melalui Jalan Kol. Yos Sudarso yang dilewati oleh truk liveability (Zhan et al. 2018). Jika seseorang merasa
angkutan besar dan truk peti kemas menuju nyaman tinggal di suatu tempat baik secara fisik
pelabuhan. maupun sosial, maka akan menciptakan rasa betah
untuk tetap tinggal di lingkungan tersebut.
Kecenderungan ketidakpuasan terhadap liveability
juga disebabkan oleh lingkungan yang tidak bersih Kriminalitas dan Keamanan
karena sampah yang berserakan di sekeliling rumah Rasa aman, bebas dari ancaman dan tekanan, dan
akibat banjir rob. Ini menyebabkan lingkungan bebas dari rasa takut dan cemas merupakan
permukiman yang tidak sehat sehingga banyak kebutuhan dasar berdasarkan teori hirarki
nyamuk dan tikus yang mengganggu masyarakat. kebutuhan (Maslow 1994). Dari hasil kuesioner,
Sampah yang berserakan di lingkungan permukiman ketidakpuasan responden disebabkan oleh tingginya
dan rumah yang padat serta berhimpitan membuat tindak kriminalitas seperti perampokan, pencurian,
lingkungan semakin semrawut. Di lain pihak, dan pembegalan di sekitar Belawan. Selain itu,
lingkungan alam yang bebas dari polusi, sampah, maraknya tindakan anti sosial yang mengganggu
pencemaran, dan kebisingan akan meningkatkan warga seperti halnya perjudian, banyaknya pemakai
kesejahteraan subjektif (Rehdanz dan Maddison narkoba, dan kegiatan prostitusi membuat penduduk
2008; Zhan et al. 2018). resah dan merasa tidak aman untuk tinggal.
Sumber Daya Manusia (SDM) Sementara itu, keamanan merupakan syarat utama
Kepuasan bermukim tidak hanya dipengaruhi oleh dalam membangun liveability (Zhan et al. 2018; Li
lingkungan fisik namun juga nonfisik seperti sikap 2012). Lebih lanjut, tingkat vitalitas lingkungan yang
atau perilaku. Faktor perilaku dan kebiasaan buruk rendah akan mempengaruhi rasa aman seseorang
penduduk menyebabkan penilaian negatif terhadap tinggal di suatu tempat. Seseorang yang merasa tidak
kepuasan. Sebagian responden merasa aman dengan tempat tinggalnya secara signifikan
menyayangkan sikap apatis penduduk untuk menjaga akan mempengaruhi sikap untuk pindah ke tempat
lingkungan, seperti membuang sampah yang baru.
sembarangan. Selain itu, pola pikir masyarakat
sekitar yang cenderung pesimis juga mempengaruhi Rumah
tingkat kepuasan masyarakat. Rumah merupakan kebutuhan dasar hidup (primer)
yang sudah tidak dianggap lagi hanya sebagai
Dalam hal ini, pembangunan liveable city tidak hanya pelindung tetapi merupakan bagian dari kehidupan
bersifat fisik tetapi juga nonfisik, yaitu ikut sehari-hari. Maslow (1994) mengkategorikan rumah
membangun masyarakat berperan aktif dalam setiap ke dalam kategori kebutuhan fisiologi yang
pembangunan. Dengan demikian, rasa untuk menjaga mendasari seseorang untuk melakukan sesuatu agar
lingkungan akan tumbuh seiring dengan tumbuhnya terpenuhinya kebutuhan tersebut. Akan tetapi,
rasa kepedulian dan rasa memiliki. SDM yang sebagian responden menyatakan ketidakpuasan
berkualitas akan menentukan liveability. Pada karena belum memiliki rumah pribadi mengingat
penelitian sebelumnya (Baig et al. 2019; Li 2012), sebagian masih menyewa rumah untuk tempat
terdapat kecenderungan penilaian liveability dari tinggal.
atribut lingkungan fisik tanpa mempertimbangkan
atribut sosial, seperti halnya kualitas penduduk. Selain itu, responden juga memiliki penilaian negatif
Temuan ini dapat menjadi pandangan baru dalam yang dilatarbelakangi oleh kondisi rumah yang sudah
menilai liveablity. tidak layak huni karena komponen-komponen rumah
sudah rusak dan keberadaan kamar mandi yang
Kenyamanan terpisah dari bangunan induk. Memperkuat temuan
Kenyamanan dalam lingkungan merupakan salah sebelumnya (Mohit, Ibrahim, and Rashid 2010;
satu indikator kepuasan penghuni (Amerigo dan (Amerigo dan Aragones 1997; Zhang, Zhang, dan
Aragones 1997). Dari hasil analisis, responden Hudson 2018) bahwa kepuasan terkait karakteristik
merasakan ketidaknyamanan. Hal ini disebabkan rumah berupa kepemilikan rumah, luas rumah,
oleh banjir rob yang menggenangi lingkungan hunian. kondisi rumah, jumlah ruang tidur, keberadaan ruang
Selain itu, suhu dan kelembaban udara yang tinggi tamu dan kamar mandi, dan tipe rumah
pada siang hari (suhu 30-33˚C) menyebabkan mempengaruhi secara signifikan kepuasan menghuni
ketidaknyamanan responden. dan kebahagiaan secara keseluruhan.
