Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

PENGANTAR PWK

Materi

PARADIGMA PERENCANAAN

ABDI HIDAYAT

F231 14 056

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN ARSITEKTUR

PRODI S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

UNIVERSITAS TADULAKO

2017
Sebelum masuk lebih jauh ke dalam pembahasan materi inti tentang perencanaan
wilayah (regional planning), terlebih dahulu harus disampaikan teori perencanaan
sebagai komponen penting yang harus diketahui dan dikuasai oleh para mahasiswa
yang memprogramkan mata kuliah PPW ini. Pengetahuan tentang sejarah dan tahap
perkembangan teori dan paradigma perencanaan secara memadai, sangat penting
kedudukannya di dalam pemahaman dan pendekatan keilmuan perencanaan serta
aspek-aspek terkait sebelum diterapkan dalam upaya pengembangan suatu wilayah.
Dalam pembahasan teori perencanaan ini disampaikan 2 (dua) versi hasil tinjauan
kritis teori perencanaan dan perkembangannya dari sudut pandang dan perspektif
yang saling berbeda yaitu dari Wildani Hamzens (dalam bukunya “Perencanaan di
Indonesia 25 Tahun Mendatang”) dan Su Ritohardoyo (2003). Diharapkan dari hasil
tinjauan kritis mereka didapatkan gambaran lengkap filosofi teori perencanaan beserta
kekuatan dan kelemahan masing-masing, serta perkembangannya sebagai teori yang
relatif mapan dan terkini.
Perencanaan telah banyak mengalami perkembangan mulai dari teori, praktek,
hingga paradigma atau akar filsafatnya. Pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam
perencanaan terlihat jelas merupakan bagian dari pengaruh kondisi/situasi yang terjadi
pada masa tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa planning merupakan bagian dari
gambaran kondisi masyarakat pada masanya.

A.  Utopia
1.    Inti ajaran
Inti ajaran utopia menganut nilai-nilai idealisme dalam planning, berlangsung
pada abad XIX dan sebelumnya, diklasifikasikan atas: (1) Humanis: Social Utopia, dan
(2) Naturalis: Physical Utopia. Pendekatan humanis menggambarkan manusia akan lebih
baik, lebih bahagia, lebih produktif, lebih religious, apabila tatanan-tatanan dan
lembaga-lembaga masyarakat di ubah (Plato/politik), sedangkan pendekatan naturalis
(yang digagas Thomas Moore terkait dengan lingkungan) menggambarkan manusia
akan lebih sehat, lebih tertata, lebih puas, lebih peka terhadap keindahan, apabila
lingkungan fisik ditata serasi.

2.    Pengaruh pada konsep


Teori-teori planning dan aplikasi yang diterapkan pada waktu itu diantaranya:
romantic planning, authoritarian planning, technocratic planning, dan organic planning.
3.    Tokoh
Masa utopia dapat disebut sebagai jaman awal munculnya kapitalisme. Pada abad
XV, terdapat dua orang tokoh arsitek Italia yaitu Leone Batista Alberti dan Filareti,
mereka mengajukan konsep Ideal City, dengan slogan “Pola lingkungan hidup ideal di
masa depan”, dan “Penyatuan antara artefak dan organisasi ruang”. Orang yang
pertama kali menggunakan istilah Utopia adalah Thomas Moore (1516) yang kemudian
disebut sebagai Bapak Utopia. Moore mempunyai filosofi yang dikenal dengan: kerja,
hemat, pengendalian diri, dan bekerja sosial. Konsepnya tentang lingkungan adalah:
rotasi kehidupan kota-desa.
Tokoh lainnya dalam kelompok paradigma Utopia adalah Robert Owen (1824)
yang muncul pada awal revolusi industri, seorang industrialis berkebangsaan Inggris
yang menulis buku A New View Society. Dalam bukunya dikatakan bahwa “Industry,
apabila ditata secara benar hanya akan memerlukan sedikit tenaga kerja dan sekaligus
memberikan surplus”. Konsep Owen tentang lingkungan adalah struktur fisik (fasilitas
fisik) yang sederhana, kolektif meliputi: ruang makan bersama, ruang sekolah, tempat
bekerja, ruang tidur untuk anak-anak. Selain itu lahir konsep komunitas yang berisi
persamaan tanggung jawab, hak, milik umum, serta sistem koperasi di dalam bisnis,
konsep ini pernah diterapkan ke dalam pembangunan kota New Harmony di Indiana
(1824), tetapi mengalami kegagalan setelah berjalan selam tiga tahun, yang diakibatkan
system kontrol sosial yang tidak berjalan sehingga tidak menjamin berlakunya
konformitas.
Pada awal abad XX, social utopia mengalami kemunduran, sementara itu physical
utopia justru mengalami kemajuan pesat, tokoh-tokoh pada masa ini adalah Le
Cobusier dan Frank Lloyd Wright. Cobusier mengemukakan konsep kota sebagai
‘mesin’ atau ‘kota sebagai konsentrasi penduduk’, A city made for speed is made for
success, sebuah kota yang dibuat untuk kecepatan dibuat untuk kesuksesan. Le
Cobusier menghasilkan konsep kota yang berorientasi fisik dengan penekanan utama
pada teknologi atau technocratic planning. FL Wright membuat model perencanaan kota
dalam skala besar, penduduk dan aktivitas dalam konsep ini menyebar, inilah yang
merupakan perbedaan utama dengan konsep Le Cobusier yang menekankan konsep
central core atau pusat kota.
4.    Kategori teori
Teori-teori planning masa ini berada dalam kategori theory of planning, disini seorang
perencana (planner) lebih berfungsi sebagai agen moral (moral agent) dan bukan
seorang pemecah masalah (problem solver). Fokus kelompok sasaran adalah gerakan
masyarakat luas, dengan pola pendekatan normatif (normative approach).

