Anda di halaman 1dari 25

Tugas Makalah

Implikasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)


Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Diajukan Dalam Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Seminar Isu Lingkungan yang dibina oleh :

DR.MUCHAMMAD ROZIKIN, MAP

Oleh

Muhammad Aprian Jailani 135030101111008


Shelvy Mayandika 135030101111005
Zona Prayogo 135030101111099

Jurusan Ilmu Administrasi Publik


Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya
Malang
2016
BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Lingkungan hidup di Indonesia saat ini masih menunjukan penurunan

kondisi, seperti terjadinya pencemaran, kerusakan lingkungan, penurunan

ketersediaan dibandingkan kebutuhan sumber daya alam, maupun bencana

lingkungan. Hal ini merupakan indikasi bahwa aspek lingkungan hidup belum

sepenuhnya diperhatikan dalam perencanaan pembangunan. Selama ini, proses

pembangunan yang diformulasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program

(KRP) dipandang kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan secara optimal.

Upaya-upaya pengelolaan lingkungan pada tataran kegiatan proyek melalui

berbagai instrument seperti antara lain AMDAL, dipandang belum menyelesaikan

berabagai persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat berbagai

persoalan lingkungan hidup berada pada tataran kebijkan, rencana dan/atau

program. Memperhatikan hal tersebut, penggunaan SDA harus selaras, serasi dan

seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuesinya, kebijakan,

rencana dan/atau program pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan

hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Seiring dengan semakin meningkatnya masalah lingkugan hidup diseluruh

pelosok dunia, langkah-langkah pencegahan timbulnya dampak negative terhadap

kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup menjadi semakin mendesak
untuk diatasi. Penanggulanganya dan pengendalian dampak negative terhadap

lingkungan hidup serta isu keberlanjutan lingkungan hidup terasa tidak cukup dan

kurang efektif jika dilakukan pada saat kegiatan telah memasuki masa operasi dan

sepenuhnya hanya mengandalkan pendekatan tekhnologi. Menyikapi situasi

tersebut, salah satu langkah yang dtempuh adala Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS) , ini dimaksudkan untuk mencoba mengatasi permasalahan-permasalahan

yang muncul. Kerusakan sumber daya alam dan pencemarann lingkungan akan

lebih efektif dicegah bila sejak proses formulasi kebijakan, rencana dan program

(KRP) telah dipertinbangkan asalah lingkungan hidup dan ancaman terhadap

keberlanjutan.

Sejak tahun 1990-an di dunia internasional telah berkembang Kajian

Lingkungan Hidup Strategis (Selanjutnya di singkat : KLHS) atau Strategic

Environmental Assessment (SEA). KLHS merupakan penyempurnaan dari AMDAL

sebagai instrument lingkungan hidup yang sudah ada sebelumnya. Jika AMDAL

hanya hadir pada tingkat proyek, maka KLHS ada pada Kebijakan, Rencana, dan

atau Program (KRP) pembangunan. KLHS menjadi semakin penting kehadiranyya

ketika tujuan ketujuh dari MDGs yakni terjaminya keberlanjutan lingkungan hidup,

menetapkan salah satu target penting yang hendak dicapai, yakni terintegrasinya

prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan, rencana dan program

serta berkurangnya kerusakan sumber daya alam. Penetapan target ini telah

menyebabkan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) semakin banyak diadopsi

oleh berbagai Negara maju dan berkembang.


Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang

memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi

pembangunnan untuk menjamin keutuhan lingkungan serta keselamatan,

kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa

depan. Dokumen- dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005,

yang menyebutkan tiga pilar pendukung pembangunan berkelanjutan yang saling

terkait, yakni lingkungan, sosial, dan ekonomi. Keseimbangan antara lingkungan

dengan sosial akan menghasilkan ketahanan hidup, keseimbangan antara

lingkungan dengan ekonomi akan menjamin kehidupan terus berlangsung, dan

keseimbangan antara sosial dan ekonomi akan meberikan keadilan. Keseimbangan

antara lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi akan menjamin ketahanan hidup dapat

berlangsung terus menerus secara adil. Mengutamakan lingkungan dalam setiap

proses pembangunan, akan memberikan jaminan yang pasti dalam pelaksanaan

pembangunan berkelanjutan. Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP) yang