30
Jurnal Permukiman Vol. 14 No. 1 Mei 2019: 23 – 34
Fisik
Lingkungan Infrastruktur
Kesehatan lingkungan (6) Kesemrawutan dan Fasilitas/infrastuktur memadai (4)
Polusi dan pencemaran (11) kepadatan tinggi (10) Ketersediaan air bersih (2)
Banyak sampah (10) Ketidakmampuan untuk Ketersediaan listrik (1)
proteksi kebakaran (1)
Infrastruktur
Banjir (31) Rumah Aksesibilitas dan transportasi umum
Ketidaktersediaan air bersih (5) Kondisi rumah tidak layak (8) Aksesibilitas ke fasilitas umum (6)
Kondisi jalan buruk (11) Kepemilikan rumah (3) Ketersediaan transportasi umum (1)
Drainase tidak optimal (2) Dekat dengan tempat kerja (1)
Kriminalitas dan keamanan Sumber daya manusia Hubungan sosial dan keterikatan tempat
Tindak kriminalitas tinggi (11) Masyarakat apatis dan Hubungan sosial baik (13)
Tindakan anti-sosial (3) pesimis (5) Tempat lahir dan tempat tinggal (15)
Ketidakamanan (4)
Ancaman bahaya dan Ekonomi Kriminalitas dan keamanan
gangguan lingkungan (2) Kebutuhan hidup terpenuhi (3) Keamanan (9)
Ekonomi Puas dengan kondisi yang ada (4)
Kenyamanan Penghasilan rendah (1) Lingkungan
Ketidaknyamanan (2) Terpaksa dan tidak Kenyamanan Suasana menyenangkan (4)
Ketidaknyamanan termal (2) ada pilihan (3) Kenyamanan (4) Tidak ada polusi (1)
Non-fisik
31
Faktor Kepuasan Bermukim ... (Amelia T. Widya, Rizal A. Lubis, Hanson E. Kusuma, Dibya Kusyala)
32
Jurnal Permukiman Vol. 14 No. 1 Mei 2019: 23 – 34
33
Faktor Kepuasan Bermukim ... (Amelia T. Widya, Rizal A. Lubis, Hanson E. Kusuma, Dibya Kusyala)
Mohit, Mohammad Abdul, Mansor Ibrahim, dan Yong Ruth, Matthias, dan Rachel S. Franklin. 2014.
Razidah Rashid. 2010. “Assessment of “Livability for All? Conceptual Limits and
Residential Satisfaction in Newly designed Practical Implications.” Applied Geography 49:
Public Low-Cost Housing in Kuala Lumpur, 18–23.
Malaysia.” Habitat International 34 (1): 18–27. Sarason, Seymour B. 1974. The Psychological Sense of
Nordwall, Ulf, dan Thomas Olofsson. 2013. Community: Prospects for a Community
“Architectural Caring. Architectural Qualities Psychology. Jossey-Bass.
from a Residential Property Perspective.” Ytrehus, Siri. 2010. “Interpretation of Housing Needs?
Architectural Engineering and Design A Critical Discussion.” Housing, Theory and
Management 9 (1): 1–20. Society 17 (4): 166–74.
Okulicz-Kozaryn, Adam, dan Rubia R. Valente. 2019. Zenker, Sebastian, dan Natascha Rütter. 2014. “Is
“Livability and Subjective Well-Being Across Satisfaction The Key ? The Role of Citizen
European Cities.” Applied Research in Quality of Satisfaction , Place Attachment and Place
Life 14 (1): 197–220. Brand Attitude on Positive Citizenship
Pacione, Michael. 1990. “Urban Liveability: A Review.” Behavior.” Cities 38: 11–17.
Urban Geography 11 (1): 1–30. Zhan, Dongsheng, Mei Po Kwan, Wenzhong Zhang, Jie
Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang- Fan, Jianhui Yu, dan Yunxiao Dang. 2018.
undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun “Assessment and Determinants of Satisfaction
2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka with Urban Livability in China.” Cities 79: 92–
Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025. 101.
Indonesia. Zhang, Fang, Chuanyong Zhang, dan John Hudson.
Rehdanz, Katrin, dan David Maddison. 2008. “Local 2018. “Housing Conditions and Life
Environmental Quality and Life-Satisfaction in Satisfaction in Urban China.” Cities 81: 35–44.
Germany.” Ecological Economics.
https://doi.org/10.1016/j.ecolecon.2007.04.0
16.
34