Anda di halaman 1dari 47

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.

08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : -
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 1
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 1
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Alhamdulillah puji syukur selalu tercurahkan kehadirat Allah SWT atas pemberian
rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat teriring salam selalu terucapkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke jalan yang benar demi melintasi
jembatan syiratall mustaqim dunia fana ini.
Buku Panduan Praktikum Pemetaan dan GIS (+Pr) ini disusun sebagai satu wujud
nyata penyusun dalam memberikan informasi dan materi mengenai praktikum mata kuliah
Pemetaan dan GIS (+Pr) sebagai acuan untuk mahasiswa. Diharapkan dengan
diterbitkannya buku ini, mahasiswa dapat mempelajari dan memahami dengan benar
seluruh rangkaian praktikum pada mata kuliah Pemetaan dan GIS (+Pr) sebelum memulai
praktikum karena teori yang telah didapatkan akan diaplikasikan semua dalam praktikum.
Tidak lupa penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang turut membantu penerbitan Buku Panduan Praktikum Pemetaan dan GIS (+Pr) ini.
Akhirnya, semoga buku ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amien.
Wabillahitaufik walhidayah.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Yogyakarta, September 2019

Tim Penyusun

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : -
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 1
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 1
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAI PENDAHULUAN..................................................................................................................I-1

BAI TATA TERTIB DAN PERSIAPAN PRAKTIKUM..............................................................II-1

BAI PENGENALAN ALAT........................................................................................................III-1

BAIV PENGUKURAN BEDA TINGGI (WATERPASSING)........................................................IV-1

BAV POLIGON TERTUTUP........................................................................................................V-1

BAVI SETTING OUT BANGUNAN.............................................................................................VI-1

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman


BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu ukur tanah merupakan faktor penunjang yang cukup penting dalam disiplin
Teknik Sipil. Akan tetapi mengingat terbatasnya waktu, maka materi praktikum dibatasi
pada hal-hal yang paling relevan dalam penggunaan peta situasi, demikian pula proses
penyusunan, perhitungan data dan penggambaran.
Dalam petunjuk praktikum ilmu ukur tanah dan pemetaan ini akan dibatasi teori
pengantarnya maupun pelaksanaan praktikumnya yaitu pemetaan situasi dengan kerangka
poligon tertutup. Pengambilan detail dengan menggunakan koordinat kutub dan jarak-
jaraknya diukur secara optis. Sedangkan teori yang harus dikuasai, sesuai dengan silabus
yang telah ada.
Materi praktikum Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan adalah materi yang sudah
mengarah pada penggunaan praktis ilmu ukur tanah pada proyek-proyek teknik sipil.
Karena jalur praktikum yang memanjang, praktikum ilmu ukur tanah ditujukan untuk
keperluan desain saluran dan jalan. Sedangkan praktikum pemetaan dimana area praktikum
merupakan luasan persegi, ditujukan untuk keperluan rencana waduk dan rencana
pemukiman yang sangat banyak sekali hubungannya dengan penggunaan peta situasi.
Mengingat luasnya bidang pekerjaan teknik sipil yang perlu menggunakan peta,
kiranya tidaklah cukup pengetahuan ilmu ukur tanah dan penguasaan hanya dari materi
praktikum ini yang tentunya harus ditambah teori yang sudah banyak dibuktikan.
Teori perhitungan data dan metode perataannya diberikan secara singkat, dan
diberikan contoh langsung penggunaannya dalam hitungan dari data yang diperoleh di
lapangan.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 1


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : -
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 2
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 3
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

BAB II
TATA TERTIB DAN PERSIAPAN PRAKTIKUM

II.1 Tata Tertib Praktikum

1. Peserta praktikum Pemetaan adalah mahasiswa Program Studi Teknik Sipil


Universitas Islam Indonesia.
2. Praktikan wajib mematuhi dan melaksanakan semua peraturan yang dikeluarkan
oleh laboratorium Pemetaan baik melalui dosen, asisten dosen, maupun laboran.
3. Praktikan wajib mengikuti semua rangkaian materi praktikum yang telah
dijadwalkan oleh laboratorium dan bila tidak mengikuti salah satu saja akan
dinyatakan gugur dan harus mengulang mata kuliah tersebut.
4. Sebelum memulai praktikum pemetaan, praktikan disarankan membaca dengan
seksama buku panduan praktikum dan harus sudah benar-benar memahami tentang
teori yang telah disampaikan agar tidak terjadi kesalahan pada waktu pelaksanaan di
lapangan.
5. Praktikan dilarang membawa makanan, minuman dan benda-benda lain yang dapat
mengganggu jalannya praktikum pemetaan.
6. Praktikan wajib menjaga dan memelihara dengan baik semua barang-barang
inventaris yang ada di laboratorium dan menjaga kebersihan laboratorium.
7. Pada waktu mengambil peralatan dari laboratorium dan mengembalikannya harus
dalam keadaan baik. Tidak ada yang rusak dan tercecer.
8. Segala kerusakan/kehilangan alat ditanggung oleh rombongan yang bersangkutan.
9. Tidak dibenarkan meletakkan rambu di sembarang tempat, misalnya di tepi jalan
dimana ada kemungkinan terlindas kendaraan dan dilarang mencoret-coret garis
skala pada rambu.
10. Data laporan sementara ditulis dengan jelas, asli hasil pengukuran rombongan anda.
Laporan resmi dibuat dengan tulisan tangan yang jelas terbaca. Diserahkan kepada
asisten pada waktu yang telah ditentukan.
11. Laporan sementara dibuat oleh rombongan, artinya setiap rombongan cukup
membuat satu laporan sementara. Untuk laporan resminya maka setiap mahasiswa
membuat sendiri-sendiri.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 1


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : -
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 2
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 3
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

12. Surat keterangan selesai praktikum hanya dapat diterima bila semua laporan resmi
telah diterima dalam keadaan baik oleh asisten dan surat tersebut sebagai syarat
responsi dengan Dosen.
13. segala resiko/ penggantian kerusakan alat (bila ada) harus sudah lunas/ dibereskan
dengan tanda bukti sebagai syarat untuk mendapatkan nilai.
14. Semua materi praktikum harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan hati-hati.
15. Kebijakan kebijakan lain yang belum tertulis dalam buku panduan praktikum ini
akan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara dosen, laboran dan asisten.