disusun dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus mengintegrasikan

pembangunan berkelanjutan untuk mencegah/mengurangi dampak negatif.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Untuk konteks Indonesia, pengarustamaan pembangunan berkelanjutan

telah ditetapkan sebagai landasan operasional pembangunan, sebagaimana

tercantum dalam RPJP dan RPJM Nasional dan Rencana Tata Ruangnya. Setiap

proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembangunan diharuskan

mengandung kepentingan pelestarian lingkungan hidup. Perhatian terhadap

pelestarian lingkungan hidup idealnya sudah muncul dan ditempatkan sejak proses
awal perumusan strategi hingga pelaksanaan pembangunan. Konsekuensi dari

tuntutan ini adalah hadirnya instrument pengkajian terhadap lingkungan hidup pada

tataran strategis setara dengan strategi pembangunan itu sendiri. Sehingga dalam

hal ini filosofi dari bagaimana kajian lingkungan hidups strategis (KLHS)

memberikan implikasi atau berpengaruh terhadap RTRW Nasional serta sudah

tercantum dalam RPJP maka penulis mengangkat judul “Implikasi Kajian

Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terhdap Rencana Tata ruang Wilayah

(RTRW)”

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana implikasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terhdap

Rencana Tata Ruang Wilayah??

1.2.2 Alasan pentingnya Kajian Lingkungan Hidup Strategis terhadap Rencana

Tata Ruang Wilayah ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui bagaimana implikasinya KLHS terhadap Rencana Tata Ruang

Wilayah.

1.3.2 Pentingnya Kajian Lingkungan hidup Strategis dalam Rencana Tata Ruang

Wilayah.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2007) memberikan definisi KLHS

yang dipandang sesuai untuk Indonesia dengan memperhatikan kondisi sumberdaya

alam, lingkungan hidup, sosial, ekonomi, politik, serta kapasitas SDM dan institusi di

masa mendatang, yaitu :

“Suatu proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan dan menjamin


diintegrasikannya prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pengambilan keputusan yang
bersifat strategis”.

KLHS merupakan salah satu instrument untuk mencegah

pencemaran/kerusakan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh Pemerintah

untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar

dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah atau kebijakan, rencana, dan

program. KLHS ialah keterkaita (interdependence), keseimbangan (equilibrium),

keadilan (justice). Pelaksanaan KLHS dapat dilakukan dalam penyusunan atau

evaluasi RTRW. Mekanisme pelaksanaan KLHS ialah: (1) pengkajian/evaluasi nilai-

nilai KLHS dan pengaruh/dampak KRP terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu

wilayah; (2) perumusan alternatif penyempurnaan KRP; (3) rekomendasi perbaikan

KRP yang mengintegrasikan nilai-nilai KLHS dalam Raperda RTRW. Kerusakan

sumber daya alam dan pencemaran lingkungan akan lebih efektif dan efisien untuk

dicegah bila sejak proses formulasi KRP telah dipertimbangkan masalah lingkungan

hidup dan ancaman terhadap pembangunan berkelanjutan dengan

mengintergrasikan nilai-nilai KLHS.


Tujuan KLHS hakikatnya adalah lahirnya kebijakan, rencana, dan program

yang melalui proses partisipasi, transparan, dan akuntabel dengan memperhatikan

aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan. Hal ini tercermin dalam prinsip-prinsip

atau nilai-nilai dari KLHS yaitu :

1. Keterkaitan (Interdependeucy), digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS

dengan maksud agar dalam penyelenggaraan KLHS mempertimbangkan

keterkaitan antara satu komponen dengan komponen yang lain, antara satu

unsure dengan unsure lain, atau satu variable biofisik dengan variable

biologi, atau keterkaitan dengan local dan global, keterkaitan antar sector,

antar daerah, dan seterusnya. Dengan membangun pertautan tersebut maka

KLHS dapat diselenggarakan secara komfregensif. Artinya dapat

dikalkulasikan seperti antar wilayah, antar sector, antar tingkat

pemerintahan, dan antar pemangku kepentingan yang saling mempengaruhi

satu sama lain.

