DISUSUN OLEH:
1.2. Tujuan
Udara dibedakan menjadi udara emisi dan udara ambien. Udara emisi yaitu
udara yang dikeluarkan oleh sumber emisi seperti knalpot kendaraan bermotor dan
cerobong gas buang industri. Sedangkan udara ambien adalah udara bebas di
permukaan bumi yang sehari-hari dihirup oleh makhluk hidup (PP No.41, 1999).
Untuk mendapatkan udara ambien yang berkualitas baik perlu dilakukan
pengendalian pencemaran udara. Pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan
salah satunya dengan memantau atau mengukur kualitas udara, baik udara ambien
ataupun udara emisi. Pengukuran kualitas udara ambien dilakukan di kawasan
perumahan, kawasan industri, dan kawasan padat lalu lintas dimana di kawasan-
kawasan tersebut banyak terjadi kegiatan manusia. pengukuran kualitas udara ambien
juga dilakukan terhadap zat-zat yang dapat menjadi polutan seperti SO 2, NO2, CO,
dan HC.
Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau
komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Perlindungan mutu udara ambien
adalah upaya yang dilakukan agar udara ambien dapat memenuhi fungsi sebagaimana
mestinya (PP No. 41, 1999). Baku mutu udara ambien nasional ditetapkan sebagai
batas maksimum mutu udara ambien. Adapun beberapa baku mutu udara ambien
nasioanl menurut PP No.41 th 1999, adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1. Baku Mutu Udara Ambien Nasional (PP No.41 th 1999).
High Volume Air Sampler (HVAS) adalah alat pengambil sampel partikulat di
udara ambien yang memiliki prinsip kerja dengan sistem vakum dengan menarik
udara lingkungan sekitar melalui inlet dengan ukuran variatif (Budiarto, 2014). High
Volume Air Sampler (HVAS) mempunyai prinsip kerja dimana udara yang
mengandung partikulat dihisap mengalir melalui kertas filter dengan menggunakan
motor putaran kecepatan tinggi dimana partikulat menempel pada kertas filter yang
nantinya akan diukur konsentrasinya dengan cara kertas filter tersebut ditimbang
sebelum dan sesudah sampling disamping itu juga dicatat flowrate dan waktu
lamanya sampling sehingga didapat konsentrasi partikulat tersebut (Soedomo, 1999).
Kadar debu pada udara ambien dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, suhu,
kelembaban, arah angin, dan kecepatan angin. Pergerakan angin berjalan dari udara
bertekanan tinggi ke tekanan rendah, semakin kuat kecepatan angin maka polutan di
udara ambien akan semakin sedikit dan sebaliknya. Arah angin menentukan lokasi
persebaran polutan (Ulfah, 2017).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah disiapkan dan diperiksa
semua peralatan yang diperlukan. Lalu, dipastikan semua peralatan dalam konsisi
baik dan siap digunakan. Kemudian, disiapkan dua lembar kertas filter di dalam
desikator minimal 24 jam sebelum digunakan. Kertas filter dapat digunakan jika telah
menunjukkan massa awal (Wi) yang konstan. Lalu, diambil kedua kertas filter kering
tersebut dengan pinset dan ditimbang massanya sebagai Wi (filter yang akan dipasang
pada alat) dan Bi (filter sebagai blanko). *Jangan sentuh kertas filter dengan
tangan untuk mencegah kontaminasi. Selanjutnya, dipasang satu kertas filter (Wi)
di bagian holder/input udara pada portable HVAS. Satu kertas filter lainnya (filter
blanko, B) diletakkan di tempat yang aman di sekitar HVAS. Kemudian, diatur
ketinggian HVAS setinggi pernafasan manusia secara umum (±150 cm). Lalu,
diarahkan bagian ujung HVAS ke titik yang diduga menjadi sumber pencemar.
Selanjutnya, diatur sumber listrik dengan kabel rol. Kemudian, dihubungkan sumber
daya HVAS ke kabel rol. Selanjutnya, dipastikan keamanan sumber listrik dan
perkabelan. Lalu, dinyalakan HVAS pada posisi on selama 24 jam (aktual
secukupnya 30 menit/1 jam saja) dan diatur laju aliran udara penghisap, catat waktu
real operasional, dan dijalankan HVAS. Setelah selesai proses penghisapan oleh
HVAS, diambil kertas filter dari holder menggunakan pinset secara hati-hati.
Berikutnya, ditimbang massa kertas filter setelah penghisapan (W f) dan kertas blanko
setelah pengukuran di lapangan (Bf). Kemudian dihitung konsentrasi debu hasil
pemantauan (Persamaan 1). diulangi langkah-langkah sebelumnya dengan menaikkan
lama waktu sampling (minimal 3 nilai) dengan nilai laju aliran udara tetap, kemudian
kembali dilakukan pengukuran *(Langkah ini dilakukan dengan dua nilai waktu
sampling (30 menit, 1 jam) karena keterbatasan waktu). Terakhir, diulangi
langkah sebelumnya dengan cara yang sama pada lokasi yang berbeda (minimal 2
titik lokasi sampling).
Langkah yang dilakukan dalam analisis data adalah dihitung data hasil
pengukuran konsentrasi debu di semua lokasi pada tiap interval waktu yang berbeda.
Kemudian dianalisis perbandingan konsentrasi debu dari dua tempat dan interval
waktu yang berbeda. Lalu, dianalisis kelayakan status mutu udara dari hasil
pengukuran tersebut berdasarkan baku mutu yang berlaku. Selanjutnya, diberikan
penjelasan dan analisis visual dari hasil konsentrasi debu yang didapatkan. Apabila
hasil pemantauan disimulasikan sebagai PM10, ditentukan air quality index hasil
pemantauan tersebut (disertakan dengan perhitungan).
