Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN POLUSI UDARA


(PTA 6)
ACARA V
PEMANTAUAN KUALITAS UDARA INDOOR (CO3, O2, NOx, SOx)

DISUSUN OLEH:

NAMA : Rakha Haykal Alfaridzi


NIM : 19/446812/TP/12615
KEL :1
CO. ASS : Nada Berliana K

LABORATORIUM TEKNIK LINGKUNGAN DAN BANGUNAN


PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Udara dibagi menjadi dua yaitu udara luar ruang (outdoor air) dan udara
dalam ruang (indoor air). Kualitas udara dalam ruang dapat didefinisikan udara yang
berada dalam suatu bangunan yang ditempati dalam kurung waktu sekurang-
kurangnya 1 jam oleh orang dengan berbagai macam kondisi status kesehatan.
Sebagaian besar manusia menghabiskan 90% waktunya didalam ruangan. Hal
tersebut pastinya dapat menimbulkan efek yang signifikan apabila kualitas udara
dalam ruang melebihi baku mutu yang telah ditetapkan (Wulandari, 2013). Kualitas
udara yang kurang baik akan membawa pengaruh negatif bagi penghuni yang
berbentuk gangguan pada kesehatan.
Penyebab masalah kualitas udara dalam ruangan menurut National Institute of
Occupational Seafty and Health (NIONSH), yaitu kurangnya ventilasi udara 52%,
adanya sumber kontaminan dalam ruang udara 16%, kontaminan berasal dai luar
ruang 10%, mikroba 5%, bahan material pada bangunan 4% dan lain-lain 13%. Di
negara maju angka kematian dalam ruang rumah diperkirakan sebesar 67%, di
pedesaan dan di perkotaan sebesar 23%. Sedangkan di negara berkembang angka
kematian yang terpaut dengan pencemaran udara dalam ruang pada daerah perkotaan
besar sebesar 9% dan daerah pedesaan sebesar 1% dari jumlah kematian. Oleh karena
itu, dilakukan pengukuran dan pemantauan kualitas udara dalam ruang berdasarkan
parameter fisik untuk mengkaji kelayakan kualitas udara dalam ruang berdasarkan
data hasil pengukuran dan baku mutu serta analisisnya.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Melakukan pengukuran dan pemantauan kualitas udara dalam ruang
berdasarkan parameter fisik (suhu, kelembaban, cahaya) dan kimia (SO 2,
NO2, CO2)
2. Mengkaji kelayakan kualitas udara dalam ruang berdasarkan data hasil
pengukuran dan baku mutu Permenkes No. 1077 Tahun 2011
3. Menganalisis kualitas udara dalam ruang dan dampaknya terhadap berbagai
sektor (manusia, lingkungan, properti, aktifitas, dll)
4. Merumuskan rekomendasi untuk perbaikan atau peningkatan kualitas udara
dalam ruang

1.3. Manfaat

Manfaat yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah praktikan


mendapatkan pengetahuan dalam hal mengetahui dan mengkaji kelayakan kualitas
udara dalam ruang berdasarkan data hasil pengukuran dan baku mutu serta
analisisnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999


tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara yaitu masuknya atau
dimaksukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Di dalam udara
mengandung beberapa jumlah oksigen, yang merupakan elemen bagi kehidupan
manusia ataupun makhluk hidup lainnya. Udara yang mengalami pencemara atau
terkontaminasi yaitu gas-gas yang dapat menimbulkan gangguan serta perubahan
komposisi normal (Wiraadiputri, 2012).
Komponen pencemaran udara dalam ruangan antara lain adalah temperatur.
Temperatur udara merupakan salah satu unsur iklim yang sangat penting. Temperatur
dapat dikatakan berubah-ubah sesuai dengan waktu dan tempat. Tempat terbuka
temperaturnya berbeda dengan tempat yang disuatu bangunan. Pengukuran
temperatur udara hanya mendapatkan satu nilai yang dapat menyatakan nilai rata-rata
temperatur atmosfer (Ernyasih, 2012).
Ruang yang lembab dan dingin atau basah akan terasa tidak nyaman juga
mengganggu kesehatan penghuni yang ada di dalam ruang tersebut. Air bukan
termasuk polutan, namun uap air termasuk pelarut berbagai polutan. Uap air dapat
menumbuhkan mikroorganisme di udara dan juga dapat melepaskan senyawa volatile
yang bermula dari bahan bangunan seperti formaldehide, ammonia dan senyawa
lainnya yang gampang menguap. Pada umumnya pengukuran nilai kelembaban dalam
ruang alat yang dipakai yaitu hygrometer (Anisum et al., 2016).
Kecepatan angin ialah rata-rata dari laju pergerakannya angin yang
merupakan gerakan horizontal udara terhadap permukaan bumi. Kecepatan angin
juga dapat membedakan perubahan musim, antara musim hujan musim kemarau
(Robby et al., 2017). Kecepatan angin dalam ruang dapat mempengaruhi gerakan
udara dan pergantian udara yang ada di dalam ruang. Besarnya kecepatan angin yang
dapat dikatakan nyaman berkisar antara 0,5 hingga 1,5 meter/detik. Kecepatan angin
yang kurang dari 0,1 meter/detik bisa dikatakan tidak nyaman sebab tidak ada
pergerakan udara dalam ruang tersebut. Begitupun sebaliknya apabila pergerakan
udara terlalu cepat atau tinggi maka akan menyebabkan kebisingan (Simatupang,
2016).
Keberadaan ventilasi akan mempermudah pergerakan udara yang berada di
dalam ruangan. Ventilasi pada bangunan dapat berupa ventilasi alami atau ventilasi
yang tidak melibatkan mesin. Dengan adanya pergerakan udara dalam ruang maka
dapat memperbaiki kualitas udara yang ada di dalam ruang, sehingga dapat
meningkatkan kenyamanan dan kesehatan penghuni yang ada di ruangan tersebut
(Rachmatantri et al., 2013). Ventilasi yang ideal yang digunakan untuk ruangan yaitu
kondisi ventilasi bersih, luas yang memenuhi syarat, ventilasi sering dibuka, dengan
adanya cross ventilation sehingga tidak akan menyebabkan adanya space dalam
ruangan.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Anemometer atau Hot Wire Anemometer

Gambar 3.1 Anemometer


2. NOx dan SOx gas analyzer

Gambar 3.2 NOx dan SOx gas analyzer


3. CO2 detector (telah termasuk pengukuran suhu dan kelembaban)
Gambar 3.3 CO2 detector

4. Lux meter

Gambar 3.4 Lux meter


5. Lembar rekaman data pengambilan kualitas udara

3.2. Cara Kerja


Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

3.2.1. Prosedur pengukuran kecepatan udara menggunakan hot wire


anemometer:
1. Hubungkan probe sensing hot wire pada input socket dan nyalakan tombol
power
2. Pilih satuan temperatur yang akan digunakan (Co atau Fo)
3. Pilih satuan kecepatan udara ke m/s menggunakan tombol “unit”
4. Pengaturan kalibrasi (zero setting):
5. Pada bagian atas probe sensing head, geser penutup sensor ke arah atas
sehingga sensor dapat tertutup dari pengaruh lingkungan sekitar
6. Tekan tombol zero hingga hasil pembacaan
7. Setelah menunjukkan nilai 0 saat dikalibrasi, tutup sensor dapat
dipindah/digeser dan dibiarkan berkontak dengan udara di lingkungan sekitar
8. Probe sensing head dapat diatur panjang/pendeknya sesuai dengan penggunaan
9. Jangan menyentuh kabel tipis sensor pada probe sensing head, karena
akan menyebabkan kerusakan permanen
10. Saat pembacaan kecepatan angin, arahkan tanda pada probe sensing head
melawan arah angin. Hal ini bertujuan agar sensor dapat membaca kecepatan
angin dengan tepat.
11. Hasil pengukuran kecepatan angin kemudian muncul pada display bagian atas
12. Pengukuran data dapat dicatat secara manual dengan menekan “hold” atau
dengan menggunakan fungsi “data record” untuk pembacaan nilai maksimum
dan minimum (pengukuran data dengan menunjukkan angka stabil dan diulangi
min 2 kali).
13. Setelah selesai digunakan, harap probe sensing head, tutup sensor, dan
anemometer disimpan dengan baik seperti semula.
3.2.2. Prosedur pengukuran polutan NO2 dan SO2:
1. Nyalakan NO2 dan SO2 gas analyzer dengan menekan tombol power
2. Pastikan kabel probe telah terpasang dengan baik pada alat
3. Arahkan probe sensor pada udara ambien hingga pembacaan konsentrasi
menunjukkan angka stabil pada layar display
4. Lakukan pengukuran sesuai dengan waktu dan pengulangan
5. Catat hasil pengukuran yang terbaca pada NO2 dan SO2 gas analyzer
3.2.3. Prosedur pengukuran karbon dioksida menggunakan CO2 detector:
1. Nyalakan tombol power untuk menyalakan atau mematikan alat
2. Tekan tombol mode setelah interface lengkap
3. Pilih satuan unit yang akan digunakan (C atau F)
4. Mode pengukuran dapat dilakukan setelah mengatur nilai alarm
5. Lakukan pembacaan kadar CO2
6. Data hasil pembacaan dapat direkam dan diakses melalui data record interval
time atau historical record inquiry
3.2.4. Prosedur pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter:
1. Nyalakan alat lux meter dengan membuka tutup sensor
2. Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik pengukuran
untuk intensitas penerangan setempat atau umum.
3. Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat
sehingga didapat nilai angka yang stabil.
4. Lakukan pengukuran selama tiga kali kemudian dirata-ratakan
*pengukuran intensitas cahaya juga dapat dilakukan menggunakan aplikasi lux
meter