2. Keseimbangan, (equilibrium, digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS

dengan maksud agar penyelenggaraan senantiasa dijiwai atau dipandu oleh

nilai-nilai keseimbangan seperti keseimbangan antar kepentingan social

ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup. Keseimbangan antara

pembangunan pusat dan daerah, dan lain sebagainya. Implikasinya forum-

forum untuk identifikasi dan pemetaan kedalam kepentigan para pihak

menjadi salah satu proses metode yang penting digunakan dalam KLHS.

Dapat dikalkulasikan bahwa dalam nilai keseimbangan tersebut adanya


keseimbangan antara ntara kepentingan ekonomi, sosial budaya, lingkungan

hidup.

3. Keadilan (justice), digunakan sebagai nilai penting dengan maksud agar

melalui KLHS dapat dihasilkan kerbijakan, rencana dan/atau program yang

tidak mengakibatkan marginalisasi sekelompok/golongan masyarakat

tertentu karena adanya pembatasan akses dan control terhadap sumber-

sumber alam atau modal atau pengetahuan.

Secara formal, landasan implementasi KLHS tercantum dalam Undang-

undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup. Pasal 15 ayat 1 menegaskan “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib

membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau

kebijakan, rencana, dan/atau program”. Pedoman penyusunan KLHS sudah diatur

sebelum undang-undang tersebut disahkan melalui Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan KLHS.

JENIS-JENIS PENDEKATAN KLHS DALAM PENATA RUANG WILAYAH

Jenis-jenis pendekatan KLHS dalam penataan ruang dibentuk oleh kerangka

bekerja dan metodologi berpikirnya. Berdasarkan literatur terkait, sampai saat ini ada

4 (empat) model pendekatan KLHS untuk penataan ruang, yaitu :

1. KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Hidup/AMDAL (EIA-Mainframe)

KLHS dilaksanakan menyerupai AMDAL, baik dari segi langkah-langkah

prosedur bekerjanya, maupun metodologi berpikirnya, yaitu mendasarkan telaah


pada efek dan dampak yang di􀆟mbulkan RTRW atau KRP tata ruang terhadap

lingkungan hidup.

2. KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan Hidup

(Environmental Appraisal)

KLHS yang memiliki pendekatan ini menempatkan posisinya sebagai uji

kebijakan untuk menjamin keberlanjutan lingkungan hidup, sehingga bisa diterapkan

sebagai sebuah telaah khusus yang berpijak dari sudut pandang aspek lingkungan

hidup.

3. KLHS sebagai Kajian Terpadu/Penilaian Keberlanjutan (Integrated

Assessment/ Sustainability Appraisal)

Pendekatan ini menempatkan posisinya sebagai bagian dari uji kebijakan

untuk menjamin keberlanjutan secara holis􀆟k, sehingga sudut pandangnya

merupakan paduan kepen􀆟ngan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup.

4. KLHS sebagai pendekatan Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya

Alam (Sustainable Natural Resource Management) atau Pengelolaan

Berkelanjutan Sumberdaya (Sustainable Resource Management)

KLHS diaplikasikan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, dan a)

dilaksanakan sebagai bagian yang tidak terlepas dari hirarki sistem perencanaan

penggunaan lahan dan sumberdaya alam, atau b) sebagai bagian dari strategi

spesifik pengelolaan sumberdaya alam. Model a) menekankan pertimbangan

pertimbangan kondisi sumberdaya alam sebagai dasar dari substansi RTRW atau

KRP tata ruang, sementara model b) menekankan penegasan fungsi RTRW atau
KRP tata ruang sebagai acuan aturan pemanfaatan dan perlindungan cadangan

sumberdaya alam.

Aplikasi-aplikasi pendekatan diatas dapat diterapkan dalam berbagai bentuk

kombinasi, baik dari segi cara maupun metoda telaahnya, sesuai dengan : 1) hirarki

dan jenis KRP tata ruang atau RTRW yang akan dihasilkan/ditelaah, 2) lingkup isu

yang menjadi fokus, 3) kapasitas ins􀆟tusi dan sumberdaya manusia selaku

pelaksana dan pengguna KLHS, serta 4) kemauan politisi pemanfaatan KLHS untuk

KRP tata ruang.