B.  Positivisme
1.    Inti ajaran
Paradigma ini menganut ajaran penolakan terhadap methaphisik dan teologik, ilmu
pengetahuan harus terlihat nyata, tidak abstrak dan diarahkan untuk mencapai
kemajuan, difokuskan untuk menuju generalisasi fakta-fakta dengan bersandar pada
pengetahuan nyata dan pandangan-pandangan ilmiah, membatasi diri pada hukum-
hukum obyektif, merupakan jaman yang diatur oleh cendekiawan dan industrialis.
2.    Pengaruh pada konsep
Planning memiliki kapasitas untuk suatu reformasi sosial, memiliki citra pasti,
merupakan cetak biru (blue print) dari suatu badan perencanaan, serta lebih kearah
keteknikan (engineering), penerapan standar teknis, pendekatan master plan dan
pedoman penggunaan lahan (landuse). Ditinjau dari tradisi perencanaan, masa ini
merupakan masa reformasi kondisi sosial-ekonomi yang berantakan setelah Perang
Dunia I. Karenanya intervensi pemerintah perlu dilakukan agar ketidakadilan,
inefisiensi, dan pemborosan dapat dihindarkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah
untuk meningkatkan standar hidup masyarakat, memanusiakan hubungan industri
dengan masyarakat, menciptakan harmoni dan menghilangkan konflik kelompok. Cara
untuk mencapai tujuan dengan merekayasa terbentuknya organisasi-organisasi yang
dijadikan ‘instrumen’ oleh pemerintah dalam merekayasa pembangunan kota.
3.    Tokoh
Tokoh-tokoh yang muncul dalam periode ini antara lain: August Comte, John Stuart
Mill, dan Herbert Spencer.
4.    Kategori teori
Planning pada masa ini masih masuk dalam kategori theory for planning, seorang
perencana (planner) masih berfungsi sebagai agen moral (moral agent) dan bukan
seorang pemecah masalah (problem solver). Pola pendekatan normatif dan memfokuskan
pada gerakan masyarakat luas.

C.  Rasionalisme
1.    Inti ajaran
Rasionalisme menganut nilai rasio/akal, menurut ajaran ini rasio adalah sumber
pengetahuan yang dapat dipercaya. Pengalaman bermanfaat untuk meneguhkan
pengetahuan yang diperoleh akal. Inderawi, sensual harus disikapi ragu-ragu karena
tidak pasti, relatif, berubah-ubah dan menyesatkan. Metode yang ditetapkan adalah
metode deduktif.

2.    Pengaruh pada konsep


Planning dianggap suatu pola umum dari kegiatan berpikir dan bertindak,
merupakan suatu aktivitas public dimana masyarakat dapat memutuskan dan
mengontrol pembangunannya sendiri dengan cara rasional. Jadi esensi planning adalah
rasionalitas atau penerapan akal sehat untuk kepentingan-kepentingan manusia.
Dengan demikian planning harus mencerminkan dan mengarahkan pada cara kerja

ilmiah, memiliki citra pasti dan menyeluruh (holistic) atas kemungkinan-


kemungkinan yang ada, program-program yang disusun untuk dievaluasi dan
memberikan peluang bagi adanya tindakan-tindakan pemecahan masalah (problem
solving).
Ditinjau dari segi tradisi perencanaan, planning pada konteks rasionalisme berakar
pada tradisi planning sebagai suatu kegiatan analisis kebijaksanaan (planning as policy
analysis) yang berlandaskan pada permasalahan dan tujuan secara bertautan. Disini
dituntut lembaga perencanaan yang harus serba tahu dan serba bisa. Pemerintah
berperan sebagai organisasi yang melakukan pengambilan keputusan di tingkat pusat,
untuk dapat melakukan tugas dengan baik, organisasi pemerintah terutama organisasi
perencanaan pembangunan mensyaratkan sumberdaya manusia yang berkualitas
tinggi, berpandangan luas, mampu mengatasi masalah-masalah secara detil, serta
berorientasi jangka panjang, misalnya rational comprehensive planning yang menekankan
pada proses planning.
Dalam tradisi perencanaan planning as a policy analyst yang dianut oleh
rasionalisme, ada yang dinamakan dengan economic model of policy analysis, kedudukan
perencana adalah sebagai policy analyst yang mendistribusi pelayanan melalui saran
dan pelaporan atau kepada pihak pembuat kebijakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat terkait dengan permasalahan yang dihadapi dan berapa besar dana yang
tersedia.
Dalam policy analysis dilakukan aktivitas-aktivitas untuk menyusun
tindakan/program yang akan disarankan/direkomendasikan. Aktivitas-aktivitas
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: seorang perencana (planner) merumuskan
permasalahan yang ada, mencari data, menganalisis dan menginterpretasi, akhirnya
menyusun program yang akan disarankan sebagai tujuan akhirnya. Tindakan seperti
ini dalam tradisi perencanaan disebut activities in policy analysis.

