Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan2
Bab II Isi4
II.1 Definisi dan Diagnosis4
II.2 Etiologi...5
II.3 Penanganan.6
II.3.1 Pemeriksaan Prabedah.6
II.3.2 Prosedur Cerclage7
Daftar Pustaka10

BAB I
PENDAHULUAN
Pada keadaan tertentu pemendekan dan penipisan leher rahim (serviks) terjadi secara dini
pada kehamilan yang bukan disebabkan oleh proses persalinan, melainkan akibat lemahnya
struktur serviks. Hal ini disebut serviks inkompeten. Lemahnya struktur serviks ini bisa
disebabkan oleh sejumlah kondisi, yang mana terbanyak akibat cedera (injury)sebelumnya pada
serviks atau karena kelainan bawaan.
Akibat lemahnya struktur, maka serviks tidak mampu menahan bobot kehamilan.
Akibatnya serviks membuka walaupun tanpa adanya kontraksi, kadang2 sampai membuka
lengkap. Akibat terbuka maka selaput ketuban akan menonjol dan bahkan pecah jauh sebelum
bayi bisa hidup di dunia luar (prematur).
Faktor risiko serviks inkompeten adalah: riwayat serviks inkompeten pada kehamilan
sebelumnya, pembedahan, cedera leher rahim, pemberian obat DES (dietilstilbestrol) , dan
kelainan anatomi leher rahim. Penyebab lain termasuk kauterisasi serviks (untuk menghilangkan
pertumbuhan atau menghentikan pendarahan) dan biopsi kerucut.
Wanita dengan serviks tidak kompeten biasanya sering dengan gejala minimal saat terjadi
dilatasi leher rahim antara 16 dan 28 minggu kehamilan. Awalnya pembukaan hanya 2 cm atau
lebih. Ketika leher rahim mencapai 4 cm atau lebih, rahim berkontraksi atau pecah ketuban dapat
terjadi.
Diagnosis dibuat dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan USG. Setelah
didiagnosis, kondisi ini dapat diobati melalui prosedur pembedahan yang disebut cerclage
2

(jahitan menutup leher rahim). Satu atau lebih jahitan ditempatkan di sekitar atau melalui leher
rahim agar tetap tertutup rapat.
Hal ini biasanya dilakukan setelah minggu kedua belas kehamilan, tetapi tidak dilakukan
jika ada pecahnya ketuban atau infeksi. Setelah operasi, sang ibu dipantau dengan hati-hati untuk
memeriksa infeksi dan kontraksi, yang kadang-kadang disebabkan oleh prosedur ini. Setelah
pulang dari rumah sakit, pasien dapat tetap aktif. Cerclage biasanya dibuka sebelum melahirkan
sehingga pasien dapat melahirkan normal. Dalam beberapa kasus, cerclage dapat dibiarkan pada
tempatnya, dan bayi ini kemudian dilahirkankan dengan operasi caesar.

BAB II
ISI
II.1 Definisi dan Diagnosis
Istilah inkompetensi cerviks digunakan untuk suatu keadaan obstetric yang agak spesifik.
Keadaan ini ditandai oleh dilatasi cerviks tanpa nyeri dalam trimester kedua atau awal trimester
tiga kehamilan, yang disertai dengan prolapsus membrane amnion lewat cerviks dan penonjolan
membrane tersebut ke dalam vagina; peristiwa ini kemudian diikuti oleh pecahnya ketuban yang
selanjutnya ekspulsi janin imatur, sehingga kemungkinan besar janin tidak akan meninggal.
Tanpa tindakan yang efektif , rangkaian peristiwa yang sama cenderung berulang dengan
sendirinyadalam setiap kehamilan. Jadi, diagnosis presumtif biasanya dapat dibuat bila seorang
wanita pernah mangalami rupture spontan membrane amnion dan dilatasi cerviks yang jelas
tanpa rasa nyeri yang lazim terjadi pada persalinan.
Upaya umtuk menegakan diagnose inkompetensi cerviks yang lebih tepat belum berhasil
baik. Sejumlah metode yang telah dikemukakan untuk membuat diagnosis pada wanita yang
tidak hamil, yaitu biasanya melalui pemeriksaan untuk menemukan ostium internum servisis
yang berdilatasi lebih lebar daripada keadaan normal. Metode tersebut mencakup pemeriksaan
histerografi, teknik pull-through dengan balon kateter foley yang digembungkan dan tindakan
memasukan tanpa adanya tahanan alat dilator cerviks dengan ukuran khusus dengan ke dalam
ostium internum cervicis uteri. Selama kehamilan, berbagai upaya untuk meramalkan dilatasi
cerviks premature dengan menggunakan USG telah dilakukan tapa hasil. Kendati demikian,
diagnosis inkompetensi cerviks tetap menjadi permasalahan yang sulit dan hanya merupakan
diagnosis klinik yang dibuat berdasarkan riwayat rangkaian peristiwa yang di observasi serta
4

dicatat secara teliti, yang mencakup dilatasi cerviks tanpa nyeri dan rupture spontan memrbran
amnion.

II.2 Etiologi
Meskipun penyebab inkompetensi serviks masih meragukan, namun trauma sebelumnya
pada serviks, khususnya tindakan dilatasi dan kuretase, konisasi, kauterisasi ataupun amputasi,
tampaknya menjadi factor penyebab pada banyak kasus.

Pada kasus-kasus lainnya,

perkembangan serviks yang abnormal, termasuk penggunaan preparat dietilstilbesterol (DES) in


utero turut memainkan peranan.
Dilatasi cerviks yang manjadi cirri khas keadaan ini jarang terlihat menonjol sebelum
minggu ke-16 kehamilan, karena hasil konsepsi sebelum waktu tersebut belum cukup besar
untuk menimbulkan pendataran dan dilatasi pada cerviks kecuali bila terjadi kontraksi uterus
5

yang nyeri. Abortus karena inkompetensi serviks merupakan keadaan yang sama sekali berbeda
dengan abortus spontan dalam trimester pertama, karena keadaan ini terjadi akibat berbagai
macam factor, terlihat dengan gambaran klinik yang berlainan dan memerlukan penanganan
berbeda. Meskipun abortus spontan pada trimester pertama merupakan komplikasi kehamilan
yang sangat sering ditemukan, inkompetensi serviks adalah peristiwa yang jarang terjadi.
II.3 Penanganan
Penanganan inkompetensi serviks yang nyata adalah dengan pembedahan. Pembedahan
terdoro atas tindakan untuk memperkuat serviks yang lemah dengan jahitan semacam jahitan tali
kantong (pursestring suture). Pembedahan ini paling baik bila dilakukan sesudah trimester
pertama, tetapi kalau mungkin sebelum mancapai dilatasi serviks selebar 4cm. Perdarahan,
kontraksi uterus atau rupture membrane amnion merupakan kontraindikasi untuk pembedahan.
II.3.1 Pemeriksaan prabedah
Pelaksanaan cerclage (penjahitan benang melintang untuk menguatkan serviks) harus
ditunda sampai sesudah kehamilan berusia 14 minggu, sehingga abortus dini yang disebabkan
oleh factor-faktor lain telah selesai terjadi. Tidak ada kesepakatan umum mengenai penentuan
seberapa lanjut kehamilan boleh melakukan tindakan tersebut. Tentu saja, semakin lanjut
kehamilan, semakin besar kemungkinan terjadinya stimulasi oleh intervensi pembedahan yang
merangsang persalinan premature atau pecahnya ketuban. Karena alasan inilah, sebagian dokter
kebidanan lebih menyukai pengobatan tirah baring daripada pelaksanaan cerclage sesudah
pertengahan usia kehamilan. Kami sendiri jarang melakukan tindakan cerclage sesudah
kehamilan 20 minggu, dan tentu saja prosedur ini tidak boleh dilakukan setelah kehamilan
berusia 28 minggu dan penderita dianjurkan untuk tirah-baring.
6

Pemeriksaan USG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya anomaly janin yang


penting dan untuk memastikan bahwa janin yang masih hidup merupakan tindakan yang harus
dikerjakan. Sitologi serviks harus memperlihatkan hasil negative. Infeksi serviks yang jelas arus
diobati, dan sebagian dokter menganjurkan pemeriksaan kultur untuk gonore, klamidia serta
streptokokus grup B; bila hasil kultur positif, baik suami ataupun istri harus diobati. Paling tidak
selama seminggu sebelum dan sesudah pembedahan, hubungan kelamin tidak diperbolehkan.
Jika terdapat keraguan apakah pelaksanaan cerclage perlu dilakukan, wanita tersebut
dibiarkan dahulu mengurangi aktivitas jasmaninya. Pengaturan hubungan kelamin merupakan
masalah yang penting, pemeriksaan serviks harus dilakukan dengan sering (sebaiknya seminggu
1x) untuk menilai pendataran dan dilatasi serviks. Celakanya, pendataran atau penipisan dan
dilatasi serviks tetap dapat terjadi sekalipun tindakan penjagaan sudah dilakukan. Akhirnya,
pelaksanaan cerclage tidak selalu mencegah persalinan premature dan dalam kenyataannya,
persalinan premature dapat terjadi setelah dilakukan prosedur ceclage untuk menguatkan serviks
akibat infeksi, ataupun pecahnya ketuban yang dilakukan akibat prosedur tersebut.
II.3.2 Prosedur Cerclage
Ada dua tipe utama yang digunakan paling mutakhir dalam kehamilan. Operasi cerclage
yang pertama adalah prosedur pembedahan yang sangat sederhana seperti yng direkomendasikan
McDonald (1963). Prosedur lainnya adalah operasi Shirodkar yang lebih rumit (1955). Selama
penjahitan pada prosedur McDonald akan terjadi lebih sedkit trauma dan hilangnya darah bila
dibandingkan dengan yang terjadi pada prosedur Shirodkar.
Angka keberhasilan baik yang terjadi pada teknik McDonald maupun Shirodkar
mencapai 85 sampai 90 persen. Dengan demikian, tampaknya tidak banyak alasan yang
7

membenarkan pelaksanaan prosedur Shirodkar yang lebih rumit. Angka keberhasilan akan lebih
tinggi kalau dilatasi serviks baru sedikit dan prolapsus membrane amnion minimal atau belum
terdapat. Keadaan ini paling tidak disebabkan kenyataan bahwa sebagian kasus yang mengalami
tindakan pembedahan tersebut ternyata bukan benar-benar kasus inkompetensia serviks.
Charles dan Edward (1981) menemukan bahwa komplikasi, khususnya infeksi jauh
lebih jarang terjadi kalau prosedur cerclage dilakukan pada kehamilan 18 minggu. Kalau
prosedur cerclage dilakukan jauh setelah kehamilan 20 minggu, maka peristiwa ketuban pecah
dini, korioamnionitis dan infeksi intrauterine akan terjadi dengan insiden yang tinggi. Tidak ada
bukti bahwa penggunaan antibiotic di sekitar saat pelaksanaan prosedur tersebut mengurangi
resiko infeksi. Setiap kcurigaan akan adanya infeksi (febris, nyeri tekan uterus, takikardi fetal
atau maternal) harus diselidiki. Kedua peneliti tersebut menganjurkan tindakan amniosentesis
untuk memastikan diagnosis korioamnionitis sebelum terapi antibiotuk dilakukan. Bila terjadi
infeksi secara klinis, jahitan penguat harus diputus dan terus dikosongkan.
Kita belum menemukan bukti kuat bahwa terapi profilaksis antibiotic yang dicoba untuk
mencegah infeksi ataupun pemberian preparat progestational, atau obat-obat beta-mimetik yang
dicoba untuk mencegah kontraksi uterus memilki nilai terapi tambahan. Apabila pembedahan
mengalami kegagalan dan terjadi tanda-tanda abortus iminens atau persalinan, jahitan penguat
pada prosedur cerlage harus segera dilepas karena bila tidak akan menimbulkan gejala sisa yang
berat. Ruptura serviks atau uterus dapat disbabkan oleh kontraksi uterus yang kuat dengan
jahitan yang terpasang di tempatnya. Jika ketuban pecah tanpa adanya proses persalinan,
kemungkinan infeksi serius pada janin atau ibu akan meningkat tajam bilamana jahitan dibiarkan
dan persalinan ditunda.

Setelah oprasi Shirodkar, jahitan dapat dibiarkan di tempatnya bila masih tertutup oleh
lapisan muksa, dan seksio sesarea dapat dilakukan pada kehamilan menjelang aterm (suatu
rencana perlu disusun untuk mencegah keharusan mengulangi prosedur cerclage pada kehamilan
berikutnya), kalau tidak, jahitan Shirodkar harus dilepas dan persalinan pervaginam dibiarkan.
Penanganan inkompetensi serviks dengan prosedur cerclage transabdominal ang
dilakukan seinggi istmus uteri di anjrkan pada sebagian kasus. Prosedur tersebut memerlukan
laparotomi untuk pemasangan jahitan dan laparotomi lainnya untuk pengangkatan atau umtuk
persalinan produk kehamilan ataupun keduanya. Kami tidak banyak berpengalaman dengan
operasi ini. Yang jelas, potensi terjadinya trauma atau komplikasi lain jauh lebih besar pada
prosedur ini bila daripada pada prosedur McDonald.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hadijono S. Penyakit dan kelainan alat kandungan, Eds. Ilmu Kandungan. Ed 4. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010; 59: 760-763.

2. Martadisoebrata D. Kelainan telur, plasenta, air ketuban, cacat, dan gangguan janin.
Obstetri Patologi.Jakarta : EGC. 2005.
3. Cunningham, Mac Donald, Gant. Inkompetensia cerviks, Eds. Obstetri Williams. Ed 21.
Jakarta : EGC, 2005; 7: 583-586.
4. http://en.wikipedia.org/wiki/inkompetensi serviks

10

Anda mungkin juga menyukai