2.4 Pengertian Rencana Tata Ruang Kewilayahan (RTRW)

Ruang merupakan sumber daya yang secara kuantitatif jumlahnya terbatas

dan memiliki karakteristik yang tidak seragam sehingga tidak semua jenis fungsi

dapat dikembangkan pada ruang yang tersedia. Keterbatasan ruang tersebut

merupakan dasar dibutuhkannya kegiatan penataan ruang yang terdiri atas

perencanaan ruang yang menghasilkan dokumen rencana tata ruang, pemanfaatan

ruang yang mengacu pada dokumen tata ruang yang berlaku, serta pengendalian

pemanfaatan ruang yang dilakukan untuk memastikan bahwa fungsi yang

dikembangkan sesuai peruntukan sebagaimana ditetapkan dalam dokumen rencana

tata ruang antara lain dengan menggunakan instrumen perizinan pembangunan.

Dokumen tata ruang sebagai produk dari kegiatan perencanaan ruang, selain

berfungsi untuk mengefektifkan pemanfaatan ruang dan mencegah terjadinya konflik

antar-fungsi dalam proses pemanfaatan ruang, juga ditujukan untuk melindungi

masyarakat sebagai pengguna ruang dari bahaya-bahaya lingkungan yang mungkin

timbul akibat pengembangan fungsi ruang pada lokasi yang tidak sesuai peruntukan.
Sebagai contoh, dokumen rencana tata ruang menetapkan ruang dengan fungsi

perlindungan bencana pada lahan rawan longsor dengan tujuan agar masyarakat

dan aktivitas yang mereka kembangkan tidak menjadi korban apabila bencana

longsor terjadi.

Dalam praktik penyusunan ruang di Indonesia, dokumen tata ruang bersifat

hirarkis. Mulai dari dokumen yang bersifat makro yang berlaku pada level nasional

hingga dokumen detil yang hanya berlaku pada kawasan tertentu saja. Dokumen

tata ruang tersebut adalah:

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN); merupakan dokumen

rencana ruang yang mengatur peruntukan fungsi pada seluruh wilayah negara

Indonesia. Dokumen ini berlaku secara nasional dan menjadi acuan dalam

penyusunan rencana tata ruang pada level provinsi dan kabupaten/kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP); merupakan penjabaran

RTRWN pada masing-masing provinsi. Dokumen ini berlaku pada masing-masing

provinsi yang diaturnya, sebagai contoh RTRW Provinsi Aceh hanya berlaku pada

wilayah hukum Provinsi Aceh. Selanjutnya dokumen ini dijabarkan dalam bentuk

dokumen RTRW Kabupaten/Kota dan dokumen detil lainnya.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK); merupakan

penjabaran dari dokumen RTRWN dan RTRWP pada level kabupaten/kota.

Dokumen ini berlaku pada masing-masing wilayah administratif kabupaten/kota.

Sebagai contoh, RTRW Kabupaten Aceh Utara hanya berlaku pada wilayah hukum

Kabupaten Aceh Utara. RTRWK selanjutnya diterjemahkan dalam bentuk dokumen

detil ruang untuk kawasan-kawasan tertentu. Dalam pelaksanaan pembangunan,


dokumen RTRWK merupakan acuan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam

menerbitkan Izin Prinsip dan Izin Lokasi bagi investor/masyarakat pengguna ruang.

Rencana Detil Ruang dalam bentuk Rencana Detil Tata Ruang (RDTR)

serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); merupakan penjabaran

detil dari dokumen RTRWK dan berfungsi sebagai acuan bagi pemerintah

kabupaten/kota dalam menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Konsep hirarkis dalam penyusunan dokumen rencana tata ruang digunakan

dengan tujuan agar fungsi yang ditetapkan antar-dokumen tata ruang tetap sinergis

dan tidak saling bertentangan karena dokumen tata ruang yang berlaku pada lingkup

mikro merupakan penjabaran dan pendetilan dari rencana tata ruang yang berlaku

pada wilayah yang lebih makro. Sebagai contoh, RTRWN menetapkan kawasan

Lhokseumawe dan sekitarnya sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan

fungsi utama untuk pengembangan kegiatan industri. Kebijakan ini selanjutnya

diterjemahkan secara detil melalui pengalokasian fungsi ruang dan pengembangan

infrastruktur pendukung kegiatan industri di dalam dokumen RTRW Provinsi Aceh,

RTRW Kabupaten Aceh Utara, dan RDTR Kawasan Perkotaan Krueng Geukueh.

2.3 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kebijakan pemerintah merupakan suatu hal yang akan di lakukan maupun

tidak di lakukan pemerintah dengan tujuan tertentu, demi kepentingan bersama dan

merupakan bagian dari keputusan pemerintah itu sendiri. Dalam kepustakaan

internasional biasa di sebut public policy. Kebijakan publik ini akan tetap terus

berlangsung, selagi pemerintah suatu negara masih ada untuk mengatur suatu

keidupan bersama. Berdasarkan yang tertuang dalam konsep demokarasi modern,


kebijakan dari pemerintah atau negara, bukan hanya berisi tentang argumentasi

maupun suatu pendapat para aparatur wakil rakyat belaka, namun opini dari publik

atau biasa di sebut publik opinion.

Meskipun di Indonesia telah banyak kebijakan yang telah di cetuskan, namun

program dan rencana serta, peran dari berbagai pihak ternyata masih saja muncul

permasalahan terkait dengan sumber daya alam, dan lingkungan hidup belum juga

berakhir atau bisa di katakan tetap terjadi. Sehubungan dengan hal demikian,

kementrian Lingkungan Hidup telah mendorong untuk menyempurnakan kebijakan,

program serta rencana yang ada. Dalam menyusun kebijakan ini digunakan

perangkat Kajian Lingkungan Strategis (KLS) terhadap kebijakan, rencana dan

program yang telah ada dan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan

lingkungan hidup. Secara substansial, KLS merupakan suatu upaya sistematis dan

logis dalam memberikan landasan bagi terwujudnya pengelolaan sumber daya alam

dan lingkungan hidup secara berkelanjutan melalui proses pengambilan keputusan

yang berwawasan lingkungan.

Kebijakan lingkungan adalah setiap tindakan yang sengaja diambil (atau tidak

diambil) untuk mengelola kegiatan manusia dengan maksud untuk mencegah,

mengurangi, atau mengurangi efek yang merugikan pada sumber daya alam dan

alam. Kebijakan lingkungan adalah sebuah pernyataan sikap yang disepakati

didokumentasikan dari sebuah perusahaan terhadap lingkungan di mana ia

beroperasi.

Kebijakan lingkungan mengacu pada dimensi ekologis (ekosistem), tetapi juga

bisa memperhitungkan dimensi sosial (kualitas hidup) dan dimensi ekonomi


(manajemen sumber daya). Kebijakan dapat didefinisikan sebagai "tindakan atau

prinsip yang ditetapkan atau diusulkan oleh, pihak bisnis pemerintah, atau individu" .
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Implikasinya KLHS terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 15 ayat (1)

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat Kajian Lingkungan Hidup

Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa

prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam

pembangunan suatu wilayah serta pasal 19 ayat (1) menyatakan

untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan

hidup dan keselamatan masyarakat, setiap

perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS. Sehingga sudah

sangat jelas bahwa penyusunan KLHS merupakan suatu kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Penyusunan ini

dimaksudkan untuk mengamankan kebijakan yang dilandaskan pada kebijakan

lingkungan yang berkelanjutan. KLHS diperlukan dalam upaya penetapan RTRW

yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengaruh atau konsekuensi dari

RTRW yang telah disusun terhadap lingkungan hidup sebagai upaya untuk

mendukung proses pengambilan keputusan.

Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan ke dalam substansi RTRW,

menjadi sangat penting, sehingga penetapan RTRW tidak akan menimbulkan

persoalan baru, baik secara ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga
dapat mengakomodir semua kepentingan dengan prinsip berkelanjutan. Prinsip

pengamanan dalam KLHS menjadikan RTRW mempunyai jiwa sosial, budaya,

ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan untuk menjaga dan mempertahankan

kesejahteraan masyarakat.

KLHS akan mampu memperbaiki mutu dan proses formulasi substansi

RTRW, memfasilitasi proses pengambilan keputusan dalam proses perencanaan

agar dapat menyeimbangkan tujuan lingkungan hidup, dengan tujuan sosial dan

ekonomi.

