PARTIKULAT
OLEH:
ASISTEN:
M. FATUR RAHMAN
ARNITA SARI
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH
TINJAUAN PUSTAKA
Praktikum modul Partikulat kali ini menggunakan sampel yang diambil di pertigaan
jalan depan Pecinta Alam Indonesia Teknik Universitas Andalas (PAITUA),
Fakultas Teknik, Universitas Andalas pada hari Senin, 13 Maret 2023 pukul 08.55
WIB. Koordinat titik sampling berada pada 00°54’45” Lintang Selatan dan
100°27’51” Bujur Timur dengan. elevasi 292 meter di atas permukaan laut. Kondisi
lingkungan di sekitar tempat sampling yaitu cerah dengan keadaan angin yang
panas. Suhu rata-rata di tempat pengambilan sampel adalah 33,6°C. Tekanan udara
rata-rata sekitar 733,4 mmHg, kecepatan angin rata-rata sebesar 1,1 m/s dengan
kelembapan udara sebesar 60,9%, dan arah angin dari Barat ke Timur. Sumber
pencemar berasal dari asap knalpot kendaraan bermotor serta debu yang
berterbangan.
2.2 Umum
Pencemaran udara adalah fenomena yang semakin serius dan dihadapi di semua
kawasan di negara yang sudah maju ataupun negara sedang berkembang. Masalah
kualitas udara ini dapat dikaitkan dengan proses pembangunan sebuah negara
terutama dalam proses urbanisasi dan pembangunan aktivitas perindustrian.
Pencemaran udara terjadi apabila suatu bahan atau partikel yang terlepas ke udara
dapat mempengaruhi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan bahan-bahan. Selain
itu, pencemaran udara juga dapat diartikan sebagai kehadiran satu atau lebih bahan
pencemar di dalam atmosfer dengan kuantitas serta jangka masa tertentu yang boleh
menyebabkan kecederaan dan kerusakkan pada manusia, tumbuh-tumbuhan,
binatang, dan harta benda sekaligus boleh mengganggu keselarasan dan
ketentraman (Hairy, 2016).
Kadar pencemaran udara ditentukan oleh adanya zat-zat seperti karbon monoksida,
debu/ partikel, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO2), hidrokarbon dan
hidrogen sulfida (H2S) serta partikel Particulate Matter 2,5, Particulate Matter 10,
dan Total suspended Particulate (PM2,5, PM10, TSP). Zat-zat tersebut dapat
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
mengakibatkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia seperti sakit
kepala, sesak napas, iritasi mata, batuk, iritasi saluran pernapasan, rusaknya paru-
paru, bronkitis, dan menimbulkan kerentanan terhadap virus influenza. Selain
manusia zat-zat tersebut juga dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman,
misalnya zat NO2 dapat menimbulkan bintik-bintik pada daun sampai
mengakibatkan rusaknya tulang-tulang daun. Pencemaran udara juga akan
menimbulkan kerusakan pada bangunan, misalnya asam sulfat yang terbentuk
sebagai hasil reaksi antara SO3 dengan uap air yang dapat menyebabkan terjadinya
hujan asam. Permasalahan yang dihadapi oleh para pemangku kepentingan
pengelolaan kualitas udara di Indonesia ini adalah dalam hal menentukan
konsentrasi debu jatuh dan TSP dalam udara ambien di suatu lokasi sebagai akibat
adanya berbagai macam kegiatan manusia, seperti pertambangan, transportasi,
pembukaan lahan, pembangunan kawasan perumahan, konversi lahan, pengolahan
tanah, penggundulan hutan, dan lain sebagainya. Permasalahan ini timbul karena
ketiadaan data mengenai besarnya bangkitan (generation) debu dan TSP yang
berasal dari permukaan lahan yang ada di Indonesia serta sebagai akibat dari
bermacam-macam kegiatan manusia (Yuwono, 2015).
TSP yaitu partikel dengan ukuran partikel kurang dari 100 μm. Jumlah TSP adalah
partikel kecil di udara seperti debu, fume, dan asap dengan diameter kurang dari
100 μm yang dihasilkan dari kegiatan konstruksi, pembakaran, dan kendaraan.
Partikulat ini dapat terdiri atas zat organik dan anorganik. Partikulat organik dapat
berupa mikroorganisme seperti virus, spora, dan jamur yang melayang di udara.
Saat ini pembahasan tentang partikulat sebagai pencemar udara menjadi perhatian
di berbagai negara, mengingat terdapat bukti kuat mengenai korelasi antara polusi
udara dan dampaknya pada kesehatan manusia terutama yang disebabkan oleh
partikulat. Secara keseluruhan partikulat debu di atmosfer disebut sebagai TSP
adalah partikel halus di udara yang terbentuk pada pembakaran bahan bakar minyak
(Rohman, 2016).
Terminal adalah salah satu lokasi yang tinggi pencemaran udaranya. Hal ini terjadi
karena terminal menjadi pusat kegiatan yang memerlukan jasa transportasi. Selain
itu, terminal menjadi tempat aktivitas manusia baik pengelola terminal, pedagang
dan pemakai jasa. Aktivitas kendaraan bermotor yang setiap hari dan dalam waktu
24 jam tersebut akan memicu adanya TSP di lingkungan terminal. Padatnya lalu
lintas oleh kendaraan bermotor membuat bahan pencemar yang terbuang dalam
bentuk partikel dan gas (Sari, 2013).
TSP berasal dari berbagai sumber termasuk kegiatan pembakaran maupun bukan
pembakaran di pertambangan atau kegiatan konstruksi, kendaraan bermotor dan di
bidang industri. Salah satu bidang industri adalah perusahaan, perusahaan memiliki
lingkungan yang dipengaruhi banyak faktor, seperti jumlah orang yang ada di
dalamnya, aktivitasnya, rancangan gedung, sumber polutan di dalam ruangan,
konsentrasi polutan di luar ruangan, dan kondisi sirkulasi udara. Kualitas udara
yang baik dalam ruangan, seperti di perusahaan dapat meningkatkan kemampuan
aktivitas pekerja (Nashihatul, 2019).
Dampak dari pajanan partikel TSP yaitu keluhan batuk, nyeri dada, dan iritasi
hidung banyak dialami oleh pekerja. Mekanisme pertahanan tubuh menanggapi
adanya suatu zat atau partikel berbahaya di dalam organ tubuh ditandai dengan
adanya keluhan seperti batuk, dahak, bunyi mengi, dan sesak napas. Partikel debu
dan gas yang ada di dalam ruang kerja dapat menimbulkan terjadinya reaksi batuk
hingga dapat menyebabkan iritasi pada mukosa pada saluran pernapasan. Studi
epidemiologis di negara-negara industri dan berkembang telah menunjukkan bahwa
peningkatan tingkat PM ambien menyebabkan peningkatan risiko kematian dan
morbiditas (Sundari, 2020).
Manusia bernapas dengan udara yang mengandung partikel. Partikel tersebut akan
masuk kedalam paru-paru. Partikel debu yang masuk ke dalam paru-paru memiliki
ukuran yang berbeda yang akan menentukan posisi penempelan dan pengendapan
partikel tersebut. PM10 akan tertahan di saluran pernapasan bagian tengah yang
menyebabkan gangguan pernapasan dan kerusakan paru-paru serta dapat
menyebabkan berkurangnya jarak pandang manusia. PM2,5 akan masuk ke dalam
kantung udara paru-paru, menempel pada alveoli, dan akan ikut keluar saat napas
dihembuskan. TSP tidak dapat terhirup ke dalam paru-paru, tetapi hanya sampai
pada bagian saluran pernapasan atas yang menyebabkan iritasi pernapasan, flu,
batuk dan gangguan penglihatan. Dampak partikulat terhadap kesehatan manusia,
seperti menyebabkan anemia, menyebabkan kenaikan tekanan darah, kerusakan
ginjal, gangguan sistem saraf, mengganggu konsentrasi, dan membuat otak tidak
berfungsi dengan baik (Nashihatul, 2019).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang baku mutu TSP
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adapun baku mutu TSP dalam udara ambien
dijelaskan pada tabel berikut:
Prinsip kerja alat HVS dengan metode gravimetri adalah menentukan konsentrasi
debu yang ada di udara dengan menggunakan pompa hisap. Udara yang terhisap
disaring dengan filter, sehingga debu yang ada di udara akan menempel pada filter
tersebut. Berdasarkan jumlah udara yang terhisap dan berat filter yang terdapat
debu, akan diketahui konsentrasi debu yang ada di udara (Nashihatul, 2019).
