Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN

PARTIKULAT

OLEH:

NAMA : ADE IRAWANDI HASIM


NO. BP : 2110942036
HARI/ TANGGAL PRAKTIKUM : SELASA/ 14 MARET 2023
KELOMPOK / SHIFT : 2 (DUA) / I (SATU)
REKAN KERJA : 1. RISKY ASTARI (2110941004)
2. SHERLI FEBIOLA (2110941005)
3. DHANIL (2110941014)
4. IFAH HANNUM H. (2110941028)
5. SYIFA YUNINDA D. (2110941031)
6. ARYA ALVINDITO R. (2110942007)
7. M. AFDHAL RYOZA (2110943009)
8. RINDIANI SANUR (2110943016)

ASISTEN:
M. FATUR RAHMAN
ARNITA SARI
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH

LABORATORIUM KUALITAS UDARA


DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari praktikum modul partikulat ini adalah:


1. Agar praktikan dapat mengoperasikan alat High Volume Sampler (HVS) dan Low
Volume Sampler (LVS) sesuai dengan prosedur praktikum;
2. mengukur kondisi meteorogi terkait dengan perhitungan konsentrasi partikulat;
3. untuk mengetahui konsentrasi total partikulat tersuspensi yang berukuran kecil
dari 2,5 µm seperti Particulate Matter (PM2,5) dan Total Suspended Particulate
(TSP).

1.2 Metode Percobaan


Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah filtrasi pada permukaan filter.

1.3 Prinsip Pengukuran

Prinsip pengukuran dari praktikum modul partikulat ini adalah:


1. Udara dihisap melalui filter fiber glass dengan kecepatan aliran udara (flow
rate);
2. untuk PM2,5 3,5 L/mnt. Dengan rentang kecepatan aliran udara tersebut,
partikulat yang berukuran <2,5 µm (diameter aerodinamik) akan tertahan dan
menempel pada permukaan filter; partikulat yang besar dari 2,5 µm akan
mengendap pada sekat-sekat elutriator, sehingga partikulat yang akan tertahan
pada permukaan filter hanya yang berukuran <2,5 µm;
3. untuk TSP antara 1,13-1,70 m3/mnt atau 40-60 ft3/mnt. Dengan rentang
kecepatan aliran udara tersebut, partikulat yang berukuran < 100 µm (diameter
aerodinamik) akan tertahan dan menempel pada permukaan filter;
4. metode ini digunakan untuk mengukur konsentrasi partikel tersuspensi di udara
ambien dengan satuan µg/Nm3, dengan cara menimbang berat partikel yang
tertahan di permukaan filter dan menghitung volume udara yang terhisap;
5. kecepatan aliran udara akan tercatat pada kertas debit udara yang terhisap;
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
6. selain menentukan konsentrasi partikulat, filter hasil sampling juga dapat
digunakan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam partikulat
tersebut. Misal: sulfat, nitrat, ammonium, klorida dan elemen logam.

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Eksisting Wilayah Sampling

Praktikum modul Partikulat kali ini menggunakan sampel yang diambil di pertigaan
jalan depan Pecinta Alam Indonesia Teknik Universitas Andalas (PAITUA),
Fakultas Teknik, Universitas Andalas pada hari Senin, 13 Maret 2023 pukul 08.55
WIB. Koordinat titik sampling berada pada 00°54’45” Lintang Selatan dan
100°27’51” Bujur Timur dengan. elevasi 292 meter di atas permukaan laut. Kondisi
lingkungan di sekitar tempat sampling yaitu cerah dengan keadaan angin yang
panas. Suhu rata-rata di tempat pengambilan sampel adalah 33,6°C. Tekanan udara
rata-rata sekitar 733,4 mmHg, kecepatan angin rata-rata sebesar 1,1 m/s dengan
kelembapan udara sebesar 60,9%, dan arah angin dari Barat ke Timur. Sumber
pencemar berasal dari asap knalpot kendaraan bermotor serta debu yang
berterbangan.

2.2 Umum

Pencemaran udara adalah fenomena yang semakin serius dan dihadapi di semua
kawasan di negara yang sudah maju ataupun negara sedang berkembang. Masalah
kualitas udara ini dapat dikaitkan dengan proses pembangunan sebuah negara
terutama dalam proses urbanisasi dan pembangunan aktivitas perindustrian.
Pencemaran udara terjadi apabila suatu bahan atau partikel yang terlepas ke udara
dapat mempengaruhi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan bahan-bahan. Selain
itu, pencemaran udara juga dapat diartikan sebagai kehadiran satu atau lebih bahan
pencemar di dalam atmosfer dengan kuantitas serta jangka masa tertentu yang boleh
menyebabkan kecederaan dan kerusakkan pada manusia, tumbuh-tumbuhan,
binatang, dan harta benda sekaligus boleh mengganggu keselarasan dan
ketentraman (Hairy, 2016).

Kadar pencemaran udara ditentukan oleh adanya zat-zat seperti karbon monoksida,
debu/ partikel, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO2), hidrokarbon dan
hidrogen sulfida (H2S) serta partikel Particulate Matter 2,5, Particulate Matter 10,
dan Total suspended Particulate (PM2,5, PM10, TSP). Zat-zat tersebut dapat
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
mengakibatkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia seperti sakit
kepala, sesak napas, iritasi mata, batuk, iritasi saluran pernapasan, rusaknya paru-
paru, bronkitis, dan menimbulkan kerentanan terhadap virus influenza. Selain
manusia zat-zat tersebut juga dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman,
misalnya zat NO2 dapat menimbulkan bintik-bintik pada daun sampai
mengakibatkan rusaknya tulang-tulang daun. Pencemaran udara juga akan
menimbulkan kerusakan pada bangunan, misalnya asam sulfat yang terbentuk
sebagai hasil reaksi antara SO3 dengan uap air yang dapat menyebabkan terjadinya
hujan asam. Permasalahan yang dihadapi oleh para pemangku kepentingan
pengelolaan kualitas udara di Indonesia ini adalah dalam hal menentukan
konsentrasi debu jatuh dan TSP dalam udara ambien di suatu lokasi sebagai akibat
adanya berbagai macam kegiatan manusia, seperti pertambangan, transportasi,
pembukaan lahan, pembangunan kawasan perumahan, konversi lahan, pengolahan
tanah, penggundulan hutan, dan lain sebagainya. Permasalahan ini timbul karena
ketiadaan data mengenai besarnya bangkitan (generation) debu dan TSP yang
berasal dari permukaan lahan yang ada di Indonesia serta sebagai akibat dari
bermacam-macam kegiatan manusia (Yuwono, 2015).

Partikulat yang berhubungan langsung dengan kesehatan manusia yaitu partikulat


dengan ukuran aerodinamik <10 μm atau dikenal dengan PM10. PM10 terdiri dari
partikel halus berukuran kecil dari 2,5 μm dan sebagian partikel kasar yang
berukuran 2,5 μm sampai 10 μm. PM10 berasal dari debu jalan, debu konstruksi,
pengangkutan material, buangan kendaraan dan cerobong asap industri, aktivitas
crushing dan grinding. Gas seperti sulfur oksida, nitrogen oksida dan Volatile
Organic Compounds (VOC) berinteraksi dengan komponen udara lainnya
membentuk partikulat halus. Partikel jenis ini dapat tersimpan (mengendap) di
berbagai tempat dalam sistem pernapasan manusia selama proses bernapas (mouth
breathing) dan dapat menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan manusia.
Sekitar 40 % dari partikel dengan ukuran 1-2 mikron dapat tertahan di bronkiolus
dan alveoli. Sedangkan sekitar 50% dari partikel berukuran 0,01-0,1 m dapat
menembus dan mengendap di kompartemen paru-paru (Yenni, 2014).

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Pencemaran udara adalah masuknya bahan pencemar (berupa gas dan partikel/
aerosol) ke atmosfer, baik secara alami maupun melalui aktivitas manusia. Sumber
polusi alami termasuk debu dari kebakaran hutan dan letusan gunung berapi.
Sumber aktivitas manusia seperti transportasi, industri dan pembuangan limbah.
Polusi udara dari aktivitas manusia adalah sumber polusi yang paling kuantitatif.
Pencemaran udara juga dapat didefinisikan sebagai masuknya atau terserapnya zat,
energi, dan/ atau komponen lain ke atmosfer oleh aktivitas manusia yang melebihi
baku mutu udara yang ditetapkan (Eskawirayanti, 2018).

Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, atau


komponen lain ke udara oleh aktivitas manusia dengan cara yang melebihi baku
mutu udara yang ditetapkan. Sumber pencemaran udara dapat dibagi menjadi tiga
jenis. Artinya, sumber polusi bagi kota dan industri. Sumber daya pedesaan/
pertanian; sumber daya alam. Sumber kota dan industri ini berasal dari kemajuan
teknologi yang melahirkan banyak pabrik industri, pembangkit listrik, dan mobil.
Penyebab pencemaran udara di pedesaan/ pertanian adalah penggunaan pestisida
sebagai bahan kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh)
(Eskawirayanti, 2018).

2.3 Total Suspended Particulate (TSP)

2.3.1 Pengertian Total Suspended Particulate (TSP)

TSP yaitu partikel dengan ukuran partikel kurang dari 100 μm. Jumlah TSP adalah
partikel kecil di udara seperti debu, fume, dan asap dengan diameter kurang dari
100 μm yang dihasilkan dari kegiatan konstruksi, pembakaran, dan kendaraan.
Partikulat ini dapat terdiri atas zat organik dan anorganik. Partikulat organik dapat
berupa mikroorganisme seperti virus, spora, dan jamur yang melayang di udara.
Saat ini pembahasan tentang partikulat sebagai pencemar udara menjadi perhatian
di berbagai negara, mengingat terdapat bukti kuat mengenai korelasi antara polusi
udara dan dampaknya pada kesehatan manusia terutama yang disebabkan oleh
partikulat. Secara keseluruhan partikulat debu di atmosfer disebut sebagai TSP
adalah partikel halus di udara yang terbentuk pada pembakaran bahan bakar minyak
(Rohman, 2016).

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
TSP pada udara ambien merupakan gabungan dari zat-zat dengan karakteristik
kimia dan fisik yang berbeda-beda. TSP berukuran sekitar 3-10 μm hingga 100 μm
serta dibagi menjadi beberapa kategori. Beberapa kategori tersebut adalah nuclei
mode (kurang dari 10 nm), aitken mode (20-80 nm), accumulation mode (100-1000
nm) dan fine and coarse mode. Partikel nuclei mode terbentuk dari proses konversi
gas menjadi partikel melalui situasi meteorologi yang memungkinkan hal tersebut
untuk terjadi. Partikel aitken mode berasal dari pertumbuhan partikel nuclei mode.
Partikel aitken mode kemudian tumbuh melalui proses liquid-phase chemistry
menjadi partikel accumulation mode. Partikel coarse mode (2.5 μm < MMAD <
10.0 μm) berasal dari kegiatan abrasi, penghancuran, atau penggilingan permukaan
tanah resuspended maupun jalan aspal akibat aktivitas lalu lintas di atasnya. Selain
dari sumber tersebut, partikel coarse mode dapat muncul secara natural dari
aktivitas gunung berapi, badai gurun, kebakaran hutan dan padang rumput,
vegetasi, dan salt spray (Tubagus, 2016).

2.3.2 Sumber Total Suspended Particulate (TSP)

Terminal adalah salah satu lokasi yang tinggi pencemaran udaranya. Hal ini terjadi
karena terminal menjadi pusat kegiatan yang memerlukan jasa transportasi. Selain
itu, terminal menjadi tempat aktivitas manusia baik pengelola terminal, pedagang
dan pemakai jasa. Aktivitas kendaraan bermotor yang setiap hari dan dalam waktu
24 jam tersebut akan memicu adanya TSP di lingkungan terminal. Padatnya lalu
lintas oleh kendaraan bermotor membuat bahan pencemar yang terbuang dalam
bentuk partikel dan gas (Sari, 2013).

TSP berasal dari berbagai sumber termasuk kegiatan pembakaran maupun bukan
pembakaran di pertambangan atau kegiatan konstruksi, kendaraan bermotor dan di
bidang industri. Salah satu bidang industri adalah perusahaan, perusahaan memiliki
lingkungan yang dipengaruhi banyak faktor, seperti jumlah orang yang ada di
dalamnya, aktivitasnya, rancangan gedung, sumber polutan di dalam ruangan,
konsentrasi polutan di luar ruangan, dan kondisi sirkulasi udara. Kualitas udara
yang baik dalam ruangan, seperti di perusahaan dapat meningkatkan kemampuan
aktivitas pekerja (Nashihatul, 2019).

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Partikel-partikel ini secara konstan memasuki atmosfer dari banyak sumber.
Sumber alami ialah tanah, bakteri, virus, jamur, ragi, serbuk sari, dan partikel garam
dari penguapan air laut. Sumber manusia meliputi produk pembakaran dari
pemanasan ruang, proses industri, pembangkit listrik, cerobong asap, insinerator,
dan penggunaan kendaraan bermotor (Sundari, 2020).

2.3.3 Dampak Total Suspended Particulate (TSP)

Dampak dari pajanan partikel TSP yaitu keluhan batuk, nyeri dada, dan iritasi
hidung banyak dialami oleh pekerja. Mekanisme pertahanan tubuh menanggapi
adanya suatu zat atau partikel berbahaya di dalam organ tubuh ditandai dengan
adanya keluhan seperti batuk, dahak, bunyi mengi, dan sesak napas. Partikel debu
dan gas yang ada di dalam ruang kerja dapat menimbulkan terjadinya reaksi batuk
hingga dapat menyebabkan iritasi pada mukosa pada saluran pernapasan. Studi
epidemiologis di negara-negara industri dan berkembang telah menunjukkan bahwa
peningkatan tingkat PM ambien menyebabkan peningkatan risiko kematian dan
morbiditas (Sundari, 2020).

Manusia bernapas dengan udara yang mengandung partikel. Partikel tersebut akan
masuk kedalam paru-paru. Partikel debu yang masuk ke dalam paru-paru memiliki
ukuran yang berbeda yang akan menentukan posisi penempelan dan pengendapan
partikel tersebut. PM10 akan tertahan di saluran pernapasan bagian tengah yang
menyebabkan gangguan pernapasan dan kerusakan paru-paru serta dapat
menyebabkan berkurangnya jarak pandang manusia. PM2,5 akan masuk ke dalam
kantung udara paru-paru, menempel pada alveoli, dan akan ikut keluar saat napas
dihembuskan. TSP tidak dapat terhirup ke dalam paru-paru, tetapi hanya sampai
pada bagian saluran pernapasan atas yang menyebabkan iritasi pernapasan, flu,
batuk dan gangguan penglihatan. Dampak partikulat terhadap kesehatan manusia,
seperti menyebabkan anemia, menyebabkan kenaikan tekanan darah, kerusakan
ginjal, gangguan sistem saraf, mengganggu konsentrasi, dan membuat otak tidak
berfungsi dengan baik (Nashihatul, 2019).

Dampak yang ditimbulkan dari TSP terhadap kesehatan manusia adalah


menimbulkan asma, kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular, penyakit

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
pernapasan, kelahiran prematur, cacat lahir, dan kematian janin. Peningkatan
konsentrasi dari partikel halus pada udara sebagai dampak dari polusi udara akibat
aktivitas antropogenik secara konsisten dan independen berkaitan terhadap efek
yang paling serius, yakni kanker paru-paru maupun kematian akibat gangguan
kardiovaskular (Tubagus, 2016).

2.3.4 Baku Mutu Total Suspended Particulate (TSP)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang baku mutu TSP
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adapun baku mutu TSP dalam udara ambien
dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Peraturan Total Suspended Particulate (TSP)


No. Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu Sistem Pengukuran
Partikulat debu < 100
1. 24 Jam 230 ug/Nm3 aktif manual
pm (TSP)
Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2021

2.3.5 Pengukuran dan Analisis Total Suspended Particulate (TSP)

Pengukuran TSP akan dilakukan berdasarkan pedoman pengukuran konsentrasi


TSP yang mengacu pada SNI 19-7119.3-2005: Cara Uji Partikel Tersuspensi Total
dengan pengukuran menggunakan metode filtrasi dengan alat High Volume
Sampler (HVS). Standar ini digunakan untuk menguji konsentrasi TSP di udara
ambien. Pengujian ini menggunakan prinsip filtrasi dengan bantuan alat HVS yang
memiliki prinsip kerja menghisap udara melalui filter dengan menggunakan pompa
vakum dengan laju alir maksimal 2 m3/menit sehingga partikulat terkumpul di
permukaan filter. Jumlah partikulat yang terakumulasi pada filter selama periode
waktu tertent dianalisa secara gravimetri. Laju alir dipantau saat periode pengujian.
Hasilnya ditampilkan dalam bentuk satuan massa partikulat yang terkumul per
satuan volume contoh uji udara yang diambil sebagai μg/m3 (SNI 19-7119.3-2005).

Pengambilan atau pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan


metode gravimetri, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam
volume tertentu melalui saringan serat gelas atau kertas saring. Alat yang biasa

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
digunakan untuk pengambilan sampel debu TSP di udara, yaitu HVS. HVS adalah
peralatan yang digunakan untuk pengumpulan kandungan partikel melalui filtrasi,
sejumlah besar volume udara di atmosfer dengan memakai pompa vakum kapasitas
2 m3/menit yang dilengkapi dengan filter dan alat kontrol laju alir (Nashihatul,
2019).

Prinsip kerja alat HVS dengan metode gravimetri adalah menentukan konsentrasi
debu yang ada di udara dengan menggunakan pompa hisap. Udara yang terhisap
disaring dengan filter, sehingga debu yang ada di udara akan menempel pada filter
tersebut. Berdasarkan jumlah udara yang terhisap dan berat filter yang terdapat
debu, akan diketahui konsentrasi debu yang ada di udara (Nashihatul, 2019).

Upaya pengendalian pencemaran udara adalah dengan mengambil sampel uji


partikel atmosfer. Ketersediaan data kualitas udara sangat minim. Teknik
pengambilan sampel partikel standar negara bagian dilakukan dengan
menggunakan HVS dengan analisis gravimetri. Dengan perkembangan teknologi,
partikel dapat diukur dengan instrumen lain. Salah satunya adalah perangkat Low
Volume Sampler (LVS), yang merupakan perangkat untuk mengambil sampel udara
ambien dalam jumlah yang lebih kecil daripada HVS. HVS dapat digunakan untuk
mengukur TSP, PM10, dan PM2,5 (Isfi, 2018).

2.4 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

2.4.1 Pengertian Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

PM2,5 merupakan partikel pencemar yang berukuran kurang dari 2,5 μm. PM
disebut pula partikel pencemar merupakan istilah untuk campuran partikel padat
dan droplet cair yang tersuspensi di udara. Contoh partikulat yang dapat dilihat
dengan mata adalah debu dan asap. Partikel tersuspensi tersebut bervariasi dalam
ukuran, komposisi, dan asalnya. Ukuran partikulat di atmosfer bervariasi mulai dari
beberapa nanometer hingga puluhan mikrometer (Nani, 2019).

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2.4.2 Sumber Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Partikulat berasal dari antropogenik dan alami baik primer (utama) maupun
sekunder (Nani, 2019):
1. Sumber Antropogenik
Sumber antropogenik partikulat berupa hasil dari pembakaran bahan bakar fosil
untuk produksi energi dan pemanasan domestik, pembakaran limbah industri
logam, asap knalpot, abrasi ban dan debu rem, dan suspensi ulang partikel yang
terendap. Gas reaktif buatan manusia seperti SO2, SO3, NOx, NH3 dan gas
organik dilepaskan ke atmosfer dan membentuk partikel melalui koagulasi,
berdampak pada inti kondensasi dan reaksi kimia.
2. Sumber Alami
Sumber alami primer seperti aktivitas gunung berapi, kebakaran lahan dan
hutan, lautan, pengikisan tanah dan batuan, dan bahan tanaman (plant
materials). Sumber alami sekunder terdiri dari emisi gas dari sumber alami yang
dapat membentuk PM. PM dari sumber yang berbeda memiliki komposisi yang
berbeda dan sering berbeda toksisitasnya.

2.4.3 Dampak Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

PM2,5 adalah salah satu faktor penyebab kematian non-kecelakaan pada manusia.
Beberapa peneliti epidemiologi berpendapat bahwa partikel udara halus sangat
berbahaya karena dapat berpenetrasi menembus bagian terdalam paru-paru dan
sistem jantung, menyebabkan gangguan kesehatan di antaranya infeksi saluran
pernapasan akut, kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular bahkan kematian.
Partikel udara halus diperkirakan berkontribusi besar pada angka kematian yang
diakibatkan oleh gangguan kesehatan terkait pencemaran udara (Nani, 2019).

PM2,5 dapat membawa berbagai zat beracun, melewati penyaringan bulu hidung,
mencapai bagian dalam saluran pernapasan melalui aliran udara kemudian
menumpuk dan merusak bagian tubuh lain melalui pertukaran udara di paru-paru.
PM2,5 apabila terhirup tidak dapat disaring dalam sistem pernapasan bagian atas dan
akan menembus bagian terdalam paru-paru. Dampak paparan jangka pendek
maupun jangka panjang dari PM menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Hal

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
tersebut menjadi alasan utama mengapa pemantauan kualitas udara parameter PM
perlu dilakukan (Nani, 2019).

2.4.4 Baku Mutu Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Baku mutu PM2,5 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaran dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adapun baku mutu PM2,5
dalam udara ambien dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Peraturan tentang PM2,5
No. Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu Sistem Pengukuran
aktif kontinu
Partikulat debu <2,5 24 Jam 55 μg/Nm3
1. aktif manual
(PM2,5) akttif kontinu
1 Tahun 15 μg/Nm3
Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2021.

2.4.5 Pengukuran dan Analisis Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 terdapat beberapa


parameter baku mutu udara ambien yang merupakan indikator pencemaran udara
diantaranya adalah TSP, PM10, dan PM2,5. PM2,5 adalah partikulat berukuran < 2,5
μm, partikulat ini terdiri dari partikel halus berukuran kurang dari 2,5 μm. Teknik
pengambilan sampel partikulat menurut standar pemerintah dilakukan dengan
menggunakan alat HVS dengan metode analisis gravimetri. Seiring dengan
perkembangan teknologi, partikulat dapat diukur dengan instrumen lainnya, salah
satunya adalah dengan instrumen LVS yang merupakan instrumen sampling udara
ambien dengan volume yang lebih rendah dari HVS. HVS dapat digunakan untuk
mengukur TSP, PM10, dan PM2,5 (Isfi, 2018).

