Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN KASUS PADA GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:


1. ADITYA EKA PRASETYA
2. AFIATI DEFITA
3. ALFIAN HASNA
4. IIS AISYAH
5. M. ALI FAUZI
6. NABELA BINTANG
7. NURFAIZ NAJUNDA
8. RACHMANDANI LILIK
9. RINI PUTRI OKTAVIANI

S1. KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-NYA,
sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Manajemen kasus
pada gangguan pada system integument “
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca. Dan pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dan teman- teman yang telah ikut berpartisipasi dalam penulisan makalah ini
sehingga selesai tepat pada waktu nya.
Demikianlah makalah ini kami tulis semoga dapat bermanfaat bagi pembaca, akhir kata
kami ucapkan terima kasih.

Kudus, 22 april 2019

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUST HALAMAN JUDUL................................................................................

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Jiwa.........................................................................


B. Peran Perawat dalam Kesehatan Jiwa.........................................................
C. Fungsi Perawat Dalam Kesehatan Jiwa......................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................
B. Saran...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia mebungkus otot-otot dan
organ dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng
pertahanan terhadap bakteri. Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui
vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Organ-organ
adneksa kulit seperti kuku dan rambut telah diketahui mempunyai nilai-nilai kosmetik.
Kulit juga merupakan sensasi raba, tekan, suhu, nyeri, dan nikmat berkat jalinan ujung-
ujung saraf yang saling bertautan. Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan:
epidermis, dermis, dan lemak subkutan. Epidermis, bagian terluar dari kulit dibagi
menjadi dua lapisan utama yaitu stratum korneum dan stratum malfigi. Dermis terletak
tepat di bawah epidermis, dan terdiri dari serabut-serabut kolagen, elastin, dan retikulin
yang tertanam dalam substansi dasar. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh
darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang
tumbuh. Juga terdapat limfosit, histiosit, dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi
dan invasi benda-benda asing. Di bawah dermis terdapat lapisan lemak subcutan yang
merupakan bantalan untuk kulit, isolasi untuk pertahankan suhu tubuh dan tempat
penyimpanan energi.

Salah satu penyakit kulit yang paling sering dijumpai yakni Dermatitis yang lebih
dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan.
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis,
terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan,
memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti tidak
membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas
menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam
beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala Dermatitis yang
muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada
berbeda, antara lain dermatitis.

B. TUJUAN
BAB II

PEMEBHASAN

A. PENGERTIAN

Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah
eflo-resensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal).
(Adhi Juanda,2005)

Dermatitis adalah radang kulit yang disebabkan oleh banyak faktor seperti
sengatan sinar matahari, gigitan nyamuk, infeksi bakteri, jamur, dan bahan-bahan
kimia. (812 Resep U/ Mengobati 236 Penyakit Oleh H. Arief Hariana:Hml 136)

B. ETIOLOGI

Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak di ketahui. Sebagian besar merupakan


respon kulit terhadap agen-agen, misaknya zat kimia, protein, bakteri dan fungus.
Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi adalah perubahan
kemampuan tubuh yang di dapat dan spesifik untuk bereaksi.

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh : detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis
atopik. (Adhi Djuanda,2005)

Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab
berbeda pula. Sering kali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan
eksim menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin
mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul
karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan
terasa panas saat disentuh dan selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan
tubuhnya tidak bagus.

Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi


dan gejala berbeda:

1. Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang disertai
dengan adanya spongiosis/edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi
dengan bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit. Dermatitis yang
muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada
tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit memerah dan gatal.
Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan
kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Contohnya
sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa berupa karet,
logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput. Klasifikasi dermatitis kontak
berdasarkan penyebabnya ada 2 jenis yaitu

a. Dermatitis kontak toksik


b. Dermatitis kontak alergik

c. Dermatitis Atopik

2. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah
tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis dan muka, kronik dan superficial.
Etiologinya belum diketahui secara pasti. Pada umumnya didapati aktivitas kelenjar
sebasea yang berlebihan.
3. Dermatitis Statis
Dermatitis Statis adalah dermatitis yang terjadi akibat adanya gangguan darah
vena di tungkai bawah, hal ini terjadi karena adanya gangguan katub vena
sehinggatekanan kapiler meingkat dan terjadi kerusakan kapiler yang menyebabkan
edema dan timbul ekstravasasi sel darah merah karena kapiler rusak. Selanjutnya timbul
statis yang irreversible. Jaringan akhirnya dipenuhi cairan dan darah, sehingga terjadi
edema dan lisis yang menumpuk hemosiderin. Hemosiderin mengumpul di bawah kulit,
mengakibatkan muncul bintik-bintik hitam. Terjadi anoksia jaringan dan kematian
jaringan. Timbul rasa gatal. Jika digaruk timbul skuama, hiperpigmentasi, dan erosi.
Bila tidak ditangani akan terjadi infeksi, kemudian nekrosis, dan ulkus yang disebut
ulkus varikosus.
4. Dermatitis numuler
Dermatitis numuler adalah dermatitis yang bentuk lesinya bulat seperti uang
logam. Etiologinya belum diketahui secara pasti. Tetapi sensitivitas berperan terhadap
perluasan lesi.

C. PATHOFISIOLOGI
1. Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak alergik termasuk reaksi tipe IV ialah hipersenitivitas tipe


lambat. Patogenesisnya melalui dua fase yaitu fase indukdi (fase sensitisasi) dan fase
elisitasi. Fase induksi ialah saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit
mengenal dan memberikan respon, memerlukan 2-3 minggu. Fase elesitasin ialah
saat terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbul
gejala klinis Pada fase induksi, hapten (proten tak lengkap) berfenetrasi ke dalam
kulit dan berikatan dengan protein barier membentuk anti gen yang lengkap. Anti gen
ini ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh magkrofak dan sel Langerhans,
kemudian memacu reaksi limfoisit T yang belum tersensitasi di kulit, sehingga
terjadi sensitasi limposit T, melalui saluran limfe, limfosit yang telah tersensitasi
berimigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensiasi dan berfoliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitasi secara
spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi,
sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh,
menyebabkan keadaan sensetivitas yang sama di seluruh kulit tubuh.Pada fase
elisitasi, terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama atau serupa. Sel efektor yang
telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mampu menarik berbagai sel radang
sehingga terjadi gejala klinis.

2. Dermatitis Atopic

Belum diketahui secara pasti. Histamin dianggap sebagai zat penting yang
memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaktis dan
emnekan produksi sel T. Sel mast meningkat pada lesi dermatitis atopi kronis. Sel ini
mempunyai kemampuan melepaskan histamin. Histamin sendiri tidak menyababkan
lesi ekzematosa. Kemungkinan zat tersebut menyebabkan prutisus dan eritema,
mungkin karena gerakan akibat gatal menimbulkan lesi ekzematosa.Pada pasien
dermatitis atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan
secara genetik

3. Neurodermatitis

Kelainan terdiri dari eritema, edema, papel, vesikel, bentuk numuler, dengan
diameter bervariasi 5 – 40 mm. Bersifat membasah (oozing), batas relatif jelas, bila
kering membentuk krusta. bagian tubuh

4. Dermatitis Statis

Akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga memanjang dan


melebar. Terlihat berkelok-kelok seperti cacing (varises). Cairan intravaskuler masuk
ke jaringan dan terjadilah edema. Timbul keluhan rasa berat bila lama berdiri dan
rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk. Terjadi ekstravasasi eritrosit dan timbul
purpura. Bercak-bercak semula tampak merah berubah menjadi hemosiderin. Akibat
garukan menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung lama, edema diganti jaringan
ikat sehingga kulit teraba kaku, warna kulit lebih hitam

5. Dermatitis Seboroik

Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan berupa skuama kering,
basah atau kasar; krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi. Tempat
kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae, presternal,
ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum. Pada kulit kepala terdapat
skuama kering dikenal sebagai dandruff dan bila basah disebut pytiriasis steatoides ;
disertai kerontokan rambut.
D. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan non medis
Pemberian kompres yang sejuk dan kasar juga dapat dilakukan pada daerah
dermatitis yang kecil. Remukan halus es pada air kompres sering kali memberikan
efek antipruritus.
1. Kompres basah biasanya membantu membersihkan lesi ekzema yang
mengeluarkan sekret.
2. Kompres dingin untuk mengurangi peradangan.
3. Mengatasi kerusakan integritas kulit.
4. Mengatasi hipotermia
5. Meningkatkan konsep diri klien
6. Emolient untuk mengurangi kulit yang kaku
b. Penatalaksanaan Medis
Banyak preparat dianjurkan penggunaannya untuk meredakan dermatitis.
Umumnya lotion yang netral dan tidak mengandung obat dapat dioleskan pada
bercak-bercak eritema (inflamasi trout) yang kecil.
1. preparat krim atau salep yang mengandung salah satu jenis kortikosteroid
dioleskan tipis-tipis.
2. mandi dengan larutan yang mengandung obat dapat diresepkan untuk
dermatitis dengan daerah-daerah lesi yang lebih luas.
3. pada dermatitis yang menyebar luas, pemberian kortikosteroid jangka
pendek dapat diprogramkan.
4. terapi anti inflamasi topikal jangka pendek misalkan steroid dapat
digunakan untuk menghentikan peradangan.

E. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien

 Nama Pasien
 Alamat
 Pekerjaan Pasien
 Umur
 Agama/Suku

2. Keluhan Utama.

 Nyeri
 Gelisah
 Gatal
 Kerusakan intergitas kulit

3. Pemeriksaan Fisik.

 Tekanan Darah
 Nadi
 Pernafasan
 Suhu
 Skala Nyeri

4. Riwayat Kesehatan.
5. Riwayat Penyakit Sekarang :

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.

 Klien merasa nyeri


 Terdapat Vesikel/ bula pada Kulit Klien
 Gatal dan Lesi

6. Riwayat Penyakit Dahulu :


Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.
Penyakit yang sama

 Klien Pernah Mengalami Penyakit yang sama sebelumnya


 Apakah klien pernah mengalami penyakit kulit sebelumnya

7. Riwayat Penyakit Keluarga :


Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.

 Apakah terdapat keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama


 Apakah ada keluarga klien mengalami penyakit Kulit

F. Diagnosa Keperawatan
1. Ganguan integritas kulit b.d Vesikel/bula yang pecah
2. Resiko infeksi,b.d vesikel/bula yang pecah (garukan terus menerus)
3. Gangguan konsep diri,b.d perubahan body image

G. INERVENSI

NO DIAGNOSA NIC NOC


1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan inspeksi lesi setiap
integritas kulit b.d keperawatan diharapkan hari
vasikel/ bula yang Integritas kulit pasien 2. Pantau adanya tanda-tanda
pecah kembali utuh infeksi
3. Ubah posisi pasien tiap 2-4
Kriteria hasil : jam
4. Bantu mobilitas pasien sesuai
1. Kulit utuh, eritema kebutuhan
dan skuama hilang 5. Pergunakan sarung tangan
2. Krusta menghilang jika merawat lesi
6. Jaga agar alat tenun selau
3. Daerah axilla dari dalam keadaan bersih dan
inguinal tidak kering
mengalami maserasi

2 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan teknik aseptic dan
vesikel/ bula yang keperawatan Tidak terjadi antiseptic dalam melakukan
pecah ( garukan infeksi dengan Kriteria tindakan pada pasien
terus menerus) hasil : 2. Ukur tanda vital tiap 4-6 jam
3. Observasi adanya tanda-
1. Hasil pengukuran tanda infeksi
tanda vitaldalam 4. Batasi jumlah pengunjung
batas normal. 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
2. Tidak ditemukan untuk pemberian diet TKTP
tanda-tanda infeksi 6. Libatkan peran serta
(kalor,dolor, rubor, keluarga dalam memberikan
tumor, infusiolesa) bantuan pada klien

3. Hasil pemeriksaan
laborat dalam batas
normal

3 Gangguan konsep Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan support pada


diri b.d perubahan keperawtan Pasien tidak pasien untuk menerima
body mengalami gangguan keadaannya
konsep diri body image 2. Kaji persepsi pasien
dengan Kriteria hasil tentang gambaran dirinya
3. Jaga komunikasi yang baik
1. Pasien tidak menarik dengan pasien dan bantu
diri dari kontak pasien untuk
social berkomunikasi dengan
2. Pasien mau orang lain
berpartisipasi dalam 4. Catat adanya tingkah laku
perawatan dirinya non-verbal atau tingkah
3. Ekspresi wajah laku negative
pasien tidak 5. Libatkan keluarga untuk
menunjukkan tanda meningkatkan konsep diri
berduka pasien

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dapat kita ambil
sebuah kesimpulan bahwa penyakit dermatitis merupakan peradangan kulit epidermis dan
dermis sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis pada kulit.
Kemudian asuhan keperawatan dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
dasar klien dan mengembalikan kondisi klien seoptimal mungkin dengan cara memberikan
beberapa tindakan dan perawatan secara profesional.
REFERENSI

1. Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S editor. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin.
Edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1993
2. Leung DYM, Tharp M, Boguniewi CZ. Atopic Dermatitis. Dalam: Friedbergin, Eisen
AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrik TB, ads. Fitzpatrik’s
Dermatology In General Medicine. New York Mc Graw-Hill, 1999: 1464-80
3. http://www.semarang-eye centre.com/v1.1/index.php?
option=com_content&view=article&id=72:artikel-terbaru-penyakit-kulit-
dermatitis&catid=5:kesehatan&Itemid=22
4. Doenges,Marlyn.E dkk.2001.Rencana asuhan keperawatan.Edisi:3.Jakarta:penerbit buku
kedokteran,EGC
5. kapita selekta kedokteran II.2001.Edisi 3.Jakarta:Media Aesculapius
6. Google.co.id.Kata kunci “Askep Dermatitis”
7. Patofisiologi II.2001.Edisi 3.Jakarta Penerbit buku kedokteran,EGC

Anda mungkin juga menyukai