PM2,5 merupakan partikel pencemar yang berukuran kurang dari 2,5 μm. PM
disebut pula partikel pencemar merupakan istilah untuk campuran partikel padat
dan droplet cair yang tersuspensi di udara. Contoh partikulat yang dapat dilihat
dengan mata adalah debu dan asap. Partikel tersuspensi tersebut bervariasi dalam
ukuran, komposisi, dan asalnya. Ukuran partikulat di atmosfer bervariasi mulai dari
beberapa nanometer hingga puluhan mikrometer (Nani, 2019).
Partikulat berasal dari antropogenik dan alami baik primer (utama) maupun
sekunder (Nani, 2019):
1. Sumber Antropogenik
Sumber antropogenik partikulat berupa hasil dari pembakaran bahan bakar fosil
untuk produksi energi dan pemanasan domestik, pembakaran limbah industri
logam, asap knalpot, abrasi ban dan debu rem, dan suspensi ulang partikel yang
terendap. Gas reaktif buatan manusia seperti SO2, SO3, NOx, NH3 dan gas
organik dilepaskan ke atmosfer dan membentuk partikel melalui koagulasi,
berdampak pada inti kondensasi dan reaksi kimia.
2. Sumber Alami
Sumber alami primer seperti aktivitas gunung berapi, kebakaran lahan dan
hutan, lautan, pengikisan tanah dan batuan, dan bahan tanaman (plant
materials). Sumber alami sekunder terdiri dari emisi gas dari sumber alami yang
dapat membentuk PM. PM dari sumber yang berbeda memiliki komposisi yang
berbeda dan sering berbeda toksisitasnya.
PM2,5 adalah salah satu faktor penyebab kematian non-kecelakaan pada manusia.
Beberapa peneliti epidemiologi berpendapat bahwa partikel udara halus sangat
berbahaya karena dapat berpenetrasi menembus bagian terdalam paru-paru dan
sistem jantung, menyebabkan gangguan kesehatan di antaranya infeksi saluran
pernapasan akut, kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular bahkan kematian.
Partikel udara halus diperkirakan berkontribusi besar pada angka kematian yang
diakibatkan oleh gangguan kesehatan terkait pencemaran udara (Nani, 2019).
PM2,5 dapat membawa berbagai zat beracun, melewati penyaringan bulu hidung,
mencapai bagian dalam saluran pernapasan melalui aliran udara kemudian
menumpuk dan merusak bagian tubuh lain melalui pertukaran udara di paru-paru.
PM2,5 apabila terhirup tidak dapat disaring dalam sistem pernapasan bagian atas dan
akan menembus bagian terdalam paru-paru. Dampak paparan jangka pendek
maupun jangka panjang dari PM menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Hal
Baku mutu PM2,5 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaran dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adapun baku mutu PM2,5
dalam udara ambien dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Peraturan tentang PM2,5
No. Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu Sistem Pengukuran
aktif kontinu
Partikulat debu <2,5 24 Jam 55 μg/Nm3
1. aktif manual
(PM2,5) akttif kontinu
1 Tahun 15 μg/Nm3
Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2021.