3.2.5. Langkah Kerja


1. Tentukan titik lokasi pengambilan sampel dalam ruang (minimal tiga titik
pengukuran dalam satu ruang agar representatif dan dapat dipilih secara acak)
2. Lakukan observasi pada kondisi dalam ruang dan pengukuran kecepatan angin
(jika ada)
3. Lakukan pengukuran parameter fisik (suhu, kelembaban, cahaya) dan kimia
(SO2, NO2, CO2) menggunakan peralatan yang sesuai
4. Mempertimbangkan waktu pengukuran, harap hasil dapat dikonversi menjadi
estimasi konsentrasi dalam batasan 1 jam
*Pengukuran aktual seharusnya dilakukan setiap satu pengulangan selama 1
jam.
5. Lakukan analisis dan pembahasan dari data hasil praktikum
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktikum acara V ini dilakukan pengukuran dan pemantauan kualitas udara


dalam ruang berdasarkan parameter fisik (suhu, kelembaban, cahaya) dan kimia (SO 2,
NO2, CO2), pengkajian kelayakan kualitas udara dalam ruang berdasarkan data hasil
pengukuran dan baku mutu, analisis kualitas udara dalam ruang dan dampaknya
terhadap berbagai sektor, serta perumusan rekomendasi untuk perbaikan atau
peningkatan kualitas udara dalam ruang.
Berdasarkan Permenkes No. 1077 Tahun 2011, ada beberapa parameter fisik
yang dikaji pada praktikum ini. Parameter intensitas cahaya yang didapatkan pada
praktikum ini adalah senilai 164 lux, hal tersebut sudah termasuk ke dalam syarat
(minimal 60 lux). Kemudian, untuk parameter suhu didapatkan suhu 28,5 oC. Hal
tersebut sudah termasuk ke dalam rentang syarat (18-30oC). Kelembaban yang
didapatkan pada ruangan indoor adalah 62,25% Rh. Artinya, kelembaban melebihi
syarat yang dibutuhkan (40-60% Rh).
Permenkes No. 1077 Tahun 2011 juga mengkaji parameter kimia pada
praktikum ini. Pada parameter NO2 yang dihasilkan pada praktikum ini adalah senilai
0,0007 ppm, pada sampling 10 menit pertama, kemudian turun ke 0,0006 ppm pada
sampling 20 dan 30 menit. Hal tersebut sudah memenuhi syarat parameter NO 2 yaitu
kurang dari 0,04 ppm. Kemudian, untuk parameter SO 2 didapatkan hasil 21,1 ppm,
pada 10 dan 20 menit sampling. Dan naik ke 22,1 ppm. Hal tersebut belum memenuhi
standar yaitu lebih dari 0,04 ppm. Kemudian pada parameter CO 2 didapatkan nilai
1085 ppm pada 10 menit pertama sampling, kemudian 923 pada 20 menit kedua, dan
869. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada 10 menit pertama sampling belum
memenuhi syarat, akan tetapi 20 dan 30 menit sampling memenuhi syarat yaitu
maksimal dari CO2 adalah 1000 ppm.
Menurut Ramayana (2014) bahwa kecepatan angin yang semakin tinggi ini
memiliki dampak yang besar dan meluas pada area yang terkena pencemar CO, tetapi
akan menjadi tidak terpusat pada satu lokasi saja karena konsentrasi CO cenderung
menjadi kecil. Namun, pada praktikum ini laju angin yang dihasilkan dalam indoor
adalah 0 m/s. Sehingga, kecepatan angin rendah, maka menyebabkan penurunan
konsentrasi CO yang diakibatkan oleh faktor kecepatan angin rendah dan pesebaran
konsentrasi CO akan terjadi pelambatan jika dibandingkan di luar ruangan (Syech,
2013). Paparan dengan CO bisa menimbulkan keracunan pada sistem syaraf, jantung
dan yang lainnya. Ciri-ciri penghuni dalam ruang yang mengalami keracuan yang
diakibatkan konsentrasi CO yaitu kondisi ringan yang berupa pusing, mual, sakit
kepala dan terasa tidak enak dibagian mata. Juga kondisi yang lebih berat bisa berupa
meningkatnya detak pada jantung, kesusahan untuk nafas, rasa tertekan di dada,
kelemahan pada otot hingga serangan jantung sampai menyebabkan kematian
(Nurullita and Miftakhuddin, 2015).
Dalam bentuk polutan gas NO2 juga berfungsi sebagai perintis jalan pada
pembentukan ozon yang merupakan polutan udara yang lain. NO 2 ataupun N2O
adalah zat yang tidak pernah ada di dalam udara yang bersih. Senyawa ini dapat
merusak saluran pernapasan, iritasi paru-paru dan mata, dan juga berkontribusi
terhadap kerusakan jantung, paru-paru, hati, dan ginjal. Pengaruh paparan polusi
udara dapat terjadi pada kondisi kronis atau akut. Dalam jangka pendek, gas
pencemar udara (Pb, NO2, SO2, TSP, dan debu) dapat menyebabkan gangguan
pernapasan seperti lemas, batuk, sesak napas, bronkopneumonia, edema paru,
sianosis, dan methemoglobinemia (Sunarsih et al., 2015).
Rekomendasi perbaikan atau upaya yang harus dilakukan untuk
mempertahankan atau meningkatkan kualitas udara dalam ruang adalah selalu
memantau secara berkala konsentrasi polutan dan polutan di udara ambien agar tidak
melebihi batas aman yang direkomendasikan. Kemudian, perawatan ventilasi.
Ventilasi yang ideal yang digunakan untuk ruangan yaitu kondisi ventilasi bersih,
luas yang memenuhi syarat, ventilasi sering dibuka, dengan adanya cross ventilation
sehingga tidak akan menyebabkan adanya space dalam ruangan. Fungsi dari ventilasi
menurut Simatupang (2016) adalah mengatur kondisi kenyamanan ruangan,
memperbaiki udara dengan polutan udara yang masuk ke dalam ruang hingga
melampaui batas normal serta menjaga kebersihan udara dari kontaminasi yang
membahayakan.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:

1. Parameter fisik (intensitas cahaya, suhu, kelembaban dan kecepatan angin)


pada praktikum ini berdasarkan Permenkes No. 1077 Tahun 2011 sudah
memenuhi syarat.
2. Parameter kimia (NO2 dan CO2) sudah memenuhi standar Permenkes No.
1077 Tahun 2011.
3. Parameter kimia (SO2) belum memenuhi standar Permenkes No. 1077
Tahun 2011.
4. Rekomendasi perbaikan atau upaya yang harus dilakukan untuk
mempertahankan atau meningkatkan kualitas udara dalam ruang adalah
selalu memantau secara berkala konsentrasi polutan dan polutan di udara
ambien agar tidak melebihi batas aman yang direkomendasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurullita, Ulfa, dan Mifbakhuddin. 2015. Absorbsi Gas Karbon Monoksida (CO)
Dalam Ruangan dengan Karbon AKtif Tempurung Kelapa dan Kulit Durian.
the 2nd University research Coloquium, 297-306.
Sunarsih, E., Suheryanto, S., Mutahar, R. and Garmini, R., 2019. Risk assesment of
air pollution exposure (NO2, SO2, total suspended particulate, and particulate
matter 10 micron) and smoking habits on the lung function of bus drivers in
Palembang City. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National
Public Health Journal), 13(4), pp.202-206.
Syech, R., 2013. PENGARUH SUHU, KELEMBABAN UDARA DAN
KECEPATAN ANGIN TERHADAP AKUMULASI NITROGEN
MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA.
Ramayana, K. 2014. Pengaruh Jumlah Kendaraan dan Faktor Meteorologis (Suhu,
Kelembaban, Kecepatan Angin) Terhadap Peningkatan Konsentrasi Gas
pencemar CO (karbon Monoksida) Pada Persimpangan Jalan Kota Semarang
(Studi Kasus Jalan Karangerjo Raya, Sukun Raya, dan Ngesrep Timur V).
Laporan Tugas Akhir. Program Studi Teknik Lingkungan Diponegoro,
Semarang.
Rachmatantri, I., Hadiwidodo, M. and Huboyo, H.S., 2015. Pengaruh Penggunaan
Ventilasi (Ac Dan Non-ac) Terhadap Keberadaan Mikroorganisme Udara Di
Ruang Perpustakaan (Studi Kasus: perpustakaan Teknik Lingkungan Dan
Perpustakaan Biologi Fakultas Mipa Universitas Diponegoro
Semarang) (Doctoral dissertation, Diponegoro University).
Robby, T.N., Ramdhani, M. and Ekaputri, C., 2017. Alat ukur kecepatan angin, arah
angin, dan ketinggian. eProceedings of Engineering, 4(2).
Simatupang, P. D. 2016. Hubungan Kualitas Fisik dan Biologi Udara dalam Ruangan
serta Karakteristik Pekerja dengan Kejadian Sick Building Syndrome (SBS)
Pada Pekerja di Pusat Perbelanjaan X di Kota Medan Tahun 2016. Sumatera
Utara: Skripsi kesehatan Masyarakat.
Anisum, A., Bintoro, N. and Goenadi, S., 2016. Analisis distribusi suhu dan
kelembaban udara dalam rumah jamur (kumbung) menggunakan
computational fluid dynamics (CFD). Agritech, 36(1), pp.64-70.
Ernyasih, E., 2012. Hubungan Iklim (Suhu Udara, Curah Hujan, Kelembaban, dan
Kecepatan Angin) dengan Kasus Diare di DKI Jakarta Tahun 2007-
2011 (Doctoral dissertation, Universitas Indonesia).
Wiraadiputri, P.A., 2012. Studi Perbandingan Konsentrasi Total Suspended
Particulate (TSP) Di Dalam dan Di Luar Ruang Kelas (Studi Kasus: Sekolah
Dasar Negeri Pondokcina 1 Depok). Skripsi. Depok: Teknik Lingkungan
Universitas Indonesia.
Wulandari, E. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Streptococcus di
Udara pada Rumah Susun Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. Unnes
Journal of Public Health, 1-9.
REVIEW JURNAL

Indoor Air Quality (IAQ) merupakan sebuah indikator baik atau tidaknya
kualitas udara dalam ruangan yang berdampak pada kesehatan manusia dan
meningkatkan kenyamanan penghuni. Berdasarkan WHO, angka kematian akibat
gangguan kesehatan karena buruknya kualitas udara dalam ruang jauh lebih tinggi
dibandingkan di luar ruangan. Salah satu parameter yang menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas udara dalam ruang adalah adanya mikroorganisme di udara.
Berdasarkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh The National Institute of
Occupational Safety and Health (NIOSH), salah satu sumber utama pencemaran
udara yang terjadi di dalam ruangan tertutup berasal dari aktivitas parameter biologi
yaitu mikroba udara yang hinggap pada sistem bangunan, misalnya saluran udara.
Dari hasil beberapa penelitian, diketahui bahwa adanya infiltrasi polutan dari luar ke
dalam ruangan dapat mengakibatkan sistem tata udara di dalam ruangan menjadi
kurang baik. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan sebagai studi lanjutan
terkait pengaruh aktivitas dan jumlah penghuni yang diduga turut berkontribusi dalam
menentukan kondisi kualitas udara di dalam ruangan.
Indoor Air Quality (IAQ) merupakan tolak ukur baik atau tidaknya udara
dalam ruangan yang tidak hanya menentukan kesehatan, tetapi juga berdampak pada
kenyamanan dan produktivitas penghuninya. Pengukuran terkait kualitas udara di
dalam ruangan telah dilakukan pada 11 dan 12 Agustus 2020 di ruang kerja LAA
Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom menggunakan bioaerosols air sampler
dan low-cost sensor. Setelah sampel udara di ruang LAA FTE diambil dan
diidentifikasi, didapatkan rerata pengukuran RH, T, PM2.5, CO2, dan konsentrasi
bioaerosol pada hari pertama masing-masing yaitu 97%, 270 C, 93 µg/m3 , 804 ppm,
dan 362 CFU/m3 . Dengan kondisi udara yang sama, kualitas udara yang didapatkan
di hari kedua relatif lebih bersih, yaitu 51 µg/m3 , 648 ppm, dan 155 CFU/m3 .
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengukuran, parameter yang telah
memenuhi standar acuan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1077/MENKES/PER/V/201 yaitu hanya temperatur yang berada dalam rentang 18-
300 C dan konsentrasi bakteri per-satuan volume yang menunjukan tujuh dari delapan
sampel yang telah diidentifikasi memenuhi standar yaitu max. 700 CFU/m3.
Selain itu, tidak ditemukan adanya korelasi yang signifikan antara parameter
non-biologi dengan parameter biologi yang telah diukur, hal tersebut diduga
merupakan pengaruh dari sistem ventilasi ruangan yang menggunakan AC, sehingga
faktor lain yang mendukung adanya polutan biologi di ruangan diduga berasal dari
penghuni ruangan itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai