Anda di halaman 1dari 19

NATIONAL MARINE EVENT (NAME) 2016

DIES NATALIS ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

INVENTARISASI GENETIK KARANG TROPIS


DALAM UPAYA REHABILITASI DAN PENGELOLAAN
KAWASAN KONSERVASI TERUMBU KARANG
DI INDONESIA SECARA BERKELANJUTAN

Aplikasi Teknologi Perikanan Dan Kelautan

Diusulkan oleh :
Ismail Maqbul

230210120053

Muhammad Soffa Firdaus

230210120054

Evina Tami Roriris

230210120056

UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINAGOR
2016

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama Ketua

: Ismail Maqbul

Tempat, Tanggal Lahir

: Bandung, 23 Desember 1994

Jurusan

: Ilmu Kelautan

Universitas

: Padjadjaran

Nama Anggota 1

: Muhammad Soffa Firdaus

Tempat, Tanggal Lahir

: Bandung, 27 Agustus 1993

Jurusan

: Ilmu Kelautan

Universitas

: Padjadjaran

Nama Anggota 2

: Evina Tami Roriris

Tempat, Tanggal Lahir

: Jakarta, 14 April 1994

Jurusan

: Ilmu Kelautan

Universitas

: Padjadjaran

Dengan ini menyatakan bahwa paper dengan judul:Inventarisasi Genetik Karang


Tropis Dalam Upaya Rehabilitasi dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Terumbu Karang di
Indonesia Scara Berkelanjutan adalah benar-benar hasil karya sendiri dan bukan merupakan
plagiat atau saduran dari paper orang lain serta belum pernah dilombakan dan dipublikasikan
dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir paper ini. Selain itu paper ini sudah tercatat secara administratif
dan disetujui oleh pembimbing.
Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima
sanksi yang ditetapkan oleh panitia National Marine Event (NAME) 2016 berupa
diskualifikasi dari kompetisi.
Bandung, 1 Agustus 2016
Ketua Tim

Ismail Maqbul
230210120053
i

Daftar Isi

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .......................................................................... i


Daftar Isi ..................................................................................................................................... ii
Daftar Gambar ........................................................................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................................ iv
I.

Pendahuluan .................................................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................................ 1
Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
Tujuan dan Manfaat Penulisan ....................................................................................... 2

II.

Tinjauan Pustaka ............................................................................................................. 3


Terumbu Karang ............................................................................................................. 3
Ancaman Kepunahan Terumbu Karang ......................................................................... 3
DNA Barcoding .............................................................................................................. 4

III.

Metode Penulisan............................................................................................................ 5

IV.

Hasil dan Pembahasan .................................................................................................... 6


Identifikasi Masalah ........................................................................................................ 6
Analisis Masalah ............................................................................................................. 6
Pendekatan Molekuler dalam Upaya Melindungi Plasma Nutfah dan Penataan
Kawasaan Konservasi Terumbu Karang......................................................................... 7

V.

Penutup ......................................................................................................................... 10
Kesimpulan ................................................................................................................... 10
Saran ............................................................................................................................. 10

Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 11


Riwayat Hidup Penulis ............................................................................................................. 11

ii

Daftar Gambar

Gambar 1. Alur Metode Penulisan

Gambar 2. Alur Konsep Perlindungan Plasma Nutfah

Gambar 3. Alur Tahap Pertama

Gambar 4. Alur Tahap Kedua

Gambar 5. Alur Tahap Ketiga

iii

ABSTRAK
INVENTARISASI GENETIK KARANG TROPIS DALAM UPAYA
REHABILITASI DAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
TERUMBU KARANG DI INDONESIA SECARA BERKELANJUTAN
Ismail Maqbul, Muhammad Soffa Firdaus, Evina Tami Roriris
Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran
ismailmaqbul@rocketmail.com

Sebanyak 16% terumbu karang dunia berada di Indonesia. Tercatat ada kurang
lebih 590 spesies karang keras yang mewakili lebih dari 95% jumlah spesies di
Pusat Segitiga Terumbu Karang (coral triangle). Kayanya potensi keanekaragaman
hayati terumbu karang yang dimiliki Indonesia diikuti dengan berbagai ancaman
kepunahan keanekaragaman hayati terumbu karang itu sendiri. Kerusakan karang
disebabkan oleh iveneti ivenetic maupun biotik. Oleh karena itu diperlukan upaya
perlindungan terumbu karang agar tetap lestari dan berkelanjutan. Inventarisasi
ivenetic karang melalui aplikasi bioteknologi molekuler merupakan salah satu
strategi jitu dalam upaya rehabilitasi dan konservasi terumbu karang di Indonesia.
Pendekatan molekuler dapat digunakan untuk memahami dan mengetahui
keanekaragaman hayati sampai tingkat ivenetic melalui metode isolasi DNA,
amplifikasi, dan analisis sekuens dari gen. Inventarisasi ivenetic karang
dimanfaatkan sebagai data fundamental dalam menyusun strategi mitigasi
(preventif) dan penanganan (kuratif) kerusakan terumbu karang tropis di Indonesia.
Pertama, melalui informasi inventarisasi ivenetic ini akan diketahui keragaman
ivenetic karang di suatu perairan dan juga dapat diketahui konektivitas genetiknya.
Kemudian dari informasi konektivitas ivenetic inilah yang digunakan untuk menata
dan menentukan Marine Protected Area (MPA) atau kawasan konservasi laut.
Kedua, dalam upaya rehabilitasi seperti transplantasi karang pada kawasan yang
telah mengalami degradasi, data inventarisasi ivenetic dapat digunakan untuk
menentukan jenis karang yang tepat untuk ditransplan. Ketiga, dimanfaatkan dalam
mencari formulasi agen yang tepat untuk mengatasi berbagai serangan penyakit
yang disebabkan oleh iveneti biotik (bakteri, virus, protozoa,fungi) pada karang.
Implementasi inventarisasi karang ini diharapkan menjadi solusi yang tepat untuk
mengelola kawasan konservasi laut secara berkelanjutan dan mendukung pilar
konservasi yakni perlindungan, pelestarian, dan pengelolaan.

Kata Kunci : Inventarisasi ivenetic, konservasi laut, terumbu karang,


bioteknologi molekuler;

iv

I. Pendahuluan

Latar Belakang
Perairan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Salah
satunya adalah ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di
bumi yang paling produktif dan paling kaya dari segi hayati. Terumbu karang memberikan
manfaat sangat besar bagi jutaan penduduk yang hidup dekat pesisir baik secara ekologi
maupun ekonomi. Hal ini merupakan sumber pangan dan pendapatan yang penting, menjadi
tempat asuhan bagi berbagai spesies ikan yang diperdagangkan, menjadi daya tarik wisatawan,
penyelam dan pengagum terumbu karang, serta melindungi garis pantai dari hantaman badai
(Burke et al. 2012).
Sebagian wilayah di Indonesia, merupakan pusat keanekaragaman biota laut dunia
dalam wilayah Coral Triangle, dengan area terumbu karang terluas di dunia yaitu 12-15% dan
sebanyak 16% terumbu karang dunia berada di Indonesia. Burke et al. (2012) menyebutkan
bahwa keanekaragaman hayati terumbu karang Indonesia merupakan paling kaya di dunia.
Tercatat kurang lebih 590 spesies karang kerang atau sekitar 95% species terumbu karang di
segitiga terumbu karang ada di Indonesia.
Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia memiliki ekosistem terumbu
karang tropis yang khas dan sangat luas. Namun, keberadaan dan kondisi terumbu karang di
Indonesia saat ini mengalami ancaman degradasi. Burke et al (2012) menyebutkan bahwa
setengah abad terakhir ini degradasi terumbu karang di Indonesia meningkat dari 10% menjadi
50%. Kerusakan karang disebabkan oleh faktor abiotik seperti temperatur, sedimentasi,
senyawa kimia yang beracun, ketidakseimbangan nutrien, radiasi ultraviolet, dan biotik seperti
predasi, pertumbuhan alga yang tak terkendali serta infeksi penyakit (Harvell et al. 2007).
Ancaman utama yang memperburuk kondisi terumbu karang global saat ini adalah infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa dan fungi yang menyebabkan hilangnya jaringan pada
karang dan perubahan terhadap laju reproduksi, laju pertumbuhan, struktur komunitas,
keragaman spesies, dan kelimpahan organisme asosiasi karang (Loya et al. 2001 dalam Harvell
et al. 2007).
Karang di Indonesia tersebar mulai dari bagian barat hingga bagian timur. Sebaran
karang tidak merata di setiap daerah karena faktor pembatas di setiap daerah berbeda-beda
(Suharsono 2008). Terdapat dugaan bahwa populasi karang yang tersebar di setiap wilayah
memiliki suatu hubungan secara genetik. Namun, informasi tentang hubungan secara genetik
antar populasi terumbu karang yang dipisahkan oleh jarak tersebut sangat kurang atau bahkan
belum ada. Sudah banyak penelitian yang mendeskripsikan karang dengan karakter morfologi,
namun demikian pendeskripsian tersebut masih membingungkan. Berbeda bila karang tersebut
diidentifikasi karakter genetiknya secara molekuler, hasilnya akan lebih akurat. Identifikasi
karang sampai tingkat genetik dilakukan melaui pendekatan molekuler. Metode pendektan
molekuler ini digunakan untuk memahami dan mengetahui keanekaragaman hayati sampai
tingkat genetik melalui metode isolasi DNA, amplifikasi gen, dan analisis sekuens dari gen.
Perlindungan plasma nutfah (sumber kehidupan) ekosistem terumbu karang melalui pendekatan
teknologi molekuler merupakan salah satu strategi jitu dalam upaya pengelolaan dan konservasi
terumbu karang di Indonesia.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan bagaimana upaya inventarisasi
keanekaragaman hayati karang tropis dengan pendekatan teknologi molekuler digunakan
sebagai data fundamental strategi mitigasi (preventif) dan penanganan (kuratif) kerusakan
terumbu karang, dalam rangka preservasi plasma nutfah terumbu karang tropis di Indonesia.

Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan yang ingin dicapai adalah :
1. Implementasi pendekatan teknologi molekuler untuk mendapatkan data
keanekaragaman hayati karang tropis sampai tingkat genetik sehingga dapat
dinventarisir sebagai upaya pengelolaan kawasan konservasi laut.
2. Mengetahui sumber plasma nutfah karang untuk mendapatkan informasi konektivitas
genetik karang sebagai usaha konservasi yang berkelanjutan dalam upaya pengelolaan
dan penataan kawasan konservasi laut.
3. Mencari langkah efektif untuk mengatasi ancaman degradasi terumbu karang dan upaya
rehabilitasinya.

II. Tinjauan Pustaka

Terumbu Karang
Terumbu karang (coral reef) merupakan suatu ekosistem, sedangkan karang (reef coral)
merupakan individu organisme (Supriharyono 2007). Terumbu karang merupakan ekosistem
yang terdapat khas di daerah tropis. Meskipun terumbu karang ditemukan di seluruh perairan
dunia, tetapi hanya di daerah tropis terumbu karang berkembang dengan baik. Struktur terumbu
karang di bentuk dari koloni-koloni hewan karang yang membentuk terumbu. Terumbu adalah
endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat (CaCO3), terutama dihasilkan oleh
hewan karang (fillum Cnidaria, kelas Antozoa, ordo Madreporaria), juga alga berkapur dan
organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken 1992).
Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi yang antara lain : Sebagai gudang
keanekaragaman hayati biota-biota laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari
makan, berpijah, daerah asuhan dan tempat berlindung bagi hewan laut lainnya. Terumbu
karang juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya siklus biologi, kimiawi dan fisik secara
global yang mempunyai tingkat produktivitas yang sangat tinggi. Terumbu karang merupakan
sumber bahan makanan langsung maupun tidak langsung dan sumber obat-obatan. Terumbu
karang sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan sumber utama bahan-bahan
kontruksi. Di samping itu terumbu karang mempunyai nilai yang penting sebagai pendukung
dan penyedia bagi perikanan pantai termasuk di dalamnya sebagai penyedia lahan dan tempat
budidaya berbagai hasil laut. Terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai daerah rekreasi,
baik rekreasi pantai maupun rekreasi bawah laut lainnya. Terumbu karang juga dapat
dimanfaatkan sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta sebagai tempat perlindungan
biota-biota langka.
Identifikasi karang tidaklah semudah identifikasi tumbuhan dan ikan dimana
terminologi untuk kedua biota tersebut dapat berlaku umum dan kunci determinasi telah
dibuatkan secara mapan. Kesulitan yang dihadapi dalam identifikasi karang adalah terminologi
yang ada tidak dapat berlaku secara umum untuk semua jenis karang. Hampir tiap suku atau
bahkan beberapa marga mempunyai terminologi sendiri-sendiri. Sebagai contoh terminologi
yang dipakai untuk Acropora tidak dapat diterapkan untuk Porites. Kesulitan yang lain adalah
berapa jumlah jenis dari marga Acropora maupun Porites tidak diketahui secara pasti. Sebagai
contoh Acropora yang dikenal dari namanya ada sekitar 368 jenis akan tetapi jenis yang benar
dan diakui secara internasional tidak lebih dari 113 jenis (Suharsono 2008).

Ancaman Kepunahan Terumbu Karang


Munculnya anomali kenaikan suhu permukaan laut akibat fenomena global warming
oleh banyak peneliti diyakinkan sebagai faktor utama penyebab kematian (bleaching) nya
terumbu karang di berbagai belahan dunia, seperti kematian massal terumbu karang di perairan
Australia pada tahun 2002 dan di Karibia pada tahun 2005 (Miller et al. 2006). Namun
demikian, dampak anomali kenaikan suhu permukaan laut secara fisik disinyalir bukan satusatunya penyebab utama kematian terumbu karang.
Perubahan kondisi lingkungan akibat anomali kenaikan suhu permukaan laut ternyata
dapat memberikan pengaruh terhadap munculnya penyakit melalui perubahan mekanisme
3

interaksi inang dan patogen. Kenaikan temperatur dapat mempengaruhi perubahan aktivitas
biologi dan perangkat fisiologis karang, termasuk pula perubahan kemampuan karang untuk
melawan infeksi patogen (Rosenberg et al. 2007), terlebih patogen dapat menjadi lebih virulen
pada temperatur yang lebih tinggi (Ben-Haim et al. 2003).

DNA Barcoding
Metode genetika molekular dapat berkontribusi pada hal terkait konservasi gen, spesies
dan ekosistem. Salah satu pendekatan pendekatan molekuler yang digunakan adalah dna
barkoding. DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan tempat penyimpanan informasi genetik
dan berperan sebagai materi genetik yang menurunkan sifat tertentu dari satu generasi ke
generasi turunannya. DNA barkoding adalah sekuen standar urutan basa-basa nukleotida
pendek dari suatu gen, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies. Hal ini karena
setiap spesies pada gen tertentu memiliki urutan basa yang unik (Hebert et al. 2003). DNA
barkoding merupakan sebuah pendekatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi semua spesies
yang saat ini telah dikenal, dan untuk menyediakan kriteria pengakuan spesies baru dengan
menggunakan data berbasis DNA. Identifikasi morfologi yang handal dapat diperkuat dengan
metode DNA barkoding agar identifikasi dilakukan secara tepat dan akurat.
DNA barkoding merupakan sebuah teknik yang dikembangkan dalam rangka untuk
mempercepat dan mempermudah proses identifikasi organisme dengan menggunakan potongan
gen tertentu yang telah teruji kemampuannya untuk membedakan pada tingkat species. Berbeda
dengan teknik identifikasi secara konvensional yang hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan spesimen yang utuh dan dewasa, teknik barkoding dapat digunakan untuk
mengidentifikasi semua bentuk tingkatan kehidupan mulai dari telur, larva, pupa sampai
dewasa bahkan mampu digunakan juga untuk fragmen tubuh yang tidak diketahui asalnya.
Teknik ini akan mampu menjembatani keadaan saat ini dimana ahli taksonomi semakin langka.
Di sisi lain laju kerusakan habitat sangat tinggi yang menyebabkan hilangnya banyak species
yang belum kita ketahui jenisnya (Sutrisno 2012).

III. Metode Penulisan


Penyajian metode dalam penulisan paper ini adalah berdasarkan acuan pustaka. Secara
garis besar penyusunan paper ini terdiri dari pengumpulan data, pengolahan data, identifikasi
dan analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengumpulan data diperoleh dari kepustakaan
penelitian yaitu meliputi laporan penelitian diantaranya skripsi, thesis, dan jurnal penelitian.
pengumpulan data ini dilakukan setelah menentukan topik permasalahan. Selanjutnya data yang
diperoleh diolah untuk mendapatkan teori-teori yang relevan dengan topik permasalahan. Data
berupa teori kemudian diidentifikasi secara sistematis dan dianalisis yang data berkaitan dengan
topic permasalahan. Topik permasalahan dengan data yang diperoleh kemudian disimpulkan
dan degeneralisasi. Alur metode penulisan dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Alur Metode Penulisan

IV. Hasil dan Pembahasan


Identifikasi Masalah
Karang di Indonesia tersebar mulai dari bagian barat hingga bagian timur. Sebaran
karang tidak merata di setiap daerah karena faktor pembatas di setiap daerah berbeda-beda.
Terdapat dugaan bahwa populasi karang yang tersebar di setiap wilayah memiliki suatu
hubungan secara genetik. Namun, informasi tentang hubungan secara genetik antar populasi
terumbu karang yang dipisahkan oleh jarak tersebut sangat kurang atau bahkan belum ada.
Setengah abad terakhir ini degradasi terumbu karang di Indonesia meningkat dari 10% menjadi
50%. Kerusakan karang disebabkan oleh faktor abiotik maupun biotik.

Karang di Indonesia tersebar dari barat hingga timur


secara tidak merata.
Diduga terhubung secara genetik.
Ancaman degradasi terumbu karang di Indonesia
Analisis Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, untuk mempertahankan kondisi ekosistem
terumbu karang di Indonesia agar tetap lestari maka diperlukan upaya perlindungan plasma
nutfah (sumber kehidupan) ekosistem terumbu karang. Langkah yang dapat dilalukan adalah
melalui identifikasi terumbu karang mulai dari morfologi sampai yang paling penting adalah
tingkat genetiknya.
Sudah banyak penelitian yang mendeskripsikan karang dengan karakter morfologi.
Namun demikian pendeskripsian tersebut masih membingungkan. Berbeda bila karang tersebut
diidentifikasi karakter genetiknya secara molekuler, hasilnya akan lebih akurat. Pendekatan
teknologi molekuler merupakan salah satu strategi jitu dalam upaya pengelolaan dan konservasi
terumbu karang di Indonesia.
Salah satu implementasi teknik molekuler adalah DNA Barcoding. DNA barcoding
telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi berbagai organisme termasuk karang (Haerul
2014). DNA barkoding merupakan sebuah pendekatan yang bertujuan untuk menggunakan data
berbasis DNA untuk mengidentifikasi semua spesies yang saat ini telah dikenal dan untuk
menyediakan kriteria pengakuan spesies baru (Singleton 2010). DNA barkoding dapat
membantu dalam identifikasi dan taksonomi karang dibandingkan dengan hanya identifikasi
secara morfologi.

Pendekatan Molekuler dalam Upaya Melindungi Plasma Nutfah dan Penataan Kawasaan
Konservasi Terumbu Karang
Konsep perlindungan plasma nutfah melalui pendekatan molekuler adalah sebagai
berikut :

Perlindungan
Plasma Nutfah
Terum Karang
Pendekatan Molekuler
DNA Barcoding
Isolasi DNA
Amplifikasi Gen
Sekuensing

Inventarisasi Genetik
Keragaman Gen
Kokentivitas

Marine protected Area


dan Upaya Rehabilitasi

Gambar 2. Alur Konsep Perlindungan Plasma Nutfah

Tujuan utama dari konsep ini adalah inventarisasi genetik terumbu karang tropis sebagai data
fundamental, yang dapat dimanfaatkan dalam penyusunan strategi mitigasi (preventif) dan
penanganan (kuratif) kerusakan terumbu karang serta upaya preservasi plasma nutfah terumbu
karang.
Tahap Pertama (DNA Barcoding)
Untuk mendapatkan data spesies karang sampai tingkat genetik maka dapat dilakukan
dengan teknik barcoding DNA. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi semua
spesies yang saat ini telah dikenal, dan untuk menyediakan kriteria pengakuan spesies baru
(Singleton 2010). Metode ini juga dapat digunakan pada setiap stadia hidup (baik dari larva,
juvenil maupun dewasa), karena tidak dipengaruhi oleh plastisitas fenotipik (Shearer dan
Coffroth 2006).
Barkoding DNA melaui beberapa tahap, pertama adalah isolasi atau ekstraksi DNA dari
karang, selanjutnya adalah amplifikasi gen. Proses Amplifikasi DNA menggunakan metode
PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah reaksi berantai dalam mengamplifikasi sekuen DNA
dengan bantuan oligonukleotida sebagai primer. DNA yang telah terekstraksi dengan baik,
kemudian dijadikan cetakan (template) untuk amplifikasi PCR. Tahap terakhir adalah
sekuensing. Sekuensing atau pengurutan DNA merupakan suatu teknik untuk menentukan
urutan basa nukleotida pada molekul DNA, hal ini bertujuan untuk menentukan identitas
genetik.

Gambar 3. Alur Tahap Pertama

Tahap Kedua (Keragaman dan Konektivitas)


Pada tahap pertama didapatkan hasil berupa data spesies karang yang menunjukan
keragaman dan keseragaman karang. Data keragaman dan keseragaman dari setiap kawasan
mampu memperlihatkan konektivitas satu dengan lainnya. Konektivitas merupakan jejak
genetik yang ditunggalkan suatu organisme dalam proses migrasi atau distribusinya dai satu
lokasi ke lokasi lain (Hellberg et al., 2002). Kawasan yang memiliki tingkat keragaman genetik
yang tinggi merupakan kawasan yang diduga sebagai sumber plasma nutfah bagi kawasan
sekitarnya yang memiliki keragaman yang sedikit.
Setiap wilayah perairan memiliki keragaman genetik karang yang berbeda, tetapi antar
perairan juga memili konektivitas. Faktor lingkungan dapat menyebabkan perubahan komposisi
spesies di dalam ekosistem terumbu karang. Sedangkan dampak tersebut dapat merusak
konektivitas genetik. Padahal konektivitas genetik yang terjaga baik akan membantu menjaga
keragaman genetik. Keragaman genetik merupakan ukuran variasi genetik dalam suatu populasi
yang ditentukan oleh adanya masukan genetik dari populasi lain (Kusuma 2014). Keragaman
genetik yang tinggi sangat membantu suatu organisme dalam merespon perubahan lingkungan
dan iklim serta penyakit.
Konektivitas genetik erat kaitannya dengan keragaman genetik. Konektivitas genetik
yang terjaga dengan baik akan mempengaruhi tingginya keragaman genetik pada suatu
populasi. Menurut Beardmore (1983) keragaman genetik suatu populasi akan meningkat jika
terdapat suatu masukan genetik dari populasi lain atau biasa disebut dengan migrasi genetik.
Hal ini dikarenakan migrasi yang besar akan menyebabkan terjadinya perkawinan silang dan
percampuran gen antar populasi yang berbeda, sehingga akan diperoleh variasi gen yang
berbeda-beda.
Konektivitas genetik berperan penting dalam mempertahankan populasi dan pemulihan
dari kerusakan (Almany et al., 2009). Oleh karena itu konektivitas genetik dapat dijadikan suatu
informasi mengenai suatu pergerakan dari larva organisme laut yang bisa dimanfaatkan sebagai
kunci konservasi. Pola konektivitas suatu organime dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya yaitu penyebaran larva dan reproduksi (Jackson 1986).

Gambar 4. Alur Tahap Kedua


Tahap ketiga

Gambar 5. Alur Tahap Ketiga


A. Marine Protected Area
Konektivitas genetik dapat memberikan informasi dalam proses pengelolaan kawasan
perlindungan laut secara berkelanjutan. Akan tetapi Wijayanti et al, (2009) menyebutkan bahwa
konektivitas genetik antar terumbu sering diabaikan ketika mendesain suatu kawasan. Hal ini
menunjukan bahwa konektivitas genetik belum digunakan sebagai dasar pembentuan kawasan
perlindugan laut. Padahal konektivitas genetik sangat penting untuk menjamin kelangsungan
populasi atau perlindungan biodiversitas Indonesia (Kusuma 2014). Penelitian konektivitas dan
keragaman genetik karang di Indonesia belum banyak dilakukan. Padahal Indonesia
mempunyai karakteristik biota, geografis dan lingkungan yang menarik untuk dikaji.
Kawasan yang memiliki tingkat keragaman genetic yang tinggi maka dapat dijadikan
sebagai kawasan Marine Protected Area. Karena berpotensi sebagai distributor genetic karang
melalui migrasi larva karang ketika musim pemijahan. Terjaganya keragaman genetik, maka
akan terjaga juga keanakeragaman hayati Indonesia, karena keanekaragaman genetik
merupakan suatu tingkatan biodiversitas terkecil. Kawasan perairan timur Indonesia seperti
Papua dan Sulawesi dilaporkan memiliki tingkat keragaman genetic karang yang tinggi
dibandingkan keragaman genetic di perairan Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan data
keragaman data tersebut kawasan timur perairan Indonesia harus dijadikan kawana Marine
Protected Area, agar karang Indonesia tetap lestari.
Jarak pulau yang saling berdekatan di Indonesia berperan sebagai stepping stone
untuk mempermudah penyebaran larva. Selain itu pola arus yang kuat di Indonesia juga
membantu dalam proses penyebaran larva. Menurut Benayahu dan Loya (1986) arus
merupakan alat bantu yang sangat penting dalam proses distribusi larva hewan sessil, sehingga
dapat membuat adanya suatu konektivitas antar organisme.
A. Rehabilitasi
Dalam hal upaya rehabilitasi kawasan yang telah mengalami degradasi sering kali
dilakukan melalui upaya transplantasi. Cara yang dilakukan adalah menanam fragmen ke
perairan tersebut. Karang yang biasa digunakan dalam transplantasi adalah jenis Acropora.
Pada kasus ini banyak orang yang tidak memperhatikan kesesuaian antara karang yang ditanam
dengan kondisi perairan sekitar. Hal ini menjadi mubazir karena upaya yang mereka lakukan
sia-sia. Oleh karena itu, dengan adanya informasi mengenai keragaman dan konektivitas
genetic karang disekitar kawasan perairan sangat diperlukan untuk memilih jenis karang yang
sesuai dengan lokasi yang akan di rehabilitasi. Disamping itu, dari data genetik juga akan
diketahui karakteristik dari suatu karang. Oleh karena itu, karakter tersebut sangat bermanfaat
dalam menentukan jenis karang yang tepat untuk ditanam disuatu perairan dalam upaya
rehabilitasi karena dapat disesuaikan dengan kondisi perairan tersebut seperti suhu.
9

V. Penutup

Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka upaya inventarisasi genetik karang sebagai data
fundamental melalui pendekatan molekuler dapat digunakan dalam membantu menyusun
strategi mitigasi (preventif) dan penanganan (kuratif) kerusakan terumbu karang serta upaya
preservasi plasma nutfah terumbu karang tropis di Indonesia. Pertama, melalui inventarisasi
genetik ini akan diketahui keragaman genetik karang di suatu perairan dan informasi mengenai
konektivitas genetiknya. Kemudian dari informasi konektivitas genetik inilah digunakan untuk
menentukan suatu Marine Protected Area (MPA) atau kawasan konservasi laut. Kedua, dalam
upaya rehabilitasi seperti transplantasi karang pada kawasan yang telah mengalami degradasi,
data inventarisasi genetik digunakan untuk menentukan jenis karang yang tepat untuk
ditransplan.
Implementasi dari inventarisasi genetik karang ini diharapkan menjadi solusi yang tepat
untuk mengelola kawasan konservasi secara berkelanjutan dan mendukung pilar konservasi
yakni perlindungan, pelestarian dan pengelolaan. Serta mendukung target pemerintah untuk
mencapai 20 juta Ha Luas Kawasan Konservasi di Tahun 2020, sesuai dengan Konferensi
Biodiversity yang menyatakan bahwa target Marine Potected Area (MPA) sebesar 10% dari
luas Perairan Dunia.

Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan tulisan ini, maka penulis merekomendasikan berupa
saran, yaitu diperlukan data yang lebih lengkap dan komprehensif mengenai aplikasi teknologi
molekuker dalam upaya mengkaji sumberdaya hayati kelautan sebagai buah inovasi dari
kalaborasi penelitian berbasis ekologi dan bioteknologi. Selain itu, dibutuhkan data mengenai
perkembangan bioteknologi molekuler yang sangat menawarkan berbagai macam kemudahan
dan strategi baru bagi penelitian di berbagai lin kajian, termasuk dalam lingkup penelitian
berbasis ekologi dan konservasi.

10

Daftar Pustaka

Almany GR, SR Connolly, DD Heath, JD Hogan, GP Jones, LJ McCook, M Mills, RL Pressey


& DH Williamson. 2009. Connectivity, biodiversity conservation and the design of
marine reserve networks for coral reefs. Coral Reefs, 28: 339351.
Beardmore JA. 1983. Extinction, Survival, and Genetic Variation. dalam: Genetics and
Conservation. Schonewald-cox CMS, Chambers M, Macbryde B, & Thomas WL
(Editor). The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. London
Benayahu Y & Loya Y. 1986. Sexual reproduction of a softcoral: Synchronous and brief annual
spawning of Sarcophyton glaucum (Quoy & Gairmard. 1833). Biol. Bull. 170: 32-42.
Burke L, K Reytar, M Spalding, A Perry. 2012. Menengok Kembali Terumbu Karang yang
Terancam di Segitigas Terumbu Karang. World Resources Institute. Washington
Drew Harvel, E. J.-D. 2007. Coral Disease Environmental Drivers And The Balnce Between
Coral and Microbial Assosiates. Oceanoghraphy, Vol.20, No.1.
Drew Harvell, R. A. 2007. Thes rising tide of ocean diseases: unsolved problems and research
priorities.Fron Ecol Environ, 2(7).
Erinn M. Muller, L. J. 2012. Coral Health and Disease in the Spermonde Archipelago and
Wakatobi, Sulawesi.Journal of Indonesia Coral Reefs, 147-159.
Hellberg ME, Burton RS, Neigel JE, & Palumbi SR. 2002. Genetic assessment of connectivity
among marine population. Bulletin of Marine Science, 70(1): 273290.
Jackson JBC. 1986. Modes of dispersal of clonal benthic invertebrates: consequences for
species distribution sand genetic structure of local populations. Bull Mar Sci32: 588
606.
Kusuma, A B. 2014. KONEKTIVITAS DAN KERAGAMAN GENETIK PADA KARANG
LUNAK Sarcophyton trocheliophorum SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP
KAWASAN KONSERVASI LAUT. Institut Pertanian Bogor. Sekolah Pascasarjana
Nybakken, J. 1992. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: P.T. Gramedia.
Shearer TL, Coffroth MA. 2006. Genetic identification of Caribbean scleractinian coral recruits
at the Flower Garden Banks and the Florida Keys. Marine Ecology Progress Series.
306:133-142.doi:10.3354/meps306133.
Singleton, P. 2010. Dictionary of DNA and Genome Technology. West Sussex (UK): WileyBlackwell.
Suharsono. 2008. Jenis-Jenis Karang di Indonesia. Jakarta : LIPI.
Sutrisno, H. 2012. Peranan DNA Barkoding dalam Mendukung Upaya Konservasi Fauna di
Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi Hutan, 11-20.

11

Wijayanti DP, Indrayanti E, & Suryono CA. 2009. Kajian konektivitas genetic antar terumbu
sebagai dasar perencanaan kawasan restorasi karang dalam upaya menghadapi global
warming. Semarang (ID):Universitas Diponegoro. 30 Hal.

12

Identitas Penulis

Nama Ketua Kelompok


: Ismail Maqbul
Tempat dan tanggal lahir
: Bandung, 23 Desember 1994
Jenis Kelamin
: Laki - Laki
NIM
: 230210120053
Fakultas / Jurusan / Angkatan : FPIK/Ilmu Kelautan/2012/
Universitas
: Padjadjaran
No. Telp / HP
: 082218468663
Email
: ismailmaqbul@rocketmail.com
Alamat
: Jl. Giriharja Kp. Jelekong RT06 RW03 Kec. Baleendah
Kabupaten Bandung
Nama Anggota Kelompok 1 : Muhammad Soffa Firdaus
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Tempat dan tanggal lahir
: Bandung, 27 Agustus 1993
NIM
: 230210120056
Fakultas / Jurusan / Angkatan : FPIK/Ilmu Kelautan/2012/
Universitas
: Padjadjaran
No. Telp / HP
: 085721720717
Email
: msoffafirdaus@gmail.com
Alamat
: Jl. Tubagus Ismail Gg. Aquarius no.10 Bandung 40134
Lomba yang telah diikuti
:Nama Anggota Kelompok 2 : Evina Tami Roriris
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat dan tanggal lahir
: Jakarta, 14 April 1994
NIM
: 230210120054
Fakultas / Jurusan / Angkatan : FPIK/Ilmu Kelautan/2012/
Universitas
: Padjadjaran
No. Telp / HP
: 081286470509
Email
: tamiroriris@gmail.com
Alamat
: Jl. Purwa Madya I Blok W 28 Cipedak Jagakarsa 12630

13

Anda mungkin juga menyukai