Anda di halaman 1dari 44

SKENARIO KASUS 3 MODUL II: SISTEM INTEGUMEN

Mata Kuliah: Keperawatan Medikal Bedah III


Dosen: Mikawati, S.Kp., M.Kes

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Atikah Asri Putri (1901003)


Azizah Az-zahra A. Hasan (1901004)
Dita Indah Sari (1901007)
Dwi Lestari (1901008)
Ika Lestari (1901016)
Muhammad Ilham (1901022)
Putri Irawani (1901030)
Rahmawati (1901033)
Riskawati (1901036)
ST Misrawati (1901040)
Wigia Irdianto Tangdiombo (1901047)
Zahira Mufida (1901050)

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN

TA. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas Keperawatan Medikal
Bedah III dengan judul “Skenario Kasus 3 Modul II: Sistem Integumen”.

Adapun tujuan dari tugas ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III, serta sebagai salah satu bahan pembelajaran bagi
mahasiswa dan mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang Makassar,
khususnya pada jurusan S1 Ilmu Keperawatan.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih terdapat kekurangan
yang perlu dibenahi, untuk segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan.

Makassar, 04 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..............................................................................................1
C. Manfaat Penulisan............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................2
A. Konsep Medis...................................................................................................2
B. Konsep Keperawatan........................................................................................9
BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................................17
A. Skenario Kasus.................................................................................................17
B. Daftar Pertanyaan.............................................................................................17
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................18
A. Jawaban Pertanyaan..........................................................................................18
B. Informasi Tambahan.........................................................................................33
BAB V PENUTUP.........................................................................................................35
A. Kesimpulan.......................................................................................................35
B. Saran.................................................................................................................35
Daftar Pustaka.................................................................................................................36
Lampiran.........................................................................................................................38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung
residif dan menjadi kronis.
Selain itu, menurut American Medical Association, dermatitis seringkali
cukup digambarkan sebagai peradangan kulit, timbul sebagai turunan untuk eksim,
kontak (infeksi dan alergi).
Dermatitis kontak merupakan respon dari kulit dalam bentuk peradangan
yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal
yang mengenai kulit.
Sedangkan ada referensi yang menyebutkan bahwa dermatitis kontak
adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik
melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik
(dermatitis kontak iritan).

B. Tujuan Penulisan
Penulisan tugas ini disusun dengan tujuan agar mahasiswa prodi S1 Ilmu
Keperawatan STIKES Panakkukang Makassar dapat memahami bagaimana cara
pengerjaan Modul Gangguan Sistem Integumen sehingga dapat menyusun Asuhan
Keperawatan dengan baik dan tepat mengenai skenario kasus yang telah dibagikan.

C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan tugas ini agar mahasiswa dapat menyusun Asuhan
Keperawatan Gangguan Sistem Integumen dengan baik dan tepat mengenai
skenario kasus yang telah dibagikan.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
a. Definisi
Dermatitis adalah istilah umum untuk menggambarkan timbulnya
peradangan pada kulit seseorang. Dermatitis merupakan peradangan pada
dermis dan epidermis sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen atau
endogen yang menimbulkan efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,
vesikel, skuama) dan keluhan gatal (Djuanda, 2007).
Secara garis besar, dermatitis dibedakan menjadi dua, yakni
dermatitis atopik dan dermatitis kontak. Dermatitis atopik bersifat genetis,
sedangkan dermatitis kontak terjadi ketika kulit melakukan kontak dengan
sesuatu yang menyebabkan reaksi alergi (dermatitis kontak alergi) atau
melukai kulit (dermatitis kontak iritan).
Dermatitis kontak dibedakan berdasarkan penyebab timbulnya
peradangan. Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer kuat/absolut
disebut dermatitis kontak toksik akut. Beberapa zat yang dapat menimbulkan
dermatitis jenis ini adalah H2SO4, KOH, dan racun serangga. Sementara itu,
dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer lemah/relatif, misalnya sabun
atau detergen disebut dermatitis kontak toksik kronik. Jenis lainnya adalah
dermatitis kontak alergi, yakni suatu dermatitis yang disebabkan oleh alergen.
Contohnya, logam (Ag, Hg), karet, plastik, dan lain-lain. 
b. Etiologi
Penyebab dermatitis sangat beragam dan diasumsikan sebagai
kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Penyebab dermatitis
juga menentukan jenis dermatitis yang dialami seseorang. Dermatitis kontak
menggambarkan reaksi kulit yang terjadi ketika kulit membuat kontak dengan
alergen atau iritan. Sebuah iritan merusak kulit secara fisik, sedangkan alergen
memicu respons imun yang mengarah pada reaksi kulit. Penyebab umum
dermatitis kontak iritan misalnya detergen, sabun, disinfektan, logam (nikel),
semen, parfum, kosmetik, dan beberapa tanaman tertentu. Sementara itu,

2
contoh zat yang dapat memicu dermatitis kontak alergi termasuk logam
(nikel/kobal), karet, dan beberapa pewarna pakaian, serta beberapa obat topikal
seperti krim kortikosteroid.
Di sisi lain, dermatitis atopik (eksim) terjadi ketika tubuh bereaksi
hipersensitif terhadap makanan tertentu, alergen, atau faktor lingkungan.
Kondisi ini sering terjadi pada keluarga atau dapat terjadi bersamaan dengan
kondisi atopik lainnya, seperti asma atau demam. Alergi makanan dapat
memperburuk eksim atau yang menimbulkan alergi, antara lain susu sapi,
gandum, kedelai, kacang-kacangan, ikan, dan telur (Mandal, 2014). 
c. Patofisiologi
Patofisiologi dermatitis atopik sangat kompleks dan multifaktorial.
Proses dermatitis atopik melibatkan unsur-unsur disfungsi lapisan kulit,
perubahan dalam respons imun, hipersensitivitasimunoglobulin E(igE), dan
faktor lingkungan. Hilangnya mutasi fungsi dalam flaggrin berimplikasi pada
dermatitis atopik berat karena potensi peningkatan kehilangan cairan trans-
epidermal, perubahan pH, dan dehidrasi. Perubahan genetik lainnya juga telah
diidentifikasi dapat mengubah fungsi lapisan tanduk kulit dan menghasilkan
fenotipe dermatitis atopik. Ketidakseimbangan Th2 ke Th1 sitokin yang
diamati pada dermatitis atopik dapat menciptakan perubahan dalam respons
imun yang dimediasi sel dan dapat mengakibatkan hipersensivitas yang
dimediasi igE (Boothe, dkk. 2017).
Sementara itu, pada dermatitis kontak, zat alergen atau zat iritan
masuk ke kulit kemudian menyebabkan hipersensitivitas pada kulit. Bahan
iritan tersebut merupakan lapisan tanduk, denaturasi keratin, dan mengubah
daya ikat air di kulit. Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan
terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena
berikutnya adalah 12-48 jam.
d. Manifestasi Klinik
Subyektif ada tanda-tanda radang akut terutama pruritus (sebagai
pengganti dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan
(rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (functiolaesa).
Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi yang

3
dapat timbul secara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan
edema. Edema sangat jelas pada kulit yang longgar misalnya muka (terutama
palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna. Infiltrasi biasanya terdiri atas
papula. Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi. Disana-sini
terdapat sumber dermatitis, artinya terdapat vesikel-vesikel fungtiformis yang
berkelompok yang kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula
atau pustule, jika disertai infeksi. Dermatitis sika (kering) bila gelembung-
gelumbung mengering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta.
Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut dermatitis sika. Pada stadium
tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis
tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi.
e. Pemeriksaan Diagnostik
a) Laboratorium
- Darah: Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin.
- Urin: pemerikasaan histopatologi.
b) Tes Alergi
Pada penderita dermatitis ada beberapa tes diagnostik yang dilakukan.
Untuk mengetahui seseorang apakah menderita penyakit dermatitis akibat
alergi dapat kita periksa kadar IgE dalam darah, maka nilainya lebih besar
dari nilai normal (0,1-0,4 ug/ml dalam serum) atau ambang batas tinggi.
Lalu pasien tersebut harus melakukan tes alergi untuk mengetahui
bahan/zat apa yang menyebabkan penyakit alergi (alergen). Ada beberapa
macam tes alergi yaitu:
- Skin prick test (tes tusuk kulit): Tes ini untuk memeriksa alergi
terhadap alergen hirup dan makanan, misalnya debu, tungau debu,
serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan
di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji ditusukkan
pada kulit dengan menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum
2mm) jadi tidak menimbulkan luka,berdarah di kulit. Hasilnya dapat

4
segera diketahui dalam waktu 30 menit Bila positif alergi terhadap
alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal.
- Patch tes (tes tempel): Tes ini untuk mengetahui alergi kontak
terhadap bahan kimia, pada penyakit dermatitis atau eksim. Tes ini
dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48
jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak
kemerahan dan melentang pada kulit.
- RAST (Radio allergo sorbent test): Tes ini untuk mengetahui alergi
terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini memerlukan sampel
serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut diproses
dengan mesin komputerisasi khusus,hasilnya dapat diketahui setelah 4
jam. Kelebihan tes ini: dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak
dipengaruhi oleh obat-obatan.
- Skin test (tes kulit): Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi
terhadap obat yang disuntikkan. Dilakukan dikulit lengan bawah
dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes di lapisan bawah
kulit.Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan
timbul bentol, merah, gatal.
- Tes provokasi: Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap
obat yang diminum, makanan, dapat juga untuk alergen hirup,
contohnya debu. Tes provokasi untuk alergen hirup dinamakan tes
provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit asma dan pilek
alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah jarang dipakai,
karena tidak nyaman untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya
serangan asma dan syok. Tes provokasi bronkial dan tes provokasi
makanan sudah digantikan oleh Skin Prick dan IgE spesifik metode
RAST.
f. Komplikasi
Menggaruk ruam yang gatal dan terkait dengan dermatitis dapat
menyebabkan luka terbuka, sehingga beresiko terkena infeksi kulit akibat
bakteri, virus, dan jamur.
g. Penatalaksanaan

5
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi
penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual
yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
a) Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis
kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat
dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan
sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang,
penggunaan deterjen.
b) Pengobatan
- Pengobatan topikal. Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan
prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi
terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering.
Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut
berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau
linimentum (pasta pendingin), bila kronik berikan salep. Bila basah
berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok,
krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Jenis jenisnya adalah:
 Kortikosteroid. Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam
sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen
dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan
karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T.
Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya
molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel
Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian
profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan
respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan
demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah

6
hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara
pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk
meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan,
dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastic selama 6-10
jam setiap hari. Perlu 11 diperhatikan timbulnya efek samping
berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
 Radiasi ultraviolet. Sinar ultraviolet juga mempunyai efek
terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan
ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel
Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang
berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya
molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga
menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-
psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan
dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan
mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel
Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi
mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB.
Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA-
DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan
sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
 Siklosporin A. Pemberian siklosporin A topikal menghambat
elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi
pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin
disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di
epidermis atau dermis.
 Antibiotika dan antimikotika. Superinfeksi dapat ditimbulkan
oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan
Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan

7
antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya
clotrimazole) dalam bentuk topikal.
 Imunosupresif. Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif
adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus
bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan
sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya
terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi
peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek
samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin
makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada
konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid
klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1%
sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak
menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%.
Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik
dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan
pemakaian secara oral.
- Pengobatan sistemik. Pengobatan sistemik ditujukan untuk
mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasuskasus sedang
dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah:
 Antihistamin. Maksud pemberian antihistamin adalah untuk
memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium
permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat
pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan
asetilkolin.
 Kortikosteroid. Diberikan pada kasus yang sedang atau berat,
secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik
adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan
memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan
dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu
perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan

8
hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan,
gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga
depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi
limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel
Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan
menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
 Siklosporin. Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat
fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama
IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit,
makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM1.
 Pentoksifilin. Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a,
IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
Merupakan derivate teobromin yang memiliki efek menghambat
peradangan.
 FK 506 (Trakolimus). Bekerja dengan menghambat respon
imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r,
TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast
serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan
secara topikal.
 Ca++ antagonis. Menghambat fungsi sel penyaji dari sel
Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
 Derivat vitamin D3. Menghambat proliferasi sel T dan produksi
sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-
mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
 SDZ ASM 981. Merupakan derivat askomisin dengan aktifitas
anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical,
pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin.

B. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
Data Subjektif
a) Identitas Pasien

9
Alamat : Daerah tempat tinggal mempengaruhi terjadinya infeksi.
Pekerjaan : Pekerjaan mempengaruhi proses terjadinya infeksi.
b) Keluhan Utama
Pasien mengeluh gatal dan rambut rontok.
c) Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang: Kulit gatal-gatal, kulit mudah lecet,
warna kulit kemerahan, kulit terasa perih, kulit mengeluarkan nanah
dan darah.
- Riwayat Kesehatan Dahulu: Sering menggaruk area kulit yang gatal,
kebersihan diri dan lingkungan kurang, sering berganti-ganti pakaian
dengan orang lain.
- Riwayat Kesehatan Keluarga: Mempunyai keluarga yang berpenyakit
sama dengan pasien.
POLA FUNGSIONAL GORDON
- Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan. Biasanya pasien
menganggap gatal hanya karena digigit serangga dan penanganannya
tidak efektif.
- Pola Nutrisi dan Metabolisme. Biasanya pasien dengan dermatitis
mempunyai riwayat alergi dengan makanan tertentu.
- Pola Eliminasi. Tidak mengalami gangguan dalam defekasi dan miksi
kecuali pasien dengan dermatitis dibagian genetalia.
- Pola Aktivitas/Olahraga. Perubahan aktivitas biasanya/hobi
sehubungan dengan gangguan pada kulit. Biasanya klien tidak ada
masalah dengan kekuatan ototnya karena yang terganggu adalah
kulitnya.
- Pola Istirahat/Tidur.
Kebiasaan : Tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur
pasien.
Masalah Pola Tidur: Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur
yang berhubungan dengan gangguan pada kulit.
- Pola Kognitif/Persepsi. Kaji status mental klien. Kaji kemampuan
berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu. Kaji

10
tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien.
Kaji nyeri: Gejalanya yaitu timbul gatalgatal atau bercak merah pada
kulit.
- Pola Persepsi dan Konsep Diri. Tanyakan pada klien bagaimana klien
menggambarkan dirinya sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien
mengubah gambaran dirinya. Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi
klien, apakah merasa cemas, depresi atau takut. Apakah ada hal yang
menjadi pikirannya.
- Pola peran hubungan. Pola peran hubungan terganggu, biasanya
pasien mengalami perasaan malu karena penyakitnya.
- Pola Seksualitas/Reproduksi. Tanyakan masalah seksual klien yang
berhubungan dengan penyakitnya. Tanyakan kapan klien mulai
menopause dan masalah kesehatan terkait dengan menopause.
Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks.
- Pola koping-toleransi stress. Tanyakan dan kaji perhatian utama
selama dirawat di RS (financial atau perawatan diri). Kaji keadan
emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya
(mekanisme koping klien). Apakah ada penggunaan obat untuk
penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-
orang terdekat.
- Pola keyakinan nilai. Tanyakan agama klien dan apakah ada
pantangan-pantangan dalam beragama serta seberapa taat klien
menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada Tuhannya
lebih berfikiran positif.
Data Objektif
a) Pemeriksaan Fisik
- Kepala : rambut rontok.
- Muka : Simetris.
- Mata : konjungtiva merah mudah, sclera anikterik, pupil
mengecil saat ada cahaya dan melebar saat tidak ada cahaya.
- Hidung : bersih tidak ada kotoran.

11
- Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada karies gigi.
- Telinga : pendengaran normal.
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada benjolan.
- Dada (Paru): Inspeksi (simetris), Palpasi (tidak ada nyeri tekan),
Perkusi (normal), Auskultasi (vesikuler), Jantung: tidak ada
pembesaran.
- Abdomen : Inspeksi (simetris), Auskultasi (bising usus 12x/menit),
Palpasi (tidak ada nyeri tekan), Perkusi (timpani).
- Ekstermitas : Ada kelemahan di ekstermitas karena lesi.
- Kulit : warna kulit merah, area kulit yang mengalami inflamasi
terasa panas, kulit tidak halus, mudah lecet.
- Genetalia : Tidak terpasang kateter.
b) Pemeriksaan Diagnostik
- Tes Darah Lengkap: menunjukkan eosinofilia (+).
- Kadar IgE serum meningkat.
c) Terapi
- Amoxcicillin (antibiotik).
- Asam mefenamat (analgetik).
- Methylprednisolon (antiradang).
b. Diagnosis Keperawatan
a) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit.
b) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas.
c) Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
d) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampilan kulit yang tidak
bagus.
c. Intervensi (NIC/SIKI)

Diagnosis Tujuan Rencana & Rasional


Kerusakan Setelah dilakukan 1. Lakukan inspeksi lesi
integritas kulit b.d asuhan keperawatan setiap hari
kekeringan pada 3x24jam diharapkan Rasional: Untuk
kulit kulit klien dapat mengetahuai keadaan kulit

12
kembali normal 2. Pantau adanya tanda tanda
Kriteria Hasil: infeksi
1. Kenyamanan pada Rasional: Meminimalkan
kulit meningkat infeksi pada kulit
2. Derajat 3. Ubah posisi pasien tiap 2-
pengelupasan kulit 4 jam
berkurang Rasional: Mencegah
3. Kemerahan terjadinya decubitus
berkurang 4. Bantu mobilitas pasien
4. Lecet karena sesuai kebutuhan
garukan berkurang Rasional: Mobilitas pasien
5. Penyembuhan area terpenuhi
kulit yang telah 5. Jaga agar alat tenun selau
rusak dalam keadaan bersih dan
kering
Rasional: Mencegah
bertambahnya infeksi
6. Libatkan keluarga dalam
memberikan bantuan pada
pasien
Rasional: Menambah
pengetahuan keluarga
sehingga bisa melakukan
mandiri
7. Gunakan sabun yang
mengandung pelembab
atau sabun untuk kulit
sensitive
Rasional: Memberikan
kenyamanan dan
keamanan pada kulit
8. Oleskan/berikan salep atau

13
krim yang telah
diresepkan 2 atau tiga kali
per hari
Rasional: Membantu
proses penyembuhan kulit
Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan 1. Ukur tanda vital tiap 4-6
penurunan imunitas asuhan keperawatan jam
3x24 jam diharapkan Rasional: Mengetahui
tidak terjadi infeksi perkembangan pasien
Kriteria Hasil: 2. Observasi adanya
1. Hasil pengukuran tandatanda infeksi
tanda vital dalam Rasional: Mencegah
batas normal sampai terjadinya infeksi
2. Hasil pemeriksaan lagi
laborat dalam batas 3. Kolaborasi dengan ahli
normal Leuksosit gizi untuk pemberian diet
darah: 5000- TKTP
10.000/mm3 Rasional: Memenuhi
nutrisi pasien sesuai
kebutuhan
4. Libatkan peran serta
keluarga dalam
memberikan bantuan pada
klien
Rasional: Mempermudah
proses penyembuhan klien
Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Jelaskan pentingnya tidur
tidur b.d pruritus asuhan keperawatan yang adekuat
2x24 jam diharapkan Rasional: Menambah
klien bisa istirahat tidur pengetahuan pasien
Kriteria Hasil: 2. Fasilitasi untuk
1. Mencapai tidur mempertahankan aktifitas
yang nyenyak sebelum tidur

14
2. Mengenali tindakan Rasional: Memberikan
untuk meningkatkan kenyamanan pasien saat
tidur tidur
3. Mempertahankan 3. Ciptakan lingkungan yang
kondisi lingkungan nyaman
yang tepat Rasional: Membantu klien
cepat tidur
4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat
tidur
Rasional: membantu klien
cepat tidur
Gangguan citra Setelah dilakukan 1. Kaji adanya gangguan
tubuh b.d asuhan Keperawatan citra diri (menghindari
penampilan kulit 3x24 jam diharapkan kontak mata, ucapan
yang tidak bagus Pengembangan merendahkan diri sendiri)
peningkatan Rasional: Menambah
penerimaan diri pada pengetahuan klien
klien tercapai 2. Berikan kesempatan
Kriteria Hasil: pengungkapan
1. Mengembangkan berpartisipasi dalam
peningkatan tindakan perawatan diri
kemauan untuk Rasional: Pasien bisa
menerima keadaan mengungkapkan
diri perasaanya
2. Melaporkan 3. Dukung upaya klien untuk
perasaan dalam memperbaiki citra diri
pengendalian situasi Rasional: Pasien mau
3. Menguatkan memperbaiki citra dirinya
kembali dukungan 4. Mendorong sosialisasi
positif dari diri dengan orang lain
sendiri perasaan Rasional: Mengurangi
gangguan citra diri pasien

15
dengan bersosialisasi

d. Discharge planning
Adapun discharge planning (perencanaan pulang) bagi pasien
dengan dermatitis adalah sebagai berikut:
a) Gunakanlah kosmetik hypoallergenic (produk yang diformulasikan untuk
sebisa mungkin tidak menimbulkan reaksi alergi).
b) Setelah mandi keringkan kulit dengan menepuk-nepuk bukan menggosok.
c) Gunakanlah mild soap untuk pengganti sabun yang biasa digunakan.
d) Jangan mandi terlalu lama karena akan membuat kulit menjadi kering.
e) Gunakan pelembab.
f) Hindari penggunaan pakaian dengan bahan wol atau pemaparan terhadap
iritan seperti detergen, dan gunakan detergen yang tidak mengandung
bahan pemutih.
g) Jangan menggaruk atau menggosok kulit.
h) Penderita yang sedang menggunakan salep kortikosteroid atau krim
sebaiknya hanya mengoleskan pada bagian kulit yang membutuhkan lalu
dipijat secara perlahan.

16
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Skenario Kasus
Skenario 3:
Seorang perempuan 30 tahun mendatangi poli kulit dan kelamin dengan keluhan
gatal-gatal pada daerah tangan, keluhan dialami setelah mencuci pakaian, hasil
pengkajian ditemukan adanya eritema dan kulit tampak edema. Pasien mengatakan
alergi pada bahan detergen.

B. Daftar Pertanyaan
Adapun pertanyaan/perintah yang akan dikerjakan dari skenario kasus adalah:
1. Apakah masalah utama pada skenario kasus tersebut?
2. Penyakit apa yang kemungkinan diderita pasien pada skenario kasus?
3. Penyakit lain yang terkait keluhan utama pada kasus skenario kasus?
4. Bagaimana etiologi dan manifestasi klinik dari penyakit pada skenario kasus!
5. Bagaimana patofisiologi/patogenesis dari penyakit pada skenario kasus!
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik utama dari penyakit pada skenario kasus!
7. Bagaimana komplikasi yang dapat terjadi dari penyakit pada skenario kasus!
8. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan dari penyakit pada
skenario kasus!
9. Apa hasil penelitian (jurnal ilmiah) untuk penanganan terkini dari penyakit!
10. Bagaimana asuhan keperawatan secara teoritis dan berdasarkan skenario kasus
meliputi:
a. Pengkajian (Umum)
b. Diagnosa dan batasan karakteristik (NANDA/SDKI)
c. Tujuan dan kriteria evaluasi (NOC/SLKI)
d. Intervensi keperwatan (NIC/SIKI)
e. Discharge Planning (Perencanaan pulang)

17
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Jawaban Pertanyaan
1. Masalah utama dari skenario tersebut adalah pasien mengeluh gatal-gatal pada
daerah tangan yang dialami setelah mencuci pakaian.
2. Penyakit yang kemungkinan diderita pasien pada skenario kasus adalah
dermatitis kontak, dimana pada klasifikasinya masuk ke dalam kontak iritan,
dan lebih spesifiknya lagi merupakan kontak iritan primer lemah/relatif (kontak
toksik kronik) karena disebabkan oleh detergen.
3. Penyakit lain yang terkait keluhan utama pada kasus skenario kasus adalah
alergi bahan iritasi.
4. Etiologi dari Penyakit pada Skenario Kasus
Penyebab dermatitis dalam hal ini, dermatitis kontak menggambarkan reaksi
kulit yang terjadi ketika kulit membuat kontak dengan alergen atau iritan, pada
skenario kasus yang kami analisis yang menjadi alergen atau iritannya adalah
detergen, karena pasien mengatakan bahwa ia alergi pada bahan detergen.
Sebuah iritan merusak kulit secara fisik, sedangkan alergen memicu respons
imun yang mengarah pada reaksi kulit.
Manifestasi Klinik dari Penyakit pada Skenario Kasus
Subyektif ada tanda-tanda radang akut terutama pruritus (sebagai pengganti
dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor),
edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (functiolaesa). Obyektif,
biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi yang dapat
timbul secara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema.
Edema sangat jelas pada kulit yang longgar misalnya muka (terutama palpebra
dan bibir) dan genetelia eksterna. Infiltrasi biasanya terdiri atas papula.
Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi. Disana-sini terdapat
sumber dermatitis, artinya terdapat vesikel-vesikel fungtiformis yang
berkelompok yang kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula
atau pustule, jika disertai infeksi. Dermatitis sika (kering) bila gelembung-
gelumbung mengering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta.

18
Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut dermatitis sika. Pada stadium
tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis
tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi.
5. Patofisiologi/patogenesis dari penyakit pada skenario kasus adalah sebagai
berikut:
Pada dermatitis kontak, zat alergen atau zat iritan masuk ke kulit kemudian
menyebabkan hipersensitivitas pada kulit. Bahan iritan tersebut merupakan
lapisan tanduk, denaturasi keratin, dan mengubah daya ikat air di kulit. Masa
inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-
12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena berikutnya adalah 12-48 jam.
6. Pemeriksaan diagnostik utama dari penyakit pada skenario kasus diantaranya
adalah:
a. Laboratorium
- Darah: Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin.
- Urin: pemerikasaan histopatologi.
b. Tes Alergi
Pada penderita dermatitis ada beberapa tes diagnostic yang dilakukan.
Untuk mengetahui seseorang apakah menderita penyakit dermatitis akibat
alergi dapat kita periksa kadar LgE dalam darah, maka nilainya lebih besar
dari nilai normal (0,1-0,4 ug/ml dalam serum) atau ambang batas tinggi.
Lalu pasien tersebut harus melakukan tes alergi untuk mengetahui
bahan/zat apa yang menyebabkan penyakit alergi (alergen). Ada beberapa
macam tes alergi yaitu:
- Skin prick test (tes tusuk kulit).
- Patch tes (tes tempel).
- RAST (Radio allergo sorbent test).
- Skin test (tes kulit).
- Tes provokasi.
7. Komplikasi yang dapat terjadi dari penyakit pada skenario kasus yakni
menggaruk ruam yang gatal dan terkait dengan dermatitis dapat menyebabkan

19
luka terbuka, sehingga beresiko terkena infeksi kulit akibat bakteri, virus, dan
jamur.
8. Penatalaksanaan Medis dari Penyakit pada Skenario Kasus
a. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis
kontak. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya
penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik,
menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen
tanpa bahan pemutih.
b. Pengobatan
- Pengobatan topikal. Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan
prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi
terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering.
Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut
berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau
linimentum (pasta pendingin), bila kronik berikan salep. Bila basah
berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok,
krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Jenis jenisnya adalah:
 Kortikosteroid.
 Radiasi ultraviolet.
 Antibiotika dan antimikotika.
- Pengobatan sistemik. Pengobatan sistemik ditujukan untuk
mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasuskasus sedang
dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah:
 Antihistamin.
 Kortikosteroid.
 Siklosporin.
 Pentoksifilin.
 FK 506 (Trakolimus).
 Ca++ antagonis.

20
 Derivat vitamin D3.
 SDZ ASM 981.
Penatalaksanaan Keperawatan dari Penyakit pada Skenario Kasus
Perawatan untuk dermatitis bervariasi, tergantung pada penyebab dan kondisi
klien. Selain rekomendasi gaya hidup dan pengobatan rumah, sebagian besar
rencana keperawatan dermatitis antara lain penggunaan krim kortikosteroid dan
fototerapi.
9. Hasil penelitian (jurnal ilmiah) untuk penanganan terkini dari penyakit:
Judul Jurnal : Contact Dermatitis in Tertiary Hospital: A 2-year
Retrospective Study
Penulis : Efenina Ginting, Damayanti, Deasy Fetarayani, Afif
Nurul Hidayati
Terbitan : Periodical of Dermatology and Venereology
Tahun Terbit : 2021
Vol. dan Halaman : Vo. 33(2), Hal. 88-92
Kutipan :
Combined therapy was the most common therapy received by patients, as
observed in 270 cases (73.6%). In systemic therapy, 300 (61%) antihistamines
was the most common drug class, with 268 (54.5%) cetirizine was the most
drug. Meanwhile, in topical therapy, 207 (49.2%) corticosteroids were the most
drug class, with 86 (20.4%) hydrocortisone cream as the most prescribed drug.
Antihistamines administration aims to reduce itching, while topical
corticosteroids is generally applied to local and limited lesions to reduce the
inflammation.17,18 Also, Sunaryo et al. reported similar results that from 77
patients, 33 (42.8%) patients received antihistamine and corticosteroid therapy.
Witasari and Sukanto also reported 43 (86%) antihistamines and 31 (62%)
topical corticosteroids prescriptions.
Terjemahan:
Terapi kombinasi adalah terapi yang paling umum diterima oleh pasien, seperti
yang diamati pada 270 kasus (73,6%). Dalam terapi sistemik, 300 (61%)
antihistamin adalah kelas obat yang paling umum, dengan 268 (54,5%)
cetirizine adalah obat yang paling banyak. Sementara itu, dalam terapi topikal,

21
207 (49,2%) kortikosteroid adalah kelas obat yang paling banyak, dengan 86
(20,4%) krim hidrokortison sebagai yang terbanyak obat yang diresepkan.
Pemberian antihistamin bertujuan untuk mengurangi rasa gatal, sedangkan
kortikosteroid topikal umumnya diterapkan pada lesi lokal dan terbatas untuk
mengurangi peradangan.17,18 Juga, Sunaryo et al. Dilaporkan hasil serupa
bahwa dari 77 pasien, 33 (42,8%) pasien menerima antihistamin dan
kortikosteroid terapi. Witasari dan Sukanto juga melaporkan 43 (86%)
antihistamin dan 31 (62%) kortikosteroid topikal resep.
10. Asuhan keperawatan secara teoritis dan berdasarkan skenario kasus meliputi:
Asuhan Keperawatan Teoritis
Asuhan Keperawatan Teoritis telah dijelaskan sebelumnya pada BAB II:
Tinjauan Kasus pada bagian B. Konsep Keperawatan.
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Skenario
1) Pengkajian (Umum)
a) Identitas Klien
Nama : Ny. P
Umur : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Rumah : Makassar
Suku Bangsa : Bugis Makassar
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : IRT
b) Keluhan Utama
pasien mengeluh gatal-gatal pada daerah tangan yang dialami setelah
mencuci pakaian.
c) Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang: Kulit gatal-gatal, warna kulit
kemerahan, kulit terasa perih.
- Riwayat Kesehatan Dahulu: Sering menggaruk area kulit yang
gatal, kebersihan diri dan lingkungan kurang.

22
- Riwayat Kesehatan Keluarga: Mempunyai keluarga yang
berpenyakit sama dengan pasien (kakak perempuan).
POLA FUNGSIONAL GORDON
- Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan: pasien mengetahui
bahwa ia alergi dengan bahan detergen namun penanganannya
tidak efektif.
- Pola Nutrisi dan Metabolisme: pasien tidak mempunyai riwayat
alergi dengan makanan tertentu.
- Pola Eliminasi: pasien tidak mengalami gangguan dalam defekasi
dan miksi.
- Pola Aktivitas/Olahraga: pasien tidak ada masalah dengan
kekuatan ototnya.
- Pola Istirahat/Tidur:
Kebiasaan : pasien tidur selama 5 jam per-hari, hanya
tidur saat malam, tidak tidur siang..
Masalah Pola Tidur : pasien seringkali terbangun karena
merasakan gatal.
- Pola Kognitif/Persepsi: pasien mampu berkomunikasi dan
memahami sesuatu.
- Pola Persepsi dan Konsep Diri: pasien merasa sedikit khawatir
ketika penyakitnya kambuh karena merasa tidak bisa total dalam
melaksanakan pekerjaan rumah sehari-hari.
- Pola peran hubungan: pasien mengalami perasaan malu karena
penyakitnya.
- Pola Seksualitas/Reproduksi: klien tidak mengalami
kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks.
- Pola koping-toleransi stress: pasien sering berbagi masalahnya
dengan orang-orang terdekat terutama suaminya.
- Pola keyakinan nilai: tidak ada pantangan dalam beragama yang
berhubungan dengan penyakit pasien, pasien sangat taat dalam
menjalankan ajaran agamanya.
d) Pemeriksaan Fisik

23
- Kepala : tidak ada keluhan.
- Muka : simetris.
- Mata : konjungtiva merah mudah, sclera anikterik, pupil
mengecil saat ada cahaya dan melebar saat tidak ada cahaya.
- Hidung : bersih tidak ada kotoran.
- Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada karies gigi.
- Telinga : pendengaran normal.
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
benjolan.
- Dada (Paru) : Inspeksi (simetris), Palpasi (tidak ada nyeri
tekan), Perkusi (normal), Auskultasi (vesikuler), Jantung: tidak
ada pembesaran.
- Abdomen : Inspeksi (simetris), Auskultasi (bising usus
12x/menit), Palpasi (tidak ada nyeri tekan), Perkusi (timpani).
- Ekstermitas : tidak ada keluhan.
- Kulit : terjadi eritema, kulit tampak edema, area kulit
yang mengalami inflamasi terasa panas, kulit tidak halus, mudah
lecet.
- Genetalia : Tidak terpasang kateter.
e) Pemeriksaan Diagnostik
- Tes Darah Lengkap : menunjukkan eosinofilia (+).
- Kadar IgE serum meningkat.
f) Pengelompokan dan Analisis Data
Pengelompokan Data
DS:
b. Pasien mengeluh gatal-gatal pada daerah tangan yang dialami
setelah mencuci pakaian.
c. Pasien mengeluh warna kulit kemerahan, kulit terasa perih.
- Pasien mengeluh sering menggaruk area kulit yang gatal,
kebersihan diri dan lingkungan kurang.

24
- Pasien mengatakan mempunyai keluarga yang berpenyakit sama
dengan pasien (kakak perempuan).
- Pasien mengatakan mengetahui bahwa ia alergi dengan bahan
detergen namun penanganannya tidak efektif.
- Pasien mengatakan pasien tidak mempunyai riwayat alergi
dengan makanan tertentu.
- Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam defekasi
dan miksi.
- Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya.
- Pasien mengatakan tidur selama 5 jam per-hari, hanya tidur saat
malam, tidak tidur siang.
- Pasien mengatakan seringkali terbangun di malam hari karena
merasakan gatal.
- Pasien mampu berkomunikasi dan memahami sesuatu.
- Pasien mengatakan merasa sedikit khawatir ketika penyakitnya
kambuh karena merasa tidak bisa total dalam melaksanakan
pekerjaan rumah sehari-hari.
- Pasien mengatakan mengalami perasaan malu karena
penyakitnya.
- Pasien mengatakan klien tidak mengalami kesulitan/perubahan
dalam pemenuhan kebutuhan seks.
- Pasien mengatakan sering berbagi masalahnya dengan orang-
orang terdekat terutama suaminya.
- Pasien mengatakan tidak ada pantangan dalam beragama yang
berhubungan dengan penyakit pasien, pasien sangat taat dalam
menjalankan ajaran agamanya
DO:
- Kepala : tidak ada keluhan.
- Muka : simetris.
- Mata : konjungtiva merah mudah, sclera anikterik, pupil
mengecil saat ada cahaya dan melebar saat tidak ada cahaya.
- Hidung : bersih tidak ada kotoran.

25
- Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada karies gigi.
- Telinga : pendengaran normal.
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
benjolan.
- Dada (Paru) : Inspeksi (simetris), Palpasi (tidak ada nyeri
tekan), Perkusi (normal), Auskultasi (vesikuler), Jantung: tidak
ada pembesaran.
- Abdomen : Inspeksi (simetris), Auskultasi (bising usus
12x/menit), Palpasi (tidak ada nyeri tekan), Perkusi (timpani).
- Ekstermitas : tidak ada keluhan.
- Kulit : terjadi eritema, kulit tampak edema, area kulit
yang mengalami inflamasi terasa panas, kulit tidak halus, mudah
lecet.
- Genetalia : Tidak terpasang kateter.
Pemeriksaan Diagnostik
- Tes Darah Lengkap : menunjukkan eosinofilia (+).
- Kadar IgE serum meningkat.
Analisis Data

Batasan Karakteristik (DS & DO) Diagnosis Keperawatan


DS: Gangguan integritas kulit
- Pasien mengeluh warna kulit berhubungan dengan bahan
kemerahan, kulit terasa perih. kimia iritatif dibuktikan dengan
- Pasien mengeluh sering menggaruk kemerahan
area kulit yang gatal, kebersihan diri
dan lingkungan kurang.
DO:
- Kulit: terjadi eritema, kulit tampak
edema, area kulit yang mengalami
inflamasi terasa panas, kulit tidak
halus, mudah lecet.
Pemeriksaan Diagnostik

26
- Tes Darah Lengkap :
menunjukkan eosinofilia (+).
- Kadar IgE serum meningkat.
DS: Gangguan rasa nyaman
- Pasien mengeluh gatal-gatal pada berhubungan dengan gejala
daerah tangan yang dialami setelah penyakit dibuktikan dengan
mencuci pakaian. mengeluh tidak nyaman,
- Pasien mengeluh warna kulit mengeluh sulit tidur, merasa
kemerahan, kulit terasa perih. gatal
- Pasien mengeluh sering menggaruk
area kulit yang gatal, kebersihan diri
dan lingkungan kurang.
- Pasien mengatakan seringkali
terbangun di malam hari karena
merasakan gatal.
- Pasien mengatakan merasa sedikit
khawatir ketika penyakitnya kambuh
karena merasa tidak bisa total dalam
melaksanakan pekerjaan rumah
sehari-hari.
DO:
- Kulit: terjadi eritema, kulit tampak
edema, area kulit yang mengalami
inflamasi terasa panas, kulit tidak
halus, mudah lecet.

2) Diagnosis dan batasan karakteristik (SDKI)


Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
Kode : D.0129
Diagnosis Keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
bahan kimia iritatif dibuktikan dengan kemerahan.

27
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
Kode : D.0074
Diagnosis Keperawatan : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan
gejala penyakit dibuktikan dengan mengeluh tidak nyaman, mengeluh sulit
tidur, merasa gatal.
3) Tujuan dan kriteria evaluasi (SLKI)
 Diagnosis: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan bahan
kimia iritatif dibuktikan dengan kemerahan.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka
Integritas Kulit dan Jaringan meningkat dengan kriteria hasil:
- Kerusakan lapisan kulit (skor 5).
- Kemerahan (skor 5).
- Sensasi (skor 5).

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka


Respons Alergi Lokal menurun dengan kriteria hasil:
- Gatal lokal (skor 5).
- Eritema lokal (skor 5).
- Edema lokal (skor 5).
 Diagnosis: Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala
penyakit dibuktikan dengan mengeluh tidak nyaman, mengeluh sulit
tidur, merasa gatal.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka
Status Kenyamanan meningkat dengan kriteria hasil:
- Keluhan tidak nyaman (skor 5).
- Gatal (skor 5).

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka


Pola Tidur membaik dengan kriteria hasil:Nyeri (skor 5).
- Keluhan sulit tidur (skor 5).
- Keluhan tidak puas tidur (skor 5).

28
- Keluhan istirahat tidak cukup (skor 5).
4) Intervensi keperwatan (SIKI)
 Diagnosis: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan bahan
kimia iritatif dibuktikan dengan kemerahan.
Manajemen Reaksi Alergi
Observasi
- Identifikasi penyebab dan riwayat alergi.
- Monitor gejala dan tanda.
- Reaksi alergi monitor selama 30 menit setelah pemberian agen
farmakologis
Terapeutik
- Pasang gelang tanda alergi pada lengan.
- Hentikan paparan alergen.
- Berikan bantuan hidup dasar selama terjadi syok anafilaktik.
- Lakukan tes alergi.
Edukasi
- Informasikan tentang alergi yang dialami.
- Ajarkan cara menghindari dan mencegah paparan alergen dari
lingkungan atau lainnya ajarkan pertolongan pertama syok
anafilaktik.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat obat anti alergi.

Pemberian Obat Topikal


Observasi
- Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi
obat.
- Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi.
- Periksa tanggal kadaluarsa obat.
- Monitor efek terapeutik obat.
- Monitor efek lokal, efek sistemik, dan efek samping obat.

29
Terapeutik
- Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, waktu, rute,
dokumentasi).
- Cuci tangan dan pasang sarung tangan.
- Berikan privasi.
- Bersihkan kulit.
- Oleskan obat topikal pada kulit atau selaput lendir yang utuh.
Edukasi
- Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan,
dan efek samping sebelum pemberian.
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara pemberian obat secara
mandiri.
 Diagnosis: Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala
penyakit dibuktikan dengan mengeluh tidak nyaman, mengeluh sulit
tidur, merasa gatal.
Manajemen Pruritus
Observasi
- Identifikasi penyebab proritas (misalnya dermatitis kontak, alergi
makanan/obat/lingkungan, gangguan sistemik, gangguan
neurologik).
- Periksa kondisi kulit (misalnya lesi, bula, luka, lecet, infeksi).
Terapeutik
- Gunakan sarung tangan.
- Pasang bidai telapak tangan atau penghalang lainnya saat tidur
untuk mencegah menggaruk, jika perlu.
- Pertahankan kelembaban kulit (misalnya gunakan body
lotion/minyak zaitun/pelembab lainnya).
- Kompres dingin pada daerah yang gatal.
Edukasi
- Jelaskan tentang pruritis dan penyebabnya.
- Anjurkan menghindari alergen.

30
- Anjurkan memilih makanan yang pakaian yang menyerap
keringat dan tidak ketat.
- Anjurkan mandi dengan air hangat.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antihistamin (misalnya topikal, oral,
induktif).
5) Discharge Planning (Perencanaan pulang)
LEMBAR DISCHARGE PLANNING

No Reg : 002354 Alamat : Makassar


Nama : Ny. P Ruang Rawat : Ruang Melati
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal MRS : 4 Oktober 2021 Tanggal KRS : 11 Oktober 2021
Diagnosa MRS : Osteosarkoma Diagnosa KRS : Osteosarkoma
Diagnosa Keperawatan :
a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan bahan kimia iritatif
dibuktikan dengan kemerahan.
b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
dibuktikan dengan mengeluh tidak nyaman, mengeluh sulit tidur,
merasa gatal.
Aturan Diet :
Makan makanan sehat dan bergizi, jauhi makanan yang menimbulkan
alergi (jika ada).
Obat-obatan yang masih diminum:
a. Mengingatkan pasien untuk mngonsumsi dan menggunakan obat
sesuai dosis dan sesuai waktu.
b. Menghimbau kepada pasien bahwa ketika obat habis harus segera
kembali ke RS untuk kontrol.
Aktifitas dan istirahat :
a. Direkomendasikan untuk mempertahankan atau meningkatkan
aktivitas fisik sesuai kemampuan pasien. Lakukan istirahat yang
cukup.
b. Gunakanlah kosmetik hypoallergenic (produk yang diformulasikan
untuk sebisa mungkin tidak menimbulkan reaksi alergi).

31
c. Setelah mandi keringkan kulit dengan menepuk-nepuk bukan
menggosok.
d. Gunakanlah mild soap untuk pengganti sabun yang biasa digunakan.
e. Jangan mandi terlalu lama karena akan membuat kulit menjadi
kering.
f. Gunakan pelembab.
g. Hindari penggunaan pakaian dengan bahan wol atau pemaparan
terhadap iritan seperti detergen, dan gunakan detergen yang tidak
mengandung bahan pemutih.
h. Jangan menggaruk atau menggosok kulit
Tanggal/tempat kontrol :
18 Oktober 2021/RS STIKES Panakkukang
Yang dibawa pulang (hasil LAB, Foto, ECG) :
Hasil LAB
Dipulangkan dari RS STIKES Panakkukang dengan keadaan :
Sembuh
V
Meneruskan dengan obat jalan
Pindah ke RS lain
Pulang paksa
Lari
Meninggal
Lain-lain : (surat keterangan istirahat)
Makassar, 4 Oktober 2021

Pasien/Keluarga Perawat

( ) ( )

Mengetahui,
Kepala Ruang

( )

32
B. Informasi Tambahan
a. Jurnal Ilmiah
Judul Jurnal : Lama Kontak Deterjen dan Kejadian Dermatitis
Kontak pada Ibu Rumah Tangga
Penulis : Tjatur Sembodo, Hesti Wahyuningsih Karyadini,
Silmi Durotun Nasihah
Terbitan : Jurnal Peelitian Kesehatan Suara Forikes
Tahun Terbit : 2021
Vol. dan Halaman : Vol. 12(3), Hal. 326-328
Kutipan :
Temuan penelitian yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara lama kontak
deterjen dengan kejadian dermatitis kontak pada ibu rumah tangga, hasil ini
relevan dengan hasil penelitian pada pekerja premix di PT. X Cirebon bahwa
terdapat hubungan antara lama paparan dengan dermatitis kontak iritan.
Semakin lama kontak dengan agen/bahan iritan (deterjen) maka iritasi kulit
lebih mungkin terjadi dan menyebabkan kelainan pada kulit. Deterjen
mengandung zat kimia seperti zat pengalkali, builders,dan surfaktan. Surfaktan
merupakan komponen utama deterjen, memiliki tipe anionik berbentuk sulfat
dan sulfonat. Surfaktan tipe anionik berefek toksisitas sedang berupa efek akut
seperti iritasi kulit dan membran mukosa. Surfakan merusak merusak sel
dermal secara langsung dengan absorpsi langsung melewati membran sel
kemudin merusak sistem sel. Mekanisme selanjutnya, setelah adanya sel yang
mengalami kerusakan maka akan merangsang pelepasan mediator inflamasi ke
daerah tersebut oleh sel T maupun sel mast secara non-spesifik. Setelah kulit
terpapar bahan kimia akan menembus ke dalam sel kulit kemudian
mengakibatkan kerusakan sel. Kelainan kulit karena bahan iritan terjadi karena
kerusakan sel secara kimiawi atau fisi. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya
ikat kulit terhadap air. Kerusakan yang terjadi mengakibatkan peradangan
klasik ditempat terjadinya kontak dengan kelainan berupa eritema, edema,

33
panas, nyeri. Kekuatan hubungan antara lama kontak deterjen dengan
dermatitis kontak pada penelitian ini tergolong sedang. Hasil ini disebabkan
adanya faktor lain yang juga terkait dengan dermatitis kontak seperti
konsentrasi dan jenis deterjen serta kerentanan individu terhadap deterjen.
Faktor tersebut menjadi keterbatasan penelitian ini. Personal hygiene dari ibu
rumah tangga dalam penelitian ini juga tidak diketahui, memilih deterjen yang
tidak berisiko iritan terhadap kulit dan menggunakan produk
perawatan/pelembab setelah membersihkan tangan dari deterjen dapat
meminimalkan risiko dermatitis kontak.
b. Diagnosis Banding
a) Dermatitis Atopik: suatu kondisi yang umumnya terjadi pada siku atau
belakang lutut. Seringkali kelainan ini berhubungan dengan riwayat alergi,
asma, dan/atau riwayat keluarga alergi atau eksim. Dermatitis atopik
timbul pada usia kanak-kanak, ditandai dengan kelainan berupa kulit
kering dan bersisik yang bersifat simetris.
b) Dermatitis Numularis: atau eczema discoid, suatu kondisi yang biasanya
muncul sesudah cedera minor, misalnya gigitan serangga atau luka bakar.
Kelainan kulit ini dapat terjadi pada segala usia, baik pria maupun wanita.
c) Dermatitis Seboroik: yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur.
Biasanya kelainan ini hanya terjadi pada kulit yang berambut.
d) Psoriasis: peradangan pada kulit dengan karakteristik plak dan papula
eritema yang tebal dengan sisik perak. Lokasi predileksi soriasis termasuk
siku, lutut, kulit kepala, telinga, umbilikus, dan gluteal cleft.

34
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pasien pada skenario 3 modul II Sistem Integumen mengalami dermatitis
kontak. Dermatitis adalah istilah umum untuk menggambarkan timbulnya
peradangan pada kulit seseorang. Dermatitis merupakan peradangan pada dermis
dan epidermis sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen atau endogen
yang menimbulkan efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama)
dan keluhan gatal. Secara garis besar, dermatitis dibedakan menjadi dua, yakni
dermatitis atopik dan dermatitis kontak. Dermatitis atopik bersifat genetis,
sedangkan dermatitis kontak terjadi ketika kulit melakukan kontak dengan sesuatu
yang menyebabkan reaksi alergi (dermatitis kontak alergi) atau melukai kulit
(dermatitis kontak iritan). Pada penyusunan tugas ini juga dijelaskan bagaimana
konsep medis, konsep keperawatan, dan asuhan keperawatan terkait skenario kasus
yang telah disediakan.

B. Saran
Sebagai calon tenaga kesehatan khususnya sebagai calon perawat kita
harus memahami dengan seksama bagaimana tanda dan gejala pasien yang terkena
dermatitis kontak, dan mengetahui bagaimana cara penyusunan asuhan
keperawatan terkait kasus.

35
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC

Ginting, Efenina, dkk. 2021. Contact Dermatitis in Tertiary Hospital: A 2-year


Retrospective Study. Periodical of Dermatology and Venereology, 33(2), 88-
92.

Haryono, Rudi, dkk. 2021. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press

Indri, L. Y. 2018. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
(Studi pada Pekerja Pandai Besi di RT 02 RW 01 Desa Hadipolo Kecamatan
Jekulo Kabupaten Kudus). Semarang: Universitas Muhamadiyah Semarang

Kumala, D. N., dkk. 2016. Makalah Konsep Asuhan Keperawatan dengan Masalah
Dermatitis. Mojokerto: STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto

Nanto, S. S. 2015. Kejadian Timbulnya Dermatitis Kontak pada Petugas Kebersihan.


Majority, 4(8), 147-152.

Putri, dkk. 2015. Faktor Penyebab Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada
Pekerja Bangunan. Semarang: Universitas Diponegoro

Sembodo, Tjatur, dkk. 2021. Lama Kontak Deterjen dan Kejadian Dermatitis Kontak
pada Ibu Rumah Tangga. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 12(3),
326-328.

Simarmata, I. S. 2017. Asuhan Keperawatan pada An. H dengan Gangguan Kebutuhan


Dasar Aman Nyaman: Kerusakan Integritas Kulit di Kelurahan Sari Rejo
Medan Polonia. Medan: Universitas Sumatera Utara

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

36
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Wirata, Gede. 2017. Dermatitis Kontak Alergi. Bali: Universitas Udayana

37
LAMPIRAN

Pathway Dermatitis

Bahan Iritan Kimiawi dan


Fisik

Kerusakan Sel Dikonsumsi atau Ag


Kontak Langsung

Kelainan Kulit Sel Penyampai Ag


Iritan Kontak dengan
Ag
Sel T
Lapisan Tanduk Rusak
Oleh Sel Plasma dan
HMC
Basofil Membentuk
Ab IgE
Denaturasi Keratin
Pelepasan Limfokim

Memicu Proses Lepas Makrofag


Menyingkirkan Lemak Degranulasi
Lapisan Tanduk
Kerusakan Jaringan
Pelepasan Mediator
Mengubah Daya Ikat Kimia Berlebihan Kelembapan Kulit
Air Kulit Menurun

Reaksi Peradangan
Merusak Lapisan Kulit Mengering
Epidermis

Gatal dan Rubor Perubahan Warna


MK: Gangguan Kulit
Integritas Jaringan
Reaksi Menggaruk
MK: Gangguan Citra
Berlebih
Diri
Lapisan Epidermis
Terbuka Invasi Bakteri MK: Gangguan Rasa
Nyaman

Pelepasan Toksik
Bakteri

MK: Resiko Infeksi

38
Peta Konsep Skenario Kasus
Core Problem:
Gatal-gatal pada daerah tangan

Pencetus:
Bahan Detergen (Sebagai
alergen/iritan)

Manifestasi Klinik:
Eritema dan edema pada kulit

Komplikasi:
Menggaruk ruam yang gatal dan
terkait dengan dermatitis dapat
menyebabkan luka terbuka,
sehingga beresiko terkena infeksi
kulit akibat bakteri, virus, dan
jamur.

39
Tambahan Pembahasan terkait Materi

A. Istilah Khas
Adapun istilah khas pada skenario kasus kami adalah:
- Alergi : Alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh manusia terhadap
benda tertentu, yang seharusnya tidak menimbulkan reaksi di tubuh orang lain.
Alergi kulit ditandai dengan kulit kemerahan, muncul ruam, dan terasa gatal.
- Edema : Penumpukan cairan dalam ruang di antara sel tubuh.
Edema terjadi saat cairan di pembuluh darah keluar ke jaringan sekelilingnya.
- Eritema : Eritema adalah kondisi munculnya bercak kemerahan pada kulit
yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah di bawah kulit.
Munculnya eritema bisa diakibatkan oleh reaksi peradangan akibat paparan
sinar matahari, alergi terhadap beberapa jenis zat atau obat-obatan, hingga
infeksi.
- Papul : Papul adalah nama dari suatu gejala kulit, tepatnya ketika terjadi
penonjolan pada kulit dengan diameter kurang dari 1 cm. Papul bisa memiliki
bentuk yang beragam, warna, juga ukuran yang beragam.
- Pruritus : Pruritus (gatal) adalah sensasi yang tidak menyenangkan pada
kulit yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk. Rasa gatal patologis
adalah rasa gatal yang sangat tidak menyenangkan, timbul dalam berbagai jenis
penyakit kulit serta berbagai jenis penyakit sistemik dan menimbulkan
keinginan kuat untuk menggaruk.
- Skuama : Skuama merupakan lapisan tanduk dari epidermis mati yang
menumpuk pada kulit yang dapat berkembang sebagai akibat perubahan
inflamasi.
- Vesikel : Lepuh kecil berisi cairan.
B. Peta Konsep. Peta konsep yang terdiri atas core problem, pencetus penyakit,
manifestasi klinik, dan komplikasi, terlampir pada halaman sebelumnya.
C. Diagnosa Banding.
a. Dermatitis Atopik: suatu kondisi yang umumnya terjadi pada siku atau
belakang lutut. Seringkali kelainan ini berhubungan dengan riwayat alergi,
asma, dan/atau riwayat keluarga alergi atau eksim. Dermatitis atopik timbul

40
pada usia kanak-kanak, ditandai dengan kelainan berupa kulit kering dan
bersisik yang bersifat simetris.
b. Dermatitis Numularis: atau eczema discoid, suatu kondisi yang biasanya
muncul sesudah cedera minor, misalnya gigitan serangga atau luka bakar.
Kelainan kulit ini dapat terjadi pada segala usia, baik pria maupun wanita.
c. Dermatitis Seboroik: yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. Biasanya
kelainan ini hanya terjadi pada kulit yang berambut.
d. Psoriasis: peradangan pada kulit dengan karakteristik plak dan papula eritema
yang tebal dengan sisik perak. Lokasi predileksi soriasis termasuk siku, lutut,
kulit kepala, telinga, umbilikus, dan gluteal cleft.

41

Anda mungkin juga menyukai