II.2 Persiapan Praktikum

Agar praktikum dapat berjalan lancar, terlebih dahulu tiap rombongan hendaknya
betul-betul telah mempersiapkan teori yang erat hubungannya dengan materi praktikum.
Karena tanpa penggunaan teori secara cukup, mahasiswa akan sulit melaksanakan
praktikum dengan baik.
Teori-teori pengukuran sudut, pengukuran jarak, cara perataan tinggi dan koordinat,
penggambaran garis tinggi, harus betul-betul dipahami. Sebelum ke lapangan hendaknya
dipersiapkan segala sesuatunya secara matang agar tidak terjadi kesalahan dan
keterlambatan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
II.2.1 Pembagian Tugas
Tiap rombongan terdiri dari 5 (lima) orang anggota yang dibagi-bagi menjadi :
1. Pimpinan Rombongan
Merupakan wakil dari rombongan yang bersangkutan sebagai penanggung jawab
administratif dalam peminjaman dan pengembalian alat-alat.
2. Unit Laboratorium
Terdiri dari 2 orang, bertugas mempersiapkan formulir pengukuran, perhitungan,
peralatan perhitungan dan penggambaran.
3. Unit Lapangan
Terdiri dari 2 orang, bertugas mempersiapkan keperluan-keperluan praktikum di
lapangan misalnya peninjauan dan orientasi lapangan, mempersiapkan akomodasi
dan transportasi.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 2


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : -
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 2
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 3
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

Pembagian tugas ini akan terasa perlu bila praktikum dilaksanakan jauh dari
kampus, atau benar-benar terjun ke lapangan pekerjaan yang memerlukan pangkalan
darurat (basecamp).
Sedangkan pembagian tugas di lapangan seperti halnya pada praktikum pemetaan
yaitu :
1. Satu orang penasihat atau surveyor (pengukuran)
2. Satu orang penulis atau recorder
3. Dua orang pemegang rambu ukur
4. Satu orang pembantu tugas
Pembagian tugas ini supaya dilaksanakan bergantian agar masing-masing praktikan
mengetahui semua jenis tugas dengan baik.
II.2.2 Peralatan praktikum
Untuk praktikum pemetaan ini, alat-alat yang digunakan adalah :
1. Theodolit beserta statif
2. Waterpass
3. Rambu ukur
4. Rol meter
5. Kompas
6. Palu/martil
7. Payung alat
8. Formulir poligon secukupnya.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 3


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

BAB III
PENGENALAN ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ilmu ukur tanah dan pemetaan antara
lain sebagai berikut ini.

III.1 Theodolit (model DT-200)

Theodolit adalah sebuah alat optis buatan manusia yang mempunyai fungsi utama
untuk mengukur sudut, baik sudut horizontal maupun vertikal. Namun theodolit juga dapat
digunakan untuk mengukur jarak optis dan beda tinggi.
1. Komposisi Alat
a. Unit utama DT 200 series 1 buah
b. Tutup lensa (lens cover) 1 buah
c. Tool kit dengan tempatnya,terdiri dari : 1 set
d. Rod pins, pegangan unting-unting, obeng, kunci L heksagonal (2), cleaning brush,
kain flanel
e. Batterai AA 2 buah
f. Plastik penutup alat (plastic rain cover) 1 buah
g. Silicon gel (silicon cloth) 1 buah
h. Unting-unting 1 buah
i. Compact illuminator 1 buah
j. Kotak alat (plastic carrying case) 1 buah
k. Buku manual DT-200 series 1 buah
2. Bagian-bagian alat
a. Sighting collimator
Berfungsi sebagai alat bantu bidikan. Bisa juga menggunakan sinar laser
yang telah disediakan dengan menekan tombol ON/OFF.
b. Objective lens (lensa objektif)

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 1


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

Berfungsi untuk menangkap objek yang dibidik sehingga bisa dibaca pada
lensa okuler atau pengamat.
c. Instrument center mark (titik ketinggian theodolit)
Berfungsi sebagai titik pusat ketinggian dimana theodolit didirikan yang
diukur dari permukaan tanah.
d. Horizontal motion clamp (klem pengunci horizontal)
Berfungsi untuk mengunci perputaran theodolit kearah horizontal.
e. Horizontal tangent screw (sekrup penggerak halus horizontal)
Berfungsi untuk menggerakkan theodolit kearah horizontal secara halus.
f. Optical plummet telescope (centering optic)
Berfungsi untuk mengecek kedudukan theodolit, apakah sudah tepat berada
di atas patok atau belum.
g. Display (layar)
Berfungsi sebagai tempat menampilkan pembacaan sudut vertikal maupun
sudut horizontal, baik pembacaan sudut biasa maupun luar biasa.
h. Hand grip (pegangan)
Tempat untuk memegang atau membawa theodolit.
i. Hand grip fixing screw (sekrup pengencang pegangan)
Sekrup untuk mengencangkan pegangan theodolit atau hand grip.
j. Telescope focusing knob (pengatur fokus teropong)
Berfungsi untuk mengatur fokus teropong sehingga objek yang dibidik
dapat terlihat dengan jelas.
k. Battery (baterai)
Sumber tenaga yang dipakai di theodolit.
l. Telescope eyepiece (lensa okuler atau pengamat)
Berfungsi untuk mengamati objek bidik dan mengamati bacaan benang
atas,benang tengah dan benang bawah (pada rambu ukur).
m. Vertical motion clamp (klem pengunci vertikal)

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 2


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

Berfungsi untuk mengunci perputaran theodolit kearah vertikal.


n. Vertical tangent screw (sekrup penggerak halus vertikal)
Berfungsi untuk menggerakkan theodolit kearah vertikal secara halus.
o. Circular level (nivo kotak)
Berfungsi untuk mengetahui posisi theodolit secara pendekatan sudah datar
(sumbu I vertikal).
p. Plate level (nivo tabung)
Berfungsi untuk mengatur agar theodolit benar-benar horizontal. Dalam hal
ini sumbu I sudah benar-benar vertikal.
q. Operating keys (tombol pengoperasi)
Berfungsi untuk mengoperasikan theodolit, seperti menyalakan theodolit,
memunculkan pembacaan sudut vertikal, membaca sudut biasa dan luar biasa, dll.
r. Leveling screw (sekrup A, B dan C)
Berfungsi untuk mengatur nivo kotak dan nivo tabung agar sumbu I
vertikal.
s. Centering screw
Berfungsi untuk mengatur posisi theodolit agar berada tepat di atas plat
dasar sehingga posisinya stabil.
t. Connector ( penghubung )

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 3


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

Gambar 3. 1 Bagian – bagian theodolith (tampak depan)

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 4


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

Gambar 3. 2 Bagian – bagian theodolith (tampak belakang)


III.2 Waterpass

Waterpass adala h sebuah alat optis yang berfungsi untuk mengukur beda tinggi dan
jarak horizontal antara dua buah titik. Berikut ini bagian-bagian alat ukur beda tinggi
(waterpass).
1. Lensa objektif
Berfungsi untuk menangkap objek yang dibidik sehingga bisa dibaca pada lensa okuler
atau pengamat.
2. Optical micrometer alignment index (Kelurusan mikrometer optis indexing)