Dengan demikian pelaksanaan KLHS dilaksanakan dengan

mekanisme pengkajian pengaruh kebijakan, rencana,

dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu

wilayah; perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau

program; dan rekomendasi perbaikan untuk pengambilan

keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip

pembangunan berkelanjutan.

KLHS bukan bertujuan untuk menghalangi pembangunan namun dengan

pertimbangan isu lingkungan maka pembangunan yang dilakukan tersebut tidak

akan mengurangi daya dukung dan daya tampung dari lingkungan. KLHS

bermanfaat untuk menunjang sebuah kebijakan agar kebijakan tersebut dapat

diterapkan dalam jangka panjang serta bukan kebijakan yang hanya bisa diterapkan

dalam jangka pendek karena berdampak besar terhadap lingkungan, sehingga

mempunyai implikasi atau pengaruh terhadap Rencana Pembangunan Jangka

Panjang (RPJP). KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun,
mengarahkan, dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan

keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren dalam kebijakan, rencana dan

program (KRP). Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh karena

tidak ada mekanisme baku dalam siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam

perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat khusus bagi masing-masing

hirarki rencana tata ruang wilayah (RTRW).

Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga bermanfaat untuk

meningkatkan efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Hidup (AMDAL) dan atau instrumen pengelolaan lingkungan lainnya, menciptakan

tata pengaturan yang lebih baik melalui pembangunan keterlibatan para pemangku

kepentingan yang strategis dan partisipatif, kerjasama lintas batas wilayah

administrasi, serta memperkuat pendekatan kesatuan ekosistem dalam satuan

wilayah.

Pelaksanaan KLHS dapat dilakukan pada saat penyusunan atau evaluasi

terhadap RTRW, RPJP, RPJM, dan/atau KRP. Tiga jenis sifat pengaruh KLHS ialah:

sebagai instrumental, transformatif, dan sebagai substansi. Tipologi ini membantu

membedakan pengaruh yang diharapkan dari tiap jenis KLHS terhadap berbagai

ragam RTRW, termasuk bentuk aplikasinya, baik dari sudut langkah-langkah

prosedural maupun teknik dan metodologinya. Berikut penjelasan dari maksud hal

tersebut :
Gambar 1.1 ( Pengaruh KLHS terhadap RTRW )

Sumber : setyabudi.2016.

Dengan mengaplikasikan keterkaitan dalam KLHS diharapkan dapat dihasilkan KRP

yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, wilayah, dan global-lokal. Pada arah yang

lebih mikro, yakni proses KLHS, keterkaitan juga mengandung makna dihasilkan KLHS yang

bersifat holistic berkat adanya keterkaitan analisis antar fisik-kimia,biologi dan social

ekonomi. Sehingga dengan adanya dasar tersebut tentunya setiap lembaga lingkungan

hidup daerah maupun pusat akan melakukan penyusunan KLHS untuk mengintegrasikan

pertimbangan lingkungan hidup dan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam penyusunan

KLHS untuk RTRW maupun RPJPD atau RPMD.


Menurut Atiek Koesrijanti, dkk (Dalam Lepa, dkk.2011) bahwa RTRWN,

RPJPN, RPJMN, RTRW Propinsi/Kabupaten/Kota, RPJPD, dan RPJMD ialah wajib

KLHS tanpa proses penapisan.

Gambar 1.2 Struktur RTRW<RPJP< dan RPJM.

KONSTRUKSI BERPIKIR PENULIS


UU 32 TAHUN 2009
PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN
aLINGKUNGAN HIDUP

PRINSIP/NILAI

PEMBANGUNAN
1.KETERKAITAN KLHS
2.KESEIMBANGAN
BERKELANJUTAN 3. KEADILAN

1. LINGKUNGAN
2. SOSIAL BUDAYA
3. EKONOMI
3 Jenis Sifat
Pengaruh KLHS :
1. Instrument
2. Transformatif
3.Subtantif

RTRW RPJP
OUTPUT (HASIL)
Mengintegrasikan
Prinsp SD
MISAL : KERANGKA KERJA KLHS NTUK
REVISI RTRW (KLHS DENGAN KERANGKA
DASAR ANALISIS MENGENAI DAMPAK
LINGKUNGAN HIDUP/AMDAL).
Dalam UU 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan ingkungan

