Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT DEKOMPRESI

PADA PENYELAM TRADISIONAL DI PULAU


BARRANG LOMPO KECAMATAN UJUNG
TANAH KOTA MAKASSAR

Disusun oleh :

Putri Yanti (K012181105)

KELAS : E

KONSENTRASI : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara kepulauan yang hampir 70% wilayahnya terdiri

dari laut.Dengan kondisi geografis tersebut sebagian besar penduduknya

mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Sesuai dengan perkembangan

zaman, cara kerja nelayanpun berkembang yang semula hanya bekerja di

permukaan laut, sekarang banyak yang bekerja didalam laut bahkan sampai

pada dasar laut untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak. Nelayan

penyelam banyak tersebar di wilayah Indonesia terutama di daerah pesisir dan

kepulauan (Tuti Ekawati, 2005).

Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir antara lain

penangkapan ikan, lobster, teripang, abalone dan mutiara. Kegiatan tersebut

dilakukan dengan melakukan penyelaman sampai dengan beberapa puluh

meter di bawah laut, karena lobster, teripang, abalone dan mutiara banyak

terdapat di dasar laut. Penyelaman ini banyak dilakukan oleh masyarakat

pesisir karena ikan jenis tertentu, lobster, teripang dan mutiara mempunyai

nilai ekonomis yang cukup tinggi. Penyelaman pada kedalaman lebih dari 20

m mempunyai risiko yang cukup besar terhadap keselamatan dan kesehatan

penyelam. Oleh karena itu penyelaman harus dilakukan dengan syarat tertentu

dan menggunakan alat selam yang memenuhi standar (SCUBA). Penyelam

pencari hasil laut di beberapa wilayah di Indonesia masih menggunakan


kompresor (penyelam tradisional) sebagai alternatif pengganti alat selam

Scuba (Paskarini et al., 2013).

Pekerjaan penyelaman mempunyai tingkat risiko bahaya yang sangat

tinggi, sehingga untuk meningkatkan produktivitas penyelaman dan

pelaksanaan penyelaman yang baik dan aman, perlu bekal pengetahuan

peningkatan kesadaran tentang kemungkinan bahaya-bahaya yang terjadi di

lingkungan udara bertekanan tinggi serta ketaatan memenuhi tata cara

peraturan keselamatan kerja dalam penyelaman. Kecerobohan dalam menaati

peraturan keselamatan kerja dapat berakibat fatal atau menderita cacat yang

berat seumur hidup (Mandagi dan Moningka, 2014)

Aktifitas menyelam mempunyai efek jangka panjang pada fisiologi tubuh

manusia. Perubahan fisiologis dapat terlihat dari manifestasi gejala

dekompresi. Decompression sickness adalah sindrom yang berhubungan

dengan pembentukan dan peningkatan ukuran gelembung ketika tekanan

parsial gas inert dalam darah dan jaringan melebihi tekanan ambien.

Gelembung gas menyebabkan kompresi jaringan mekanis ke pembuluh

darah vena dengan volume gelembung berkembang, menciptakan iskemia

jaringan, dan edema (Young II. & Byeong JY, 2013).

Divers Alert Network melaporkan selama tahun 1998 – 2004 telah terjadi

2346 kasus penyakit dekompresi. Mereka mengklasifikasikan kasus gejala

awal hingga terjadinya penyakit dekompresi. Untuk semua kasus nyeri, 58%

terdiri dari nyeri sendi, nyeri otot 35%, dan 7% nyeri korset. Nyeri korset

sering menandakan keterlibatan sumsum tulang belakang. Gejala


konstitusional termasuk sakit kepala, pusing, kelelahan yang tidak pantas,

malaise, mual atau muntah, dan anoreksia. Ketidaknyamanan otot termasuk

ness kaku, tekanan, kram, dan kejang tapi rasa sakit dikecualikan. Manifestasi

paru meliputi sesak dan batuk (Vann et al., 2011).

Tidak sedikit penelitian mengenai penyakit dekompresi pada penyelam di

Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Thiritz (2005) dalam

Dharmawirawan dan Modjo (2012) terhadap nelayan kompresor di Kelurahan

Pulau Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta Utara yaitu sebanyak

145 responden yang diperiksa, ternyata 111 menderita penyakit umum dan

penyelaman. Di antara 81 responden menderita penyakit khusus penyelaman

meliputi barotrauma telinga, dekompresi, dan penyakit akibat lingkungan

dalam air. Sebanyak 47 orang nelayan kompresor yang diteliti ditemukan 35

orang yang menderita ketulian.

Penelitian yang dilakukan oleh Duke, dkk (2017) menunjukkan, faktor

yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian dekompresi adalah kedalaman

menyelam ≥ 30 meter, lama menyelam ≥ 2 jam dan anemia Hb < 12. Hasil

indepth interview memberikan keterangan bahwa responden menyelam dalam

untuk mendapatkan ikan. Responden merasakan badan terasa sakit bahkan

seperti lumpuh setelah lama manyelam. Responden rata-rata menyelam selama

3 jam dalam sehari untuk mendapatkan ikan. Penelitian lain yang dilakukan

oleh Prasetiyo (2015) menujukkan terdapat hubungan antara pengetahuan,

sarana dan prasarana, serta dukungan masyarakat dengan kejadian penyakit

dekompresi pada penyelam tradisional di pulau Lae-Lae Kota Makassar.


Data-data tersebut diatas menunjukkan bahwa banyaknya kasus yang

terkait dengan kejadian penyakit akibat kerja dalam kegiatan menyelam.

Berangkat dari peneliian tersebut penulis tertarik untuk meneliti faktor yang

berhubungan dengan kejadian penyakit dekompresi pada penyelam di Pulau

Barrang Lompo Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar. Salah satu alasan

penulis memilih pulau Barrang Lompo karena dari data yang diperoleh

sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan penyelam, dimana

mereka menyelam ke kedalaman tertentu untuk mendapatkan ikan maupun

teripang (Data Puskesmas Barrang Lompo Tahun 2013 dalam Mallapiang,

2015).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang

akan diteliti yaitu apakah ada hubungan antara umur, lama menyelam,

kedalaman penyelaman, frekuensi menyelam dan indeks massa tubuh dengan

kejadian penyakit dekompresi pada penyelam tradisional di Pulau Barrang

Lompo Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor yang berhubungan

dengan kejadian penyakit dekompresi pada penyelam tradisional di Pulau

Pulau Barrang Lompo Kota Makassar.


2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan umur dengan kejadian penyakit

dekompresi pada penyelam tradisional di Pulau Barrang Lompo Kota

Makassar.

b. Untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian

penyakit dekompresi pada penyelam tradisional di Pulau Barrang

Lompo Kota Makassar.

c. Untuk mengetahui hubungan lama menyelam dengan kejadian

penyakit dekompresi pada penyelam tradisional di Pulau Barrang

Lompo Kota Makassar.

d. Untuk mengetahui hubungan kedalaman penyelaman dengan kejadian

penyakit dekompresi pada penyelam tradisional di Pulau Barrang

Lompo Kota Makassar.

e. Untuk mengetahui hubungan frekuensi menyelam dengan kejadian

penyakit dekompresi pada penyelam tradisional di Pulau Barrang

Lompo Kota Makassar.

f. Untuk mengetahui variabel yang paling berhubungan dengan penyakit

dekompresii pada penyelam tradisional di Pulau Barrang Lompo Kota

Makassar.
BAB II

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional study. Bertujuan untuk melihat hubungan variabel

independen terhadap variabel dependen yaitu hubungan antara umur, lama

menyelam, kedalaman penyelaman, frekuensi menyelam dan indeks massa

tubuh dengan kejadian penyakit dekompresi pada penyelam di Pulau Barrang

Lompo Kota Makassar Tahun 2018.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada tahun 2018. Penelitian ini dilakukan di

Pulau Barrang Lompo Kota Makassar.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penyelam yang berdomisili

di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar yaitu sebanyak 35 orang

penyelam laki-laki.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili

populasi. Jumlah sampel yang akan diteliti diambil dengan menggunakan

metode exhaustive sampling. Berdasarkan populasi yang relatif kecil yaitu

sebanyak 35 orang maka keseluruhan populasi dijadikan sampel pada

penelitian ini (total sampel).


D. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui :

a. Wawancara langsung dengan responden dan observasi langsung di

Pulau Barrang Lompo Kota Makassar.

b. Pengumpulan data kejadian penyakit dekompresi dilakukan dengan

cara mengdiagnosa secara klinis berdasarkan kriteria objektif dan

subjektif gejala-gejala penyakit dekompresi yang terdapat pada

penyelam dengan bantuan anamnesis dokter dan kuesioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pihak Pulau Barrang Lompo Kecamatan

Ujung Tanah Kota Makassar.

E. Pengolahan dan Penyajia Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara manual dan

dengan menggunakan program SPSS. Langkah pengolahan data sebagai

berikut:

a. Editing, melakukan pemeriksaan terhadap data yang dikumpulkan,

memeriksa kelengkapan dan kesalahan dalam pengisisan, serta

melengkapi yang belum lengkap.

b. Coding, Setelah dilakukan editing, selanjutnya data diberi kode

tertentu pada tiap-tiap data untuk mempermudah pelaksanaan

pengelolahan data. Data yang sudah dikumpulkan diberi kode pada


setiap variabel untuk memudahkan pemasukan, pengelompokkan dan

pengolahan data.

c. Entry data, data selanjutnya diinput ke dalam lembar kerja SPSS untuk

masing-masing variabel. Urutan input data berdasarkan nomor

reponden dalam kuesioner.

d. Cleaning data, setelah dilakukan entry data, maka langkah selanjutnya

adalah cleaning data. Hal ini dimaksudkan karena pada saat entry data

peneliti mungkin melakukan kesalahan dalam pengentrian data yang

disebabkan faktor kelelahan atau kesalahan melihat dan membaca data

koding sehingga perlu dilakukan cleaning data atau perbaikan sebelum

dilakukan analisis data.

2. Penyajian Data

Penyajian data yang telah dianalisis dilakukan dalam bentuk tabel,

grafik, dan disertai dengan narasi.

F. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil

penelitian ini untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase yaitu

meliputi umur, massa tubuh, lama kerja, kedalaman penyelaman, frekuensi

menyelam, dan keluhan kesehatan.

2. Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Analisis data dilakukan untuk mengetahui


hubungan antara masing-masing variabel independen dengan variabel

dependen penelitian dengan menggunakan uji statistik chi-square. Analisis

data dilakukan untuk mengetahui variabel faktor yang berhubungan

dengan kejadian penyakit dekompresi pada penyelam di Pulau Barrang

Lompo Kota Makassar dalam penelitian ini merupakan data kategorik

yang dinyatakan dalam bentuk tabel kontigensi 2×2 seperti berikut:

Tabel
Contoh Tabel Kontigensi 2×2

Tingkat Pengaruh
Jumlah
Kategori Tidak
Berpengaruh Sampel
Berpengaruh
Kategori 1 A B a+b
Kategori 2 C D c+d
Total a+c b+d N
Sumber: Sugiyono, 2012.

Untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel

independen digunakan persamaan Chi Square sebagai berikut

(Sugiyono, 2012) :

X2 = Σ (0 - E)2
E
Keterangan:

X2 = Chi Square

0 = nilai yang diamati

E = nilai yang diharapkan

Jika ada sel yang mempunyai nilai harapan ≥ 5, maka digunakan

rumus Yate’s Correction sebagai berikut:


X2= n (|ad - bc| - ½ n)2 .

(a+b) (a+c) (b+d) (c+d)

Keterangan: X2 = Nilai Yate’s Correction

n = Besar Sampel

Jika ada sel yang mempunyai nilai harapan < 5, maka digunakan

rumus Fisher Exact dengan rumus sebagai berikut:

P = (a+b)! (c+d)! (a+c)! (b+d)!

N! a! b! c! d!

Keterangan: P = Nilai Fisher Exact

! = Faktorial

Jika Pvalue > 0,05 maka tidak ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara variabel faktor yang berhubungan dengan keluhan penyakit

dekompresi. Sebaliknya, jika Pvalue ≤ 0,05 maka terdapat hubungan yang

bermakna antara variabel faktor yang berhubungan dengan keluhan

penyakit dekompresi.
3. Analisis Multivariat

Analisis ini dimaksudkan untuk melihat variabel independen (Umur,

Indeks Masa Tubuh, Lama Menyelam, Kedalaman Penyelaman dan

Frekuensi Menyelam) yang paling berhubungan dengan variabel dependen

(Penyakit Dekompresi) pada penyelam tradisional di Pulau Barrang

Lompo Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar.


DAFTAR PUSTAKA

Dharmawirawan, D. A. & Modjo, R. 2012. Identifikasi Bahaya Keselamatan dan


Kesehatan Kerja pada Penangkapan Ikan Nelayan Muroami. Jurnal.
Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.
Duke, Halene,. Dkk. 2017. Pengaruh Kedalaman Menyelam, Lama Menyelam,
Anemia Terhadap Kejadian Penyakit Dekompresi Pada Penyelam
Tradisional. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia 12(2). Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Ekawati, Tuti. Analisis Faktor Barotrauma Membran Timpani Pada Nelayan
Penyelam Tradisonal Di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang.
2005. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Mallapiang, Fatmawati, dkk. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Gangguan Pendengaran pada Penyelam Tradisional di Pulau Barrang
Lompo Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar. Jurnal. Bagian
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin
Makassar
Mandagi, R. V. & Moningka, M. 2014. Variasi Perbedaan Jumlah Denyut Nadi
Penyelam Tradisional pada Simulasi Penyelaman. Jurnal e-Biomedik.
Paskarini, I., Tualeka, A. R., Ardianto, D. Y. & Dwiyanti, E. 2013. Kecelakaan
dan Gangguan Kesehatan Penyelam Tradisional dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi di Kabupaten Seram, Maluku. Jurnal. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
Prasetiyo. 2015. Perilaku Menyelam dengan Kejadian Penyakit Dekompresi pada
Penyelam Tradisional di Pulau Lae-Lae. Jurnal. Bagian Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.
Sugiyono. 2012. Statistik Nonparametris Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Hal. 49-54.
Vann, R. D., Butler, F. K., Mitchell, S. J. & Moon, R. E. 2011. Decompression
illness. The Lancet, 377, 153-164.
Young II. & Byeong JY. 2013. Underwater and Hyperbaric Medicine as a
Branch of Occupational and Environmental Medicine. Lee and Ye
Annals of Occupational and Environmental Medicine; 25:39 Page 2 of
9.

Anda mungkin juga menyukai