PARTIKULAT
OLEH:
ASISTEN:
M. FATUR RAHMAN
ARNITA SARI
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH
Pada praktikum kali ini, pengambilan sampel dilakukan di Pertigaan jalan depan
Pecinta Alam Indonesia Teknik Universitas Andalas (PAITUA), Fakultas Teknik.
Koordinat tempat pengambilan sampel yaitu 00°54’45” Lintang Selatan dan
100°27’51” Bujur Timur dengan elevasi 292 meter di atas permukaan laut.
Sampling diambil pada hari Senin, tanggal 13 Maret 2023 yang dilakukan dari
pukul 08.55 WIB. Kondisi sampel saat diambil yaitu partikulat yang diperkirakan
berasal dari aktivitas manusia, yakni dengan adanya tempat makan disekitar lokasi
sampling. Kondisi meteorologi ketika pengambilan sampel yaitu suhu rata-rata
33,6°C.
2.2 Umum
Pencemaran udara disebabkan oleh partikel padatan berupa TSP (Total Suspended
Particulate) dengan diameter maksimum sekitar 45µm, partikel PM10 (Particulate
Matter) dengan diameter kurang dari 10 µm dan PM2,5 dengan diameter kurang
dari 2,5µm. Partikel-partikel tersebut merupakan pemicu timbulnya infeksi
saluran pernapasan, karena partikel padat PM10 dan PM2,5 dapat mengendap pada
saluran pernapasan daerah bronkus dan alveolus, sedangkan TSP tidak dapat
mengendap ke dalam paru-paru dan hanya sampai pada bagian saluran pernapasan
bagian atas. Polusi yang ditimbulkan oleh TSP sangat berbahaya bagi aktivitas
manusia baik di dalam maupun di luar ruangan. TSP menimbulkan berbagai
penyakit seperti gangguan penglihatan dan infeksi saluran pernapasan (Fransiska,
2016).
Debu jatuh (dustfall) dan total partikel tersuspensi atau TSP termasuk dua
komponen penting dari parameter kualitas udara ambien. Kadar atau jumlah yang
rendah tidak akan menimbulkan masalah. Kadar yang dibiarkan berlebih pada
suatu udara bebas akan menimbulkan efek negatif dan merugikan, baik dari segi
ekonomi maupun dari aspek lingkungan. Penyakit asma akan menyebabkan
masalah penurunan jark pandang (Yuwono, 2015).
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Permasalahan yang sering ditemui oleh para pelaku pemantauan kualitas udara
adalah dalam menentukan konsentrasi debu jatuh dan TSP dalam udara ambien di
suatu lokasi akibat kegiatan manusia baik dari segi industri seperti pertambangan,
transportasi, pembukaan lahan, pembangunan kawasan perumahan, konversi
lahan, pengolahan tanah, penggundulan hutan, maupun dari segi berupa kelalaian
individu untuk menjaga lingkungan. Permasalahan ini sering timbul karena
kurangnya data mengenai kadar debu dan TSP yang berasal dari permukaan lahan
yang ada di Indonesia serta sebagai akibat dari bermacam-macam kegiatan
manusia (Yuwono, 2015).
TSP adalah partikel udara yang berukuran kecil dengan diameter kurang dari 100
mikrometer. Contoh partikel tersebut ialah debu, asap, dan uap. TSP dapat berasal
dari berbagai pekerjaan dan kegiatan manusia seperti pembangkit tenaga listrik,
insinerator, kendaraan dan aktivitas konstruksi. IARC (International Agency for
Research on Cancer) mengelompokan bahwa partikulat merupakan sumber utama
polutan di udara dan bersifat merusak. IARC menemukan bahwa partikulat
berisiko terhadap kanker paru-paru (Prilila, 2016).
TSP adalah partikel udara yang berukuran kurang dari 100 μm (mikrometer). TSP
dalam jumlah yang relatif kecil kecil kemungkinannya akan menimbulkan
Partikulat dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin, proses
vulkanis yang berasal dari letusan gunung berapi dan uap air laut. Partikulat juga
dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang
mengandung senyawa karbon murni atau bercampur dengan gas-gas organik,
seperti halnya penggunaan mesin diesel yang tidak terpelihara dengan baik dan
pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks
dari butir-butiran tar. Konsentrasi partikulat dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor meteorologi seperti suhu, kelembaban udara dan laju angin serta aktivitas-
aktivitas yang ada dalam suatu perusahaan sehingga adanya partikulat debu yang
terlihat secara kasat mata, akan tetapi dengan ukuran debu yang sangat kecil tidak
membuat debu tidak tampak terlihat dengan mata secara langsung dan tanpa debu
akan terhirup ke dalam tubuh. Kondisi ini ditakutkan akan memberikan dampak
berupa kualitas udara yang kurang baik yang dapat mengganggu kesehatan
pekerja (Nashihatul, 2019).
TSP memiliki beragam bentuk dan ukuran. TSP diemisikan dari berbagai sumber
termasuk kegiatan pembakaran maupun bukan pembakaran di bidang industri,
pertambangan atau kegiatan konstruksi, kendaraan bermotor, dan kegiatan
pembakaran sampah. Sumber alami sendiri ialah seperti kegiatan gunung berapi,
kebakaran hutan dan badai. Sumbernya terdiri atas sumber tidak bergerak,
maupun sumber bergerak spesifik. Sumber bergerak adalah sumber emisi yang
bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor.
Sumber bergerak spesifik adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap
TSP muncul dari berbagai sumber, termasuk operasi pembakaran dan non-
pembakaran di pertambangan atau konstruksi, kendaraan bermotor, dan di sektor
industri. Salah satu sektor industri adalah bisnis. Bisnis memiliki lingkungan yang
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti jumlah orang di dalamnya, aktivitas
mereka, desain bangunan dan sumber pencemar dalam ruangan, konsentrasi
pencemar luar ruang, dan kondisi lalu lintas udara. Kualitas udara dalam ruangan
yang baik di tempat-tempat umum, seperti di perusahaan, dapat meningkatkan
kinerja pekerja dan berdampak buruk bagi kesehatan. Jika pencemaran udara
terjadi di lingkungan perusahaan, maka akan berdampak pada penyakit
pernapasan pekerja. TSP juga menyebabkan berbagai penyakit seperti gangguan
penglihatan dan infeksi saluran pernapasan. Pencemaran yang disebabkan oleh
TSP merupakan masalah yang berbahaya bagi kehidupan dan kesehatan manusia
baik di dalam maupun di luar ruangan (Nashihatul, 2019).
TSP yang berasal dari kegiatan antropogenik seperti industri memiliki tingkat
toksisitas yang lebih tinggi dibanding yang berasal dari sumber alami.Pada
industri semen, partikulat yang berukuran ≤ 2,5 pada umumnya mengandung
bahan-bahan seperti trikalsium silikat, dikalsium silikat, beberapa bahan alumina,
trikalsium aluminat, besi oksida dan sedikit heksavalen kromium. Pajanan dari
bahan-bahan tersebut telah terbukti memberikan dampak yang bersifat toksik bagi
tubuh manusia, diantaranya menyebabkan iritasi pada mukosa lambung, mukosa
paru-paru, gangguan kulit, gangguan pernapasan, dan kanker (Fransiska, 2016).
Udara yang dihirup manusia saat bernapas mengandung partikel. Partikel tersebut
akan terhirup ke dalam paru-paru. Besar kecilnya partikel debu saat memasuki
paru-paru akan menentukan dimana partikel debu tersebut menempel atau
mengendap. Partikel yang lebih kecil dari 10 mikron (PM10) akan terperangkap di
saluran udara, menyebabkan gangguan pernapasan dan kerusakan paru-paru serta
dapat mengurangi penglihatan manusia. Partikel yang lebih kecil dari 2,5
mikrometer (PM2,5) masuk ke kantung udara paru-paru, menempel di alveolus,
dan keluar saat Anda mengeluarkan napas. PM10 dan PM2,5 dapat menjadi
sumber infeksi saluran pernapasan. karena dapat mengendap di area saluran napas
bronkus dan alveolus. Selama ini TSP tidak terhirup ke paru-paru, tetapi hanya ke
saluran pernapasan bagian atas dan menyebabkan iritasi pernapasan,
menyebabkan pilek, batuk, dan gangguan penglihatan. Efek partikel terhadap
kesehatan manusia antara lain mengganggu biosintesis hemoglobin dan anemia,
Pencemaran udara yang disebabkan oleh debu atau TSP dianggap berbahaya bagi
kesehatan masyarakat sekitar, debu dan pencemaran udara lainnya yang
ditimbulkan oleh kegiatan pembongkaran dan konstruksi dapat mempengaruhi
kesehatan dan kualitas hidup. Studi terhadap orang-orang yang bekerja dan tinggal
di sekitar menunjukkan bahwa jumlah kematian akibat penyakit paru-paru kronis
di antara pekerja konstruksi telah meningkat (Khairunnisa, 2019).
Baku mutu yang digunakan untuk kadar TSP di udara adalah Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana untuk parameter
TSP adalah sebagai berikut:
Teknik pengambilan contoh uji TSP menggunakan peralatan HVS (High Volume
Sampler) dengan metode gravimetri. Filter pada pengukuran TSP ialah Whatman
Glass Microfibre Filters (WGMF) dengan ukuran 20,3 x 25,4 cm (8 x 10 in) EPM
2000. Prinsip kerja alat HVS yaitu udara dihisap melalui filter di dalam shelter
menggunakan pompa vakum dengan laju alir tinggi sehingga partikel mengendap
di permukaan filter. Partikel yang mengendap dan terakumulasi di dalam filter
selama periode waktu tertentu dianalisis secara gravimetri. Laju alir pada
pengukuran menggunakan HVS ialah 1200 l/min selama 24 jam (Mukhtar, 2015).
Metode analisis TSP dilakukan secara gravimetri dengan menggunakan alat HVS.
Metode ini akan memperoleh besarnya partikel debu di udara. Mekanisme
pencemaran udara terjadi apabila kontaminan di udara telah cukup memenuhi
persyaratan baik secara kuantitas, lama berlangsung, maupun potensial bahaya
pada udara, kontaminan itu disebut sebagai polutan atau zat pencemar yang dapat
menimbulkan suatu pencemaran di udara. Mekanisme pemaparan kontaminan di
udara merupakan suatu sistem yang terdiri dari atas tiga komponen dasar, yaitu
sumber emisi, atmosfer, dan efek bagi reseptor atau penerima (Fransiska, 2016).
Metode analisis gravimetri adalah menentukan konsentrasi debu yang ada di udara
dengan menggunakan pompa hisap. Udara yang terhisap disaring dengan
menggunakan filter, sehingga debu yang ada di udara akan menempel pada filter
tersebut. Filter yang ditimbang akan dapat diketahui kadar TSP nya. Pengukuran
konsentrasi partikel yang melayang di udara menggunakan metode gravimetri
dengan cara pemilihan filter (Fransiska, 2016).
PM2,5 adalah partikel dengan diameter aerodinamik lebih kecil dari 2,5 µm.
Semakin kecil ukuran diameter partikel debu akan semakin berbahaya karena
dapat terhirup dan masuk ke dalam saluran pernapasan bagian bronkiale dan
alveoli yang merupakan tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida di
dalam paru. Debu partikulat adalah satu dari enam polutan paling berbahaya yaitu
karbon monoksida, timbal, nitrogen dioksida, ozon, sulfur dioksida, dan PM.
Debu umumnya berasal dari gabungan secara mekanik dan material yang
PM2,5 merupakan partikel pencemar yang berukuran kurang dari 2,5 μm. PM
merupakan istilah untuk campuran partikel padat dan droplet cair yang tersuspensi
di udara. Contoh partikulat yang dapat dilihat dengan mata adalah debu dan asap.
Partikel tersuspensi tersebut bervariasi dalam ukuran, komposisi, dan asalnya.
Ukuran partikulat di atmosfer bervariasi mulai dari beberapa nanometer hingga
puluhan mikrometer (Chollanawati, 2019).
Polusi udara adalah campuran kompleks partikel, gas dan molekul yang terus
berinteraksi satu sama lain di atmosfer. PM itu sendiri adalah campuran dari
beberapa senyawa (misalnya organik dan unsur karbon, logam transisi, nitrat dan
sulfat) dengan ukuran mulai dari beberapa nanometer hingga diameter > 10 mm.
PM merupakan salah satu parameter pencemar udara. Partikulat 2,5 (partikel debu
2,5) adalah partikel dengan diameter aerodinamis kurang dari 2,5 µm. Faktor
partikulat tersebut dapat mempengaruhi kesehatan manusia sebagai reseptor
terutama penyebab gangguan sistem pernapasan (Ahmad, 2017).
Partikulat berasal dari antropogenik dan alami baik primer maupun sekunder.
Sumber utama antropogenik partikulat berasal dari pembakaran bahan bakar fosil
untuk produksi energi dan pemanasan domestik, pembakaran limbah industri
logam, asap knalpot, abrasi ban dan debu rem, dan suspensi ulang partikel yang
terendap. Sumber PM2,5 berasal dari aktivitas manusia daripada sumber daya alam,
khususnya emisi dari aktivitas transportasi. Selain itu, kegiatan industri
juga menghasilkan partikulat dalam jumlah besar yang dihasilkan dari
pembakaran dan penggunaan bahan bakar. Sumber alam primer adalah gunung
berapi, kebakaran hutan, lautan, erosi tanah, abrasi batuan dan bahan tanaman
(plant materials). Ukuran partikelnya sangat kecil sehingga bisa masuk jauh ke
dalam paru-paru dan beredar di organ sistem peredaran darah. Polutan PM 2,5
berasal dari dua sumber yaitu outdoor dan indoor. Pada kategori outdoor, seperti
mobil, truk, bus dan asap oli mesin lainnya, termasuk pembakaran kayu, minyak,
Sumber alami PM2,5 berasal dari debu kering yang terbawa angin, abu dan
material vulkanik yang dibuang ke udara oleh letusan gunung berapi, dan ledakan
uap panas di sekitar area dari sumbernya. Sedangkan sumber timbulnya PM2,5
akibat aktivitas manusia terutama berasal dari pembakaran batu bara, proses
industri, kebakaran hutan dan emisi dari transportasi. Jenis industri potensial
PM2,5 adalah industri baja, industri semen, industri petrokimia, industri pulp dan
kertas, penggilingan tepung, industri tekstil, pabrik produksi asbes, pabrik
insektisida dan industri elektronik (Ahmad, 2017).
Partikel berasal dari sumber buatan manusia dan alam, baik primer maupun
sekunder (Chollanawati, 2019):
1. Sumber Antropogenik
Sumber utama partikel yang disebabkan oleh manusia adalah pembakaran bahan
bakar fosil untuk pembangkit listrik dan pemanas rumah, pembakaran logam
bekas industri, asap kendaraan, keausan ban dan debu rem, dan suspensi partikel
yang diendapkan. Gas reaktif buatan manusia seperti SO2, SO3, NOX, NH3 dan
gas organik dilepaskan ke atmosfer dan membentuk partikel melalui proses
koagulasi, berdampak pada inti kondensat dan reaksi kimia (sumber antropogenik
sekunder).
2. Sumber Alami
Sumber alami utama adalah gunung berapi, kebakaran hutan, lautan, erosi tanah,
abrasi batuan, dan materi tanaman. Sumber alam sekunder terdiri dari emisi gas
dari sumber alam yang dapat berupa partikulat. PM dari sumber yang berbeda
memiliki komposisi yang berbeda dan seringkali berbeda dalam toksisitasnya.
Beberapa studi epidemiologi telah mengaitkan PM10 dan terutama PM2,5 dengan
sejumlah masalah kesehatan. Ukuran partikel sangat kecil sehingga mereka dapat
melakukan perjalanan ke bagian terdalam dari paru-paru dan bahkan melalui
aliran darah. Beberapa masalah kesehatan yang disebabkan oleh menghirup
partikel adalah (Ahmad, 2017):
a. Gangguan pernafasan kronis (bronkitis);
b. ISPA (infeksi saluran pernafasan akut);
c. asma;
d. penurunan fungsi paru;
e. kanker paru-paru;
f. kematian dini.
Baku mutu yang digunakan untuk kadar PM2,5 di udara adalah Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana untuk parameter
PM2,5 adalah sebagai berikut:
Pada Lampiran PP No. 22 Tahun 2021 terdapat beberapa parameter baku mutu
udara ambien yang merupakan indikator pencemaran udara diantaranya adalah
debu atau TSP, PM10, PM2,5. PM2,5 adalah partikulat berukuran < 2,5 μm,
partikulat ini terdiri dari partikel halus berukuran kurang dari 2,5μm. Teknik
pengambilan sampel partikulat menurut standar pemerintah dilakukan dengan
menggunakan alat HVS dengan metode analisis gravimetri. Seiring dengan
perkembangan teknologi, partikulat dapat diukur dengan instrumen lainnya, salah
satunya adalah dengan instrumen Low Volume Sampler (LVS) yang merupakan
instrumen sampling udara ambien dengan volume yang lebih rendah dari HVS.
HVS dapat digunakan untuk mengukur TSP, PM10, dan PM2,5 (Rohmah, 2018).
3.1.1 Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Total Suspended Particulate
(TSP) ini adalah:
1. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang kertas filter;
2. file box berfungsi untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum
dan sesudah sampling dilakukan;
3. pinset berfungsi untuk mengambil dan memindahkan kertas filter;
4. High Volume Sampler (HVS) berfungsi sebagai alat pengukur konsentrasi TSP;
5. kompas berfungsi untuk menentukan arah angin;
6. anemometer berfungsi untuk menetukan rotasi arah angin;
7. pocket weather man berfungsi untuk mengukur tekanan udara dan suhu;
8. kertas filter berfungsi untuk menyaring TSP.
3.1.2 Bahan
Prosedur percobaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum praktikum, saat
praktikum dan setelah praktikum, adapun penjelasan dari setiap tahapan percobaan
praktikum kali ini adalah:
Cara kerja setelah praktikum TSP ini adalah timbang filter yang telah dikondisikan
minimal 5 kali pengukuran untuk masing-masing filter.
(Q1+Q2+…Qn)
V= ...........................................................................(3.1)
n
Keterangan:
V = volume yang terhisap (m3)
Q1 = kecepatan aliran udara awal (m3/mnt)
Q2 = kecepatan udara akhir (m3/mnt)
T = waktu sampling (mnt)
n = jumlah data pengukuran
Ps Vs Pstp Vstp
= .......................................................................(3.2)
Ts Tpstp
Dimana:
Pstp = tekanan standar (1 atm/760 mmHg)
Vstp = volume standar (m3)
Tstp = suhu standar (25o C/298 K)
(Ws-Wo) X 106
C= ..........................................................................(3.3)
Vstp
Keterangan:
C = konsentrasi partikel tersuspensi (µg/m3)
Ws = berat filter fiber glass setelah sampling (g)
Wo = berat filter fiber glass sebelum sampling (g)
106 = konversi dari g menjadi µg
t2 p
C =C2 ( t1) .............................................................................(3.4)
Dimana:
C = konsentrasi pada waktu pengukuran, t1 = 24 jam
C2 = konsentrasi pada waktu pengukuran sebenarnya, t2
p = konversi canter yang bernilai antara 0,17 - 0,2
3.2.1 Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Particulate Matter (PM2,5) ini
adalah:
1. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang kertas filter;
2. file box berfungsi untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum
dan sesudah sampling dilakukan;
3. pinset berfungsi untuk mengambil dan memindahkan kertas filter;
4. Low Volume Sampler (LVS) berfungsi sebagai alat pengukur konsentrasi
PM2,5;
5. kompas berfungsi untuk menentukan arah angin;
6. anemometer berfungsi untuk menetukan rotasi arah angin;
7. tripod berfungsi untuk meletakkan elutriator;
8. pocket weather man berfungsi untuk mengukur tekanan udara dan suhu;
9. Kertas filter berfungsi untuk menyaring PM2,5.
3.2.2 Bahan
Prosedur percobaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum praktikum, saat
praktikum dan setelah praktikum, adapun penjelasan dari setiap tahapan percobaan
praktikum kali ini adalah:
Cara kerja setelah praktikum PM2,5 ini adalah timbang filter yang telah dikondisikan
minimal 5 kali pengukuran untuk masing-masing filter.
3.2.4 Rumus
(Q1+Q2+…Qn)
V= ...........................................................................(3.5)
n
Keterangan:
V = volume yang terhisap (m3)
Q1 = kecepatan aliran udara awal (m3/mnt)
Q2 = kecepatan udara akhir (m3/mnt)
T = waktu sampling (mnt)
n = jumlah data pengukuran
Ps X Vs Pstp X Vstp
= ......................................................................(3.6)
Ts Tpstp
Dimana:
Pstp = tekanan standar (1 atm/760 mmHg)
Vstp = volume standar (m3)
Tstp = suhu standar (25o C/298 K)
(Ws-Wo) X 106
C= ..........................................................................(3.7)
Vstp
Keterangan:
C = konsentrasi partikel tersuspensi (µg/m3)
Ws = berat filter fiber glass setelah sampling (g)
Wo = berat filter fiber glass sebelum sampling (g)
106 = konversi dari g menjadi µg
t2 p
C =C2 ( t1) .............................................................................(3.8)
Dimana:
C = konsentrasi pada waktu pengukuran, t1 = 24 jam
C2 = konsentrasi pada waktu pengukuran sebenarnya, t2
p = konversi canter yang bernilai antara 0,17 - 0,2
4.1 Data
Data berat filter Total Suspended Particulate dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai
berikut.
Data berat filter Particulate Matter 2,5 dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai
berikut.
Data kondisi meteorologi dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut.
Keterangan :
B = Barat
T = Timur
S = Selatan
4.2 Perhitungan
Ts = 36,34oC + 273 K
= 309,34 K
2. Volume STP`
a. Tekanan rata-rata sampling
Ps = 977,8 mmHg
b. Suhu rata-rata sampling
35,0 + 32,4 + 33,0 + 32,5 + 33,4 + 34,5 + 34,6
Ts =
7
= 33,6oC + 273 K
= 306,6 K
c. Volume sampling
Vs = 73,14 m3
d. Volume STP
PS x VS PSTP x VSTP
=
TS TSTP
PS TSTPP
VSTP = VS x x
PSTP TS
977,8 mmHg 298 K
= 73,14 m3 x x
760 mmHg 306,6 K
= 91,46 m3
(0,00136) x 106 µg
C1 =
91,46 m3
C1 = 18,87 µg/m3
1 0,2
C24 = 18,87 µg/m3 x ( )
24
2. Volume STP
a. Tekanan rata-rata sampling
Ps = 977,8 mmHg
b. Suhu rata-rata sampling
35,0 + 32,4 + 33,0 + 32,5 + 33,4 + 34,5 + 34,6
Ts =
7
= 33,6oC + 273 K
= 306,6 K
c. Volume sampling
Vs = 0,21 m3
d. Volume STP
PS x VS PSTP x VSTP
=
TS TSTP
PS TSTP
VSTP = VS x x
PSTP TS
977,8 mmHg 298 K
= 0,21 m3 x x
760 mmHg 306,6 K
= 0,26 m3
(0,00012) x 106 µg
C1 =
0,26 m3
C1 = 461,54 µg/m3
1 0,2
C24 = 461,54 µg/m3 ( )
24
C24 = 244,44 µg/m3
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan selama satu jam pada kegiatan
sampling yaitu diperoleh nilai konsentrasi TSP sebesar 18,87 µg/Nm3. Langkah
selanjutnya yakni Konsentrasi TSP yang telah dikonversikan ke dalam durasi 24
jam, diperoleh nilai sebesar 9,99 µg/Nm3. Pada PM2,5 yang telah melewati proses
pengukuran diperoleh nilai konsentrasi PM2,5 dengan durasi satu jam sebesar
461,54 µg/m3, dilanjutkan dengan proses pengkonversian ke dalam durasi 24 jam
yakni sebesar 244,44 µg/m3. Volume udara yang dihisap dengan menggunakan
alat bernilai sebesar 0,21 m3 dan volume TSP sebesar 0,26 m3.
5.2 Saran
Ahmad, Aisyah. 2017. Studi Reduksi Pm2,5 Udara Ambien Oleh Ruang Terbuka
Hijau Di Kawasan Industri Pt Petrokimia Gresik. Surabaya: Jurusan Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Ginting, Ivana Ameta Putri. 2017. Analisis Pengaruh Jumlah Kendaraan Bermotor Dan
Faktor Meteorologi (Suhu, Kecepatan Angin, Dan Kelembaban) Terhadap
Konsentrasi Karbon Monoksida (Co) Di Udara Ambien Roadside (Studi Kasus:
Pintu Tol Amplas Dan Pintu Tol Tanjung Morawa). Skripsi. Medan:
Universitas Sumatera Utara
Khairunnisa, F., Huboyo, H. S., & Istirokhatun, T. 2015. Analisis Komposisi Unsur
Pencemar (Si, Pb, Dan Ca) Dalam Total Suspended Particulate (Tsp) Di
Pembangungan Jalan (Studi Kasus: Pembangunan Jalan Kendal–Batas
Kota Semarang, Jawa Tengah) (Doctoral Dissertation,
DiponegoroUniversity)
Prilila, G., F., Irawan, W., W., dan Endo, S. 2016. Estimasi Sebaran dan Analisis
Risiko TSP dan Pb di Terminal Bis terhadap Kesehatan Pengguna
Terminal Studi Kasus: Terminal Mangkang dan Penggaron. Semarang.
Jurnal Teknik Lingkungan UNDIP Volume 5 Nomor 4.
Rohmah, Isfi dkk. 2018. Perbandingan Metode Sampling Kualitas Udara High
Volume Air Sampler (HVAS) dan Low Volume Air Sampler (LVAS). Jurnal
Ecolab Vol. 12 No. 2 : 53 – 102.
Yuwono, A., S., Budi. M., dan Allen, K. 2015. Penentuan Faktor Emisi Debu
Jatuh dan Partikel Tersuspensi dalam Udara Ambien di Pulau Jawa.
Prosiding Seminar Hasil PPM IPB Volume 1: 181-191.