Hidup tela diatur tentang pembangunan berkelanjutan dan kajian lingkungan Hidup

strategis (KLHS), sehingga dalam implementasinya KLHS telah diwajibkan dalam

UU tersebut baik untuk pemerintah pusat maupun tingkat daerah dalam

merumuskan atau membuat rencana pembangunan tidak terlepas kaitanya pada

RTRW dan RPJP Nasional maupun daerah. Dalam penerapan dari KLHS tersebut

merupakan mengintegrasikan secara comprehensive prinsip pembangunan

berkelanjutan sehingga dalam penerannya mengurangi resiko dari efek atau akibat

dari RTRW/RPJP yang telah formulasikan. Dalam kerangka kerja KLHS untuk

mengkaji RTRW dengan konsep Kebijakan, program dan/atau rencan yang

memperhatikan nilai-nilai dari KLHS, disamping itu ada 3 jenis sifat yang

mempengaruhi RTRW yaitu (1) Instrumental, (2) Transformatif dann (3) Subtantif.

Seperti misa dalam hal ini KLHS mengkaji RTRW dari salah satu pendekatan KLHS

yaitu Sebagai berikut :

Gambar 1.3
Kerangka Kerja KLHS Untuk Revisi RTRW (Pendekatan KLHS DENGAN KERANGKA DASAR
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP/AMDAL
3.2 Alasan Pentingnya KLHS terhadap RTRW

Alasan pentingnya KLHS bagi RTRW tidak jauh berbeda dengan pembasan

pertama keterkaitan dengan pengaruhnya, namun disini penulis memberikan

diskripsi umum tentang pentingnya kajian lingkungan hidup strategis bagi Rencana

Tata Ruang Wilayah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 15 ayat 1)

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat Kajian Lingkungan Hidup

Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa

prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam

pembangunan suatu wilayah serta pasal 19 ayat 1) menyatakan

untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan

hidup dan keselamatan masyarakat, setiap

perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS. Sehingga sudah

sangat jelas bahwa penyusunan KLHS merupakan suatu kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah.

Mengingat KLHS dilakukan untuk mengevaluasi

RTRW, yang berimplikasi adanya proyek-

proyek dan rencana pembangunan spesifik, maka penggunaan peta (untuk

menguraikan dampak atau konflik yang mungkin terjadi antara usulan

pembangunan dan lingkungan hidup)

direkomendasikan untuk menjelaskan hal tersebut.

Degradasi lingkungan hidup akibat kegiatan penambangan, perkebunan,

industry ataupun lainnya yang berdampak negatif yang terjadi di Bangka Belitung
tidak dapat diselesaikan melalui pendekatan parsial. Penyelesaian degradasi

lingkungan memerlukan instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang

memungkinkan penyelesaian masalah yang bersifat berjenjang, lintas wilayah, antar

sektor dan lembaga, serta sekuensial sifatnya.

Selain pentingnya instrumen pendekatan komprehensif tersebut, hal penting

lain yang harus difahami adalah bahwa degradasi kualitas lingkungan hidup terkait

erat dengan masalah perumusan kebijakan, rencana dan/atau program

pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Dengan kata lain, sumber masalah

degradasi kualitas lingkungan hidup berawal dari proses pengambilan keputusan

atau proses perencanaan yang kurang memikirkan aspek lingkungan sebagai dasar

perencanaan pembangunan.

Pemanfaatan Kajian Lingkungan Hidup Stratejik (KLHS) atau Strategic

Environmental Assessment (SEA) sebagai instrumen pendukung untuk terwujudnya

pembangunan berkelanjutan makin penting mempertimbangkan bahwa degradasi

Lingkungan Hidup (LH) umumnya bersifat kausalitas lintas wilayah dan antar sektor.

Kemerosotan kualitas LH tersebut tidak dapat diselesaikan melalui pendekatan

parsial. la memerlukan instrumen pengelolaan LH yang memungkinkan

penyelesaian masalah yang bersifat berjenjang (dari pusat ke daerah), lintas

wilayah, antar sektor/lembaga, dan sekuensial sifatnya. Selain pentingnya instrumen

pendekatan komprehensif tersebut di atas, hal penting lain yang harus difahami

adalah bahwa degradasi kualitas LH terkait erat dengan masalah perumusan

kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan yang tidak ramah lingkungan.


Dengan kata lain, sumber masalah degradasi kualitas LH berawal dari proses

pengambilan keputusan. Oleh karena itu, upaya penanggulangan degradasi kualitas

LH harus dimulai dari proses pengambilan keputusan pembangunan pula. Sebagai

suatu instrumen pengelolaan LH, implementasi KLHS adalah pada proses

pengambilan keputusan perencanaan pembangunan (decision-making cycle

process), dalam hal ini implementasi difokuskan pada perencanaan tata ruang.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

KLHS merupakan salah satu instrument untuk mencegah

pencemaran/kerusakan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh Pemerintah

untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar

dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah atau kebijakan, rencana, dan

program. Hal ini tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 15 ayat

(1)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat Kajian Lingkungan Hidup

Strategis(KLHS) untuk memastikan bahwaprinsip pembangunan berkelanjutan te

lah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah serta

pasal 19 ayat (1) menyatakan untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup

dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib

didasarkan pada KLHS. Sehingga sudah sangat jelas bahwa penyusunan KLHS

merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah maupun

pemerintah daerah. Penyusunan ini dimaksudkan untuk mengamankan kebijakan

yang dilandaskan pada kebijakan lingkungan yang berkelanjutan. KLHS diperlukan

dalam upaya penetapan RTRW yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi

pengaruh atau konsekuensi dari RTRW yang telah disusun terhadap lingkungan

hidup sebagai upaya untuk mendukung proses pengambilan keputusan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2016.”kajian klhs sebagai solusi daya dukung wilayah”. Melalui (Online)


http://www.menlh.go.id/klhs-kajian-klhs-sebagai-solusi-daya-dukung-wilayah/
diunduh pada tanggal 16 maret 2016.

ardhy, 2011. Kebijakan Lingkungan. Melalui (online)


http://ardhysatrio.blogspot.co.id/2011/10/kebijakan-lingkungan.html diakses
pada14 Maret 2016.
Anonim. 2016. Melalui (Online)
http://ppejawa.com/ekoplasa79_klhs_dki_jakarta.html#sthash.PidNv9tl.dpuf
didunduh pada tanggal 15 maret 2016.

Brontowiyono ,widodo, dkk. 2010. ““Klhs Untuk Pembangunan Daerah Yang Berkelanjutan”
Melalui (Online) didunduh pada tanggal 14 Maret 2016.

Firdaus. 2014. http://medialingkungan.com/index.php/news/opini/pentingnya-kajian-


lingkungan-hidup-strategis-klhs-dalam-perencanaan-tata-ruang. dinduh pada
tanggal 15 maret 2016
Lepa, Alex.a, dkk. 2011.“Lingkungan Hidup Strategis Terhadap Perencanaan Tata Ruang
Kabupaten Bolaang Mongondow Tahun 2011-2030”. Melalui (Online)
didundu pada tanggal 14 Maret 2016.

Nasir.2013. “Pengertian Fungsi dan hirarki rencana tata ruang”. Melalui (Online)

http://acehutarapenataanruang.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-fungsi-

dan-hirarki-rencana.html diunduh pada tanggal 18 maret 2016.

Setyabudi, Bambang. 2016. “Kajian Lingkungan Hidup Strategis [Klhs] Sebagai Kerangka
Berfikir Dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah“.Melalui
(Online)Http://Penataanruang.Pu.Go.Id/Bulletin/Upload/Data_Artikel/Kajian%
20lingkungan%20hidup%20strategis%20sebagai%20kerangka%20berfikir%
20dalam%20perencanaan%20tata%20ruang%20wilayah-
Ir.Bambang%20setyabudi,Murp.Pdf. Diunduh Pada Tanggal 15 Maret 2016.

Supianto.2013. “Petingnya KLHS terhdap RTRW”. Melalui (Online)


http://www.penataanruang.com/tata-ruang/pentingnya-klhs-dalam-rtrw.
diunduh pada tanggal 15 maret 2016.

Anda mungkin juga menyukai