Teknik pengambilan contoh uji dengan alat HVS mengacu pada SNI 19-7119.3-
2005. HVS yang digunakan adalah HVS merk Sibata tipe HV-1000F untuk PM10
dan TSP sedangkan untuk PM2,5 digunakan tipe HV-1000R. Alat yang digunakan
adalah satu set HVS dengan filter holder dan inlet cascade impactor PM10 dan
PM2,5. Bahan yang digunakan adalah Whatman Glass Microfiber Filters (WGMF)
ukuran 20,3 x 25,4 cm merek Sibata tipe EPM 2000. Prinsip kerja dari HVS adalah
menghisap udara dengan pompa vakum sehingga udara akan melalui filter dan
partikulat akan terkumpul di permukaan filter. Laju alir udara dijaga 1200 L/menit
selama 24 jam periode pengukuran. Partikulat di permukaan filter kemudian
ditimbang dengan timbangan (4 digit dibelakang koma) dalam ruangan bersuhu 15-
27⁰C dan kelembapan 0-50% (Isfi, 2018).
Penggunaan filter pada kendaraan bermotor dapat menjadi salah satu upaya
penanggulangan pencemaran udara, karena penggunaan filter dapat menangkap
partikel dari emisi buang kendaraan bermotor. Penelitian Sari menunjukkan bahwa
penggunaan filter berbahan zeolit efektif menurunkan kadar CO dan HC pada emisi
kendaraan bermotor. Diketahui juga efisiensi filtering berbahan serabut kelapa
untuk menurunkan PM2,5 sekitar 36-47% dan terdapat penurunan konsentrasi PM2,5
pada kendaraan bermotor yang menggunakan filter berbahan pelepah pisang
dibandingkan dengan tidak menggunakan filter (Purnama, 2022).
Parameter meteorologi berupa curah hujan, arah dan kecepatan angin, suhu,
tekanan, dan kelembapan relatif merupakan faktor penting yang mempengaruhi
proses tranformasi dan transportasi polutan di atmosfer. Perubahan suhu memiliki
hubungannya dengan musim yang sedang terjadi dan berpengaruh terhadap
konsentrasi polutan. Kelembapan memberi gambaran mengenai kemampuan udara
di sekitar sumber. Kaitannya dengan kemampuan terjadinya proses pencucian oleh
ADE IRAWANDI HASIM 2110942036
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
air hujan dan kemungkinan terbentuknya berbagai macam kabut. Parameter
meteorologi angin berperan sebagai media yang dapat memperbesar dan
memperkecil penyebaran pencemar PM di atmosfer. Kecepatan dan arah angin
menentukan transportasi horizontal dan vertikal dari dispersi polutan. Kecepatan
angin berkorelasi secara signifikan terhadap nilai rata- rata harian konsentrasi PM,
karena itu digunakan kecepatan angin rata-rata per jam untuk memprediksi nilai
konsentrasi rata-rata harian PM10 (Gusnita, 2013).
3.1.1 Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Total Suspended Particulate
(TSP) ini adalah:
1. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang kertas filter;
2. file box berfungsi untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum
dan sesudah sampling dilakukan;
3. pinset berfungsi untuk mengambil dan memindahkan kertas filter;
4. High Volume Sampler (HVS) berfungsi sebagai alat pengukur konsentrasi TSP;
5. kompas berfungsi untuk menentukan arah angin;
6. anemometer berfungsi untuk menetukan rotasi arah angin;
7. pocket weather man berfungsi untuk mengukur tekanan udara dan suhu;
8. kertas filter berfungsi untuk menyaring TSP.
3.1.2 Bahan
Prosedur percobaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum praktikum, saat
praktikum dan setelah praktikum, adapun penjelasan dari setiap tahapan percobaan
praktikum kali ini adalah:
Cara kerja setelah praktikum TSP ini adalah timbang filter yang telah dikondisikan
minimal 5 kali pengukuran untuk masing-masing filter.
