Anda di halaman 1dari 8

Tugas KASUS DERMATITIS VENENATA

DISUSUN OLEH : Reza Fauzi G0006144

Pembimbing :

Dyah Poerwohastuti S.Farm, Apt

KEPANITERAAN KLINIK SMF FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA 2011

BABI PENDAHULUAN Dermatitis venenata disebut juga Dermatitis kontak alergi (DKA). DKA timbul ketika allergen kontak dengan kulit yang sebelumnya telah tersensititasi. Jumlah penderita DKA lebih sedikit daripada penderita dermatitis kontak iritan ( DKI),karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka

(hipersensitif). DKI timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak, sedangkanDKA kira-kira hanya 20%. Insiden DKA terjadi pada 3-4% dari populasi penduduk 1. Di Indonesia terlihat bahwa frekuensi dermatitis kontak

menunjukan peningkatan ditahun-tahun terakhir ini. Di bagian Alergi-Imunologi RSCM Jakarta tahun1988 dilaporkan 35 kasus, berumur antara 6-67 tahun. 21 diantaranya dengan dugaan DKA yang tidak diketahui penyebabnya dan 14 orang dengan dermatitis kronis nonspesifik yang penyebabnya tidak diketahui.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Dermatitis venenata disebut juga Dermatitis kontak alergi (DKA). DKA timbul ketika allergen kontak dengan kulit yang sebelumnya telah tersensititasi. DKA merupakan jenis reaksi alergi tipe lambat (tipe IV). Seseorang bisa terpapar allergen bertahun-tahun sebelum pada akhirnya timbul hipersensitifitas2. B. Patogenesis Ada 2 Fase di dalam pathogenesis dermatitis kontak alergi ini3, yaitu : 1.Fase sensitisasi Proses ini mengarah kepada proses dimana seseorang mendapatkan alergi terhadap suatu zat. Pada fase ini allergen yang masuk akan menyebabkan limfositT tersensitisasi. LimfositT 2. Fase elisitasi Pada fase ini terjadi kontak ulang dengan allergen yang sama pada orang yang telah tersensitisasi sebelumnya dan kemudian akan timbul gejala klinis. Bahan-bahan yang diduga sering menyebabkan DKA adalah logam, karet, tanaman, bahan perekat, kosmetik, obat obatan ,cat dan pestisida. C. Gejala Klinis Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi. DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritem dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, yang tersensitisasi akan menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan sensitifitas yang sama di seluruh tubuh.

papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis 2. Kriteria diagnosis DKA4 antara lain : 1. Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa. 2. Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak. 3. Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dengan gejala klinis lebih ringan serta timbulnya lebih lambat. 4. Rasa gatal. 5. Uji tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif. D. Pemeriksaan Penunjang Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitifitas kulit ketika kontak dengan suatu zat. Dasar teoridari uji tempel ini ada memicu respon imun dengan memberikan sejumlah allergen kepada orang yang sudah tersensitisasi dan menilai derajat respon yang timbul. Terdapat banyak allergen yang dapat menyebabkan DKA sehingga tidak mungkin untuk menguji seseorang dengan semua allergen tersebut. Riwayat yang jelas dan observasi pola dermatitis, lokalisasi pada tubuh, dan tahap perkembangan penyakitnya sangat membantu dalam menentukan penyebab. Uji tempel dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis, namun harus disertai dengan riwayat penyakit dan gejala klinis penyakitnya 5.

E. Pengobatan Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan aller gen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada DKA akut yang ditandai dengan eritem, edema, vesikel atau bula, serta eksudatif(madidans), misalnya prednisone30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari.
4

Kelainan kulitnya secara topical cukup

dikompres dengan larutan garam faal

atau larutan air salisil. Untuk DKA ringan atau DKA akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroids istemik), cukup diberikan

kortikosteroid atau makrolaktam (pimecrolimus atau tacrolimmus) secara topikal6. F. KASUS Nama Suku bangsa Agama Status Pekerjaan Keluhan Utama R P S: Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tanggal 29 Juni 2010 dengan keluhan gatal pada kedua punggung kaki. Dari anamnesis didapatkan sejak 1 bulan yang lalu pasien mengeluhkan kaki terasa gatal, membengkak , dan memerah pada ujung kedua punggung kaki seperti membentuk garis tali sandal, berbatas tegas, basah dan terdapat sisik halus di tempat lesi. Rasa gatal pasien rasakan setiap hari, terus menerus. Pasien memiliki kebiasaan selalu memakai sandal karet saat beraktivitas. Beberapa hari kemudian kedua ujung punggung kaki timbul gelembung-gelembung kecil berukuran luka R P D : Pasien tidak punya riwayat kontak dengan zat iritan, dan pasien belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum : tampak sehat
5

: Tn A ( 40 tahun) : Suku Batak : Kristen : Menikah : Buruh bangunan : Gatal pada kedua punggung kaki

jarum pentul di daerah lesi.

Beberapa gelembung kecil itu pecah

karena digaruk sehingga meninggalkan bekas lukadan cairan yang mengeringdi atas

Keadaan gizi Status generalis Status dermatologis

: baik : dalam batas normal : didapatkan efloresensi berupa edema, makula eritem berbatas tegas, vesikel, krusta, fisura dan madidans pada regio dorsum pedis dextra et sinistra.

Pemeriksaan mikrobiologis : didapatkan bakteri kokus gram positif dengan pewarnaan Gram. Tidak ditemukan hifa, spora ataupun pseudohifa pada pemeriksaanKOH 10%. Diagnosis DKA dengan infeksi sekunder. Diagnosa bandingnya adalah DKI dan tineapedis. Pemilihan Obat Pasien mendapat pengobatan berupa : 1. kortikosteroid oral (Prednison 4 x 5 mg selama 5 hari) diberikan untuk mengurangi dan mencegah berkembangnya dermatitis alergi semakin luas. 2. Antihistamin (CTM 3 x 4 mg selama5 hari) diberikan untuk keadaan pruritus penderita. 3. Antibiotik sistemik (sefadroksil 2 x500 mg selama 5 hari) untuk pengobatan infeksi sekunder. 4. Kompres rivanol diberikan untuk membersihkan dan mengeringkan luka, serta diberikan edukasi pada pasien untuk tidak memakai lagi sandal berbahan karet dan menjaga kebersihan kaki agar tidak terjadi infeksi sekunder. Pasien disarankan untuk melakukan kontrol ulang 5 hari kemudian. Pasien datang kembali untuk dilakukan kontrol, setelah 8hari pengobatan. Pasien mengaku ia tidak lagi mengalami gatal-gatal selama 5 hari medapatkan pengobatan. Terdapat bekas luka seperti tali sandal dengan warna pucat batas tidak tegas. Namun pasien mengeluh gatal-gatal datang kembali saat pasien memakai kembali sandal karet di hari ke7. Kedua punggung kaki pasien kini sudah tidak terlihat edema, vesikel, eritem dan tampak kering.
6

RESEP R/ Prednison tab mg 5 No. XV 3 dd tab I

R/ CTM tab mg 4 No XV 3 dd tab I

R/ Cefadroksil tab mg 500 No.X 2 dd tab I

Pro : Tn A (40 th)

DAFTAR PUSTAKA
1. www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.

2. Arif Mansjoer , Suprohaita, Wahyu Ika, Wiwiek. Kapita Selekta

Kedokteran. Media Aescapularis FKUI. 2000. P.87 3. Bisno AL. Acute Pharyngitis. N Engl J Med. 2001; 344(3), 205-211 4. Lowry LD, Onart S. Anatomy and Physiology of the Oral Cavity and Pharynx. In: Snow JB, Ballenger JJ, editors. Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th ed. Hamilton : BC Decker , 2003; p.1009-1019. 5. Thompson LDR. Pharyngitis. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head & Neck Surgery Otolaryngology. 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2006 ; p.602-614. 6. Choby BA. Diagnosis and Treatment of Streptococcal Pharyngitis [Homepage on the internet].C2009[cited 2009 April 27].Avaible from www.aafp.org/afp/20090301/383.html 7. Linder JA, Bates DW, Lee GM. Antibiotic Treatment of Children With Sore Throat. JAMA. 2005;294(18):2315-2322.

Anda mungkin juga menyukai