Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN POLUSI UDARA


(PTA 6)
ACARA I & II
PENGUKURAN KONSENTRASI DEBU DI UDARA AMBIEN
MENGGUNAKAN HIGH VOLUME AIR SAMPLER DAN TEKNIS
PENENTUAN TITIK SAMPLING, PENGAMBILAN SAMPEL UDARA
AMBIEN, DAN REKAM DATA METEOROLOGIS

DISUSUN OLEH:

NAMA : Rakha Haykal Alfaridzi


NIM : 19/446812/TP/12615
KEL :1
CO. ASS : Ahmad Yumroni

LABORATORIUM TEKNIK LINGKUNGAN DAN BANGUNAN


PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara
ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya. Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan
dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.
Perlindungan mutu udara ambien adalah upaya yang dilakukan agar udara ambien
dapat memenuhi fungsi sebagaimana mestinya.
Kondisi kualitas udara mengalami penurunan akibat pengaruh zat atau partikel
pencemar disebut dengan pencemaran udara. Asap, debu atau partikulat (TSP), dan
gas adalah jenis-jenis pencemar udara. Khusus di perkotaan, emisi kendaraan
berkontribusi besar dalam mencemari udara. Partikel udara dengan diameter yang
sangat kecil (< 1μm) seperti debu, asap, dan uap disebut dengan Total Suspended
Particulate (TSP). TSP diemisikan dari banyaknya sumber, yaitu kegiatan konstruksi,
pembangkit listrik, insinerasi dan kendaraan. Aktivitas manusia juga merupakan
sumber TSP yang sebagian besar berasal dari pembakaran, seperti pembakaran hutan.
Proses industri dan gas buang dari transportasi juga merupakan sumber TSP akibat
dari perbuatan manusia.
Pencemaran oleh TSP dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernafasan
hingga menyebabkan pneumokoniosis. Pneumokoniosis merupakan penyakit yang
disebabkan karena adanya endapan partikel debu di dalam paru-paru. Jika partikulat
berukuran lebih dari 5 μ dan terhirup oleh manusia, maka dapat menyebabkan iritasi
pada saluran pernafasan hingga memicu penyakit bronkitis.
High Volume Air Sampler (HVAS) digunakan untuk melakukan pengukuran
udara ambien. HVAS adalah alat yang digunakan untuk pengambilan sampel
partikulat di udara ambien dan berfungsi untuk mengambil sampel SPM (Suspend
Particulate Matter). Prinsip kerja HVAS yaitu dengan menghisap partikel debu yang
mengalir melalui kertas filter dengan menggunakan motor putaran dengan kecepatan
tinggi. Debu akan menempel pada kertas filter yang akan diukur konsentrasinya
dengan cara menimbang kertas filter tersebut sebelum sampling dan sesudah
sampling. Oleh karena itu, pemantauan kualitas udara berdasarkan parameter debu,
baik indoor maupun outdoor, penting untuk dikaji terkait dampaknya pada kesehatan
dan lingkungan.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan titik lokasi pengambilan sampel (case study titik sampling


representatif terhadap kondisi kualitas udara di sekitar area Fakultas
Teknologi Pertanian UGM dan atau Wisdom Park UGM)
2. Menggambar sketsa dan melakukan observasi terhadap kondisi sekitar di
lapangan
3. Mengetahui prosedur pengambilan sampel debu di udara ambien
berdasarkan SNI
4. Melakukan pengukuran dan analisis tingkat polusi debu di berbagai titik
lokasi*
5. Jika hasil pemantauan disimulasikan sebagai PM10, tentukan air quality
index hasil pemantauan tersebut (sertakan dengan perhitungan)
1.3. Manfaat

Manfaat yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah praktikan


mendapatkan pengetahuan tentang prosedur pengambilan sampel debu di udara
ambien, analisis tingkat polusi debu dan penentuan air quality index.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.4. Udara Ambien dan Emisi