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 5


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

3. Cermin
Berfungsi untuk memberikan pencahayaan pada nivo kotak.
4. Pembidik
Berfungsi sebagai alat bantu bidikan untuk membidik objek yang akan diamati.
5. Nivo kotak
Berfungsi untuk mengetahui posisi waterpass benar-benar sudah datar (sumbu I
vertikal ).
6. Lensa okuler ( pengamat )
Berfungsi untuk mengamati objek bidik dan mengamati bacaan benang atas dan
benang bawah ( pada rambu ukur ).
7. Pelindung lensa okuler
Berfungsi sebagai cover/pelindung lensa okuler.
8. Sekrup pengatur fokus teropong
Berfungsi untuk mengatur fokus teropong sehingga objek yang dibidik dapat terlihat
dengan jelas.
9. Sekrup penggerak halus horizontal
Berfungsi untuk menggerakkan waterpass kearah horizontal secara halus.
10. Sekrup A, B dan C.
Berfungsi untuk mengatur nivo kotak agar sumbu I vertikal.
11. Plat dasar
Berfungsi sebagai tempat dudukan waterpass sehingga posisi waterpass bisa stabil.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 6


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

Gambar 3. 3 Bagian-bagian Waterpass (model AT-G2)


III.3 Alat –alat lain yang digunakan

1. Rambu ukur
Berfungsi sebagai objek yang dibidik untuk mendapatkan data-data, seperti ketinggian,
sudut vertikal, sudut horizontal, benang atas, benang tengah, dan benang bawah.
2. Kompas
Berfungsi untuk menunjukkan arah utara bumi.
3. Statif ( tripod )
Berfungsi sebagai tempat untuk mendirikan alat.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 7


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

4. Pita ukur
Berfungsi untuk memberi tanda dan mengukur jarak langsung pada pengukuran
penyipat datar dan untuk mengukur ketinggian alat.
5. Unting-unting
Berfungsi untuk menempatkan sumbu I tepat di atas patok.
6. Payung
Berfungsi untuk melindungi alat dari sinar matahari langsung maupun hujan.

III.4 Setting Alat

III.4.1 Theodolith (model DT-200)


1. Menentukan titik tempat alat theodolith.
2. Mendirikan statif di titik tersebut dan letakkan theodolith di atasnya kemudian dikunci
(bagian bawah).
3. Lakukan pengecekan apakah theodolith tepat diatas titik yang telah ditentukan
menggunakan optical plummet telescop.
4. Mengatur sumbu I vertikal dengan cara sebagai berikut ini.
a. Secara pendekatan pengaturan sumbu I dilakukan dengan pengaturan nivo kotak
dengan memutar ketiga skrup penyetel A, B, dan C (lihat gambar).
b. Misalnya gelembung nivo mula-mula pada kedudukan I, maka pindahkan ke
kedudukan II dengan memutar sekrup penyetel A dan B secara bersama-sama
dengan perputaran seperti anak panah. Kemudian pindahkan gelembung nivo
tersebut dari kedudukan II ke kedudukan III dengan memutar skrup penyetel C saja.
Sebagai checking putarlah teropong terhadap sumbu I. Lihat kedudukan gelembung
nivo kotak tadi bila masih pada kedudukan III berarti upaya agar sumbu I mendekati
vertikal sudah selesai. Tetapi bila gelembung nivo kotak masih berpindah
kedudukan, maka ulangi tindakan-tindakan di atas hingga dicapai kedudukan yang
selalu seimbang (III) bila teropong diputar terhadap sumbu I nya.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 8


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

III I

II

B A

Gambar 3. 4 Ilustrasi mengatur nivo Kotak


c. Langkah selanjutnya menggunakan nivo tabung (lihat gambar berikutnya).

C
II

III

B A

Gambar 3. 5 Ilustrasi mengatur nivo tabung


d. Mula-mula tempatkan nivo tabung pada kedudukan I, ialah secara perkiraan sejajar
dengan kedudukan sekrup penyetel AB. Nivo akan menyimpang, artinya tidak
seimbang. Maka seimbangkan dengan memutar kedua sekrup penyetel A dan B
secara bersama-sama dengan arah berlawanan.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 9


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

e. Putar posisi nivo pada kedudukan II. Jika gelembung udara menyimpang,
seimbangkan dengan skrup A dan B.
f. Putar nivo pada posisi III. Jika menyimpang, seimbangkan dengan skrup C saja.
g. Setelah itu cek lagi lingkaran centering, jika bergeser dari paku geserlah sedikit alat
dengan mengendorkan sekrup alatnya. Setelah itu seimbangkan lagi nivo tabung
dengan sekrup A-B-C. Lakukan berulang-ulang hingga alat benar-benar tegak di
atas titik.
5. Setelah pengaturan sumbu I vertikal selesai, tentukan titik acuan alat sebagai titik
00000 (arah utara bumi dengan menggunakan kompas).
6. Kunci semua sekrup penggerak horizontal dan vertikal.
7. Nyalakan layar dengan menekan tombol power.
8. Setting sudut horizontal 00000 dengan menekan tombol 0 SET 2x.
9. Tampilkan pembacaan sudut vertikal dengan menekan tombol V / %.
10. Satu kali untuk mengetahui sudut vertikal
11. Dua kali untuk mengetahui prosentase kemiringan
12. Apabila di layar pada pembacaan sudut horizontal muncul huruf R menunjukkan
pembacaan sudut biasa, dan bila ingin diubah menjadi pembacaan sudut luar biasa
tekan tombol R / L .
13. Ukur tinggi kedudukan alat dengan menggunakan pita ukur.
14. Pengukuran sudut horizontal dan vertikal menggunakan theodolith model DT-200
dilakukan dengan cara :
a. Sentring alat di titik C dan target di titik A dan B (lihat gambar)

B
A

C
Gambar 3. 6 Sentring alat di titil C

b. Tekan power ON hingga tampil :

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 10


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

V 901020
HR 1202530

c. Bidik target A, tekan 0 SET :

V 901020
HR 00000
d. Bidik target B maka sudut horizontal dan vertikal langsung ditampilkan di layar :

V 901020
HR 503015
15. Setting sudut horizontal kanan/kiri (R/L) :
a. Tampilan HR di layar berarti bacaan horizontal membesar jika teropong diputar
searah jarum jam dan sebaliknya.
b. Tampilan HL di layar berarti bacaan horizontal mengecil jika teropong diputar
searah jarum jam dan sebaliknya.
16. Set pembacaan tertentu pada arah horizontal :
a. Gerakkan teropong pada bacaan yang diinginkan
Pembacaan tertentu V 901020
HR 1202530

b. Tekan tombol HOLD agar jika teropong diputar kearah yang diinginkan
pembacaan horizontal tidak berubah.
c. Untuk menormalkan kembali bacaan arah horizontal tekan HOLD.
17. Pengukuran kemiringan (V%)

V 901020 Tekan tombol V%


V -0.30%
HR 1202530 HR 1202530

18. Pengukuran jarak (D)


a. Dengan bantuan pembacaan rambu ukur dan metode stadia maka jarak alat DT-200
Series dengan rambu ukur dapat diketahui.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 11