(Q1+Q2+…Qn)
V= .......................................................................... (3.1)
n
Keterangan:
V = volume yang terhisap (m3)
Q1 = kecepatan aliran udara awal (m3/mnt)
Q2 = kecepatan udara akhir (m3/mnt)
T = waktu sampling (mnt)
n = jumlah data pengukuran
Ps Vs Pstp Vstp
= ...................................................................... (3.2)
Ts Tpstp
Dimana:
Pstp = tekanan standar (1 atm/760 mmHg)
Vstp = volume standar (m3)
Tstp = suhu standar (25o C/298 K)
(Ws-Wo) X 106
C= ......................................................................... (3.3)
Vstp
Keterangan:
C = konsentrasi partikel tersuspensi (µg/m3)
Ws = berat filter fiber glass setelah sampling (g)
Wo = berat filter fiber glass sebelum sampling (g)
106 = konversi dari g menjadi µg
t2 p
C =C2 ............................................................................ (3.4)
t1
Dimana:
C = konsentrasi pada waktu pengukuran, t1 = 24 jam
C2 = konsentrasi pada waktu pengukuran sebenarnya, t2
p = konversi canter yang bernilai antara 0,17 - 0,2
3.2.1 Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Particulate Matter (PM2,5) ini
adalah:
1. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang kertas filter;
2. file box berfungsi untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum
dan sesudah sampling dilakukan;
3. pinset berfungsi untuk mengambil dan memindahkan kertas filter;
4. Low Volume Sampler (LVS) berfungsi sebagai alat pengukur konsentrasi
PM2,5;
5. kompas berfungsi untuk menentukan arah angin;
6. anemometer berfungsi untuk menetukan rotasi arah angin;
7. tripod berfungsi untuk meletakkan elutriator;
8. pocket weather man berfungsi untuk mengukur tekanan udara dan suhu;
9. Kertas filter berfungsi untuk menyaring PM2,5.
3.2.2 Bahan
Prosedur percobaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum praktikum, saat
praktikum dan setelah praktikum, adapun penjelasan dari setiap tahapan percobaan
praktikum kali ini adalah:
Cara kerja setelah praktikum PM2,5 ini adalah timbang filter yang telah dikondisikan
minimal 5 kali pengukuran untuk masing-masing filter.
3.2.4 Rumus
(Q1+Q2+…Qn)
V= .......................................................................... (3.5)
n
Keterangan:
V = volume yang terhisap (m3)
Q1 = kecepatan aliran udara awal (m3/mnt)
Q2 = kecepatan udara akhir (m3/mnt)
T = waktu sampling (mnt)
n = jumlah data pengukuran
Ps X Vs Pstp X Vstp
= ..................................................................... (3.6)
Ts Tpstp
Dimana:
Pstp = tekanan standar (1 atm/760 mmHg)
Vstp = volume standar (m3)
Tstp = suhu standar (25o C/298 K)
(Ws-Wo) X 106
C= ......................................................................... (3.7)
Vstp
Keterangan:
C = konsentrasi partikel tersuspensi (µg/m3)
Ws = berat filter fiber glass setelah sampling (g)
Wo = berat filter fiber glass sebelum sampling (g)
106 = konversi dari g menjadi µg
t2 p
C =C2 ............................................................................ (3.8)
t1
Dimana:
C = konsentrasi pada waktu pengukuran, t1 = 24 jam
C2 = konsentrasi pada waktu pengukuran sebenarnya, t2
p = konversi canter yang bernilai antara 0,17 - 0,2
4.1 Data
Data berat filter Total Suspended Particulate (TSP) dapat dilihat pada Tabel 4.1
sebagai berikut.
Data berat filter Particulate Matter 2,5 (PM2,5) dapat dilihat pada Tabel 4.2
sebagai berikut.
Data kondisi meteorologi dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut.