LVS adalah perangkat non-standar di Indonesia, penelitian ini membandingkan dan


menghitung korelasi antara PM10 dan PM2.5 LVS dan HVS. LVS yang digunakan
biasa digunakan di Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT). Dengan
membandingkan dan menghitung korelasi antara kedua instrumen tersebut maka
dapat diperoleh korelasi dari hasil pengukuran partikel HVS dan LVS. Hasil
penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai
nilai korelasi yang wajar atau kuat antara hasil pengukuran dua alat yang berbeda,
sehingga LVS digunakan sebagai alat ukur alternatif untuk menunjukkan hasil yang

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
mendekati hasil HVS. Alat pengukur partikel standar yang digunakan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 41 ditetapkan pada tahun 1999 (Isfi, 2018).

Teknik pengambilan contoh uji dengan alat HVS mengacu pada SNI 19-7119.3-
2005. HVS yang digunakan adalah HVS merk Sibata tipe HV-1000F untuk PM10
dan TSP sedangkan untuk PM2,5 digunakan tipe HV-1000R. Alat yang digunakan
adalah satu set HVS dengan filter holder dan inlet cascade impactor PM10 dan
PM2,5. Bahan yang digunakan adalah Whatman Glass Microfiber Filters (WGMF)
ukuran 20,3 x 25,4 cm merek Sibata tipe EPM 2000. Prinsip kerja dari HVS adalah
menghisap udara dengan pompa vakum sehingga udara akan melalui filter dan
partikulat akan terkumpul di permukaan filter. Laju alir udara dijaga 1200 L/menit
selama 24 jam periode pengukuran. Partikulat di permukaan filter kemudian
ditimbang dengan timbangan (4 digit dibelakang koma) dalam ruangan bersuhu 15-
27⁰C dan kelembapan 0-50% (Isfi, 2018).

Penggunaan filter pada kendaraan bermotor dapat menjadi salah satu upaya
penanggulangan pencemaran udara, karena penggunaan filter dapat menangkap
partikel dari emisi buang kendaraan bermotor. Penelitian Sari menunjukkan bahwa
penggunaan filter berbahan zeolit efektif menurunkan kadar CO dan HC pada emisi
kendaraan bermotor. Diketahui juga efisiensi filtering berbahan serabut kelapa
untuk menurunkan PM2,5 sekitar 36-47% dan terdapat penurunan konsentrasi PM2,5
pada kendaraan bermotor yang menggunakan filter berbahan pelepah pisang
dibandingkan dengan tidak menggunakan filter (Purnama, 2022).

Tanaman mangga merupakan tanaman khas di daerah tropis, tumbuh dengan


melimpah dan bagian daun tanaman sering dianggap hanya sebagai sampah kering
sehingga kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Tanaman mangga merupakan
tanaman yang berpotensi sebagai obat herbal, ekstrak daun mangga dilaporkan
memiliki kandungan alkaloid, senyawa fenol, saponin, kaumarin, tanin, flavonoid,
triterponoid, steroid dan glikosid yang berfungsi sebagai senyawa antimikrobial
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, daun mangga juga
memiliki kandungan serat selulosa yang dapat menghidrolis bakteri sehingga dapat
dimanfaatkan untuk menyaring sebagian emisi partikel. Penggunaan filter dengan
memanfaatkan bahan–bahan yang murah dan tersedia dilingkungan sekitar menjadi

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
sebuah langkah inovasi dalam teknologi tepat guna untuk mengendalikan
pencemaran udara dengan membuat alat filtering udara dengan memanfaatkan daun
mangga sebagai bahan penyaringnya (Purnama, 2022).

2.5 Lokasi Pemantauan Kualitas Udara

Titik pemantauan kualitas udara ambien ditetapkan dengan mempertimbangkan


(SNI 19-7119.6-2005):
1. Faktor metereologi seperti kecepatan dan arah angin;
2. faktor geografi seperti topografi;
3. tata guna lahan.

Berdasarkan SNI 19-7119.6-2005 tentang Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh


Uji Pemantauan Kualitas Udara Ambien. Kriteria yang dapat dipakai dalam
penentuan suatu lokasi pemantauan kualitas udara ambient adalah:
1. Area yang kadar pencemarannya tinggi;
2. area yang memiliki kepadatan penduduk tinggi;
3. daerah sekitar lokasi penelitian yang diperuntukkan untuk kawasan studi maka
stasiun pengambil contoh uji perlu ditempatkan di sekeliling daerah/ kawasan;
4. daerah proyeksi;
5. mewakili seluruh wilayah studi.

Beberapa petunjuk yang dapat digunakan dalam pemilihan titik pengambilan


contoh uji adalah (SNI 19-7119.6-2005):
1. Jauhi lokasi yang bisa merubah kadar akibat adanya absorpsi dan adsorpsi;
2. jauhi lokasi berupa lokasi tanpa pengganggu kimia terhadap bahan pencemar
yang akan diukur dapat terjadi;
3. jauhi lokasi berupa lokasi pengganggu fisika dapat menghasilkan suatu hasil
yang mengganggu;
4. letakkan peralatan di daerah dengan gedung/ bangunan yang rendah dan saling
berjauhan;
5. apabila pemantauan bersifat kontinu, maka pemilihan lokasi harus
mempertimbangkan perubahan kondisi peruntukan pada masa datang.

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Titik lokasi pengukuran ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor meteorologi
(arah dan kecepatan angin), faktor geografi dan tata guna lahan. Kriteria berikut
yang digunakan dalam penentuan suatu lokasi pemantauan kualitas udara
(Faradilah, 2018):
1. Area dengan konsentrasi pencemar tinggi. Daerah yang di dahulukan untuk
dipantau hendaknya daerah-daerah dengan konsentrasi pencemar yang tinggi;
2. area dengan kepadatan penduduk tinggi;
3. daerah proyeksi, untuk menentukan efek akibat perkembangan mendatang
dilingkungan sehingga perlu ditempatkan di daerah-daerah yang diproyeksikan;
4. mewakili seluruh wilayah studi.

Persyaratan pemilihan titik lokasi pengukuran Beberapa petunjuk yang digunakan


dalam pemilihan titik lokasi pengukuran adalah (Faradilah, 2018):
1. Hindari tempat yang merubah konsentrasi akibat adanya absorpsi atau adsorpsi
(dekat dengan gedung-gedung atau pohon-pohonan);
2. hindari tempat dimana pengganggu kimia terhadap bahan pencemar yang akan
diukur;
3. hindari tempat dimana pengganggu fisika dapat menghasilkan suatu hasil yang
mengganggu pada saat mengukur debu tidak boleh dekat dengan incinerator
baik domestik maupun komersial, gangguan listrik terhadap peralatan
pengukuran dari jaringan tegangan tinggi;
4. letakkan peralatan di daerah dengan gedung atau bangunan yang rendah dan
saling berjauhan;
5. apabila pemantauan bersifat kontinu, maka pemilihan lokasi harus
mempertimbangkan perubahan kondisi peruntukan pada masa datang.

2.6 Faktor Meteorologi

Parameter meteorologi berupa curah hujan, arah dan kecepatan angin, suhu,
tekanan, dan kelembapan relatif merupakan faktor penting yang mempengaruhi
proses tranformasi dan transportasi polutan di atmosfer. Perubahan suhu memiliki
hubungannya dengan musim yang sedang terjadi dan berpengaruh terhadap
konsentrasi polutan. Kelembapan memberi gambaran mengenai kemampuan udara
di sekitar sumber. Kaitannya dengan kemampuan terjadinya proses pencucian oleh
ADE IRAWANDI HASIM 2110942036
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
air hujan dan kemungkinan terbentuknya berbagai macam kabut. Parameter
meteorologi angin berperan sebagai media yang dapat memperbesar dan
memperkecil penyebaran pencemar PM di atmosfer. Kecepatan dan arah angin
menentukan transportasi horizontal dan vertikal dari dispersi polutan. Kecepatan
angin berkorelasi secara signifikan terhadap nilai rata- rata harian konsentrasi PM,
karena itu digunakan kecepatan angin rata-rata per jam untuk memprediksi nilai
konsentrasi rata-rata harian PM10 (Gusnita, 2013).

Faktor-faktor Meteorologis yang Mempengaruhi Pencemaran TSP yaitu


(Nashihatul, 2019):
a. Suhu
Suhu dapat menyebabkan polutan dalam atmosfer yang lebih rendah dan tidak
menyebar. Peningkatan suhu dapat menjadi katalisator atau membantu
mempercepat reaksi kimia perubahan suatu polutan udara. Pada musim
kemarau di mana keadaan udara lebih kering dengan suhu udara cenderung
tinggi dan kecepatan angin yang dapat terbilang rendah maka polutan di udara
pada musim ini juga cenderung tinggi dibandingkan pada saat musim hujan
karena pada musim kemarau tidak terjadi pengenceran polutan di udara.
b. Kelembapan
Kelembapan diartikan sebagai banyaknya uap air yang terkandung dalam udara.
Uap air ini menjadi penting karena uap air memiliki sifat menyerap radiasi bumi
yang dapat menentukan cepat lambatnya kehilangan panas dari bumi, sehingga
dengan sendirinya juga mengatur suhu udara.
c. Arah dan Kecepatan Angin
Angin merupakan udara yang bergerak sebagai akibat perbedaan tekanan udara
antara daerah yang satu dengan lainnya. Perbedaan pemanasan udara
menyebabkan naiknya gradien tekanan horizontal, sehingga terjadi gerakan
udara horizontal di atmosfer. Kecepatan angin dalam data klimatologi adalah
kecepatan angin horizontal pada ketinggian 2 meter dari permukaan tanah.

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Beberapa faktor meteorologi yang mempengaruhi pencemaran udara adalah
(Ginting, 2017):
1. Temperatur
Pergerakan mendadak lapisan udara dingin ke suatu kawasan dapat
menimbulkan temperatur inversi. Dengan kata lain, udara dingin akan
terperangkap dan tidak dapat keluar dari kawasan tersebut dan cenderung
menahan polutan tetap berada di lapisan permukaan bumi sehingga konsentrasi
polutan di kawasan tersebut semakin lama semakin tinggi. Perubahan terhadap
keseimbangan pemanasan merupakan pengaruh meteorologi utama yang
ditimbulkan oleh aktivitas perkotaan. Perubahan ini dapat terjadi dikarenakan
beberapa faktor diantaranya:
a. Perubahan karakteristik pemanasan pada permukaan;
b. banyaknya bangunan tegak lurus di daerah perkotaan menyebabkan
perubahan keseimbangan pemanas. Pada siang hari, gelombang sinar
matahari akan mengalami pemantulan berulang kali oleh permukaan tanah
dan dinding bangunan, sehingga gelombang sinar yang terlepas keatmosfer
sangat berkurang. Pada malam hari, pelepasan panas yang tertahan pada
siang hari akan meningkatkan temperature;
c. perubahan penyinaran;
d. unsur-unsur pencemar udara perkotaan (aerosol, debu, dan oksidan) dapat
mengurangi intensitas sinar matahari yang datang antara 20% dan 30%. Ini
akan mengakibatkan naiknya temperatur.
2. Arah dan Kecepatan Angin
Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana-mana dan
dapat mencemari udara negara lain. Kecepatan angin di daerah perkotaan akan
cenderung menurun akibat semakin besarnya gesekan yang timbul pada aliran
udara. Menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai kecepatan angin, maka semakin
tinggi pula pendispersian polutan pecemaran udara, maka konsentrasi pencemar
akan semakin kecil. Sebaliknya rendahnya kecepatan angin menyebabkan
pendispersian polutan pencemaran udara rendah juga, sehingga mengakibatkan
konsentreasi pencemar di udara semakin tinggi.

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3. Kelembapan
Kelembapan relatif adalah jumlah aktual uap air diudara relatif terhadap jumlah
uap air pada waktu udara dalam keadaan jenuh pada suhu yang sama dinyatakan
dalam persen. Pada kelembapan udara yang tinggi maka kadar uap di udara
dapat bereaksi dengan pencemar udara, menjadi zat lain yang tidak berbahaya
atau menjadi zat pencemar sekunder.
4. Hujan
Air hujan merupakan pelarut umum dan cenderung melarutkan bahan polutan
yang terdapat dalam udara. Kawasan industri yang menggunakan batubara
sebagai sumber energinya berpotensi menjadi sumber pencemar udara di
sekitarnya. Pembakaran batubara akan menghasilkan gas sulfur dioksida dan
apabila gas tersebut bercampur dengan air hujan akan terbentuk asam sulfat
(sulfuric acid) sehingga air hujan menjadi asam, biasa disebut hujan asam (acid
rain).
5. Topografi
Variabel-variabel yang termasuk di dalam faktor topografi, antara lain:
a. Dataran rendah, di dataran rendah angin cenderung membawa polutan
terbang jauh ke seluruh penjuru dan dapat melewati batas negara dan
mencemari udara negara lain;
b. dataran tinggi, di daerah dataran tinggi sering terjadi temperatur inversi dan
udara dingin yang terperangkap akan menahan polutan tetap di lapisan
permukaan bumi;
c. lembah, di daerah lembah aliran angin sedikit sekali dan tidak bertiup ke
segala penjuru. Keadaan ini cenderung menahan polutan yang terdapat di
permukaan bumi.

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Total Suspended Particulate (TSP)

3.1.1 Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Total Suspended Particulate
(TSP) ini adalah:
1. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang kertas filter;
2. file box berfungsi untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum
dan sesudah sampling dilakukan;
3. pinset berfungsi untuk mengambil dan memindahkan kertas filter;
4. High Volume Sampler (HVS) berfungsi sebagai alat pengukur konsentrasi TSP;
5. kompas berfungsi untuk menentukan arah angin;
6. anemometer berfungsi untuk menetukan rotasi arah angin;
7. pocket weather man berfungsi untuk mengukur tekanan udara dan suhu;
8. kertas filter berfungsi untuk menyaring TSP.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum TSP ini adalah:


1. Silica gel berfungsi untuk menyerap uap air yang tersisa pada kertas filter;
2. sampel udara berfungsi sebagai bahan yang akan diuji.

3.1.3 Cara Kerja

Prosedur percobaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum praktikum, saat
praktikum dan setelah praktikum, adapun penjelasan dari setiap tahapan percobaan
praktikum kali ini adalah:

3.1.3.1 Sebelum Praktikum

Cara kerja sebelum praktikum TSP ini adalah:


1. Filter fiber yang digunakan dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan
sikat kecil;
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2. filter dikondisikan selama 24 jam kemudian ditimbang dengan neraca analitik
(pemberian nomor pada filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelum
sampling dilakukan filter tidak boleh rusak;
3. setelah ditimbang, filter diletakkan dalam file box yang telah diisi dengan silica
gel dan dilapisi dengan kertas atau alumunium foil;
4. file box ditutup rapat dengan selotip/plester agar tidak berkontak dengan udara
luar.

3.1.3.2 Pada Saat Praktikum

Cara kerja pada saat praktikum TSP ini adalah;


1. sumber arus listrik disiapkan, dipastikan voltase alat sama dengan voltase
sumber arus listrik;
2. filter dipasang dengan rapi di antara face plate dan gasket;
3. alat pengukur debit dipasang sesuai dengan waktu pengukuran;
4. HVS dihidupkan dan setelah berjalan 5 menit kecepatan aliran udara dicatat.
Sampling dibiarkan berlangsung selama 1 jam;
5. kondisi meteorologi dicatat (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah dan
kecepatan angin) minimal setiap 10 menit, dan apabila sampling berakhir laju
aliran udara dicatat kembali;
6. setelah praktikum berakhir, alat HVS dimatikan, face plate dibuka dan filter
dikeluarkan, filter dilipat sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung
partikulat tersuspensi saling berhadapan;
7. filter tersebut dimasukan ke dalam plastik;
8. filter dikondisikan di dalam file box selama minimal 24 jam.

3.1.3.2 Setelah Praktikum

Cara kerja setelah praktikum TSP ini adalah timbang filter yang telah dikondisikan
minimal 5 kali pengukuran untuk masing-masing filter.

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.1.4 Rumus

3.1.4.1 Volume udara yang dihisap

(Q1+Q2+…Qn)
V= .......................................................................... (3.1)
n

Keterangan:
V = volume yang terhisap (m3)
Q1 = kecepatan aliran udara awal (m3/mnt)
Q2 = kecepatan udara akhir (m3/mnt)
T = waktu sampling (mnt)
n = jumlah data pengukuran

3.1.4.2 Volume STP

Ps  Vs Pstp  Vstp
= ...................................................................... (3.2)
Ts Tpstp
Dimana:
Pstp = tekanan standar (1 atm/760 mmHg)
Vstp = volume standar (m3)
Tstp = suhu standar (25o C/298 K)

3.1.4.3 Konsentrasi Partikel Tersuspensi

(Ws-Wo) X 106
C= ......................................................................... (3.3)
Vstp
Keterangan:
C = konsentrasi partikel tersuspensi (µg/m3)
Ws = berat filter fiber glass setelah sampling (g)
Wo = berat filter fiber glass sebelum sampling (g)
106 = konversi dari g menjadi µg

3.1.4.4 Konversi Curter

t2 p
C =C2 ............................................................................ (3.4)
t1
Dimana:
C = konsentrasi pada waktu pengukuran, t1 = 24 jam
C2 = konsentrasi pada waktu pengukuran sebenarnya, t2
p = konversi canter yang bernilai antara 0,17 - 0,2

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.2 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

3.2.1 Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Particulate Matter (PM2,5) ini
adalah:
1. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang kertas filter;
2. file box berfungsi untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum
dan sesudah sampling dilakukan;
3. pinset berfungsi untuk mengambil dan memindahkan kertas filter;
4. Low Volume Sampler (LVS) berfungsi sebagai alat pengukur konsentrasi
PM2,5;
5. kompas berfungsi untuk menentukan arah angin;
6. anemometer berfungsi untuk menetukan rotasi arah angin;
7. tripod berfungsi untuk meletakkan elutriator;
8. pocket weather man berfungsi untuk mengukur tekanan udara dan suhu;
9. Kertas filter berfungsi untuk menyaring PM2,5.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum PM2,5 ini adalah:


1. Silica gel berfungsi untuk menyerap uap air yang tersisa pada kertas filter;
2. sampel udara berfungsi sebagai bahan yang akan diuji.

3.2.3 Cara Kerja

Prosedur percobaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum praktikum, saat
praktikum dan setelah praktikum, adapun penjelasan dari setiap tahapan percobaan
praktikum kali ini adalah:

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.2.3.1 Sebelum Praktikum

Cara kerja sebelum praktikum PM2,5 ini adalah:


1. Filter fiber yang digunakan dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan
sikat kecil;
2. filter dikondisikan selama 24 jam kemudian ditimbang dengan neraca analitik
(pemberian nomor pada filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelum
sampling dilakukan filter tidak boleh rusak;
3. setelah ditimbang, filter diletakkan dalam file box yang telah diisi dengan silica
gel dan dilapisi dengan kertas atau alumunium foil;
4. file box ditutup rapat dengan selotip/plester agar tidak berkontak dengan udara
luar.

3.2.3.2 Pada Saat Praktikum

Cara kerja pada saat praktikum PM2,5 ini adalah:


1. Sumber arus listrik disiapkan, voltase alat dipastikan sama dengan voltase
sumber arus listrik;
2. tripod dipasang setinggi 1-1,5 m sebagai tempat untuk meletakkan elutriator;
3. filter dipasang dengan rapi diantara face plate yang terletak pada slang yang
akan menghubungkan elutriator dengan pompa vakum;
4. LVS dihidupkan dan atur laju aliran sampai 3,5 l/menit pada tombol pengatur
laju aliran;
5. kecepatan aliran udara setiap 10 menit dicatat. Sampling dibiarkan berlangsung
selama 1 jam;
6. kondisi meteorologi (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah, dan
kecepatan angin) dicatat minimal setiap 30 menit, dan apabila sampling
berakhir laju aliran udara dicatat kembali;
7. setelah praktikum berakhir, alat LVS dimatikan, face plate dibuka dan filter
dikeluarkan, filter dilipat sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung
partikulat tersuspensi saling berhadapan;
8. filter tersebut dimasukkan ke dalam plastik;
9. filter dikondisikan di dalam file box selama minimal 24 jam.

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.2.3.3 Setelah Praktikum

Cara kerja setelah praktikum PM2,5 ini adalah timbang filter yang telah dikondisikan
minimal 5 kali pengukuran untuk masing-masing filter.

3.2.4 Rumus

3.2.4.1 Volume udara yang dihisap

(Q1+Q2+…Qn)
V= .......................................................................... (3.5)
n

Keterangan:
V = volume yang terhisap (m3)
Q1 = kecepatan aliran udara awal (m3/mnt)
Q2 = kecepatan udara akhir (m3/mnt)
T = waktu sampling (mnt)
n = jumlah data pengukuran

3.2.4.2 Volume STP

Ps X Vs Pstp X Vstp
= ..................................................................... (3.6)
Ts Tpstp
Dimana:
Pstp = tekanan standar (1 atm/760 mmHg)
Vstp = volume standar (m3)
Tstp = suhu standar (25o C/298 K)

3.2.4.3 Konsentrasi Partikel Tersuspensi

(Ws-Wo) X 106
C= ......................................................................... (3.7)
Vstp
Keterangan:
C = konsentrasi partikel tersuspensi (µg/m3)
Ws = berat filter fiber glass setelah sampling (g)
Wo = berat filter fiber glass sebelum sampling (g)
106 = konversi dari g menjadi µg

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.2.4.4 Konversi Curter

t2 p
C =C2 ............................................................................ (3.8)
t1
Dimana:
C = konsentrasi pada waktu pengukuran, t1 = 24 jam
C2 = konsentrasi pada waktu pengukuran sebenarnya, t2
p = konversi canter yang bernilai antara 0,17 - 0,2

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

4.1.1 Data Filter

4.1.1.1 Total Suspended Particulate (TSP)

Data berat filter Total Suspended Particulate (TSP) dapat dilihat pada Tabel 4.1
sebagai berikut.

Tabel 4.1 Berat Filter TSP


No. Berat Awal (Wo) (g) Berat Akhir (Ws) (g) Selisih Berat (g)
1. 3,7443 3,7453 0,0010
2. 3,7448 3,7463 0,0015
3. 3,7460 3,7472 0,0012
4. 3,7462 3,7479 0,0017
5. 3,7463 3,7477 0,0014
Rata-rata 0,00136
Sumber: Hasil praktikum Laboratorium Kualitas Udara, 2023

4.1.1.2 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Data berat filter Particulate Matter 2,5 (PM2,5) dapat dilihat pada Tabel 4.2
sebagai berikut.

Tabel 4.2 Berat Filter untuk PM2,5


No. Berat Awal (Wo) (g) Berat Akhir (Ws) (g) Selisih Berat (g)
1. 0,1562 0,1563 0,0001
2. 0,1562 0,1564 0,0002
3. 0,1564 0,1565 0,0001
4. 0,1562 0,1564 0,0002
5. 0,1564 0,1564 0,0000
Rata-rata 0,00012
Sumber: Hasil praktikum Laboratorium Kualitas Udara, 2023
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4.1.2 Kondisi Meteorologi

Data kondisi meteorologi dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut.

Tabel 4.3 Kondisi Meteorologi


Kecepatan
Suhu Tekanan Kelembapan
Data Ke- Jam Angin Arah Angin
(oC) (mmHg) (%)
(m/s)
1 10.21 35,0 733,5 0,7 B ke T 54,6
2 10.31 32,4 733,5 1,5 U ke S 63,2
3 10.41 33,0 733,5 0,6 U ke S 63,0
4 10.51 32,5 733,5 0,7 U ke S 62,1
5 11.01 33,4 733,3 0,9 B ke T 65,7
6 11.11 34,5 733,1 1,6 B ke T 58,7
7 11.21 34,6 733,4 1,7 B ke T 59,6
Rata-rata 33,6 733,4 1,1 B ke T 60,9
Sumber: Data Praktikum Laboratorium Kualitas Udara, 2023

Keterangan :
B = Barat
T = Timur
S = Selatan

4.2 Perhitungan

4.2.1 Total Suspended Particulate (TSP)

Ts = 36,34oC + 273 K
= 309,34 K

1 mmHg = 0,0193368 Psi


733,4 mmHg = 14,181 Psi
LPM = NLPM = m3/menit
Tgas 14.696 Psi
1 LPM = 1,45 NL/menit × 293,15 K × Pgas

306,6 K 14.696 Psi


1 LPM = 1,45 NL/menit × 293,15 K × 14,181 Psi

QTSP = 1,45 NL/ menit x 1,046 x 1.036,31


QTSP = 1.571,77 L/menit
QTSP = 1,571 m3/menit

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
1. Volume udara yang dihisap
Q1 +Q2 +…+Qn
Vs = ×T
n
Vs = QSTP x T
= 1,571 m3/mnt x 60 menit
= 94,26 m3

2. Volume STP`
a. Tekanan rata-rata sampling
Ps = 733,4 mmHg
b. Suhu rata-rata sampling
35,0 + 32,4 + 33,0 + 32,5 + 33,4 + 34,5 + 34,6
Ts =
7
= 33,6oC + 273 K
= 306,6 K
c. Volume sampling
Vs = 94,26 m3

d. Volume STP
PS x VS PSTP x VSTP
=
TS TSTP
PS TSTPP
VSTP = VS x x
PSTP TS
733,4 mmHg 298 K
= 94,26 m3 x x
760 mmHg 306,6 K
= 88,41 m3

3. Konsentrasi partikel tersuspensi untuk sampling 1 jam


(Ws-Wo) x 106
C1 =
VSTP

(0,00136) x 106 µg
C1 =
88,41 m3
C1 = 15,38 µg/m3

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4. Konversi canter untuk konsentrasi partikel tersuspensi untuk 24 jam
t2 p
C24 = C1 × t1

1 0,2
C24 = 15,38 µg/m3 x
24
C24 = 8,14 µg/m3

4.2.2 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

1. Volume udara yang dihisap


Q1  Q 2  ...  Q n
V T
n
(3,5 + 3,5 + 3,5 + 3,5 + 3,5 + 3,5 + 3,5) L/mnt
= 7
×60 menit

= 210 L
= 0,21 m3
2. Volume STP
a. Tekanan rata-rata sampling
Ps = 733,4 mmHg
b. Suhu rata-rata sampling
35,0 + 32,4 + 33,0 + 32,5 + 33,4 + 34,5 + 34,6
Ts =
7
= 33,6oC + 273 K
= 306,6 K
c. Volume sampling
Vs = 0,21 m3

d. Volume STP
PS x VS PSTP x VSTP
=
TS TSTP
PS TSTP
VSTP = VS x x
PSTP TS
733,4 mmHg 298 K
= 0,21 m3 x x
760 mmHg 306,6 K
= 0,19 m3

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3. Konsentrasi PM2,5 untuk sampling 1 jam

(Ws Wo) x 106


C1 =
VSTP

(0,00012) x 106 µg
C1 =
0,19 m3
C1 = 631,57 µg/m3
4. Konversi canter untuk PM2,5 selama 24 jam
t2 p
C24 = C1 × t1

1 0,2
C24 = 631,57 µg/m3
24
C24 = 334,48 µg/m3

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4.3 Pembahasan

Percobaan modul Partikulat dilakukan di pertigaan jalan depan Pecinta Alam


Indonesia Teknik Universitas Andalas (PAITUA), Fakultas Teknik, Universitas
Andalas pada hari Senin, 13 Maret 2023 pukul 08.55 WIB. Koordinat titik sampling
berada pada 00°54’45” Lintang Selatan dan 100°27’51” Bujur Timur dengan.
elevasi 292 meter di atas permukaan laut. Kondisi lingkungan di sekitar tempat
sampling yaitu cerah dengan keadaan angin yang panas. Suhu rata-rata di tempat
pengambilan sampel adalah 33,6°C. Tekanan udara rata-rata sekitar 733,4 mmHg,
kecepatan angin rata-rata sebesar 1,1 m/s dengan kelembapan udara sebesar 60,9%,
dan arah angin dari Barat ke Timur. Sumber pencemar berasal dari asap knalpot
kendaraan bermotor serta debu yang berterbangan.

Berdasarkan praktikum partikulat yang telah dilakukan didapatkan konsentrasi


TSP. Konsentrasi TSP dalam 1 jam didapatkan sebesar 15,38 µg/Nm3. Konsentrasi
TSP jika dikonversikan kedalam 24 jam didapatkan sebesar 8,14 µg/Nm3.
Berdasarkan praktikum partikulat didapatkan volume dan konsentrasi PM2,5.
Volume udara yang dihisap oleh alat yaitu sebesar 0,21 m3, volume Standard
Temperature and Pressure (STP) yang didapatkan setelah perhitungan dan
pengolahan data yaitu sebesar 0,26 m3. Konsentrasi PM2,5 dalam 1 jam didapatkan
sebesar 631,57 µg/Nm3. Konsentrasi Particulate Matter 2,5 (PM 2,5) jika
dikonversikan kedalam 24 jam didapatkan sebesar 334,48 µg/Nm3.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ditetapkan baku mutu kadar TSP
untuk waktu 24 jam sebesar 230 μg/Nm3 dan baku mutu kadar PM2,5 untuk waktu
24 jam sebesar 55 µg/Nm3. Konsentrasi yang didapatkan menunjukkan bahwa TSP
di udara sekitar pertigaan jalan depan PAITUA tidak melebihi baku mutu,
sedangkan PM2,5 yang terkandung dalam udara di sekitar pertigaan jalan depan
PAITUA sudah melebihi baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi PM2,5
di udara sekitar PAITUA tidak aman bagi Kesehatan manusia.

Dampak yang ditimbulkan dari TSP terhadap kesehatan manusia adalah


menimbulkan asma, kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular, penyakit
pernapasan, kelahiran prematur, cacat lahir, dan kematian janin. Peningkatan
ADE IRAWANDI HASIM 2110942036
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
konsentrasi dari partikel halus pada udara sebagai dampak dari polusi udara akibat
aktivitas antropogenik secara konsisten dan independen berkaitan terhadap efek
yang paling serius, yakni kanker paru-paru maupun kematian akibat gangguan
kardiovaskular. PM2,5 dapat membawa berbagai zat beracun, melewati penyaringan
bulu hidung, mencapai bagian dalam saluran pernafasan melalui aliran udara
kemudian menumpuk dan merusak bagian tubuh lain melalui pertukaran udara di
paru-paru. PM2,5 apabila terhirup tidak dapat disaring dalam sistem pernafasan
bagian atas dan akan menembus bagian terdalam paru-paru. PM2,5 adalah salah satu
faktor penyebab kematian non-kecelakaan pada manusia. Beberapa peneliti
epidemiologi berpendapat bahwa partikel udara halus sangat berbahaya karena
dapat berpenetrasi menembus bagian terdalam paru-paru dan sistem jantung,
menyebabkan gangguan kesehatan di antaranya infeksi saluran pernafasan akut,
kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular bahkan kematian.

Pengendalian PM2,5 dapat dilakukan dengan salah satu teknologi yaitu dengan
menggunakan mango leaf filtering. Mekanisme dari alat mango leaf filtering adalah
Kerangka alat filtrasi berupa balok yang terbuat dari triplek berukuran 80cm dengan
lebar 20cm dipasang kipas DC 12 volt dikedua sisi kerangka. Komponen penyaring
udara yaitu filter daun mangga beserta karbon aktif disusun dalam kompartemen
balok, kemudian ditutup dan alat filtrasi siap untuk diuji. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara pengukuran langsung konsentrasi PM2,5 dengan
menggunakan alat EVM-7. Data PM2,5 diukur sebelum dan sesudah dipasang alat
sistem filtering berbahan daun mangga. Selain data PM2,5, juga diukur suhu dan
kelembaban udara. Analisis data dilakukan secara univariat untuk mendeskripsikan
hasil pengukuran PM2,5 sebelum dan sesudah pemasangan alat sistem filtrasi.

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa:


1. Percobaan modul Partikulat dilakukan di pertigaan jalan depan Pecinta Alam
Indonesia Teknik Universitas Andalas (PAITUA), Fakultas Teknik,
Universitas Andalas pada hari Senin, 13 Maret 2023 pukul 08.55 WIB;
2. hasil dari praktikum partikulat didapatkan konsentrasi Total Suspended
Particulate (TSP) dalam 24 jam didapatkan sebesar 8,14 µg/Nm3. Untuk
konsentrasi Particulate Matter 2,5 (PM2,5) dalam 24 jam didapatkan sebesar
334,48 µg/Nm3;
3. berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup hasil TSP
yang didapat tidak melewati baku mutu dan PM2,5 yang didapat telah melewati
baku mutu;
4. sumber partikulat berasal dari asap knalpot kendaraan bermotor dan aktifitas
manusia sekitar yang berdampak pada Kesehatan manusia, seperti
menimbulkan asma, kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular, penyakit
pernapasan, kelahiran prematur, cacat lahir, dan kematian janin;
5. Teknologi yang digunakan untuk mengurangi konsentrasi dari zat pencemaran
udara adalah dengan Mango Leaf Filtering System.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat praktikan berikan setelah melakukan percobaan ini
adalah:
1. Praktikan diharapkan untuk membaca modul dahulu sebelum melakukan
praktium agar kesalahan dalam praktikum dapat diminimalisir;
2. pemerintah harus memberikan sanksi tegas kepada pelaku pencemaran udara
dan juga memberikan penyuluhan tentang bahaya pencemaran udara kepada
masyarakat serta rutin melakukan pengukuran kadar partikulat di udara;
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3. Teknik Lingkungan diharapkan menjadi sarana prasarana dalam pengendalian
pencemaran udara;
4. Sarjana Teknik Lingkungan diharapkan memberikan inovasi baru dalam
pengendalian TSP dan PM2,5 dan melakukan penyuluhan secara rutin terhadap
masyarakat tentang potensi bahaya TSP dan PM2,5.

ADE IRAWANDI HASIM 2110942036


DAFTAR PUSTAKA

Af’idah Nashihatul. 2019. Analisis Hubungan Konsentrasi Total Suspended


Particulate (TSP) Di Dalam Dan Di Luar Ruangan Dan Faktor-Faktor
Yang Berhubungan. Tugas Akhir Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, UIN
Sunan Ampel Surabaya.

Gusnita, I. S. (2013). Analisis Parameter Meteorologi Terhadap Konsentrasi PM10


Di Kota Surabaya. Seminar Sains Atmosfer 2013.

Hairy, Mohd Ibrahim, dkk. 2016. Pencemaran habuk di Malaysia: Mengesan


taburan konsentrasi PM10 di pusat bandar, sub bandar dan pinggir bandar
di Ipoh, Perak. Malaysian Journal of Society and Space 12 issue 5 (104-
114).

Isfi Rohmah, dkk. 2018. Perbandingan Metode Sampling Kualitas Udara: High
Volume Air Sampler (HVAS) Dan Low Volume Air Sampler (LVAS). Jurnal
Ecolab Vol. 12 No. 2: 53 – 102.

Nani Chollanawati. 2019. Partikulat Halus (PM2,5) dan Dampaknya Terhadap


Kesehatan Manusia. Bandung: Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Rohman, M. (2016). Pengolahan limbah cair laundry menggunakan filter membran


dari sintesis zeolit dan kitosan untuk menurunkan total suspended solid
(TSS) dan surfaktan. (Doctoral dissertation, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember).

Sari, E. N. (2013). Gambaran Kualitas Udara Ambien Terminal Kaitannya dengan


Gangguan Fungsi Paru Pedagang Tetap Wanita di Terminal Joyoboyo
Surabaya. Indones. J. Occup. Saf. Heal, 2, 90-95.

Purnama, Sidebang, Alda Safitri, Rahdatia Magvira S Tarafannur, Ainurrahma Said,


Nabila K Mafud, Gazali M Lahe. 2022. Sistem Filtering Berbahan Daun
Mangga Untuk Emisi Partikulat Matter 2,5. Poltekkes Kemenkes Ternate;
Maluku Utara.
SNI 19-7119.9-2005. Udara ambien – Bagian 9: Penentuan lokasi pengambilan
contoh uji pemantauan kualitas udara roadside.

Sundari, H., & Septiawati, D. (2020). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan


Paparan Total Suspended Particulate (Tsp) Pada Pekerja Di Instalasi
Laundry Rsup Dr. Mohammad Hoesin Palembang. (Doctoral dissertation,
Sriwijaya University).

Tubagus. 2016. Kajian Mengenai Konsentrasi Partikulat Debu Dalam Udara


Ambien Melalui High Volume Sampler Yang Mengutilisasi Metode
Gravimetri. Bogor: Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut
Pertanian Bogor, Jln. Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor.

Yenni Ruslinda. 2016. Analisis Kualitas Udara Ambien Kota Padang akibat
Pencemar Particulate Matter 10 m (PM10). Jurnal TeknikA Vol. 21 No. 2.
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang

Anda mungkin juga menyukai