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

0 rambu

Ba
Bt

Z Bb

Gambar 3. 7 Ilustrasi pembacaan rambu ukur


b. Rumus yang digunakan :
2
D=100 ( Ba−Bb ) cos h
Dengan
D = Jarak alat ke rambu ukur
100 = Konstanta alat
Ba = Pembacaan benang atas rambu ukur
Bb = Pembacaan benang bawah rambu ukur
Z = Pembacaan sudut vertikal
h = Heling ( 90 - Z atau Z-270)
III.4.2 Waterpass
1. Menentukan titik tempat alat waterpass.
2. Mendirikan statif di titik tersebut dan letakkan waterpass diatasnya kemudian dikunci
(bagian bawah).
3. Membuat garis arah nivo tegak lurus sumbu I :
a. Untuk tipe semua alat tanpa sekrup heling, garis arah nivo sudah tegak lurus
sumbu I. Cara mengatur nivo seimbang adalah dengan ketiga sekrup penyetel
(seperti pada setting alat theodolith)

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 12


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

b. Untuk tipe semua alat dengan sekrup heling, garis bidik dapat diatur dengan
sekrup helingnya, kemudian nivo diseimbangkan.
4. Mengatur benang silang mendatar tegak lurus sumbu I :
a. Selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat kedudukan benang silang
mendatar tegak lurus sumbu I

Pada teropong akan selalu terlihat


keadaan seperti tergambar di samping dimana
kedudukan benang silang mendatarnya adalah
untuk mendapatkan tinggi tempat (dengan
pembacaan pada baaknya)

Gambar 3. 8 Kedudukan benang pada teropong

b. Percobaan dilakukan sebagai berikut :


Ambil titik P di tembok atau di tempat
yang tidak bergoyang. Himpitkan benang
silang mendatar pada titik P tersebut. Bila
teropong diputar-putar, dan ternyata titik P
tidak berhimpit lagi dengan benang silang
horizontal, maka benang silang dibetulkan
dengan cara memutar sekrup visir.
Gambar 3. 9 Mengatur benang silang

5. Membuat garis bidik sejajar garis arah nivo.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 13


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

D D D
A B C D

bta btc

D
B h

A C

Gambar 3. 10 Garis Bidik


a. Bawalah alat ke tanah lapang atau pinggir jalan yang dapat leluasa memandang
sepanjang minimum 60 meter, kalau sulit dan terlalu jauh dapat diperkecil sesuai
tempat yang ada. Seterusnya diukur tiga segment garis yang masing-masing
sepanjang D (10-20 meter).
b. Dari B (tengah-tengah antara A dan C) ukurlah beda tinggi A dan C dengan
membaca benang silang pada baak di A (btA) dan baak di C (btC). Cek pula
pembacaan benang silang atas dan bawah.
c. Beda tinggi A dan C adalah = btA – btC = hAC.
d. Kemudian alat dipindahkan ke D dan disetting. Baak A dibaca lagi dengan benang
tengah btA’ demikian pula di C terbaca btC’.
e. Bila btA’ - btC’ = hAC berarti waterpass sudah terkoreksi dan dapat dipakai atau
dengan kata lain beda tinggi h dapat diukur dengan kedudukan di B atau di D
dengan hasil yang sama.
f. Tetapi kalau ternyata diperoleh hasil yang berbeda berarti masih terdapat kesalahan
pada waterpass tersebut, yakni garis bidik belum horizontal. Cara mengoreksi :

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

2D D

3
t 4
k
5
1 2

D
B h

A C

Gambar 3. 11 Garis bidik tidak sejajar


g. Dengan kedudukan alat di tengah A-C (di B) kesalahan garis visir tidak
mempengaruhi pengukuran beda tinggi (h) antara A dan C. Bila alat dipindahkan
ke D, karena adanya kesalahan garis visir, maka beda tinggi antara A dan C akan
didapat pembacaan 3-(4+h). Terdapat kesalahan sebesar t atau t = 3-(4+h).
Untuk mengoreksi kesalahan pada A benang silang tengah harus dibacakan
(dibawa) ke pembacaan 5 atau digeser sebesar k.
t :2 D=k :3 D
t3D 3
K= = t
2D 2
h. Cara mengoreksi k ada 2 macam, tergantung tipe alatnya :
1) Tipe yang memakai benang silang, misalnya B-2 Sokkisha, ATD (Topcon),
Kern, dan sebagainya. Sekrup A dan B merupakan klem sekaligus merupakan
penggerak vertikal dari benang silang.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 15


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 4
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 3
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 16
Pemetaan dan GIS Tanggal
Nama MK : : 7 September 2019
(+Pr) berlaku

Gambar 3. 12 Penggerak vertikal benang silang


2) Tipe yang menggunakan nivo teropong
A B
Alat yang mempunyai tipe seperti ini
misalnya WILD NAK-1 atau alat-alat
yang bukan waterpass otomatis.
Gambar 3. 13 Waterpass

3) Dengan penggerak halus vertikal teropong, benang silang tengah dibidikkan


ke pembacaan 3-k atau 3-3/2t. Akibatnya nivo teropong tidak seimbang (tidak
ditengah-tengah) dan diseimbangkan dengan menggerakkan sekrup A dan B.
4) Pada alat otomatis yang umumnya dipakai misalnya jenis Zeiss-Ni-2, Topcon
ATD-3, Sokkisha B-2 dan sebagainya. Kalau tidak ada kesalahan besar (berat)
biasanya sudah otomatis langsung dapat digunakan.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 16


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 5
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 4
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

BAB IV
PENGUKURAN BEDA TINGGI (WATERPASSING)

IV.1 Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan elevasi pada sebuah bidang
lahan. Pengukuran waterpasssing dapat dibedakan menjadi waterpassing memanjang dan
waterpassing melintang. Pengukuran beda tinggi (waterpassing) memanjang dapat
dilakukan dalam bentuk jaringan terbuka atau jaringan tertutup. Waterpassing terbuka
digunakan untuk perencanaan/pengukuran jalan, saluran, dan proyek-proyek yang
mempunyai sifat memanjang. Sedangkan waterpassing tertutup digunakan untuk
pengukuran elevasi suatu area yang sifatnya tidak memanjang, misal perencanaan bangunan
gedung. Waterpassing melintang dilakukan tegak lurus terhadap waterpassing arah
memanjang.
Berikut adalah parameter – parameter penting dalam praktikum waterpassing.
1. Jarak optis : jarak antara suatu titik dengan titik yang lain dalam rangkaian
waterpassing yang diperoleh dari pembacaan benang atas (Ba) dan benang bawah (Bb)
pada rambu.
2. Beda tinggi : selisih ketinggian antara suatu titik dengan titik yang lain.

IV.2 Alat alat yang perlu digunakan

1. Waterpass beserta statifnya


2. Rambu ukur (Baak)
3. Rambu pancang (yalon)
4. Unting unting
5. Pita ukur
IV.2.1 Pelaksanaan Praktikum
1. Menentukan titik-titik waterpassing secara memanjang
Tiap rombongan melakukan pengukuran di sepanjang jalan yang terdapat di dalam
lingkungan kampus Universitas Islam Indonesia. Pemasangan patok dilakukan pada
jarak 25 – 50 m (diukur pulang pergi).

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 1


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 5
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 4
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

Slag 2
Slag 1 b2 m21
b1 m1

Bidang Referensi

D
D

Gambar 4. 1 Ilustrasi slag pada waterpassing

2. Untuk dapat mengetahui tingkat ketelitian waterpassing, waterpasing dilakukan pergi


pulang. Pengukuran pulang harus melalui titik yang sama untuk mendapatkan nilai
rata-rata beda tinggi dan jarak antara dua titik.

Gambar 4. 2 Ilustrasi pngukuran pergi-pulang

3. Total slag yang dilakukan dalam satu hari disebut 1 seksi. Sedangkan total panjang
seksi yang diukur disebut satu trayek.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 2


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 5
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 4
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

Gambar 4. 3 Ilustrasi slag dan seksi

4. Bila beda tinggi tiap slag ∆h 1, ∆h2,….dan seterusnya sampai kembali ke 0 (starting
point) kesalahan penutup waterpasing ∑ ∆ h = fh
Ketelitian order – I, fh = + 4 mm √D
order – II, fh = + 7 mm √D
order – III, fh = + 10 mm √D
IV.2.2 Perhitungan Data
1. Pengukuran sifat datar memanjang
2. Menghitung perbedaan tinggi (elevasi) antara rambu depan dan belakang
3. Menghitung jarak antara titik dengan menggunakan rumus
D=100 { ( Ba belakang−Bbbelakang ) + ( Ba depan−Bbdepan ) }
4.
5. Menghitung elevasi sementara dengan menggunakan rumus
6. El.sementara = El.awal + beda tinggi
7. Menghitung tingkat ketelitian (koreksi)menggunakan rumus
jarak antar titik
Koreksi=
jarak keseluruhan
(−∑ Δh )
8. Menghitung Elevasi tetap menggunakan rumus
Elevasi tetap = El.sementara + Koreksi

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 3


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 5
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 4
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

9. Pengukuran sifat datar melintang


a. Menghitung nilai benang tengah (Bt) dengan menggunakan rumus
Benang atas(Ba )+Benang Bawah (Bb )
Benang tengah ( Bt )=
2
b. Menghitung nilai titik ikat dengan menggunakan rumus;
Titik Ikat = Bttitik utama – Btitik awal penyebaran
c. Menghitung elevasi dengan menggunakan rumus;
Elevasi= elevasi utama + titik ikat
Perhitungan kesalahan beda tinggi (fh) = ∑hpergi-∑hpulang
D1−2
rerata
kΔh 1−2 = fh
Koreksi beda tinggi untuk setiap slag = ∑ D rerata
Perhitungan beda tinggi antara dua slag dapat dilakukan dengan menggunakan
metode berikut ini.
1) Metode 1
h1 = ditentukan
h2 = h1+h1-2+kh1-2
h3 = h2+h2-3+kh2-3
………..
hn = hn-1+h(n-1)-n+kh(n-1)-n
2) Metode 2
h1 = ditentukan
h2 = h1+h1-2+kh1-2
h3 = h1+h1-3+kh1-3
………..
hn = h1+h1-n+kh1-n
IV.1.1 Sumber kesalahan waterpasing dan cara mengeliminirnya
Sumber kesalahan waterpassing dapat disebabkan oleh tiga hal berikut ini.
1. Kesalahan karena faktor pengamat (human error)
a. Kesalahan pembacaan rambu
b. Kesalahan pencatatan.
Kesalahan di atas dapat dihindari dengan :
a. Pengukur harus sehat fisik dan mental
b. Pengukur harus terlatih dan menguasai penggunaan peralatan yang dipakai
2. Kesalahan karena alat
a. Kesalahan titik 0 (Nol) pada rambu ukur
Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan jalan menempatkan baak bergantian dari
baak belakang menjadi baak muka.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 4


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 5
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 4
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

b. Kesalahan karena kurang tegaknya rambu ukur (Baak)


Kesalahan ini dapat dihindari dengan memasang nivo kotak pada baak.
c. Kesalahan karena garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo (garis bidik tidak
horizontal).
Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan cara meletakkan kedudukan waterpass
pada jarak yang sama dari baak muka dan baak belakang.
3. Kesalahan karena faktor alam/lingkungan
a. Kesalahan karena kelengkungan bentuk bumi
Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan cara meletakkan kedudukan waterpass
pada jarak yang sama dari baak muka dan baak belakang.
b. Kesalahan karena refraksi cahaya dan undulasi (pergerakan udara akibat
peningkatan temperatur)
Kesalahan ini dapat dihindari dengan menggunakan waktu yang efektif, misalnya
bila cuaca panas sekali dan menyebabkan undulasi (getaran cahaya) pengukuran
dihentikan memilih saat yang baik yaitu pada pagi hari mulai dari pukul 06.00 –
10.00 atau sore hari 14.00 – 17.00.
IV.2.3 Referensi ketinggian
Referensi ketinggian waterpassing untuk praktikum dapat diambil elevasi lokal
dengan memberi angka ketinggian tertentu pada titik awal pengukuran (starting point).
Usahakan starting point pada patok harus kuat, aman atau pada bangunan permanen, hal ini
berguna untuk memudahkan checking pengukuran bila terdapat kesalahan atau keragu-
raguan pemberian ketinggian pada starting point. Penentuan elevasi titik awal
dipertimbangkan agar ketinggian – ketinggian yang lain tidak mempunyai nilai negatif. Jadi
diperkirakan beda tinggi maksimum yang akan didapat dari lokasi pengukuran. Contohnya
sebagai bila beda tinggi maksimum kurang dari 10 m, starting point diberi ketinggian
+10.00 m.
Berikut ini (lihat lampiran) adalah contoh waterpasing memanjang sepanjang tanggul
saluran, diukur pergi pulang. Jarak tiap slag pergi pulang + 50 m. Jumlah beda tinggi ∑∆h =
fh merupakan kesalahan penutup yang akan dikoreksi.
IV.2.4 Contoh perhitungan
Berikut ini contoh perhitungan koreksi elevasi beda tinggi dalam satu slag.