Udara dibedakan menjadi udara emisi dan udara ambien. Udara emisi yaitu
udara yang dikeluarkan oleh sumber emisi seperti knalpot kendaraan bermotor dan
cerobong gas buang industri. Sedangkan udara ambien adalah udara bebas di
permukaan bumi yang sehari-hari dihirup oleh makhluk hidup (PP No.41, 1999).
Untuk mendapatkan udara ambien yang berkualitas baik perlu dilakukan
pengendalian pencemaran udara. Pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan
salah satunya dengan memantau atau mengukur kualitas udara, baik udara ambien
ataupun udara emisi. Pengukuran kualitas udara ambien dilakukan di kawasan
perumahan, kawasan industri, dan kawasan padat lalu lintas dimana di kawasan-
kawasan tersebut banyak terjadi kegiatan manusia. pengukuran kualitas udara ambien
juga dilakukan terhadap zat-zat yang dapat menjadi polutan seperti SO 2, NO2, CO,
dan HC.

1.5. Baku Mutu Udara Ambien Nasional

Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau
komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Perlindungan mutu udara ambien
adalah upaya yang dilakukan agar udara ambien dapat memenuhi fungsi sebagaimana
mestinya (PP No. 41, 1999). Baku mutu udara ambien nasional ditetapkan sebagai
batas maksimum mutu udara ambien. Adapun beberapa baku mutu udara ambien
nasioanl menurut PP No.41 th 1999, adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1. Baku Mutu Udara Ambien Nasional (PP No.41 th 1999).

1.6. Pencemaran Udara dan Total Suspended Particle (TSP)

Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat


asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari
keadaan normalnya. Masuknya bahan-bahan atau zat-zat asing ke dalam udara selalu
menyebabkan perubahan kualitas udara. Masuknya bahan-bahan atau zat-zat asing
tersebut tidak selalu menyebabkan pencemaran udara. Mengacu pada definisinya,
pencemaran udara baru terjadi jika masuknya bahan-bahan atau zat-zat asing tersebut
menyebabkan mutu udara turun sampai tingkat ketika kehidupan manusia, hewan dan
binatang terganggu atau lingkungan tidak berfungsi sebagai mana mestinya
(Wardhana, 2007).
Partikel udara dengan diameter yang sangat kecil (< 1μm) seperti debu, asap,
dan uap disebut dengan Total Suspended Particulate (TSP). TSP diemisikan dari
banyaknya sumber, yaitu kegiatan konstruksi, pembangkit listrik, insinerasi dan
kendaraan. Aktivitas manusia juga merupakan sumber TSP yang sebagian besar
berasal dari pembakaran, seperti pembakaran hutan. Proses industri dan gas buang
dari transportasi juga merupakan sumber TSP akibat dari perbuatan manusia (Sakti,
2012).
Partikulat diidentifikasi sebagai polutan mayoritas dalam ruangan (Chithra
and Nagendra, 2013). Berbeda dengan outdoor, sumber partikulat pada indoor lebih
bervariasi. Partikulat dalam ruangan dapat bersumber dari luar, kegiatan manusia
dalam ruangan, debu serta mikroorganisme (Wu, Jin, and Carlsten 2019).

1.7. Teknik Sampling

Teknik sampling kualitas udara dilihat lokasi pemantauannya terbagi dalam


dua kategori yaitu teknik sampling udara emisi dan teknik sampling udara ambien.
Sampling udara emisi adalah teknik sampling udara pada sumbernya seperti cerobong
pabrik dan saluran knalpot kendaraan bermotor. Teknik sampling kualitas udara
ambien adalah sampling kualitas udara pada media penerima polutan udara dan emisi
udara. Untuk sampling kualitas udara ambien, teknik pengambilan sampel kualitas
udara ambien saat ini terbagi dalam dua kelompok besar yaitu pemantauan kualitas
udara secara aktif (konvensional) dan secara pasif. Berdasarkan sisi parameter yang
akan diukur, pemantauan kualitas udara terdiri dari pemantauan gas dan partikulat.
Pemantauan udara secara konvensional terbagi menjadi HVS, MVS dan LVS
(Fardiaz, 1992).

1.8. High Volume Air Sampler (HVAS)

High Volume Air Sampler (HVAS) adalah alat pengambil sampel partikulat di
udara ambien yang memiliki prinsip kerja dengan sistem vakum dengan menarik
udara lingkungan sekitar melalui inlet dengan ukuran variatif (Budiarto, 2014). High
Volume Air Sampler (HVAS) mempunyai prinsip kerja dimana udara yang
mengandung partikulat dihisap mengalir melalui kertas filter dengan menggunakan
motor putaran kecepatan tinggi dimana partikulat menempel pada kertas filter yang
nantinya akan diukur konsentrasinya dengan cara kertas filter tersebut ditimbang
sebelum dan sesudah sampling disamping itu juga dicatat flowrate dan waktu
lamanya sampling sehingga didapat konsentrasi partikulat tersebut (Soedomo, 1999).
Kadar debu pada udara ambien dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, suhu,
kelembaban, arah angin, dan kecepatan angin. Pergerakan angin berjalan dari udara
bertekanan tinggi ke tekanan rendah, semakin kuat kecepatan angin maka polutan di
udara ambien akan semakin sedikit dan sebaliknya. Arah angin menentukan lokasi
persebaran polutan (Ulfah, 2017).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

1.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Ozon meter (telah termasuk untuk pengukuran suhu dan kelembaban)

Gambar 3.1. Ozon meter


2. Anemometer atau Hotwire Anemometer

Gambar 3.2. Hotwire Anemometer


3. Barometer
4. GPS
5. Meteran
6. Gas Analyzer (SOx, NOx, CO, dll) yang sesuai dengan praktikum acara
lainnya kecuali HVAS
Gambar 3.3. Gas Analyzer

7. Portable High Volume Air Sampler (SIBATA HV – 500R)


8. Kertas filter
9. Neraca analitik
10. Kabel rol meteran
11. Lembar rekaman data pengambilan sampel udara ambien
12. Pinset dan Cawan Petri
1.2. Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah disiapkan dan diperiksa
semua peralatan yang diperlukan. Lalu, dipastikan semua peralatan dalam konsisi
baik dan siap digunakan. Kemudian, disiapkan dua lembar kertas filter di dalam
desikator minimal 24 jam sebelum digunakan. Kertas filter dapat digunakan jika telah
menunjukkan massa awal (Wi) yang konstan. Lalu, diambil kedua kertas filter kering
tersebut dengan pinset dan ditimbang massanya sebagai Wi (filter yang akan dipasang
pada alat) dan Bi (filter sebagai blanko). *Jangan sentuh kertas filter dengan
tangan untuk mencegah kontaminasi. Selanjutnya, dipasang satu kertas filter (Wi)
di bagian holder/input udara pada portable HVAS. Satu kertas filter lainnya (filter
blanko, B) diletakkan di tempat yang aman di sekitar HVAS. Kemudian, diatur
ketinggian HVAS setinggi pernafasan manusia secara umum (±150 cm). Lalu,
diarahkan bagian ujung HVAS ke titik yang diduga menjadi sumber pencemar.
Selanjutnya, diatur sumber listrik dengan kabel rol. Kemudian, dihubungkan sumber
daya HVAS ke kabel rol. Selanjutnya, dipastikan keamanan sumber listrik dan
perkabelan. Lalu, dinyalakan HVAS pada posisi on selama 24 jam (aktual
secukupnya 30 menit/1 jam saja) dan diatur laju aliran udara penghisap, catat waktu
real operasional, dan dijalankan HVAS. Setelah selesai proses penghisapan oleh
HVAS, diambil kertas filter dari holder menggunakan pinset secara hati-hati.
Berikutnya, ditimbang massa kertas filter setelah penghisapan (W f) dan kertas blanko
setelah pengukuran di lapangan (Bf). Kemudian dihitung konsentrasi debu hasil
pemantauan (Persamaan 1). diulangi langkah-langkah sebelumnya dengan menaikkan
lama waktu sampling (minimal 3 nilai) dengan nilai laju aliran udara tetap, kemudian
kembali dilakukan pengukuran *(Langkah ini dilakukan dengan dua nilai waktu
sampling (30 menit, 1 jam) karena keterbatasan waktu). Terakhir, diulangi
langkah sebelumnya dengan cara yang sama pada lokasi yang berbeda (minimal 2
titik lokasi sampling).

1.3. Cara Analisis Data

Rumus yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:


( Wf −Wi )−( Bf −Bi)
KB = (1)
Qxt
Keterangan :
KB : konsentrasi debu (mg/m3)
Wi : massa kertas filter sebelum pengukuran (mg)
Wf : massa kertas filter setelah pengukuran (mg)
Bi : massa kertas filter sebelum pengukuran (mg)
Bf : massa kertas filter setelah pengukuran (mg)
Q : laju aliran udara penghisapan (m3/jam)
t : lama waktu penghisapan (jam)

Langkah yang dilakukan dalam analisis data adalah dihitung data hasil
pengukuran konsentrasi debu di semua lokasi pada tiap interval waktu yang berbeda.
Kemudian dianalisis perbandingan konsentrasi debu dari dua tempat dan interval
waktu yang berbeda. Lalu, dianalisis kelayakan status mutu udara dari hasil
pengukuran tersebut berdasarkan baku mutu yang berlaku. Selanjutnya, diberikan
penjelasan dan analisis visual dari hasil konsentrasi debu yang didapatkan. Apabila
hasil pemantauan disimulasikan sebagai PM10, ditentukan air quality index hasil
pemantauan tersebut (disertakan dengan perhitungan).
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktikum ini dilakukan pemantauan kualitas udara berdasarkan parameter


debu, pada ruangan lab TLBP dengan kondisi parameter fisik lingkungan yaitu suhu
28,5oC, intensitas cahaya 164 lux, kecepatan angin 0 m/s dan kelembaban 62,25%.
Adapun skema ruangan lab TLBP dengan arah angin adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1. Skema kondisi lapangan ruang Lab TLBP UGM


Kualitas udara penting untuk dikaji terkait dampaknya pada kesehatan dan
lingkungan. Pengambilan sampel di lapangan ini merupakan jenis active sampling
yang dilakukan sesuai dengan tahapan pengambilan sampel yang tertera dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 7119-3:2017 mengenai uji Total Suspended
Particulate (TSP) metode gravimetri udara ambien, yaitu menggunakan media
penyaring dengan alat High Volume Air Sampler (HVAS). High Volume Air Sampler
(HVAS) pada rentangan waktu 30 menit dan 1 jam. HVAS mempunyai prinsip kerja
dimana udara yang mengandung partikulat dihisap mengalir melalui kertas filter
dengan menggunakan motor putaran kecepatan tinggi dimana partikulat menempel
pada kertas filter yang nantinya akan diukur konsentrasinya dengan cara kertas filter
tersebut ditimbang sebelum dan sesudah sampling disamping itu juga dicatat flowrate
dan waktu lamanya sampling sehingga didapat konsentrasi partikulat tersebut
(Soedomo, 1999). Cara kerja yang dilakukan sesuai SNI nomor 7119-3:2017 adalah
Udara ambien dihisap menggunakan pompa vakum dan dilewatkan pada filter dengan
ukuran 20,3 cm x 25.4 cm (8 in x 10 in) dan efisiensi penyaringan minimum 98,5%
setara dengan porositas 0,3 μm pada kecepatan aliran 1,1 m³/menit sampai dengan 1.7
m³/menit selama 24 jam ± 1 jam Jumlah partikel yang terakumulasi dalam filter
dianalisis secara gravimetri dan dilaporkan dengan satuan μg/Nm3 (BSN, 2017).
Hasil HVAS yang didapatkan tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 4.1. Data Perhitungan HVAS Lab TLBP

Data Perhitungan HVAS LAB TLBP


Wi1 640 mg Wi2 643 mg
Wf1 650 mg Wf2 652 mg
Bf1 627 mg Bf2 629 mg
Bi1 620 mg Bi2 622 mg
Q 500 m3/jam Q 500 m3/jam
t 0,5 jam t 1 jam
KB 0,003 mg/m3 KB 0,004 mg/m3