Dalam policy analysis, dikenal pula model struktural yang digunakan dalam
menyusun program yang akan disarankan, model ini disebut juga sebagai a structural
model of policy analysis yang meliputi analisis terhadap keputusan yang diusulkan,
mengambil keputusan implementasi hingga masalah dapat diantisipasi atau dapat
diamati melalui pengumpulan informasi untuk kemudian di analisa kembali, diiringi
dengan kajian sasaran dan hambatan-hambatan yang dihadapi.

3.    Tokoh
Tokoh-tokoh rasionalisme antara lain: Rene Descrates, Spinoza, K.R. Popper, dan A.
Faludi.
4.    Kategori teori
Planning dalam rasionalisme masuk dalam kategori theory of planning, dimana seorang
perencana berfungsi sebagai pemecah masalah (problem solver), focus kepada planning
system beserta proses-proses pengambilan keputusan, serta memfokuskan diri pada
penerapan teori-teori ke dalam praktek.

D. Pluralisme
1.    Inti ajaran
Orientasi pengamatan dilakukan pada apa yang nampak/ menampakkan diri dengan
tujuan menemukan hakekat, menghubungkan kesadaran subyek dan obyek
(menyatunya subyek dan obyek), manusia merupakan bagian yang menyatu dari
seluruh aspek kehidupan. Pluralisme menolak bentuk-bentuk konformitas, realitas itu
dianggap relatif serta hanya dapat dipahami melalui agregat individu.

2.    Pengaruh pada konsep


Pengaruhnya pada planning antara lain tidak percaya pada planning yang bersifat
umum dan berlaku umum (menolak comprehensive planning dan positive planning),
planning seharunya berorientasi kepada masyarakat dan diarahkan pada tindakan
nyata, responsif dan mendukung terbentuknya konsensus-konsensus baru atas dasar
hubungan antar individu. Seorang perencana berperan sebagai agen perubahan (agent
of change), fasilitator, widyaswara (trainer), atau organisatoris. Planning tidak berawal
dari tujuan maupun sasaran melainkan dari kritik sosial tentang keadaan di saat itu dan
tujuan dirumuskan di tengah-tengah perjalanan bersama-sama masyarakat. Planning
mempunyai kekuatan arus bawah, gagasan harus datang dari masyarakat, seorang
perencana hanya berperan sebagai pendidik, membuka kesadaran, melatih

ketrampilan, dan meningkatkan kepercayaan diri masyarakat. Dengan bimbingan


seorang perencana, masyarakat merumuskan kebijakan, program-program, strategi,
desain, lokasi proyek, dan anggaran biaya sendiri, contohnya adalah advocacy planning.
Ditinjau dari sisi tradisi perencanaan, planning pada konteks pluralisme berakar
pada tradisi perencanaan sebagai pembelajaran masyarakat (planning as a social
learning), dengan focus utama pada tindakan nyata dan akar filosofinya adalah
pragmatisme (pragmatism), yang artinya tindakan, suatu teori untuk melakukan
tindakan nyata. Rencananya berisi prinsip-prinsip, proyeksi dan pedoman kegiatan di
masa datang dan bukan merupakan dogma melainkan suatu hipotesis yang harus diuji
di lapangan, dapat ditolak, diperbaharui, dikoreksi dan dilengkapi. Akar tradisi lainnya
adalah perencanaan sebagai alat mobilisasi sosial (planning as a social mobilization),
dengan ide dasar emansipasi sosial atau kesetaraan hak sosial masyarakat dalam
memanfaatkan sumberdaya.

3.    Tokoh
Tokoh-tokoh dalam era ini antara lain: Edmond Husseri, Mark Scheller, Murice
Marleau Ponty, dan Martin Heidegger. Konsep-konsep yang hadir jelas-jelas
menentang positive planning dan rational comprehensive planning pada rational planning.

4.    Kategori teori


Planning dalam era ini masuk dalam kategori theory in planning, dimana terjadi kritik-
kritik terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengikuti azas-azas positivistik
dengan pendekatan-pendekatan yang muncul yaitu: incrementalism, implementation and
policy, social planning and advocacy planning, the political economy, the new humanism, dan
pragmatism

Anda mungkin juga menyukai