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 5


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 5
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 4
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 6


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 5
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 4
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

Pengukuran Pergi Pengukuran Pulang Beda tinggi Elevasi


Ara Ara hrata-
Stasiun Ba (m) Bt (m) Bb (m) D Stasiun Ba (m) Bt (m) Bb (m) D hpergi hpulang khAB
h h rata
A 1.4500 1.3400 1.2300 A 1.6300 1.5200 1.4100 20.0000
I 47.0000 III 47.0000 0.1150 -0.1000 0.1075 0.0062
B 1.3500 1.2250 1.1000 B 1.5450 1.4200 1.2950
20.1013
B 1.3650 1.2500 1.1350 B 1.6800 1.5650 1.4500
II 51.0000 II 51.0000 0.2250 -0.2150 0.2200 0.0068
C 1.1650 1.0250 0.8850 C 1.4900 1.3500 1.2100
20.3145
C 1.5750 1.4400 1.3050 C 1.5000 1.3650 1.2300
III 53.0000 III 53.0000 0.1300 -0.1150 0.1225 0.0070
D 1.4400 1.3100 1.1800 D 1.3800 1.2500 1.1200 20.4300
Toal 151.0000 Total 151.0000 0.4700 -0.4300

fh = 0.5(hfpergi+fhpulang) = 0.02

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 7


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 5
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 4
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

IV.2.5 Waterpassing tertutup


Waterpassing tertutup dilakukan untuk mengukur beda tinggi suatu areal yang
bentuknya tidak memanjang misalnya untuk pembangunan gedung. Pada pengukuran ini
karena titik akhir pengukuran kembali ke titik awal pengukuran, maka tidak dilakukan
pengukuran pergi–pulang. Kesalahan penutup beda tinggi didapatkan dengan cara
menjumlahkan semua hasil ukuran beda tinggi dari masing masing slag.
2

D2
D1
3
2
∆h12 ∆h23 3
1

∆h51 ∆h3
D5 44 D3
1 4
∆h45
5 4
D4
5
Gambar 4. 4 Ilustrasi waterpassing tertutup

∑ ∆h = fh
Koreksi beda tinggi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini

d
Δh= fh
∑d .
Contoh :
D12
k . Δh12= fh
∑D
D 23
k . Δh23= fh
∑D
Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 8
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 5
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 4
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

…..
d ( n−1 ) n
k . Δh( n−1 ) n= fh
∑d
IV.2.6 Waterpassing melintang
Untuk keperluan tertentu, misalnya untuk perencanan saluran dan jalan, waterpassing
memanjang biasanya diikuti dengan pengukuran penampang melintang (cross section).
Pengambilan detail minimum 7 (tujuh) titik.

2 6
7
1

3 4 5

1 3 4 7

2 5 6

Gambar 4. 5 Titik-titik waterpassing melintang


Bentang pengambilan disesuaikan dengan keperluan. Untuk memudahkan
penggambaran dan perhitungannya maka formulir waterpassing melintang dipisahkan dari
formulir waterpassing memanjang. Penampang melintang yang letak detailnya tidak segaris
lurus dengan arah pengamatan, jaraknya diukur secara langsung.

Gambar 4. 6 Tampak atas waterpassing melintang

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 9


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 5
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 4
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

Gambar 4. 7 Waterpassing melintang pada titik rambu (kiri) dan waterpassing


melintang pada posisi alat (kanan)
IV.2.7 Cara penggambaran
Skala penggambaran disesuaikan dengan maksud dan tujuan pengukuran..
1. Penampang memanjang
Skala disesuaikan dengan panjang pengukuran atau jalur yang diukur. Pada praktikum
ini skala horizontal 1:1000, sedangkan jarak antar slag (antar rambu) dibuat antara 25 –
50 meter. Skala vertikal biasanya menggunakan skala yang lebih besar misalnya 1:100.
Penampang memanjang dibuat searah dengan jalannya pengukuran. Untuk saluran
dipandang kearah hilir, sedangkan pada jalan dipandang dari awal pengukuran kearah
yang dituju.
Berikut adalah contoh penggambarannya.

Gambar 4. 8 Penggambaran penampang memanjang dan melintang hasil pengukuran


beda tinggi

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 10


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 5
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 4
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

Catatan:
a. Ke kanan adalah ke hilir untuk saluran
b. Ke kanan adalah searah jalan yang dituju untuk rencana jalan raya
c. Penampang memanjang utama pada saluran adalah yang melalui dasar terdalam
saluran yang bersangkutan
Penampang memanjang utama pada jalan adalah yang melalui tengah jalan (Create
Line).
2. Penampang melintang
615.00
Penampang melintang dibuat pada setiap posisi rambu. Pengambilan titik detail
disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pada prinsipnya titik detail diambil pada titik
yang memiliki beda tinggi yang signifikan. Pada penggambaran penampang melintang
menggunakan skala horizontal 1:100 dan skala vertical 1:50.
610.00

605.00

bidang persamaan
reference level

+600.00 m
ELEVASI T ANAH ASLI (m)
ORIGINAL GROUND LEVEL

JARAK / DISTANCE (m)

STA.4+700
Gambar 4. 9 Penggambaran penampang melintang hasil pengukuran beda tinggi

Versi : 2019 Revisi : 3 Halaman 11


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 6
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 5
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

BAB V
POLIGON TERTUTUP

V.1 Tujuan Praktikum

Poligon tertutup adalah serangkaian titik yang dihubungkan dengan garis lurus yang
membentuk suatu bidang dimana titik awal dan titik akhir mempunyai koordinat yang
sama.
Parameter-parameter penting dalam praktikum poligon tertutup :
1. Azimuth : Sudut horizontal yang diukur dari arah utara sebagai 0 searah dengan
putaran jarum jam. Pengukuran azimuth ini dilakukan untuk kontrol arah dan
menghitung koordinat titik-titik poligon.
2. Jarak Optis : Jarak horizontal antara titik satu dengan titik yang lain dalam rangkaian
poligon tertutup. Jarak optis diperoleh dari pembacaan benang atas dan benang bawah
pada rambu dengan menggunakan alat ukur theodolit.
3. Beda tinggi : Selisih ketinggian antara antara dua titik yang diukur.
4. Heling : Sudut vertikal antara garis bidik teropong dengan arah horizontal (pada
viewfinder arah horizontal ditunjukkan dengan pembacaan 90° atau 270°).

Z Z
h+ h+
270° 90°
h- h-

Z Z

Gambar 5. 1 Heling
5. Koordinat titik : letak suatu titik pada poligon yang diproyeksikan pada bidang datar
dalam koordinat cartesius (x,y).
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 6
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 5
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

V.2 Alat-Alat yang Digunakan

Dalam praktikum poligon tertutup ini, alat-alat yang diperlukan antara lain berikut
ini.
1. Theodolit beserta statif 1 buah
2. Rambu ukur 2 buah
3. Pita ukur 1 buah
4. Kompas 1 buah
5. Palu/martil 1 buah
6. Payung alat 1 buah
7. Patok dari kayu reng dengan panjang 30 cm
8. Formulir poligon secukupnya.

V.3 Pelaksanaan Praktikum

1. Menentukan titik-titik poligon di lapangan (minimal 3 titik).


2. Mendirikan statif di titik I dan letakkan theodolith diatasnya, kemudian lakukan setting
alat.
3. Dirikan rambu ukur di titik-titik poligon lain yang telah ditentukan tempatnya.
4. Setelah theodolith siap digunakan, arahkan teropongnya ke rambu ukur (pastikan
rambu ukur berdiri vertikal dan dapat terlihat oleh theodolith), kemudian kunci sekrup
horizontal.
5. Lakukan pembacaan benang atas dan benang bawah dengan mengamati pada teropong,
pembacaan sudut vertikal dan sudut horizontal (pembacaan biasa dan luar biasa).
Masukkan data pembacaan ke dalam formulir pencatatan data poligon.
6. Tentukan letak titik –titik penyebaran di sekitar titik utama dengan sudut mulai dari 0,
45, 90, 135, 180, 225, 270, 315, sampai 360 dengan jumlah titik pada tiap arah
sudut adalah sebanyak 3 titik.
7. Lakukan pembacaan benang atas dan benang bawah pada tiap titik-titik penyebaran
dengan mengamati pada teropong, pembacaan sudut vertikal dan sudut horizontal
dilakukan dengan pembacaan biasa (B) dan luar biasa (LB). Masukkan data pembacaan
ke dalam formulir pencatatan data poligon.
8. Pindahkan theodolith ke titik utama poligon yang lain kemudian ulangi lagi langkah 2
sampai langkah 7.
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 6
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 5
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

V.4 Perhitungan Data

Berikut ini tahapan perhitungan data-data poligon tertutup.


1. Sudut dalam polygon diperoleh dari selisih pembacaan ke dua titik polygon yang
diamati.
2. Menghitung nilai rata-rata sudut dalam (φ) tiap titik poligon dari hasil pengukuran
biasa (B) dan luar biasa (LB) kemudian menjumlahkan semua sudut dalam

∑ ϕ=180 ( n−2 ) . Jika ∑ ϕ≠180 ( n−2 ) berarti ada kesalahan sudut dalam sebesar
fφ. Dengan n adalah banyaknya titik polygon.

Gambar 5. 2 (a) Poligon tertutup searah jarum jam (b) Poligon tertutup berlawanan
arah jarum jam
3. Nilai koreksi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.
∑ ϕ r erara−( n−2 ) 180 °
koreksi=
n .
Koreksi memiliki tanda yang berlawanan dengan kesalahan (fφ).
4. Sudut dalam terkoreksi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini

ϕ terkoreksi=ϕpengukuran +koreksi
5. Menghitung azimuth sisi-sisi polygon. Nilai α12 diukur di lapangan dengan bantuan
kompas.Azimut titik yang lain dapat dihitung dari azimuth awal (α 12) dengan
menggunakan persamaan berikut.
α 23=α 12+180 °−ϕ2 terkoreksi
α 31=α 23+180 °−ϕ3 terkoreksi
6. Menghitung jarak optis poligon dengan rumus :
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 6
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 5
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

2
D=100( Ba −Bb )cos h
Dengan
D = Jarak alat ke rambu ukur
100 = Konstanta alat
Ba = Pembacaan benang atas rambu ukur
Bb = Pembacaan benang bawah rambu ukur
Z = Pembacaan sudut vertikal
h = Heling (90-Z atau Z-270)
7. Menghitung nilai beda tinggi dengan rumus berikut ini.
Δh=t i +D tanh−B t
Dengan
ti = tinggi instrument
D = jarak optis
H = heling
Ba + Bb
Bt = pembacaan benang tengah ( 2 )

8. Menghitung jumlah beda tinggi ketiga titik ∑ Δh dengan ∑ Δh =0. Jika

∑ Δh≠0 berarti ada kesalahan pengukuran beda tinggi (fh) sehingga harus
dilakukan koreksi.
9. Nilai koreksi beda tinggi untuk setiap titik dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut ini.
D12 . fh
rerata
koreksi Δh12=
∑ Drerata
dengan
fh = - h
10. Jumlahkan nilai koreksi dengan h untuk mendapatkan h terkoreksi.
11. Jumlahkan nilai h terkoreksi dengan elevasi awal.
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 6
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 5
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

12. Menghitung selisih koordinat setiap titik pada arah x ( D sin α ) dan selisih koordinat
setiap titik pada arah y ( D cos α ).

D23cos23
D12cos12
3
D13cos13
1

D12sin12 D23sin23
D13sin13

Gambar 5. 3 Koordinat X dan Y

13. Jika ∑ D sin α≠0 berarti ada kesalahan pada arah x yang nilainya dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan berikut fx=∑ D sin α . Jika ∑ D cosα≠0


berarti ada kesalahan pada arah y yang nilainya dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut fy=∑ D cos α . Koreksi dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan di bawah ini.
D12 (fx )
koreksi Δx 12 =
∑D
D 12 (fy )
koreksi Δy12=
∑D
Dengan :
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 6
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 5
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

D sin α = x
D cos = y
14. Nilai D sin α terkoreksi dan D cos α terkoreksi didapat dengan menjumlahkan

nilai D sin α dengan


koreksi Δx12 dan D cos α dengan koreksi Δy 12 .
15. Menghitung koordinat titik 2 dan titik 3 dari koordinat titik 1 dengan persamaan
berikut ini.
x 1=ditentukan
x 2=x 1 + Δx12+ kΔx12
x 3=x 2 + Δx23 +kΔx 23
x 1=x 3 + Δx31+ kΔx31
Untuk koordinat y dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang analoginya
sama dengan persamaan di atas.

V.5 Penggambaran

Penggambaran dilaksanakan setelah koordinat titik-titik polygon diperoleh dari


perhitungan sebelumnya.
1. Penggambaran Titik Poligon
a. Titik-titik poligon diplotkan dengan memasukkan koordinat yang telah didapat
dari hitungan.
b. Jarak antara titik –titik polygon pada gambar harus sesuai dengan hasil
perhitungan jarak optis.
2. Penggambaran Titik Detail
Titik detail digambarkan dengan metode extrapolasi kutub.
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 6
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 5
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

u
B

102,83 102,83

 
A A
I II
Gambar 5. 4 Penggambaran titik detail
Pada cara pertama titik detail (ketinggian 102,83) ditentukan berdasarkan arah
utara dengan azimuth sebesar  dan jarak D. Pada cara kedua, digambarkan dengan
sudut dalam φ dan jarak D. A dan B adalah titik-titik poligon, sedang tempat
kedudukan alat di A. Detail yang dimaksud merupakan titik dari angka ketinggian.
3. Penggambaran Garis Tinggi (kontur)
a. Setelah titik-titik detail diplotkan, garis tinggi atau kontur dapat digambar dengan
interpolasi linear dari 2 (dua) titik detail yang sudah diplotkan ketinggiannya.