Hasil yang didapatkan HVAS pada ruangan indoor (Lab TLBP UGM) adalah
senilai 0,03 mg/m3 pada waktu 30 menit pertama dan ah senilai 0,004 mg/m 3 pada 30
menit kedua. Kenaikan nilai yang dihasilkan HVAS disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu waktu, suhu, dan arah angin yang terjadi pada saat sampling (Wedding et al.,
1977).
Lebih lanjut, Perbedaan ini disebabkan karena adanya kegiatan yang variatif
di sekitar titik pengambilan. Seperti contoh partikulat ambien, seperti perubahan arah
angin dan kecepatan angin yang berhembus di sekitar titik sampling (Saidal and Mar,
2020).
AQI yang didapatkan pada ruangan indoor (Lab TLBP UGM) adalah pada
sampling 30 menit adalah senilai 0,0027 dan sampling 60 menit senilai 0,0037. Hal
tersebut menandakan bahwa kedua kondisi tersebut termasuk ke dalam kategori baik
(good). Secara visual, baik indoor maupun outdoor kondisi udara yang terdapat di
kedua kondisi tersebut terlihat normal.
Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) juga merupakan masalah
yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Untuk menekan polutan di udara dalam ruangan salah satunya dengan meletakkan
tanaman yang dapat mengurangi polutan, karena selain berfungsi sebagai tanaman
hias juga memiliki nilai estetika. Salah satu tanaman hias yang sering diletakkan di
ruangan adalah sirih gading atau golden pothos atau devil’s ivy (Putrianingsih and
Dewi, 2019).
Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk mencegah polusi udara dalam
ruangan diantaranya adalah menjaga kondisi lingkungan dalam ruangan dan kamar
agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan virus dan bakteri dengan cara
memfungsikan ventilasi sebagaimana mestinya dengan membuka jendela di pagi hari.
Rumah atau kamar yang luas tanpa sirkulasi udara yang baik tetap akan menjadi
tempat berkembang biak virus dan bakteri (Fahimah et al., 2014).
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:

1. Kondisi parameter fisik lingkungan pada ruangan lab TLBP UGM yaitu
suhu 28,5oC, intensitas cahaya 164 lux, kecepatan angin 0 m/s dan
kelembaban 62,25%.
2. Hasil HVAS yang didapatkan pada sampling 30 menit adalah senilai
0,003 mg/m3 dan pada sampling 60 menit adalah senilai 0,004 mg/m3.
3. Penurunan yang dihasilkan HVAS tersebut pada ruangan indoor (Lab
TLBP UGM) disebabkan oleh beberapa faktor yaitu waktu, suhu, dan arah
angin yang terjadi pada saat sampling.
4. Air Quality Index (AQI) yang dihasilkan pada indoor maupun outdoor
masuk ke dalam kategori baik (good).
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. (2017). SNI 7119-3:2017. Udara Ambien - Bagian 3:
Cara Uji Partikel Tersuspensi Total Menggunakan Peralatan High Volume
Air Sampler (HVAS) dengan Metode Gravimetri.
Budiarto, A., 2014. Modifikasi Peralatan Sampling Hvas Portabel Untuk Analisis
Total Partikulat Di Udara Ambien. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan
Pencemaran Industri, 5(1), pp.15-20.
Chithra, V.S. and Nagendra, S.S., 2013. Chemical and morphological characteristics
of indoor and outdoor particulate matter in an urban
environment. Atmospheric Environment, 77, pp.579-587.
Fahimah, R., Kusumowardani, E., Susanna, D., Lingkungan, K., Masyarakat, F. and
Indonesia, U., 2014. Kualitas Udara Rumah dengan Kejadian Pneumonia
Anak Bawah Lima Tahun (di Puskesmas Cimahi Selatan dan Leuwi Gajah
Kota Cimahi). Makara J. Health, 18(1), pp.25-33.
Fardiaz, S. (1992). Polusi air dan udara. Kanisius.
Putrianingsih, Y. and Dewi, Y.S., 2019. Pengaruh tanaman sirih gading (Epipremnum
aureum) terhadap polutan udara dalam ruangan. Jurnal TechLINK Vol, 3(1).
Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara. Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 86.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Saidal Siburian, M.M. and Mar, M., 2020. Pencemaran Udara dan Emisi Gas Rumah
Kaca. Kreasi Cendekia Pustaka.
Sakti, E.S., 2012. Tinjauan Tentang Kualitas Udara Ambien (NO2, SO2, Total
Suspended Particulate) terhadap Kejadian ISPA di Kota Bekasi Tahun 2004-
2011. Universitas Indonesia.
Soedomo, Moestikahadi. 1999. Pencemaran Udara. Bandung: ITB Press.
Ulfah, R., 2017. Kualitas Debu pada Udara Ambien dan Keluhan Kesehatan
Masyarakat di Kawasan Industri Peleburan Aluminium (Studi di Dusun
Kedungsari Desa Kendalsari Kabupaten Jombang).
Wardhana, W.A., 2007. Dampak Pencemaran Lingkungan di Yogyakarta.
Wedding, J.B., McFarland, A.R. and Cermak, J.E., 1977. Large particle collection
characteristics of ambient aerosol samplers. Environmental Science &
Technology, 11(4), pp.387-390.
Wu, W., Jin, Y. and Carlsten, C., 2018. Inflammatory health effects of indoor and
outdoor particulate matter. Journal of Allergy and Clinical
Immunology, 141(3), pp.833-844.
LAMPIRAN
REVIEW JURNAL
Sari, I.R.J., Fatkhurrahman, J.A. and Andriani, Y., 2019. Pola sebaran polutan PM
2.5 dan PM 10 harian terhadap faktor suhu dan kelembaban. Prosiding SNST
Fakultas Teknik, 1(1).

