Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN

PARTIKULAT

OLEH:

NAMA : ARYA ALVINDITO RAMADHAN


NO. BP : 2110942007
HARI/ TANGGAL PRAKTIKUM : SELASA/ 14 MARET 2023
KELOMPOK / SHIFT : 2 (DUA) / I (SATU)
REKAN KERJA : 1. RISKY ASTARI (2110941004)
2. SHERLI FEBIOLA (2110941005)
3. DHANIL (2110941014)
4. IFAH HANNUM H. (2110941028)
5. SYIFA YUNINDA D. (2110941031)
6. ADE IRAWANDI H. (2110942036)
7. M. AFDHAL RYOZA (2110943009)
8. RINDIANI SANUR (2110943016)

ASISTEN:
M. FATUR RAHMAN
ARNITA SARI
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH

LABORATORIUM KUALITAS UDARA


DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari praktikum modul partikulat ini adalah:


1. Agar praktikan dapat mengoperasikan alat High Volume Sampler (HVS) dan Low
Volume Sampler (LVS) sesuai dengan prosedur praktikum;
2. mengukur kondisi meteorogi terkait dengan perhitungan konsentrasi partikulat;
3. untuk mengetahui konsentrasi total partikulat tersuspensi yang berukuran kecil
dari 2,5 µm seperti Particulate Matter (PM2,5) dan Total Suspended Particulate
(TSP).

1.2 Metode Percobaan


Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah filtrasi pada permukaan filter.

1.3 Prinsip Pengukuran

Prinsip pengukuran dari praktikum modul partikulat ini adalah:


1. Udara dihisap melalui filter fiber glass dengan kecepatan aliran udara (flow
rate);
2. untuk PM2,5 3,5 L/mnt. Dengan rentang kecepatan aliran udara tersebut,
partikulat yang berukuran <2,5 µm (diameter aerodinamik) akan tertahan dan
menempel pada permukaan filter; partikulat yang besar dari 2,5 µm akan
mengendap pada sekat-sekat elutriator, sehingga partikulat yang akan tertahan
pada permukaan filter hanya yang berukuran <2,5 µm;
3. untuk TSP antara 1,13-1,70 m3/mnt atau 40-60 ft3/mnt. Dengan rentang
kecepatan aliran udara tersebut, partikulat yang berukuran < 100 µm (diameter
aerodinamik) akan tertahan dan menempel pada permukaan filter;
4. metode ini digunakan untuk mengukur konsentrasi partikel tersuspensi di udara
ambien dengan satuan µg/Nm3, dengan cara menimbang berat partikel yang
tertahan di permukaan filter dan menghitung volume udara yang terhisap;
5. kecepatan aliran udara akan tercatat pada kertas debit udara yang terhisap;
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
6. selain menentukan konsentrasi partikulat, filter hasil sampling juga dapat
digunakan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam partikulat
tersebut. Misal: sulfat, nitrat, ammonium, klorida dan elemen logam.

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Eksisting Wilayah Sampling

Pada praktikum kali ini, pengambilan sampel dilakukan di Pertigaan jalan depan
Pecinta Alam Indonesia Teknik Universitas Andalas (PAITUA), Fakultas Teknik.
Koordinat tempat pengambilan sampel yaitu 00°54’45” Lintang Selatan dan
100°27’51” Bujur Timur dengan elevasi 292 meter di atas permukaan laut.
Sampling diambil pada hari Senin, tanggal 13 Maret 2023 yang dilakukan dari
pukul 08.55 WIB. Kondisi sampel saat diambil yaitu partikulat yang diperkirakan
berasal dari aktivitas manusia, yakni dengan adanya tempat makan disekitar lokasi
sampling. Kondisi meteorologi ketika pengambilan sampel yaitu suhu rata-rata
33,6°C.

2.2 Umum

Pencemaran udara disebabkan oleh partikel padatan berupa TSP (Total Suspended
Particulate) dengan diameter maksimum sekitar 45µm, partikel PM10 (Particulate
Matter) dengan diameter kurang dari 10 µm dan PM2,5 dengan diameter kurang
dari 2,5µm. Partikel-partikel tersebut merupakan pemicu timbulnya infeksi
saluran pernapasan, karena partikel padat PM10 dan PM2,5 dapat mengendap pada
saluran pernapasan daerah bronkus dan alveolus, sedangkan TSP tidak dapat
mengendap ke dalam paru-paru dan hanya sampai pada bagian saluran pernapasan
bagian atas. Polusi yang ditimbulkan oleh TSP sangat berbahaya bagi aktivitas
manusia baik di dalam maupun di luar ruangan. TSP menimbulkan berbagai
penyakit seperti gangguan penglihatan dan infeksi saluran pernapasan (Fransiska,
2016).

Debu jatuh (dustfall) dan total partikel tersuspensi atau TSP termasuk dua
komponen penting dari parameter kualitas udara ambien. Kadar atau jumlah yang
rendah tidak akan menimbulkan masalah. Kadar yang dibiarkan berlebih pada
suatu udara bebas akan menimbulkan efek negatif dan merugikan, baik dari segi
ekonomi maupun dari aspek lingkungan. Penyakit asma akan menyebabkan
masalah penurunan jark pandang (Yuwono, 2015).
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Permasalahan yang sering ditemui oleh para pelaku pemantauan kualitas udara
adalah dalam menentukan konsentrasi debu jatuh dan TSP dalam udara ambien di
suatu lokasi akibat kegiatan manusia baik dari segi industri seperti pertambangan,
transportasi, pembukaan lahan, pembangunan kawasan perumahan, konversi
lahan, pengolahan tanah, penggundulan hutan, maupun dari segi berupa kelalaian
individu untuk menjaga lingkungan. Permasalahan ini sering timbul karena
kurangnya data mengenai kadar debu dan TSP yang berasal dari permukaan lahan
yang ada di Indonesia serta sebagai akibat dari bermacam-macam kegiatan
manusia (Yuwono, 2015).

Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi atau


komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku
mutu udara yang telah ditetapkan. Sumber pencemaran udara dapat dibagi
menjadi 3 yaitu, sumber perkotaan dan industri, sumber pedesaan/pertanian, dan
sumber alami. Sumber perkotaan dan industri ini berasal dari kemajuan teknologi
yang mengakibatkan banyaknya pabrik-pabrik industri, pembangkit listrik dan
kendaraan bermotor. Sumber pencemaran udara untuk wilayah pedesaan/pertanian
yaitu dengan penggunaan pestisida sebagai zat senyawa kimia (zat pengatur
tumbuh dan perangsang tumbuh), virus, dan zat lain-lain yang digunakan untuk
melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman. Sedangkan sumber alami
berasal dari alam seperti abu yang dikeluarkan akibat gunung berapi, debu, dan
bau yang tidak enak akibat proses pembusukan sampah organik (Abidin, 2019).

Pencemaran lingkungan atau polusi adalah masuknya atau dimasukkannya


makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam
sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai peruntukkannya. Baku mutu udara ambien merupakan suatu ukuran pada
batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya
ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara
ambien. Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No.21 Tahun 2021 yaitu suatu angka yang tidak
mempunyai satuan yang dimana dapat menggambarkan kondisi mutu udara

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
ambien di suatu lokasi tertentu, yang didasarkan oleh adanya dampak pada
kesehatan manusia, nilai estetika, dan mahluk hidup lainnya (Abidin, 2019).

2.3 Total Suspended Particulate (TSP)

2.3.1 Pengertian Total Suspended Particulate (TSP)

TSP adalah partikel-patikel yang penyebabnya berupa penghancuran, pelembutan,


pengolahan, pengepakan dan lain-lain baik dari bahan-bahan organik maupun
anorganik, misalnya batu, biji logam, arang batu, kayu, butir-butir zat padat, dan
sebagainya. TSP berasal dari gabungan antara mekanik dan material yang
berukuran kecil dalam konsentrasi tertentu yang berada di udara bebas dan dapat
menyebabkan bahaya bagi manusia. Partikulat adalah benda-benda padatan yang
berukuran kecil seperti debu. TSP dalam jumlah yang relatif kecil kecil
kemungkinannya akan menimbulkan dampak yang merugikan, namun apabila
keberadaannya di udara atau ruang sekitarnya melebihi baku mutu, akan
menimbulkan dampak merugikan yang serius, yang dapat bervariasi dan
merugikan, baik dari segi kesehatan, ekonomi maupun lingkungan. TSP adalah
partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau
mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat,
peledakan, dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya
batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya. Pada
umumnya debu berasal dari material berukuran kasar yang melayang di udara dan
bersifat toksik bagi manusia (Fransiska, 2016).

TSP adalah partikel udara yang berukuran kecil dengan diameter kurang dari 100
mikrometer. Contoh partikel tersebut ialah debu, asap, dan uap. TSP dapat berasal
dari berbagai pekerjaan dan kegiatan manusia seperti pembangkit tenaga listrik,
insinerator, kendaraan dan aktivitas konstruksi. IARC (International Agency for
Research on Cancer) mengelompokan bahwa partikulat merupakan sumber utama
polutan di udara dan bersifat merusak. IARC menemukan bahwa partikulat
berisiko terhadap kanker paru-paru (Prilila, 2016).

TSP adalah partikel udara yang berukuran kurang dari 100 μm (mikrometer). TSP
dalam jumlah yang relatif kecil kecil kemungkinannya akan menimbulkan

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
dampak yang merugikan, namun apabila keberadaannya di udara atau ruang
sekitarnya melebihi baku mutu, akan menimbulkan dampak merugikan yang
serius, yang dapat bervariasi dan merugikan, baik dari segi kesehatan, ekonomi
maupun lingkungan. TSP berasal dari permukaan berbagai tanah yang ada di
Indonesia serta hasil dari berbagai aktivitas manusia seperti pertambangan,
transportasi, pembukaan lahan, pembangunan kawasan industri, perumahan, alih
fungsi lahan, pengolahan lahan dan penggundulan hutan (Nashihatul, 2019).

Partikulat dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin, proses
vulkanis yang berasal dari letusan gunung berapi dan uap air laut. Partikulat juga
dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang
mengandung senyawa karbon murni atau bercampur dengan gas-gas organik,
seperti halnya penggunaan mesin diesel yang tidak terpelihara dengan baik dan
pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks
dari butir-butiran tar. Konsentrasi partikulat dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor meteorologi seperti suhu, kelembaban udara dan laju angin serta aktivitas-
aktivitas yang ada dalam suatu perusahaan sehingga adanya partikulat debu yang
terlihat secara kasat mata, akan tetapi dengan ukuran debu yang sangat kecil tidak
membuat debu tidak tampak terlihat dengan mata secara langsung dan tanpa debu
akan terhirup ke dalam tubuh. Kondisi ini ditakutkan akan memberikan dampak
berupa kualitas udara yang kurang baik yang dapat mengganggu kesehatan
pekerja (Nashihatul, 2019).

2.3.2 Sumber Total Suspended Particulate (TSP)

TSP memiliki beragam bentuk dan ukuran. TSP diemisikan dari berbagai sumber
termasuk kegiatan pembakaran maupun bukan pembakaran di bidang industri,
pertambangan atau kegiatan konstruksi, kendaraan bermotor, dan kegiatan
pembakaran sampah. Sumber alami sendiri ialah seperti kegiatan gunung berapi,
kebakaran hutan dan badai. Sumbernya terdiri atas sumber tidak bergerak,
maupun sumber bergerak spesifik. Sumber bergerak adalah sumber emisi yang
bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor.
Sumber bergerak spesifik adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
pada suatu tempat yang berasal dari kereta api, pesawat terbang, kapal laut, dan
kendaraan berat lainnya (Yuwono, 2015).

Mekanisme pencemaran udara terjadi apabila kontaminan di udara telah cukup


memenuhi persyaratan (kuantitas, lama berlangsung maupun potensial bahaya)
maka kontaminan tersebut sebagai polutan atau zat pencemar yang dapat
menimbulkan pencemaran. Mekanisme pemaparan kontaminan di udara
merupakan suatu sistem yang terdiri dari atas tiga komponen dasar yaitu sumber
emisi, atmosfer dan efek bagi reseptor atau penerimanya. Mekanisme pencemaran
memberikan gambaran tentang pergerakan pencemar secara statis (Yuwono,
2015).

TSP muncul dari berbagai sumber, termasuk operasi pembakaran dan non-
pembakaran di pertambangan atau konstruksi, kendaraan bermotor, dan di sektor
industri. Salah satu sektor industri adalah bisnis. Bisnis memiliki lingkungan yang
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti jumlah orang di dalamnya, aktivitas
mereka, desain bangunan dan sumber pencemar dalam ruangan, konsentrasi
pencemar luar ruang, dan kondisi lalu lintas udara. Kualitas udara dalam ruangan
yang baik di tempat-tempat umum, seperti di perusahaan, dapat meningkatkan
kinerja pekerja dan berdampak buruk bagi kesehatan. Jika pencemaran udara
terjadi di lingkungan perusahaan, maka akan berdampak pada penyakit
pernapasan pekerja. TSP juga menyebabkan berbagai penyakit seperti gangguan
penglihatan dan infeksi saluran pernapasan. Pencemaran yang disebabkan oleh
TSP merupakan masalah yang berbahaya bagi kehidupan dan kesehatan manusia
baik di dalam maupun di luar ruangan (Nashihatul, 2019).

Sumber TSP banyak dihasilkan dari kegiatan antropogenik seperti transportasi,


industri, dan rumah tangga. Sumber dari kegiatan industri biasanya banyak berasal
dari kegiatan pertambangan, cerobong asap pabrik, hasil pembakaran, dan industri
semen. Partikulat yang berasal dari tungku industri bagian pengolahan menjadi
penyumbang terbesar yaitu 51,27%. Sedangkan kegiatan industri semen
berkontribusi terhadap total emisi partikulat dan menyumbang 5% pada emisi CO2
global (Nashihatul, 2019).

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2.3.3 Dampak Total Suspended Particulate (TSP)

Dampak TSP terhadap kesehatan manusia ialah mengganggu biosintesis


hemoglobin dalam darah yang akan menyebabkan anemia. Partikel yang
berukuran >5 μm terhenti dan berkumpul di hidung dan tenggorokan. Partikulat
berukuran 0,5-5 μm terkumpul dalam paru-paru dan sebagian masuk ke dalam
alveoli. Partikel <5 μm tinggal dalam alveoli dan dapat terabsorbsi dalam darah.
Penyakit yang timbul akibat gangguan sistem saluran pernapasan adalah fibrosis
dan granuloma. Efek lain berupa penyakit-penyakit lain, seperti iritasi, infeksi,
asphysia, kanker, iritasi mata dan hidung, keracunan sistemik, demam dan
sebagainya (Yuwono, 2015).

TSP yang berasal dari kegiatan antropogenik seperti industri memiliki tingkat
toksisitas yang lebih tinggi dibanding yang berasal dari sumber alami.Pada
industri semen, partikulat yang berukuran ≤ 2,5 pada umumnya mengandung
bahan-bahan seperti trikalsium silikat, dikalsium silikat, beberapa bahan alumina,
trikalsium aluminat, besi oksida dan sedikit heksavalen kromium. Pajanan dari
bahan-bahan tersebut telah terbukti memberikan dampak yang bersifat toksik bagi
tubuh manusia, diantaranya menyebabkan iritasi pada mukosa lambung, mukosa
paru-paru, gangguan kulit, gangguan pernapasan, dan kanker (Fransiska, 2016).

Udara yang dihirup manusia saat bernapas mengandung partikel. Partikel tersebut
akan terhirup ke dalam paru-paru. Besar kecilnya partikel debu saat memasuki
paru-paru akan menentukan dimana partikel debu tersebut menempel atau
mengendap. Partikel yang lebih kecil dari 10 mikron (PM10) akan terperangkap di
saluran udara, menyebabkan gangguan pernapasan dan kerusakan paru-paru serta
dapat mengurangi penglihatan manusia. Partikel yang lebih kecil dari 2,5
mikrometer (PM2,5) masuk ke kantung udara paru-paru, menempel di alveolus,
dan keluar saat Anda mengeluarkan napas. PM10 dan PM2,5 dapat menjadi
sumber infeksi saluran pernapasan. karena dapat mengendap di area saluran napas
bronkus dan alveolus. Selama ini TSP tidak terhirup ke paru-paru, tetapi hanya ke
saluran pernapasan bagian atas dan menyebabkan iritasi pernapasan,
menyebabkan pilek, batuk, dan gangguan penglihatan. Efek partikel terhadap
kesehatan manusia antara lain mengganggu biosintesis hemoglobin dan anemia,

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
menyebabkan hipertensi, kerusakan ginjal, gangguan sistem saraf, kerusakan otak,
penurunan Intellectual Quotient (IQ), dan kemampuan berkonsentrasi (Nashihatul,
2019).

Pencemaran udara yang disebabkan oleh debu atau TSP dianggap berbahaya bagi
kesehatan masyarakat sekitar, debu dan pencemaran udara lainnya yang
ditimbulkan oleh kegiatan pembongkaran dan konstruksi dapat mempengaruhi
kesehatan dan kualitas hidup. Studi terhadap orang-orang yang bekerja dan tinggal
di sekitar menunjukkan bahwa jumlah kematian akibat penyakit paru-paru kronis
di antara pekerja konstruksi telah meningkat (Khairunnisa, 2019).

2.3.4 Baku Mutu Total Suspended Particulate (TSP)

Baku mutu yang digunakan untuk kadar TSP di udara adalah Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana untuk parameter
TSP adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Peraturan Tentang TSP


Waktu Baku
Parameter Sistem
Pengukuran Mutu
Pengukuran
Partikulat debu < 100 µm
24 Jam 230 Aktif manual
(TSP)
µg/Nm 3

Sumber:Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021

2.3.5 Pengukuran dan Analisis

Teknik pengambilan contoh uji TSP menggunakan peralatan HVS (High Volume
Sampler) dengan metode gravimetri. Filter pada pengukuran TSP ialah Whatman
Glass Microfibre Filters (WGMF) dengan ukuran 20,3 x 25,4 cm (8 x 10 in) EPM
2000. Prinsip kerja alat HVS yaitu udara dihisap melalui filter di dalam shelter
menggunakan pompa vakum dengan laju alir tinggi sehingga partikel mengendap
di permukaan filter. Partikel yang mengendap dan terakumulasi di dalam filter
selama periode waktu tertentu dianalisis secara gravimetri. Laju alir pada
pengukuran menggunakan HVS ialah 1200 l/min selama 24 jam (Mukhtar, 2015).

Metode pengukuran TSP biasanya menggunakan HVS untuk mengumpulkan


partikel dengan diameter aerodinamis sekitar 100 μm atau kurang. HVS memiliki

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
rentang laju aliran udara minimal 40-60 ft3/menit diadakan konstan selama
periode sampling. Desain HVS menyebabkan TSP yang akan disimpan secara
seragam di seluruh permukaan filter yang terletak di hilir dari inlet sampler.
Pengukuran TSP menggunakan HVS dapat digunakan untuk menentukan rata-rata
konsentrasi TSP lingkungan selama periode sampling dan bahan yang
dikumpulkan kemudian dapat dianalisis untuk menentukan identitas dan kuantitas
logam anorganik yang terdapat dalam TSP (Mukhtar, 2015).

Metode analisis TSP dilakukan secara gravimetri dengan menggunakan alat HVS.
Metode ini akan memperoleh besarnya partikel debu di udara. Mekanisme
pencemaran udara terjadi apabila kontaminan di udara telah cukup memenuhi
persyaratan baik secara kuantitas, lama berlangsung, maupun potensial bahaya
pada udara, kontaminan itu disebut sebagai polutan atau zat pencemar yang dapat
menimbulkan suatu pencemaran di udara. Mekanisme pemaparan kontaminan di
udara merupakan suatu sistem yang terdiri dari atas tiga komponen dasar, yaitu
sumber emisi, atmosfer, dan efek bagi reseptor atau penerima (Fransiska, 2016).

Metode analisis gravimetri adalah menentukan konsentrasi debu yang ada di udara
dengan menggunakan pompa hisap. Udara yang terhisap disaring dengan
menggunakan filter, sehingga debu yang ada di udara akan menempel pada filter
tersebut. Filter yang ditimbang akan dapat diketahui kadar TSP nya. Pengukuran
konsentrasi partikel yang melayang di udara menggunakan metode gravimetri
dengan cara pemilihan filter (Fransiska, 2016).

2.4 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

2.4.1 Pengertian Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

PM2,5 adalah partikel dengan diameter aerodinamik lebih kecil dari 2,5 µm.
Semakin kecil ukuran diameter partikel debu akan semakin berbahaya karena
dapat terhirup dan masuk ke dalam saluran pernapasan bagian bronkiale dan
alveoli yang merupakan tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida di
dalam paru. Debu partikulat adalah satu dari enam polutan paling berbahaya yaitu
karbon monoksida, timbal, nitrogen dioksida, ozon, sulfur dioksida, dan PM.
Debu umumnya berasal dari gabungan secara mekanik dan material yang

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
berukuran kasar yang melayang di udara dan bersifat toksik bagi manusia
(Keman, 2014).

PM2,5 merupakan partikel pencemar yang berukuran kurang dari 2,5 μm. PM
merupakan istilah untuk campuran partikel padat dan droplet cair yang tersuspensi
di udara. Contoh partikulat yang dapat dilihat dengan mata adalah debu dan asap.
Partikel tersuspensi tersebut bervariasi dalam ukuran, komposisi, dan asalnya.
Ukuran partikulat di atmosfer bervariasi mulai dari beberapa nanometer hingga
puluhan mikrometer (Chollanawati, 2019).

Polusi udara adalah campuran kompleks partikel, gas dan molekul yang terus
berinteraksi satu sama lain di atmosfer. PM itu sendiri adalah campuran dari
beberapa senyawa (misalnya organik dan unsur karbon, logam transisi, nitrat dan
sulfat) dengan ukuran mulai dari beberapa nanometer hingga diameter > 10 mm.
PM merupakan salah satu parameter pencemar udara. Partikulat 2,5 (partikel debu
2,5) adalah partikel dengan diameter aerodinamis kurang dari 2,5 µm. Faktor
partikulat tersebut dapat mempengaruhi kesehatan manusia sebagai reseptor
terutama penyebab gangguan sistem pernapasan (Ahmad, 2017).

2.4.2 Sumber Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Partikulat berasal dari antropogenik dan alami baik primer maupun sekunder.
Sumber utama antropogenik partikulat berasal dari pembakaran bahan bakar fosil
untuk produksi energi dan pemanasan domestik, pembakaran limbah industri
logam, asap knalpot, abrasi ban dan debu rem, dan suspensi ulang partikel yang
terendap. Sumber PM2,5 berasal dari aktivitas manusia daripada sumber daya alam,
khususnya emisi dari aktivitas transportasi. Selain itu, kegiatan industri
juga menghasilkan partikulat dalam jumlah besar yang dihasilkan dari
pembakaran dan penggunaan bahan bakar. Sumber alam primer adalah gunung
berapi, kebakaran hutan, lautan, erosi tanah, abrasi batuan dan bahan tanaman
(plant materials). Ukuran partikelnya sangat kecil sehingga bisa masuk jauh ke
dalam paru-paru dan beredar di organ sistem peredaran darah. Polutan PM 2,5

berasal dari dua sumber yaitu outdoor dan indoor. Pada kategori outdoor, seperti
mobil, truk, bus dan asap oli mesin lainnya, termasuk pembakaran kayu, minyak,

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
kebakaran hutan dan hasil pembakaran batu bara.Sumber alami sekunder terdiri
dari emisi gas dari sumber alami yang dapat membentuk PM. PM dari sumber
yang berbeda memiliki komposisi yang berbeda dan sering berbeda toksisitasnya
(Chollanawati, 2019).

Sumber alami PM2,5 berasal dari debu kering yang terbawa angin, abu dan
material vulkanik yang dibuang ke udara oleh letusan gunung berapi, dan ledakan
uap panas di sekitar area dari sumbernya. Sedangkan sumber timbulnya PM2,5
akibat aktivitas manusia terutama berasal dari pembakaran batu bara, proses
industri, kebakaran hutan dan emisi dari transportasi. Jenis industri potensial
PM2,5 adalah industri baja, industri semen, industri petrokimia, industri pulp dan
kertas, penggilingan tepung, industri tekstil, pabrik produksi asbes, pabrik
insektisida dan industri elektronik (Ahmad, 2017).

Partikel berasal dari sumber buatan manusia dan alam, baik primer maupun
sekunder (Chollanawati, 2019):
1. Sumber Antropogenik
Sumber utama partikel yang disebabkan oleh manusia adalah pembakaran bahan
bakar fosil untuk pembangkit listrik dan pemanas rumah, pembakaran logam
bekas industri, asap kendaraan, keausan ban dan debu rem, dan suspensi partikel
yang diendapkan. Gas reaktif buatan manusia seperti SO2, SO3, NOX, NH3 dan
gas organik dilepaskan ke atmosfer dan membentuk partikel melalui proses
koagulasi, berdampak pada inti kondensat dan reaksi kimia (sumber antropogenik
sekunder).
2. Sumber Alami
Sumber alami utama adalah gunung berapi, kebakaran hutan, lautan, erosi tanah,
abrasi batuan, dan materi tanaman. Sumber alam sekunder terdiri dari emisi gas
dari sumber alam yang dapat berupa partikulat. PM dari sumber yang berbeda
memiliki komposisi yang berbeda dan seringkali berbeda dalam toksisitasnya.

2.4.3 Dampak Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Ukuran partikel sangat mempengaruhi organ pernapasan yang dapat dijangkau


oleh partikel. Partikel yang lebih besar dari 5 mikron akan tertahan di saluran

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
pernapasan bagian atas. Partikel berukuran hingga 35 mikron akan tertahan di
saluran pernapasan tengah. Ukuran terkecil yaitu 1-3 mikron akan menempel pada
permukaan atau selaput lendir paru dari bronkiolus hingga alveolus, sedangkan
yang berukuran kurang dari 1 mikron akan bergerak keluar masuk alveolus
dengan gerakan Brown. Ada tiga mekanisme pengendapan partikel di paru-paru,
yaitu efek inersia, efek pengendapan dan gerak Brown (Ahmad, 2017).

Beberapa studi epidemiologi telah mengaitkan PM10 dan terutama PM2,5 dengan
sejumlah masalah kesehatan. Ukuran partikel sangat kecil sehingga mereka dapat
melakukan perjalanan ke bagian terdalam dari paru-paru dan bahkan melalui
aliran darah. Beberapa masalah kesehatan yang disebabkan oleh menghirup
partikel adalah (Ahmad, 2017):
a. Gangguan pernafasan kronis (bronkitis);
b. ISPA (infeksi saluran pernafasan akut);
c. asma;
d. penurunan fungsi paru;
e. kanker paru-paru;
f. kematian dini.

Selain mengganggu sistem pernapasan, paparan PM2,5 juga menyebabkan


iritasi mata. Orang tua, anak-anak, dan orang dengan masalah pernapasan adalah
kelompok yang paling sensitif terhadap paparan partikel. Studi epidemiologi
menunjukkan hubungan yang signifikan antara mortalitas dan konsentrasi partikel
halus (PM), terutama partikel halus yang dapat secara efektif menembus paru-
paru, sehingga meningkatkan kejadian penyakit pernapasan dan kardiovaskular.
(Ahmad, 2017).

2.4.4 Baku Mutu Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Baku mutu yang digunakan untuk kadar PM2,5 di udara adalah Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana untuk parameter
PM2,5 adalah sebagai berikut:

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
Tabel 2.2 Peraturan Tentang PM2,5
Waktu
Parameter Baku Sistem
Pengukuran
Mutu Pengukuran
Aktif kontinu
Partikulat debu < 2,5 µm 24 Jam 55
(PM2,5) µg/Nm 3 Aktif manual
1 Tahun 15 µg/Nm3 Aktif kontinu
Sumber: Peraturan Pemerintah No 22 tahun 2021

2.4.5 Pengukuran dan Analisis

Pada Lampiran PP No. 22 Tahun 2021 terdapat beberapa parameter baku mutu
udara ambien yang merupakan indikator pencemaran udara diantaranya adalah
debu atau TSP, PM10, PM2,5. PM2,5 adalah partikulat berukuran < 2,5 μm,
partikulat ini terdiri dari partikel halus berukuran kurang dari 2,5μm. Teknik
pengambilan sampel partikulat menurut standar pemerintah dilakukan dengan
menggunakan alat HVS dengan metode analisis gravimetri. Seiring dengan
perkembangan teknologi, partikulat dapat diukur dengan instrumen lainnya, salah
satunya adalah dengan instrumen Low Volume Sampler (LVS) yang merupakan
instrumen sampling udara ambien dengan volume yang lebih rendah dari HVS.
HVS dapat digunakan untuk mengukur TSP, PM10, dan PM2,5 (Rohmah, 2018).

2.5 Lokasi Pemantauan Kualitas Udara

Pemantauan kualitas udara perlu memperhatikan tempat pemantauannya.


Persyaratan untuk pemilihan lokasi pengambilan sampel udara yaitu (SNI 19-
7119.6-2005):
1. Menghindari tempat yang dapat mengubah konsentrasi akibat adanya
absorpsi atau adsorpsi seperti tempat yang dekat dengan gedung-gedung
atau pepohonan;
2. menghindari tempat adanya faktor pengganggu kimia terhadap bahan
pencemar yang akan diukur seperti emisi dari kendaraan bermotor yang
dapat mengganggu kualitas udara pada saat mengukur ozon, amoniak dari
pabrik refrigerant yang dapat mengotori pada saat pengukuran gas-gas
asam;
3. menghindari tempat faktor pengganggu secara fisika yang akan
mempengaruhi hasil saat pengukuran uji sampel. Pengukuran debu tidak

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
boleh dekat dengan insinerator, gangguan terhadap peralatan pengambil
contoh uji dari jaringan listrik yang bertegangan tinggi;
4. meletakan peralatan pemantauan kualitas udara di daerah gedung atau
bangunan yang rendah dengan letaknya saling berjauhan;
5. apabila pemantauan bersifat secara kontinu, maka pemilihan lokasi harus
mempertimbangkan perubahan kondisi peruntukan pada masa datang.

2.6 Faktor Meteorologi

Beberapa faktor meteorologi yang mempengaruhi pencemaran udara adalah


(Ginting, 2017):
1. Temperatur
Lapisan udara dingin yang tiba-tiba memasuki suatu daerah akan menyebabkan
pembalikan suhu. Dengan kata lain, udara dingin akan terperangkap dan tidak
dapat keluar dari kawasan tersebut, serta cenderung menyimpan polutan di
permukaan bumi, sehingga konsentrasi polutan di kawasan ini secara bertahap
akan meningkat seiring waktu. Perubahan keseimbangan pemanasan adalah efek
meteorologi utama yang disebabkan oleh aktivitas perkotaan:
a. Perubahan karakteristik pemanasan pada permukaan
Banyaknya bangunan vertikal di daerah perkotaan menyebabkan perubahan
keseimbangan pemanasan. Pada siang hari, gelombang sinar matahari akan
berulang kali memantul dari tanah dan dinding bangunan, sehingga sangat
mengurangi gelombang cahaya yang dilepaskan ke atmosfer. Di malam hari,
panas yang ditahan di siang hari meningkatkan suhu.
b. Perubahan penyinaran
Intensitas sinar matahari dapat berkurang sekitar 20%-30% dikarenakan oleh
unsur-unsur pencemar udara perkotaan seperti aerosol, debu, dan oksidan yang
akan mengakibatkan naiknya temperatur.
2. Arah dan Kecepatan Angin
Kecepatan angin yang kencang akan menyebabkan polutan beterbangan dan dapat
mencemari udara negara lain. Akibat gesekan yang semakin besar pada aliran
udara maka kecepatan angin di perkotaan akan cenderung menurun. Ia
menjelaskan, semakin tinggi nilai kecepatan angin, semakin tinggi penyebaran

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
pencemar polusi udara dan semakin rendah konsentrasi pencemar. Sebaliknya,
kecepatan angin yang rendah juga menyebabkan difusi polutan udara yang rendah,
yang menyebabkan konsentrasi polutan di udara menjadi lebih tinggi.
3. Kelembaban
Kelembaban relatif adalah jumlah sebenarnya uap air di udara relatif terhadap
jumlah uap air saat udara dijenuhkan pada suhu yang sama, dinyatakan sebagai
persentase. Di bawah kelembaban tinggi, uap di udara akan bereaksi dengan
polutan udara dan menjadi zat tidak berbahaya lainnya atau menjadi polutan
sekunder.
4. Hujan
Air hujan merupakan pelarut umum dan cenderung melarutkan bahan polutan
yang terdapat dalam udara. Kawasan industri yang menggunakan batubara sebagai
sumber energinya berpotensi menjadi sumber pencemar udara di sekitarnya.
Pembakaran batubara akan menghasilkan gas sulfur dioksida dan apabila gas
tersebut bercampur dengan air hujan akan terbentuk asam sulfat (sulfuric acid)
sehingga air hujan menjadi asam, biasa disebut hujan asam (acid rain).
5. Topografi
Variabel-variabel yang termasuk di dalam faktor topografi, antara lain:
a. Dataran rendah
Di daerah dataran rendah, angin cenderung membawa polutan terbang jauh ke
seluruh penjuru dan dapat melewati batas negara dan mencemari udara negara
lain.
b. Pegunungan
Di daerah dataran tinggi sering terjadi temperatur inversi dan udara dingin
yang terperangkap akan menahan polutan tetap di lapisan permukaan bumi.
c. Lembah
Di daerah lembah, aliran angin sedikit sekali dan tidak bertiup ke segala
penjuru. Keadaan ini cenderung menahan polutan yang terdapat di permukaan
bumi.

Kondisi meteorologi dapat mempengaruhi penyebaran bahan pencemar di udara.


Beberapa faktor meteorologi terdiri dari (Septiadi, 2016):

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
1. Suhu Udara
Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi
bahan pencemar menjadi makin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin
keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara makin tinggi.
2. Kelembaban
Pada kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan
pencemar di udara, menjadi zat lain yang tidak berbahaya atau menjadi pencemar
sekunder.
3. Tekanan udara
Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu
reaksi kimia antara pencemar dengan zat pencemar di udara atau zat-zat yang ada
di udara, sehingga pencemar udara dapat bertambah atau berkurang.
4. Angin
Angin adalah udara bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi suatu
proses penyebaran yang dapat mengakibatkan pengenceran dari bahan pencemar
udara, sehingga kadar suatu pencemar pada jarak tertentu dari sumber akan
mempunyai kadar berbeda. Demikian juga halnya dengan arah dan kecepatan
angin mempengaruhi kadar bahan pencemar setempat.

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Total Suspended Particulate (TSP)

3.1.1 Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Total Suspended Particulate
(TSP) ini adalah:
1. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang kertas filter;
2. file box berfungsi untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum
dan sesudah sampling dilakukan;
3. pinset berfungsi untuk mengambil dan memindahkan kertas filter;
4. High Volume Sampler (HVS) berfungsi sebagai alat pengukur konsentrasi TSP;
5. kompas berfungsi untuk menentukan arah angin;
6. anemometer berfungsi untuk menetukan rotasi arah angin;
7. pocket weather man berfungsi untuk mengukur tekanan udara dan suhu;
8. kertas filter berfungsi untuk menyaring TSP.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum TSP ini adalah:


1. Silica gel berfungsi untuk menyerap uap air yang tersisa pada kertas filter;
2. sampel udara berfungsi sebagai bahan yang akan diuji.

3.1.3 Cara Kerja

Prosedur percobaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum praktikum, saat
praktikum dan setelah praktikum, adapun penjelasan dari setiap tahapan percobaan
praktikum kali ini adalah:

3.1.3.1 Sebelum Praktikum

Cara kerja sebelum praktikum TSP ini adalah:


1. Filter fiber yang digunakan dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan
sikat kecil;
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2. filter dikondisikan selama 24 jam kemudian ditimbang dengan neraca analitik
(pemberian nomor pada filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelum
sampling dilakukan filter tidak boleh rusak;
3. setelah ditimbang, filter diletakkan dalam file box yang telah diisi dengan silica
gel dan dilapisi dengan kertas atau alumunium foil;
4. file box ditutup rapat dengan selotip/plester agar tidak berkontak dengan udara
luar.

3.1.3.2 Pada Saat Praktikum

Cara kerja pada saat praktikum TSP ini adalah;


1. sumber arus listrik disiapkan, dipastikan voltase alat sama dengan voltase
sumber arus listrik;
2. filter dipasang dengan rapi di antara face plate dan gasket;
3. alat pengukur debit dipasang sesuai dengan waktu pengukuran;
4. HVS dihidupkan dan setelah berjalan 5 menit kecepatan aliran udara dicatat.
Sampling dibiarkan berlangsung selama 1 jam;
5. kondisi meteorologi dicatat (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah dan
kecepatan angin) minimal setiap 10 menit, dan apabila sampling berakhir laju
aliran udara dicatat kembali;
6. setelah praktikum berakhir, alat HVS dimatikan, face plate dibuka dan filter
dikeluarkan, filter dilipat sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung
partikulat tersuspensi saling berhadapan;
7. filter tersebut dimasukan ke dalam plastik;
8. filter dikondisikan di dalam file box selama minimal 24 jam.

3.1.3.2 Setelah Praktikum

Cara kerja setelah praktikum TSP ini adalah timbang filter yang telah dikondisikan
minimal 5 kali pengukuran untuk masing-masing filter.

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.1.4 Rumus

3.1.4.1 Volume udara yang dihisap

(Q1+Q2+…Qn)
V= ...........................................................................(3.1)
n

Keterangan:
V = volume yang terhisap (m3)
Q1 = kecepatan aliran udara awal (m3/mnt)
Q2 = kecepatan udara akhir (m3/mnt)
T = waktu sampling (mnt)
n = jumlah data pengukuran

3.1.4.2 Volume STP

Ps  Vs Pstp  Vstp
= .......................................................................(3.2)
Ts Tpstp
Dimana:
Pstp = tekanan standar (1 atm/760 mmHg)
Vstp = volume standar (m3)
Tstp = suhu standar (25o C/298 K)

3.1.4.3 Konsentrasi Partikel Tersuspensi

(Ws-Wo) X 106
C= ..........................................................................(3.3)
Vstp
Keterangan:
C = konsentrasi partikel tersuspensi (µg/m3)
Ws = berat filter fiber glass setelah sampling (g)
Wo = berat filter fiber glass sebelum sampling (g)
106 = konversi dari g menjadi µg

3.1.4.4 Konversi Curter

t2 p
C =C2 ( t1) .............................................................................(3.4)
Dimana:
C = konsentrasi pada waktu pengukuran, t1 = 24 jam
C2 = konsentrasi pada waktu pengukuran sebenarnya, t2
p = konversi canter yang bernilai antara 0,17 - 0,2

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.2 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

3.2.1 Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Particulate Matter (PM2,5) ini
adalah:
1. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang kertas filter;
2. file box berfungsi untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum
dan sesudah sampling dilakukan;
3. pinset berfungsi untuk mengambil dan memindahkan kertas filter;
4. Low Volume Sampler (LVS) berfungsi sebagai alat pengukur konsentrasi
PM2,5;
5. kompas berfungsi untuk menentukan arah angin;
6. anemometer berfungsi untuk menetukan rotasi arah angin;
7. tripod berfungsi untuk meletakkan elutriator;
8. pocket weather man berfungsi untuk mengukur tekanan udara dan suhu;
9. Kertas filter berfungsi untuk menyaring PM2,5.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum PM2,5 ini adalah:


1. Silica gel berfungsi untuk menyerap uap air yang tersisa pada kertas filter;
2. sampel udara berfungsi sebagai bahan yang akan diuji.

3.2.3 Cara Kerja

Prosedur percobaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebelum praktikum, saat
praktikum dan setelah praktikum, adapun penjelasan dari setiap tahapan percobaan
praktikum kali ini adalah:

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.2.3.1 Sebelum Praktikum

Cara kerja sebelum praktikum PM2,5 ini adalah:


1. Filter fiber yang digunakan dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan
sikat kecil;
2. filter dikondisikan selama 24 jam kemudian ditimbang dengan neraca analitik
(pemberian nomor pada filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelum
sampling dilakukan filter tidak boleh rusak;
3. setelah ditimbang, filter diletakkan dalam file box yang telah diisi dengan silica
gel dan dilapisi dengan kertas atau alumunium foil;
4. file box ditutup rapat dengan selotip/plester agar tidak berkontak dengan udara
luar.

3.2.3.2 Pada Saat Praktikum

Cara kerja pada saat praktikum PM2,5 ini adalah:


1. Sumber arus listrik disiapkan, voltase alat dipastikan sama dengan voltase
sumber arus listrik;
2. tripod dipasang setinggi 1-1,5 m sebagai tempat untuk meletakkan elutriator;
3. filter dipasang dengan rapi diantara face plate yang terletak pada slang yang
akan menghubungkan elutriator dengan pompa vakum;
4. LVS dihidupkan dan atur laju aliran sampai 3,5 l/menit pada tombol pengatur
laju aliran;
5. kecepatan aliran udara setiap 10 menit dicatat. Sampling dibiarkan berlangsung
selama 1 jam;
6. kondisi meteorologi (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah, dan
kecepatan angin) dicatat minimal setiap 30 menit, dan apabila sampling
berakhir laju aliran udara dicatat kembali;
7. setelah praktikum berakhir, alat LVS dimatikan, face plate dibuka dan filter
dikeluarkan, filter dilipat sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung
partikulat tersuspensi saling berhadapan;
8. filter tersebut dimasukkan ke dalam plastik;
9. filter dikondisikan di dalam file box selama minimal 24 jam.

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.2.3.3 Setelah Praktikum

Cara kerja setelah praktikum PM2,5 ini adalah timbang filter yang telah dikondisikan
minimal 5 kali pengukuran untuk masing-masing filter.

3.2.4 Rumus

3.2.4.1 Volume udara yang dihisap

(Q1+Q2+…Qn)
V= ...........................................................................(3.5)
n

Keterangan:
V = volume yang terhisap (m3)
Q1 = kecepatan aliran udara awal (m3/mnt)
Q2 = kecepatan udara akhir (m3/mnt)
T = waktu sampling (mnt)
n = jumlah data pengukuran

3.2.4.2 Volume STP

Ps X Vs Pstp X Vstp
= ......................................................................(3.6)
Ts Tpstp
Dimana:
Pstp = tekanan standar (1 atm/760 mmHg)
Vstp = volume standar (m3)
Tstp = suhu standar (25o C/298 K)

3.2.4.3 Konsentrasi Partikel Tersuspensi

(Ws-Wo) X 106
C= ..........................................................................(3.7)
Vstp
Keterangan:
C = konsentrasi partikel tersuspensi (µg/m3)
Ws = berat filter fiber glass setelah sampling (g)
Wo = berat filter fiber glass sebelum sampling (g)
106 = konversi dari g menjadi µg

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3.2.4.4 Konversi Curter

t2 p
C =C2 ( t1) .............................................................................(3.8)
Dimana:
C = konsentrasi pada waktu pengukuran, t1 = 24 jam
C2 = konsentrasi pada waktu pengukuran sebenarnya, t2
p = konversi canter yang bernilai antara 0,17 - 0,2

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

4.1.1 Data Filter

4.1.1.1 Total Suspended Particulate (TSP)

Data berat filter Total Suspended Particulate dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai
berikut.

Tabel 4.1 Berat Filter TSP


No. Berat Awal (Wo) (g) Berat Akhir (Ws) (g) Selisih Berat (g)
1. 3,7443 3,7453 0,0010
2. 3,7448 3,7463 0,0015
3. 3,7460 3,7472 0,0012
4. 3,7462 3,7479 0,0017
5. 3,7463 3,7477 0,0014
Rata-rata 0,00136
Sumber: Hasil praktikum Laboratorium Kualitas Udara, 2023

4.1.1.2 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

Data berat filter Particulate Matter 2,5 dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai
berikut.

Tabel 4.2 Berat Filter untuk PM2,5


No. Berat Awal (Wo) (g) Berat Akhir (Ws) (g) Selisih Berat (g)
1. 0,1562 0,1563 0,0001
2. 0,1562 0,1564 0,0002
3. 0,1564 0,1565 0,0001
4. 0,1562 0,1564 0,0002
5. 0,1564 0,1564 0,0000
Rata-rata 0,00012
Sumber: Hasil praktikum Laboratorium Kualitas Udara, 2023
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4.1.2 Kondisi Meteorologi

Data kondisi meteorologi dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut.

Tabel 4.3 Kondisi Meteorologi


Kecepatan
Suhu Tekanan Kelembapan
Data Ke- Jam Angin Arah Angin
(oC) (mmHg) (%)
(m/s)
1 10.21 35,0 978,0 0,7 B ke T 54,6
2 10.31 32,4 978,0 1,5 U ke S 63,2
3 10.41 33,0 978,0 0,6 U ke S 63,0
4 10.51 32,5 978,0 0,7 U ke S 62,1
5 11.01 33,4 977,7 0,9 B ke T 65,7
6 11.11 34,5 977,5 1,6 B ke T 58,7
7 11.21 34,6 977,9 1,7 B ke T 59,6
Rata-rata 33,6 977,8 1,1 B ke T 60,9
Sumber: Data Praktikum Laboratorium Kualitas Udara, 2023

Keterangan :
B = Barat
T = Timur
S = Selatan

4.2 Perhitungan

4.2.1 Total Suspended Particulate (TSP)

Ts = 36,34oC + 273 K
= 309,34 K

1 mmHg = 0,0193368 Psi


977,8 mmHg = 18,907 Psi
LPM = NLPM = m3/menit
Tgas 14.696 Psi
1 LPM = 1,5 NL/menit × × Pgas
293,15 K
306,6 K 14.696 Psi
1 LPM = 1,5 NL/menit × 293,15 K × 18,907 Psi

QTSP = 1,5 NL/ menit x 1,046 K x 777,28


QTSP = 1.219,552 L/menit
QTSP = 1,219 m3/menit

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
1. Volume udara yang dihisap
Q1 +Q2 +…+Qn
Vs = ×T
n
V = QSTP x T
= 1,219 m3/mnt x 60 menit
= 73,14 m3

2. Volume STP`
a. Tekanan rata-rata sampling
Ps = 977,8 mmHg
b. Suhu rata-rata sampling
35,0 + 32,4 + 33,0 + 32,5 + 33,4 + 34,5 + 34,6
Ts =
7
= 33,6oC + 273 K
= 306,6 K
c. Volume sampling
Vs = 73,14 m3

d. Volume STP
PS x VS PSTP x VSTP
=
TS TSTP
PS TSTPP
VSTP = VS x x
PSTP TS
977,8 mmHg 298 K
= 73,14 m3 x x
760 mmHg 306,6 K

= 91,46 m3

3. Konsentrasi partikel tersuspensi untuk sampling 1 jam


(Ws-Wo) x 106
C1 =
VSTP

(0,00136) x 106 µg
C1 =
91,46 m3
C1 = 18,87 µg/m3

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4. Konversi canter untuk konsentrasi partikel tersuspensi untuk 24 jam
t p
C24 = C1 × (t2 )
1

1 0,2
C24 = 18,87 µg/m3 x ( )
24

C24 = 9,99 µg/m3

4.2.2 Particulate Matter 2,5 (PM2,5)

1. Volume udara yang dihisap


Q1 + Q 2 + ... + Q n
V= T
n
(3,5 + 3,5 + 3,5 + 3,5 + 3,5 + 3,5 + 3,5) L/mnt
= ×60 menit
7
= 210 L
= 0,21 m3

2. Volume STP
a. Tekanan rata-rata sampling
Ps = 977,8 mmHg
b. Suhu rata-rata sampling
35,0 + 32,4 + 33,0 + 32,5 + 33,4 + 34,5 + 34,6
Ts =
7
= 33,6oC + 273 K
= 306,6 K
c. Volume sampling
Vs = 0,21 m3

d. Volume STP
PS x VS PSTP x VSTP
=
TS TSTP
PS TSTP
VSTP = VS x x
PSTP TS
977,8 mmHg 298 K
= 0,21 m3 x x
760 mmHg 306,6 K

= 0,26 m3

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
3. Konsentrasi PM2,5 untuk sampling 1 jam

(Ws − Wo) x 106


C1 =
VSTP

(0,00012) x 106 µg
C1 =
0,26 m3
C1 = 461,54 µg/m3

4. Konversi canter untuk PM2,5 selama 24 jam


t p
C24 = C1 × (t2 )
1

1 0,2
C24 = 461,54 µg/m3 ( )
24
C24 = 244,44 µg/m3

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
4.3 Pembahasan

Kegiatan sampling dilakukan di pertigaan jalan depan Pecinta Alam Indonesia


Teknik Universitas Andalas (PAITUA), Fakultas Teknik. Koordinat tempat
pengambilan sampel yaitu 00°54’45” Lintang Selatan dan 100°27’51” Bujur
Timur dengan elevasi 292 meter di atas permukaan laut. Sampling diambil pada
hari Senin, tanggal 13 Maret 2023 yang dilakukan dari pukul 08.55 WIB. Kondisi
sampel saat diambil yaitu partikulat yang diperkirakan berasal dari aktivitas
manusia, yakni dengan adanya tempat makan disekitar lokasi sampling. Kondisi
meteorologi ketika pengambilan sampel yaitu bercuaca cerah dengan suhu rata-
rata 33,6°C, tekanan udara rata-rata sebesar 733,4 mmHg, kecepatan angin rata-
rata sebesar 1,1 m/s, kelembaban udara sebesar 60,9 %, dan arah angin dominan,
yaitu bertiup dari arah Barat menuju ke arah Timur.

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan selama satu jam pada kegiatan
sampling yaitu diperoleh nilai konsentrasi TSP sebesar 18,87 µg/Nm3. Langkah
selanjutnya yakni Konsentrasi TSP yang telah dikonversikan ke dalam durasi 24
jam, diperoleh nilai sebesar 9,99 µg/Nm3. Pada PM2,5 yang telah melewati proses
pengukuran diperoleh nilai konsentrasi PM2,5 dengan durasi satu jam sebesar
461,54 µg/m3, dilanjutkan dengan proses pengkonversian ke dalam durasi 24 jam
yakni sebesar 244,44 µg/m3. Volume udara yang dihisap dengan menggunakan
alat bernilai sebesar 0,21 m3 dan volume TSP sebesar 0,26 m3.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan di pertigaan jalan depan PAITUA,


didapatkan hasil konsentrasi PM2,5 sebesar 461,54µg/m3 untuk waktu 1 jam dan
244,44 µg/m3 jika dikonversikan untuk waktu 24 jam. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Baku Mutu PM2,5, bahwa baku mutu
untuk konsentrasi PM2,5 selama 24 jam adalah 55 µg/Nm3. Berdasarkan peraturan
tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi PM2,5 melebihi baku mutu yang
telah ditetapkan.

Kondisi meteorologi dapat memengaruhi konsentrasi partikulat. Lokasi sampling


yang digunakan adalah pertigaan jalan depan PAITUA, yang memiliki banyak
aktivitas kendaraan bermotor disekitar lokasi. Dampak dari banyaknya aktivitas

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
kendaraan bermotor tersebut yakni menghasilkan debu yang berterbangan di
udara. Selain itu, terdapat aktivitas manusia dengan ditemukannya tempat makan
di sekitar lokasi tersebut. Tingginya kadar partikulat diudara dapat menyebabkan
beberapa dampak negatif bagi manusia. TSP di udara dapat terserap dan terhirup
di kapiler paru-paru dan alveoli dapat memperlambat pertukaran oksigen dan
karbon dioksida dalam darah, menyebabkan sesak napas, dapat mengendap dalam
sel paru-paru sehingga dapat mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu partikulat
di udara dapat menyebabkan berkurangnya jarak pandang penglihatan manusia
dan iritasi pada mata. PM2,5 dalam waktu singkat dapat mempengaruhi reaksi
radang paru-paru, ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) dan gangguan pada
sistem kardiovasuler.

Teknologi pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsentrasi TSP


ini adalah Impaktor bertingkat. Impaktor bertingkat terdiri dari 9 tingkat dan
mampu menentukan diameter partikel aerosol lebih kecil dari 0,43 sampai 10 μm.
Impaktor bertingkat yang terdiri dari 9 tingkat (tingkat 0 hingga 8) masing-masing
dipasang foil milar dan satu tingkat paling bawah dipasang filter. Tiap tingkat
impaktor mempunyai ukuran diameter pangkas yang berbeda sehingga bisa
menyaring TSP dan PM2,5 yang tersebar di udara. Cara pengendalian partikulat
lainnya yang dapat dilakukan yaitu pemasangan alat penyedot dan pengatur udara
agar konsentrasi atau kadar debu tidak melampaui batas, maka akan sangat
membantu untuk kontrol debu udara pada suatu ruangan.

ARYA ALVINDITO RAMADHAN 2110942007


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum partikulat adalah:


1. Kegiatan sampling dilakukan di pertigaan jalan depan Pecinta Alam Indonesia
Teknik Universitas Andalas (PAITUA), Fakultas Teknik pada hari Senin, 13
Maret 2023 pukul 08.55 WIB;
2. berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai konsentrasi setelah proses
pengkonversikan kedalam durasi 24 jam, yaitu TSP sebesar 9,99 µg/Nm3 dan
PM2,5 244,44 µg/m3.
3. data yang didapatkan pada percobaan tidak memenuhi baku mutu yakni
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
4. sumber partikulat berasal dari aktivitas manusia dan kendaraan bermotor yang
dapat menimbulkan penyakit terhadap manusia salah satunya Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA);
5. salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengendalikan konsentrasi
dari partikulat adalah Impaktor bertingkat yang dapat menyaring TSP dan
PM2,5.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan setelah praktikum adalah:


1. Praktikan diharapkan mengetahui prosedur praktikum dengan baik agar
mengurangi kesalahan pada saat praktikum;
2. pemerintah diharapkan memberikan sanksi tegas kepada oknum yang
menyebabkan pencemaran udara, mempertegas pertaruran yang telah dibuat,
dan mensosialisasikan gerakan hijau;
3. Teknik Lingkungan diharapkan dapat menjadi wadah untuk memperoleh ilmu
dalam pengendalian gas pencemaran udara;
4. Sarjana Teknik Lingkungan terus membuat inovasi terbaru mengenai
teknologi ataupun penelitian yang dapat mengurangi atau menurunkan
konsentrasi partikulat di udara.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Jainal Dan Ferawati Artauli Hasibuan. 2019. Pengaruh Dampak


Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan Untuk Menambah Pemahaman
Masyarakat Awam Tentang Bahaya Dari Polusi Udara. Prosiding Seminar
Nasional Fisika Universitas Riau Iv. Pekanbaru: Universitas Riau

Ahmad, Aisyah. 2017. Studi Reduksi Pm2,5 Udara Ambien Oleh Ruang Terbuka
Hijau Di Kawasan Industri Pt Petrokimia Gresik. Surabaya: Jurusan Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.

Chollanawati, Nani 2019. Partikulat Halus (PM2,5) dan Dampaknya Terhadap


Kesehatan Manusia. Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer. Vol. 20, No. 1.
Bandung.

Fransiska, Nurse. 2016. Analisis Risiko Pajanan Kadar Total Suspended


Particulate (TSP) di Udara Ambien terhadap Kesehatan Masyarakat di
Kawasan Industri PT. Semen Padang 2016. Skipsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Andalas.

Ginting, Ivana Ameta Putri. 2017. Analisis Pengaruh Jumlah Kendaraan Bermotor Dan
Faktor Meteorologi (Suhu, Kecepatan Angin, Dan Kelembaban) Terhadap
Konsentrasi Karbon Monoksida (Co) Di Udara Ambien Roadside (Studi Kasus:
Pintu Tol Amplas Dan Pintu Tol Tanjung Morawa). Skripsi. Medan:
Universitas Sumatera Utara

Khairunnisa, F., Huboyo, H. S., & Istirokhatun, T. 2015. Analisis Komposisi Unsur
Pencemar (Si, Pb, Dan Ca) Dalam Total Suspended Particulate (Tsp) Di
Pembangungan Jalan (Studi Kasus: Pembangunan Jalan Kendal–Batas
Kota Semarang, Jawa Tengah) (Doctoral Dissertation,
DiponegoroUniversity)

Keman, Soedjajadi. 2014. Analisis Risiko Paparan Debu PM 2,5 Terhadap


Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronis pada Pekerja Bagian Boiler
Perusahaan Lem di Probolinggo. Jakarta: Universitas Airlangga.
Mukhtar, R., Isa, A., Esrom, H., dkk. 2015. Perbandingan Pengukuran
Konsentrasi Partikulat di Udara Ambien Menggunakan Alat High
Volume Air Sampler dan Gent Stacked Filter Unit Sampler. Jurnal Ecolab
Volume 9 Nomor 1.

Nashihatul, Af’idah. 2019. Analisis Hubungan Konsentrasi Total Suspended


Particulate (Tsp) Di Dalam Dan Di Luar Ruangan Dan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan. Tugas Akhir Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, UIN
Sunan Ampel Surabaya

Pemerintah Republik Indonesia. 2021. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.

Prilila, G., F., Irawan, W., W., dan Endo, S. 2016. Estimasi Sebaran dan Analisis
Risiko TSP dan Pb di Terminal Bis terhadap Kesehatan Pengguna
Terminal Studi Kasus: Terminal Mangkang dan Penggaron. Semarang.
Jurnal Teknik Lingkungan UNDIP Volume 5 Nomor 4.

Rohmah, Isfi dkk. 2018. Perbandingan Metode Sampling Kualitas Udara High
Volume Air Sampler (HVAS) dan Low Volume Air Sampler (LVAS). Jurnal
Ecolab Vol. 12 No. 2 : 53 – 102.

Septiadi, Deni 2016. Kajian Meteorologi untuk Memenuhi Persyaratan dan


Kriteria Keselamatan dari Tahap Awal Penentuan Tapak, Desain, dan
Konstruksi. Seminar Keselamatan Nuklir 2016.

SNI 19-7119-6-2005. Udara Ambien Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambilan


Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara Ambien. Indonesia: BSN.

Yuwono, A., S., Budi. M., dan Allen, K. 2015. Penentuan Faktor Emisi Debu
Jatuh dan Partikel Tersuspensi dalam Udara Ambien di Pulau Jawa.
Prosiding Seminar Hasil PPM IPB Volume 1: 181-191.

Anda mungkin juga menyukai