Anda di halaman 1dari 9

PRESENTASI KASUS

DERMATITIS KONTAK IRITAN TOXIC

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Diajukan Kepada :

dr. Nafiah Chusniyati, Sp.KK,.M.Sc

Disusun Oleh :

Iffah Al Mufidah

20164011127

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit baik epidermis maupun dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor endogen dan atau faktor eksogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa
(oligomorfik). Dermatitis cenderung memiliki perjalanan yang lama atau kronis dan resitif
atau berulang.1
Dermatitis Kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh kontak dengan suatu zat/
bahan tertentu yang menempel pada kulit, dan menyebabkan alergi atau reaksi iritasi.
ruamnya terbatas pada daerah tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas. Dermatitis
kontak adalah jenis dermatitis yang paling banyak diderita manusia, diperkirakan 70%
penyakit dermatitis merupakan jenis ini. Terdapat 2 jenis dermatitis yaitu dermatitis kontak
iritan (DKI), dan dermatitis kontak alergi (DKA).1
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup
banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan, namun jumlahnya sulit diketahui.1
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), seperti misalnya bahan kimia,
iritasi karena sabun, kosmetik, parfum dan logam, fisik (sinar), mikroorganisme (bakteri,
jamur), ataupun dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopic. Sebagian lain tidak
diketahui secara pasti etiologi.3
Penyebab dermatitis kontak iritan biasanya adalah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, serbuk kayu atau bahkan
toksin serangga. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang
dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi yang
menyebabkan kulit permeable, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan
kelembaban lingkungan juga berpengaruh.3
Faktor individu juga ikut berpengaruh misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai
lokasi menyebabkan perbedaan permeabilitas, usia juga ikut berpengaruh (anak 8 tahun dan
usai lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan dibandingkan dengan kulit
putih), jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak pada wanita).1,3
Tomcat (paederus sp) merupakan serangga dari genus Paederus, family
Staphyllinidae, ordo Coleoptae, kelas Insecta. Paederus sp bersifat nocturnal, Paederus sp
tidak menggigit dan tidak menyengat. Paederus sp memiliki cairan hemolimfe dalam
tubuhnya yaitu paederin. Paederin merupakan vesicant aktif yang sangat ampuh
menyebabkan reaksi pada kulit dalam 24 jam setelah kontak. Paederin yang berumus kimia
C25H45O9N adalah sebuah struktur amida dengan dua cincin tetrahydropyran.4,5
Kumbang Paederus yang dikenal di Indonesia adalah Paederus Pregrinuss sebagai
serangga pemangsa (predator) hama-hama pada tanaman pertanian sehingga
peranannya berguna untuk dipertahankan keberadaannya. Perkembangbiakan Paederus
dipengarui oleh musim karena Paederus berkembang biak didalam tanah di tempat-
tempat yang lembab, seperti di galangan sawah, tepi sungai, daerah berawa dan hutan.
Paederus banyak ditemukan khususnya pada daerah tropis seperti Indonesia, dimana
wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah tropis,diantara
Benua Asia dan Australia, menyebabkan wilayah Indonesia rentan terhadap perubahan
iklim/cuaca. Iklim atau musim di Indonesia dibagi menjadi dua, yakni musim hujan
dan musim kemarau.
Insidensi terjadinya dermatitis venenata akibat kumbang Paederus pada tahun 2004 di
Tulungagung terdapat 260 orang penderita gatal-gatal akibat serangga Paederus. Tahun
2008 terdapat ± 50 orang penderita diKota Gresik Rumah Susun. Tahun 2009 dan 2010
Kejadian di Kenjeran Surabaya dengan 20 orang penderita dan 22 Maret 2012 di Provinsi
Jawa Timur terjadi di 12 Kabupaten/Kota dengan 610 orang penderita (Kemenkes, 2012).
BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 16 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dengan keluhan lipat lutut belakang terasa perih (terbakar) dan
panas. Keluhan muncul secara tiba-tiba dan sudah dirasakan ± 7 hari. Awalnya pasien
merasakan perubahan pada kulit disekitar belakang lutut saat bangun tidur pagi disertai
sedikit rasa gatal, selanjutnya timbul kemerahan disekitar belakang lutut dan timbul lepuh-
lepuh kecil serta rasa perih (terbakar) dan panas. Keluhan pertama kali muncul pada satu sisi
dan tidak menjalar daerah lain serta tidak hilang timbul. Keluhan sekarang berupa perih
(terbakar) dan panas tanpa adanya rasa gatal. Pasien juga mengatakan bahwa kelainan basah
jika lepuh-lepuh pecah dan bertambah pada sisi satunya.
Pasien tidak memiliki riwayat demam, lemas dan lesu sebelum timbulnya keluhan.
Nafsu makan pasien baik. Pasien mengatakan keluhan awal muncul setelah bangun tidur di
pagi hari. Pasien tinggal di kamar kos dengan kasur terletak di lantai. Di daerah tempat
tinggal pasien banyak terdapat tanaman tetapi jauh dari daerah persawahan. Pasien
menyangkal adanya riwayat alergi. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
Pasien belum pernah periksa sebelumnya dan belum diberikan obat pada keluhan saat ini.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, dan keadaan
umum pasien baik. Pada pemeriksaan status dermatologi ditemukan efloresensi berupa pada
fossa poplitea terdapat bulla, ukuran numular, bentuk teratur, dengan central nekrotik, dasar
eritem, penyebaran lokalisata, diskret dan terdapat gambaran “kissing lession”.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah dermatitis kontak alergi dan herpes zoster.
Karena memiliki manifestasi klinis yang hampir sama.
Penatalaksanaan pada pasien ini dibagi dalam penatalaksanaan non medikamentosa
dan medikamentosa. Dalam penatalaksanaan non medikamentosa yaitu tentang edukasi
terhadap pasien dan menghindari pajanan terhadap Tomcat (Paederus sp), menghindari agar
tidak menggaruk lesi, dan menjaga kebersihan lesi.
Dalam penatalaksanaan medikamentosa diberikan obat sistemik dan topical, untuk
sistemik diberikan kortikosteroid yaitu Hexilon 8 mg yang berisi Methylprednisolone 1x1 tab
selama 7 hari. Untuk topical diberikan krim oles racikan yang berisi dexocymetason dan
ikagen.
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis dermatitis kontak iritan toxic ditegakkan berdasarkan anamnesis, dan


pemeriksaan fisik dan status dermatologis. Pada kasus laki-laki berusia 16 tahun datang ke
poliklinik kulit dan kelamin RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan keluhan lipat lutut
belakang terasa perih (terbakar) dan panas. Keluhan muncul secara tiba-tiba dan sudah
dirasakan ± 7 hari. Awalnya pasien merasakan perubahan pada kulit disekitar belakang lutut
saat bangun tidur pagi disertai sedikit rasa gatal, selanjutnya timbul kemerahan disekitar
belakang lutut dan timbul lepuh-lepuh kecil serta rasa perih (terbakar) dan panas. Keluhan
pertama kali muncul pada satu sisi dan tidak menjalar daerah lain serta tidak hilang timbul.
Keluhan sekarang berupa perih (terbakar) dan panas tanpa adanya rasa gatal. Pasien juga
mengatakan bahwa kelainan basah jika lepuh-lepuh pecah dan bertambah pada sisi satunya.
Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala dermatitis kontak iritan toxic yang disebabkan
oleh pederin suatu toksin yang disekresi oleh serangga dari genus paederus seperti tanda
peradangan di tempat terjadinya kontak dengan kulit seperti eritema, edema, panas, perih
(terbakar). Perbedaan dengan dermatitis kontak alergi adalah pada DKI keluham utama
adalah gatal, nyeri dan perih (tersengat ataupun terbakar), sedangkan pada DKA keluhan
utama adalah nyeri dan gatal. Lesi pada DKI berupa terbatas pada daerah yang terpapar
bahan iritan, sedangkan lesi DKA dapat melebihi daerah yang terpapar alergen. Bahan
penyebab DKI adalah bahan iritan, tergantung pada konsentrasi dan letak kulit yang terpapar,
dan semua orang bisa kena, sedangkan pada bahan penyebab DKA adalah bahan alergen,
tidak tergantung konsentrasi bahan, hanya pada orang yang mengalami hipersensitivitas yang
dapat terkena. Sedangkan pada herpes zoster karakteristik khas yang sangat membedakan
dengan dermatitis kontak iritan e.c paederin adalah keluhan utama berupa nyeri menjalar,
kemudian distribusi erupsi vesikel atau bulla yang tersusun mengelompok dan sejajar dengan
dermatom, serta bersifat unilateral, hal ini jelas berbeda dengan nyeri terbakar atau tersengat
yang merupakan gejala subjektif dan gejala dominan dari dermatitis kontak iritan e.c
paederin.
Pada pemeriksaan fisik dan status dermatologis dermatitis kontak iritan toxic e.c
paederin menurut teori dapat ditemukan kelainan kulit berupa kulit melepuh, kulit kemerahan
diatasnya terdapat vesikel papul dan pustule, polimorf, multiple, tersebar tergantung
penyebaran toxic. Dapat pula terjadi kondisi kissing lession yaitu sepasang lesi kulit yang
sama yang terjadi akibat lesi kulit pertama menempel pada kulit yang lain terjadi. Pada kasus
pada fossa poplitea didapatkan bulla, ukuran numular, bentuk teratur, dengan central
nekrotik, dasar eritem, penyebaran lokalisata, diskret. Terdapat gambaran “kissing lession”.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik (status dermatologis) maka dapat diambil
diagnosis dermatitis kontak iritan e.c paederin.
Rekomendasi pengobatan dermatitis kontak iritan toxic e.c paederin yaitu saat
terpajan bahan kimia maupun toksin segera dibasuh dengan sabun dan air. Kompres basah
atau kassa bisa digunakan dengan tujuan mengurangi konsentrasi toksin dengan tambahan
sebagai pengurang nyeri untuk rasa panas dan gatal. Beberapa studi menunjukkan
kortikosteroid topikal efektif dalam mengurangi gejala dan bengkak. Pemberian steroid
intravena biasanya digunakan pada kasus ekstrim seperti paparan sistemik atau paparan pada
daerah sensitif seperti genital. Lotion dari ekstrak sambucus ebulus menunjukkan mengurangi
gatal dan menurunkan inflamasi yang berasal dari erupsi juga membantu dalam
penyembuhan. Efektifitas lotion calamin untuk menyembuhkan dermatitis masih belum
terbukti. Tetes air mata buatan seperti moisol drop, homatropine dan
ciprofloxacin/dexamethason diresepkan untuk kasus yang melibatkan mata dengan tambahan
pemberian topikal antihistamin biasanya diberikan untuk mengurangi respon inflamasi untuk
pederin. Pada kasus dengan gejala sakit kepala, demam, dan mual obat-obat NSAID dan
analgesik disarankan diberikan untuk mengurangi gejala. Gatal yang berlebihan dan garukan
pada lesi bisa menyebabkan luka terbuka hingga pada kasus-kasus berat bisa diberikan
antibiotik sebagai profilaksis untuk mengurangi resiko infeksi sekunder dari abrasi dermal.
Dengan terapi yang tepat lesi akan sembuh dalam beberapa hari sampai beberapa minggu
tergantung keparahan kasus.
Pada pasien ini mendapatkan penatalaksanaan berupa non medikamentosa dan
medikamentosa. Untuk pengobatan non mendikamentosa pasien diberi pengetahuan serta
menghindari pajanan terhadap Tomcat (Paederus sp), menyarankan pasien untuk tidak
menggaruk lesi, serta menjaga kebersihan lesi. Untuk pengobatan medikamentosa dibagi
dalam 2 macam pengobatan yaitu sistemik dan topical. Obat sistemik yaitu Hexilon 8 mg
yang berisi Methylprednisolone 1x1 tab selama 7 hari. Untuk topical diberikan krim oles
racikan yang berisi dexocymetason dan ikagen.
Hal ini sesuai dengan pengobatan dermatitis yaitu meliputi non medikamentosa dan
medikamentosa. Untuk pengobatan non medikamentosa yang terpenting adalah menghindari
pajanan atau penyebab dari bahan iritan, pada kasus ini adalah paederin yang terdapat dalam
tubuh Tomcat (Paederus sp). Untuk pengobatan medikamentosa bertujuan untuk
menghilangkan atau mengurangi keluhan dan gejala, serta menekan peradangan. Untuk
pengobatan sistemik pada kasus yang ringan dapat diberikan antihistamin. Pada kasus akut
dan berat dapat diberikan kortikosteroid. Untuk pengobatan topical dapat diberikan
kortikosteroid untuk mengatasi peradangan.
Pada kasus ini umumnya prognosisnya baik jika penderita mampu menghindari
pajanan atau penyebab dari bahan iritan yaitu paederin. Bila hal ini dilaksanakan dengan
sempurna maka tidak akan terjadi komplikasi.
BAB IV

KESIMPULAN

Dermatitis adalah peradangan kulit baik epidermis maupun dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor endogen dan atau faktor eksogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi).
Dermatitis Kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh kontak dengan suatu zat/ bahan
tertentu yang menempel pada kulit, dan menyebabkan alergi atau reaksi iritasi. ruamnya
terbatas pada daerah tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas.
Tomcat (paederus sp) merupakan serangga dari genus Paederus, family
Staphyllinidae, ordo Coleoptae, kelas Insecta. Paederus sp bersifat nocturnal, paederus sp
tidak menggigit dan tidak menyengat. Paederus sp memiliki cairan hemolimfe dalam
tubuhnya yaitu paederin. Paederin merupakan vericant aktif yang sangat ampuh
menyebabkan reaksi pada kulit dalam 24 jam setelah kontak.
Gejala utama dermatitis kontak iritan karena paederin adalah lesi kulit yang muncul
tiba-tiba dengan gambaran menakutkan, selain itu timbul gejala seperti tersengat atau
terbakar yang merupaka tanda gejala subjektif yang serinng ditemukan. Pruritus jarang
terjadi, tapi masih ditemukan. Riwayat kontak dengan Tomcat “Paederus sp” merupakan
tanda yang sangat membantu dalam membuat diagnosis. Tomcat “Paederus sp” bersifat
nocturnal maka kontak dengan pasien terjadi saat pasien tidur sehingga biasanya pasien
menyangkal adanya riwayat kontak.
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah
S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2011.
2. Wolff C, Richard A.J, and Dick S, editor. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of
Clinical Dermatology. 5th ed. New York: McGraw – Hill; 2005.
3. Bourke J, Coulson I, and English J. Guidelines For The Management Of Contact
Dermatitis: An Update. London: British Journal of Dermatology; 2008.
4. Taneja A, Nayak S, and Shenoi S.D. Clinical and epidemiological study of Paederus
dermatitis in Manipal, India. Journal of Pakistan Association of Dermatologists; 2013.
5. Nikhita R, Srithilak R, and Radhakrishnan M.V. Prevalence of Paederus spp.
(Coleoptera; Staphylinidae) and dermatitis in Annamalainagar, Chidambaram,
Tamilnadu. Journal of Entomology and Zoology Studies; 2014.
6. Beaulieu Brooke A, and Irish Seth R. Literatur Review of The Causes, Tratment, and
Prevention of Dermatitis Linearis. Journal of Travel Medicine; 2016.

Anda mungkin juga menyukai