Partikulat yang berada di udara sebagian besar berasal dari kegiatan


antropogenik seperti kegiatan lalu lintas dan industri. Komponen yang terkandung
dalam partikulat terdiri dari fisika dan kimia (Bowe et al. 2017). Partikulat
diidentifikasi sebagai polutan mayoritas dalam ruangan (Chithra and Nagendra 2013).
Berbeda dengan outdoor, sumber partikulat pada indoor lebih bervariasi. Partikulat
dalam ruangan dapat bersumber dari luar, kegiatan manusia dalam ruangan, debu
serta mikroorganisme (Wu, Jin, and Carlsten 2019). Dalam ruangan juga terdapat
elemen karbon (EC) dan karbon organik (OC) meskipun tidak signifikan dengan rasio
indoor/outdoor (I/O) untuk EC = 0,70 dan OC = 0,82 (Chithra and Nagendra, 2013).
Pengukuran PM10 dan PM2.5 dilakukan dengan alat High Volume Air
Sampler (HVAS) dan Low Volume Air Sampler (LVAS) dimana analisanya
menggunakan metode gravimetri. Konsentrasi PM10 dan PM2.5 harus memenuhi
baku mutu yang disyaratkan dalam peraturan. Indonesia menerapkan ambang batas
PM10 sebesar 150 µg/m3 dan 65 µg/m3 untuk PM2.5 sedangkan World Health
Organization (WHO) menerapkan ambang batas yang lebih rendah yaitu sebesar 20
µg/m3 untuk PM10 dan 10 µg/m3 untuk PM2,5.
Hasil yang didapatkan sebaran PM 2.5 dan PM 10 pada malam hari cenderung
lebih tinggi dibandingkan siang hari, meskipun lalu lintas di malam hari cenderung
lebih rendah dibandingkan kepadatan lalu lintas di siang hari, menurut (Manning et
al. 2018) rata – rata harian partikulat di dunia cenderung lebih tinggi di tengah
malam, hal ini disebabkan pengaruh lokasi bangunan sekitar, ketinggian lokasi dan
pola cuaca di wilayah tersebut, termasuk suhu dan kelembaban. Suhu dan
kelembaban mempunyai korelasi negatif terhadap PM 2.5 dan PM 10, hal ini
disebabkan penurunan suhu di malam hari menurunkan difusi partikel sehingga
meningkatkan konsentrasi PM 2.5 dan PM 10, kondensasi sebagai akibat kelembaban
yang tinggi juga meningkatkan konsentrasi PM 2.5 dan PM 10 di malam hari
(Hernandez et al. 2017).

Anda mungkin juga menyukai