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil yang didapatkan HVAS pada ruangan indoor (Lab TLBP UGM) adalah
senilai 0,03 mg/m3 pada waktu 30 menit pertama dan ah senilai 0,004 mg/m 3 pada 30
menit kedua. Kenaikan nilai yang dihasilkan HVAS disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu waktu, suhu, dan arah angin yang terjadi pada saat sampling (Wedding et al.,
1977).
Lebih lanjut, Perbedaan ini disebabkan karena adanya kegiatan yang variatif
di sekitar titik pengambilan. Seperti contoh partikulat ambien, seperti perubahan arah
angin dan kecepatan angin yang berhembus di sekitar titik sampling (Saidal and Mar,
2020).
AQI yang didapatkan pada ruangan indoor (Lab TLBP UGM) adalah pada
sampling 30 menit adalah senilai 0,0027 dan sampling 60 menit senilai 0,0037. Hal
tersebut menandakan bahwa kedua kondisi tersebut termasuk ke dalam kategori baik
(good). Secara visual, baik indoor maupun outdoor kondisi udara yang terdapat di
kedua kondisi tersebut terlihat normal.
Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) juga merupakan masalah
yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Untuk menekan polutan di udara dalam ruangan salah satunya dengan meletakkan
tanaman yang dapat mengurangi polutan, karena selain berfungsi sebagai tanaman
hias juga memiliki nilai estetika. Salah satu tanaman hias yang sering diletakkan di
ruangan adalah sirih gading atau golden pothos atau devil’s ivy (Putrianingsih and
Dewi, 2019).
Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk mencegah polusi udara dalam
ruangan diantaranya adalah menjaga kondisi lingkungan dalam ruangan dan kamar
agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan virus dan bakteri dengan cara
memfungsikan ventilasi sebagaimana mestinya dengan membuka jendela di pagi hari.
Rumah atau kamar yang luas tanpa sirkulasi udara yang baik tetap akan menjadi
tempat berkembang biak virus dan bakteri (Fahimah et al., 2014).
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kondisi parameter fisik lingkungan pada ruangan lab TLBP UGM yaitu
suhu 28,5oC, intensitas cahaya 164 lux, kecepatan angin 0 m/s dan
kelembaban 62,25%.
2. Hasil HVAS yang didapatkan pada sampling 30 menit adalah senilai
0,003 mg/m3 dan pada sampling 60 menit adalah senilai 0,004 mg/m3.
3. Penurunan yang dihasilkan HVAS tersebut pada ruangan indoor (Lab
TLBP UGM) disebabkan oleh beberapa faktor yaitu waktu, suhu, dan arah
angin yang terjadi pada saat sampling.
4. Air Quality Index (AQI) yang dihasilkan pada indoor maupun outdoor
masuk ke dalam kategori baik (good).
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. (2017). SNI 7119-3:2017. Udara Ambien - Bagian 3:
Cara Uji Partikel Tersuspensi Total Menggunakan Peralatan High Volume
Air Sampler (HVAS) dengan Metode Gravimetri.
Budiarto, A., 2014. Modifikasi Peralatan Sampling Hvas Portabel Untuk Analisis
Total Partikulat Di Udara Ambien. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan
Pencemaran Industri, 5(1), pp.15-20.
Chithra, V.S. and Nagendra, S.S., 2013. Chemical and morphological characteristics
of indoor and outdoor particulate matter in an urban
environment. Atmospheric Environment, 77, pp.579-587.
Fahimah, R., Kusumowardani, E., Susanna, D., Lingkungan, K., Masyarakat, F. and
Indonesia, U., 2014. Kualitas Udara Rumah dengan Kejadian Pneumonia
Anak Bawah Lima Tahun (di Puskesmas Cimahi Selatan dan Leuwi Gajah
Kota Cimahi). Makara J. Health, 18(1), pp.25-33.
Fardiaz, S. (1992). Polusi air dan udara. Kanisius.
Putrianingsih, Y. and Dewi, Y.S., 2019. Pengaruh tanaman sirih gading (Epipremnum
aureum) terhadap polutan udara dalam ruangan. Jurnal TechLINK Vol, 3(1).
Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara. Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 86.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Saidal Siburian, M.M. and Mar, M., 2020. Pencemaran Udara dan Emisi Gas Rumah
Kaca. Kreasi Cendekia Pustaka.
Sakti, E.S., 2012. Tinjauan Tentang Kualitas Udara Ambien (NO2, SO2, Total
Suspended Particulate) terhadap Kejadian ISPA di Kota Bekasi Tahun 2004-
2011. Universitas Indonesia.
Soedomo, Moestikahadi. 1999. Pencemaran Udara. Bandung: ITB Press.
Ulfah, R., 2017. Kualitas Debu pada Udara Ambien dan Keluhan Kesehatan
Masyarakat di Kawasan Industri Peleburan Aluminium (Studi di Dusun
Kedungsari Desa Kendalsari Kabupaten Jombang).
Wardhana, W.A., 2007. Dampak Pencemaran Lingkungan di Yogyakarta.
Wedding, J.B., McFarland, A.R. and Cermak, J.E., 1977. Large particle collection
characteristics of ambient aerosol samplers. Environmental Science &
Technology, 11(4), pp.387-390.
Wu, W., Jin, Y. and Carlsten, C., 2018. Inflammatory health effects of indoor and
outdoor particulate matter. Journal of Allergy and Clinical
Immunology, 141(3), pp.833-844.
LAMPIRAN
REVIEW JURNAL
Sari, I.R.J., Fatkhurrahman, J.A. and Andriani, Y., 2019. Pola sebaran polutan PM
2.5 dan PM 10 harian terhadap faktor suhu dan kelembaban. Prosiding SNST
Fakultas Teknik, 1(1).