P K Q
114.21 115 115.34

115.34
115 Q
K
hPQ
114.21 P
X1
X

Gambar 5. 5 Interpolasi elevasi


b. Titik P dan Q adalah titik detail yang diukur ketinggiannya. Untuk menentukan
posisi titik yang mempunyai ketinggian 115.00 dilakukan dengan interpolasi
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 6
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 5
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

linear. Jika dihitung dari P maka posisi titik K dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut.
Y 1 =el. K −el. P=115 .00−114. 21=0. 79
Y =el. Q−el . P=115. 34−114. 21=1 .13
Y 1 X1
=
Y X
0 .79 X 1
=
1. 13 X
0 .79 X
X 1=
1. 13
Dengan
X = adalah jarak optis hasil pengukuran antara titik P dan titik Q
c. Penggambaran kontur tidak boleh menabrak garis kontur yang lain.
d. Garis kontur dibuat pada kelipatan interval kontur. Pada praktikum ini interval
kontur diambil 0,1 m atau 0,2 m tergantung pada kondisi medan. Jika medannya
datar digunakan interval kontur yang kecil (0,1 m) dan jika medan mempunyai
perbedaan elevasi yang besar digunakan interval kontur besar (0,5 m ).
1) Yang harus diperhatikan adalah pola (pattern) garis tinggi dari lapangan yang
bersangkutan misalnya :
2) Tipe monoton naik atau turun
3) Tipe dome (kubah)
4) Tipe sungai
5) Tipe drainase dan jalan
6) Tipe cekungan misalnya telaga, dan lain-lain.
4. Skala Peta
Pada penggambaran peta skala dapat dinyatakan dengan angka (skala numeris)
misalnya 1:100, 1:500, 1:1000 dan seterusnya. Tetapi juga dapat dinyatakan dengan
garis (skala garis). Untuk lebih memudahkan membaca peta biasanya dibuat gabungan
skala numeris dengan garis.
Contoh :

0 5 10 cm

0 50 100 m

Jadi disini tiap bagian (1 cm) menyatakan sama dengan 10 m.


Gambar 5. 6 Skala
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 6
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 5
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 11
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2019

11
145 0

11
5

140

120
145
135 160

135
1 135
1 30
120 25 150 150
140
115 145

125
140
110

130
2000 2500 3000 3500 4000

Gambar 5. 7 Contoh gambar kontur salah 120


135
125

110
130

2000 2500 3000 3500 4000

ukuran dalam meter

Gambar 5. 8 Contoh gambar kontur benar


 FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 12
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 8
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 19
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2015

BAB VI
SETTING OUT BANGUNAN

VI.1 Tujuan Praktikum

1. Setting out bangunan adalah menempatkan titik-titik yang sudah ditentukan di peta
situasi atau desain bangunan di lapangan.
2. Praktikum ini bertujuan untuk menempatkan titik-titik pondasi dari gambar desain
bangunan ke lapangan (area yang akan dibangun).
3. Parameter – parameter penting dalam praktikum setting out bangunan adalah:
a. Jarak pada gambar desain bangunan: jarak antara pondasi satu dengan yang lain
serta jarak pondasi dengan benchmark (biasanya dari titik patok bumi)
b. Besarnya sudut gambar desain bangunan : sudut yang terbentuk dari benchmark
terhadap titik pondasi

VI.2 Alat alat yang perlu digunakan

1. Theodolite beserta statifnya


2. Rambu ukur (baak)
3. Rambu pancang (yalon)
4. Unting unting
5. Pita ukur

VI.3 Pelaksanaan Praktikum

1. Sebelum ke lapangan:
a. Menentukan benchmark pada peta situasi misal dua titik patok bumi yang diberi
nama titik P dan Q. Di titik P ini akan dipasang alat theodolit untuk mengukur
titik-titik pondasi yang diberi nama titik A-B-C-D. Titik Q dipakai sebagai titik
referensi arah.
 FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 12
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 8
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 19
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2015

titik patok bumi

titik pondasi titik pondasi


A B

titik pondasi titik pondasi

D C

titik patok bumi dan titik theodolit


P

jalan raya

Gambar 6. 1 Titik patok bumi P dan Q


 FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 12
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 8
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 19
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2015

titik patok bumi


Q
3.00
titik pondasi titik pondasi

A B

59° 8.25

41°
3.00

6.69 titik pondasi titik pondasi


36°
21° C D

4.03

6.29

titik patok bumi dan titik theodolit


P

jalan raya

Gambar 6. 2 Pengukuran jarak dan sudut pada gambar


b. Cari jarak antara titik-titik pondasi terhadap titik P dan cari sudut antara titik-titik
pondasi yang dihitung dari P terhadap arah P-Q.
c. Selain dengan menggunakan sudut dari dua titik patok bumi setting out dapat
dilakukan dengan beberapa patok bantuan agar menciptakan sudut setting out
90°00`00``, sehingga kesalahan penggunaan sudut horizontal lebih kecil. Adapaun
contoh pemakaian metode ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini
 FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 12
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 8
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 19
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2015

Gambar 6. 3 Titik patok bumi X dan Y

Gambar 6. 4 Pengukuran jarak dan sudut pada gambar

2. Di lapangan
 FM-UII-AA-FKA-08.08/R0

MATERI/MODUL PRAKTIKUM
Fakultas : FTSP Pertemuan ke : 12
Prodi : Teknik Sipil Modul ke : 8
Kode MK : 5 1 1 1 2 1 0 6 Jumlah Hal : 19
Nama MK : Pemetaan dan GIS (+Pr) Tanggal berlaku : 7 September 2015

Setting alat theodolite di titik P sesuai dengan persyaratan yaitu sumbu 1


vertikal dan teropong diarahkan pada pembacaan 90°00`00`` (posisi teropong
horizontal) lalu dikunci dan sudut horisontal 0°00`00`` diarahkan ke titik Q.
Contoh aplikasi di lapangan sebagai berikut di bawah ini.
a. Buat sudut horizontal 21° dengan alat theodolite.
b. Salah satu praktikan memegang yalon untuk menandai arah sudut 21° dengan
mengikuti arahan praktikan yang mengoperasikan theodolit.
c. Ukur jarak dari titik P ke pondasi (titik A) sepanjang 7 meter dengan menggunakan
pita ukur.
d. Cek jarak P-A dengan menggunakan alat theodolit (jarak optis)
e. Lakukan cara tersebut di atas untuk menentukan titik B-C-D
f. Apabila keempat titik tersebut sudah dibuat kemudian cek keakuratan dengan cara
mengukur jarak horizontal A-B dengan meteran, apakah sesuai dengan jarak di
gambar desain yaitu 3 meter. Lakukan cara tersebut untuk titik titik yang lain.
Setting alat menggunakan metode kedua di lapangan antara lain sebagai berikut.
a. Setting alat theodolite di titik X dan di nol set ke titik Y.
b. Buat sudut 90°00`00`` dengan alat theodolite
c. Salah satu praktikan memegang yalon untuk menandai arah sudut 90°00`00``
dengan mengikuti arahan praktikan yang mengoperasikan theodolit.
d. Ukur jarak dari titik X ke garis AS G sepanjang 27,825 m dengan menggunakan
pita meter.
e. Setting alat theodolite di titik di garis AS G, lalu di nol set ke titik X.
f. Buat sudut 90°00`00`` dengan alat theodolite.
g. Ukur jarak dari titik P ke pondasi di AS G pada gambar sepanjang 5.75 meter
dengan menggunakan pita ukur.
h. Ulangi cara di atas untuk mencari titik fondasi di lapangan sesuai dengan gambar
kerja yang sudah ada.

VI.4 Kesalahan Umum yang terjadi pada saat setting out bangunan

1. Arah sudut horisontal 0°00`00`` tidak diarahkan ke titik Q tetapi diarahkan ke utara.
2. Sudut vertikal tidak dikunci sehingga teropong bisa bergerak ke atas dan ke bawah.

Anda mungkin juga menyukai