Keterangan :
B = Barat
T = Timur
S = Selatan
4.2 Perhitungan
Ts = 36,34oC + 273 K
= 309,34 K
2. Volume STP`
a. Tekanan rata-rata sampling
Ps = 733,4 mmHg
b. Suhu rata-rata sampling
35,0 + 32,4 + 33,0 + 32,5 + 33,4 + 34,5 + 34,6
Ts =
7
= 33,6oC + 273 K
= 306,6 K
c. Volume sampling
Vs = 94,26 m3
d. Volume STP
PS x VS PSTP x VSTP
=
TS TSTP
PS TSTPP
VSTP = VS x x
PSTP TS
733,4 mmHg 298 K
= 94,26 m3 x x
760 mmHg 306,6 K
= 88,41 m3
(0,00136) x 106 µg
C1 =
88,41 m3
C1 = 15,38 µg/m3
1 0,2
C24 = 15,38 µg/m3 x
24
C24 = 8,14 µg/m3
= 210 L
= 0,21 m3
2. Volume STP
a. Tekanan rata-rata sampling
Ps = 733,4 mmHg
b. Suhu rata-rata sampling
35,0 + 32,4 + 33,0 + 32,5 + 33,4 + 34,5 + 34,6
Ts =
7
= 33,6oC + 273 K
= 306,6 K
c. Volume sampling
Vs = 0,21 m3
d. Volume STP
PS x VS PSTP x VSTP
=
TS TSTP
PS TSTP
VSTP = VS x x
PSTP TS
733,4 mmHg 298 K
= 0,21 m3 x x
760 mmHg 306,6 K
= 0,19 m3
(0,00012) x 106 µg
C1 =
0,19 m3
C1 = 631,57 µg/m3
4. Konversi canter untuk PM2,5 selama 24 jam
t2 p
C24 = C1 × t1
1 0,2
C24 = 631,57 µg/m3
24
C24 = 334,48 µg/m3
Pengendalian PM2,5 dapat dilakukan dengan salah satu teknologi yaitu dengan
menggunakan mango leaf filtering. Mekanisme dari alat mango leaf filtering adalah
Kerangka alat filtrasi berupa balok yang terbuat dari triplek berukuran 80cm dengan
lebar 20cm dipasang kipas DC 12 volt dikedua sisi kerangka. Komponen penyaring
udara yaitu filter daun mangga beserta karbon aktif disusun dalam kompartemen
balok, kemudian ditutup dan alat filtrasi siap untuk diuji. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara pengukuran langsung konsentrasi PM2,5 dengan
menggunakan alat EVM-7. Data PM2,5 diukur sebelum dan sesudah dipasang alat
sistem filtering berbahan daun mangga. Selain data PM2,5, juga diukur suhu dan
kelembaban udara. Analisis data dilakukan secara univariat untuk mendeskripsikan
hasil pengukuran PM2,5 sebelum dan sesudah pemasangan alat sistem filtrasi.
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat praktikan berikan setelah melakukan percobaan ini
adalah:
1. Praktikan diharapkan untuk membaca modul dahulu sebelum melakukan
praktium agar kesalahan dalam praktikum dapat diminimalisir;
2. pemerintah harus memberikan sanksi tegas kepada pelaku pencemaran udara
dan juga memberikan penyuluhan tentang bahaya pencemaran udara kepada
masyarakat serta rutin melakukan pengukuran kadar partikulat di udara;
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3. Teknik Lingkungan diharapkan menjadi sarana prasarana dalam pengendalian
pencemaran udara;
4. Sarjana Teknik Lingkungan diharapkan memberikan inovasi baru dalam
pengendalian TSP dan PM2,5 dan melakukan penyuluhan secara rutin terhadap
masyarakat tentang potensi bahaya TSP dan PM2,5.
Isfi Rohmah, dkk. 2018. Perbandingan Metode Sampling Kualitas Udara: High
Volume Air Sampler (HVAS) Dan Low Volume Air Sampler (LVAS). Jurnal
Ecolab Vol. 12 No. 2: 53 – 102.
Yenni Ruslinda. 2016. Analisis Kualitas Udara Ambien Kota Padang akibat
Pencemar Particulate Matter 10 m (PM10). Jurnal TeknikA Vol. 21 No. 2.
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang