Anda di halaman 1dari 3

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Diagnosis Dermatitis Kontak Alergika


dr. Reviana Christijani Peneliti, Pusat Penelitian di Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Bogor

ABSTRAK Tulisan ini menyajikan analisis tentang Dermatitis Kontak Alergika (DKA), kaitannya dengan berbagai jenis produk industri, seperti bahan-bahan kosmetik, perhiasan/ kalung, kondom, shampo, cream, sabun, bedak, dan sebagainya. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosis DKA, yakni: anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pembantu. Dalam melakukan anamnesis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain pekerjaan si penderita, riwayat kontak dengan bahan alergen, riwayat pengobatan. Berkaitan dengan pemeriksaan fisik, antara lain dikemukakan beberapa bagian tubuh yang potensial terkena DKA, seperti: kelopak mata, leher, genital, dan sebagainya. Berkaitan dengan pemeriksaan pembantu, dijelaskan berbagai jenis test terhadap DNA, seperti patch test (tes tempel) yang biasanya dikenal sebagai patch test tertutup. Di bagian ini juga dijelaskan hal-hal teknis mengenai teknik patch test tersebut, termasuk bagaimana cara pembacaan patch test. Di bagian akhir tulisan ini dibahas sub-topik mengenai diagnosis diferensial, yang dikategorikan atas tiga bagian, yakni: Dermatitis Seboroik, Dermatitis Atopik, dan Dermatotisosis.

PENDAHULUAN Perkembangan aneka industri yang menggunakan berbagai macam bahan kimia di Indonesia kini kian pesat. Hal ini sangat berpotensi sebagai faktor penyebab meningkatnya insiden Dermatitis Kontak di tengah masyarakat. Dermatitis Kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan-bahan dan luar tubuh yang berkontak langsung dengan kulit yang bersifat toksik, alergi maupun immunologis(1). Banyak kepustakaan yang mencoba menyajikan berbagai kriteria Dermatitis Kontak, baik yang bersifat iritan maupun alergi, tetapi seringkali masih terdapat berbagai kerancuan.Tulisan ini akan menyajikan cara mendiagnosis Dermatitis Kontak Alergi, baik mengenai etiologi, tanda dan gejala serta pemeriksaan lain yang diperlukan.

ETIOLOGI Dermatitis Kontak Alergika (DKA) adalah epidermodermatitis yang subyektif memberi keluhan pruritus dan obyektif mempunyai efloresensi polimorfik disebabkan kontak ulang dengan bahan dan luar yang sebelumnya telah tersensitisasi(2). Pengetahuan tentang penyebab umum DKA akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Bahan-bahan yang menyebabkan DKA adalah bahan kimia yang asing bagi tubuh. Bahan-bahan tersebut mempunyai berat molekul rendah (500 1000 dalton), dapat berdifusi melalui epidermis, berkaitan dengan protein jaringan, dan membentuk molekul yang beratnya lebih dari 5.000 dalton. Bahan-bahan tersebut antara lain: plastik, kosmetik, tanaman, krom, nikel, obat-obatan(3,4).

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997

37

Alergen-alergen ini biasanya tidak menyebabkan perubahan kulit yang nyata pada kontak pertama, akan tetapi menyebabkan perubahan-perubahan yang spesifik setelah lima sampai tujuh hari atau lebih. Kontak yang lebih lama pada bagian tubuh yang sama atau pada bagian tubuh lainnya dengan alergen akan menyebabkan dermatitis(5). TANDA DAN GEJALA Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang umumnya konstan dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya ditandai dengan adanya lesi eksematosa berupa eritema, udem, vesikula dan terbentuknya papulovesikula; gambaran ini menunjukkan aktivitas tingkat selular. Vesikel-vesikel timbul karena terjadinya spongiosis dan jika pecah akan mengeluarkan cairan yang mengakibatkan lesi menjadi basah. Mula-mula lesi hanya terbatas pada tempat kontak dengan alergen, sehingga corak dan distribusinya sering dapat meiiunjukkan kausanya, misalnya: mereka yang terkena kulit kepalanya dapat curiga dengan shampo atau cat rambut yang dipakainya. Mereka yang terkena wajahnya dapat curiga dengan cream, sabun, bedak dan berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada kasus yang hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh(1). Ciri khas DKA adalah radang yang secara perlahan meluas, batas peradangan tidak jelas (difus), rasa sakit dan panas tidak sehebat pada DKI (Dermatitis Kontak Iritan). Perjalanan DKA dapat akut, sub-akut, ataupun kronis(1). DKA akut ditandai dengan erupsi eksematosa dengan eritem, udem, papula, vesikula dan biasanya bula, serta patch berbatas tegas, single, ataupun multiple dengan berbagai bentuk dan ukuran, akan tetapi umumnya diskoid. Erupsi umumnya dapat saling berpengaruh, sehingga daerah yang terkena dapat meluas. Intensitas dermatitis dapat memberat pada hari ke empat sampai hari ke tujuh, jika tidak diberi pengobatan dan sudah tidak ada kontak dengan alergen. Penyembuhan biasanya terjadi pada satu sampai dua minggu hingga satu bulan(1,4). Dermatitis sub-akut ditandai dengan eritem, udem yang minimal, vesikula dan krusta(1). Dermatitis kronik tampak sebagai patch kering yang mengalami likhenifikasi dan berskuama serta fisura. Fase knonik sangat sulit dibedakan dengan DKI, baik secara klinis maupun histopatologis, karena pada keduanya sama-sama ditemukan eritema, penebalan, deskuamasi, fisura dan gatal(1). DIAGNOSIS Anamnesis Anamnesis berperan sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, karena sangat menentukan terapi maupun follow-up-nya, yaitu untuk sedapat mungkin mencegah kekambuhan. Pada anamnesis perlu ditanyakan pekerjaan, hobi, riwayat kontak dengan kontaktan atau objek personal, misalnya tentang pemakaian kosmetik, pakaian baru, pemakaian jam tangan atau perhiasan. Selain itu, perlu ditanyakan juga perihal riwayat atopi serta pengobatan yang pernah diberikan, baik oleh dokter maupun yang dilakukan sendiri(2).

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ritema, udema, papula dan vesikulayang jika pecah akan membentuk dermatitis yang basah. Lokasi lesi biasanya pada tempat kontak, tidak berbatas tegas, dan pada penderita yang sensitif dapat meluas. Dalam membantu penegakan diagnosis dikenal istilah regional diagnosis. Bagian-bagian tubuh tertentu sangat mudah tersensitisasi dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya, misalnya: kelopak mata, leher dan genital, sedangkan pada bagian tubuh yang kulitnya tebal agak sulit terjadi DKA, seperti telapak tangan, telapak kaki dan kulit kepala. Bila terjadi kontak pada daerah itu, maka daerah yang berbatasan yang kulitnya tipislah yang mengalami dermatitis(2). Kelopak mata sangat mudah bereaksi terhadap pemakaian kosmetik (maskara), obat (tetes mata), air borne alergen (hair spray, debu, serbuk sari) atau terhadap alergen yang terbawa oleh jari tangan (cat kuku). Untuk leher, penyebab umum DKA adalah kosmetik, parfum, perhiasan (kalung) yang mengandung nikel yang menyebabkan coin shape dermatitis. Dermatitis dan air borne alergen dan photo sensitizer akan berbatas tegas atau menggambarkan segi tiga di fossa supra sternal. Untuk daerah genital, baik pada laki-laki maupun perempuan akan bereaksi terhadap alergen dengan tanda utama udem dan gatal. Sensitizing-agent dapat dibawa ke genital ofeh tangan. Benda-benda dari karet, seperti kondom, pesarium, pakaian serta obat-obat topikal merupakan causative agent yang sering ditemukan. Bagian-bagian tubuh lain yang juga sering merupakan tempat terjadinya dermatitis, walaupun kurang sensitif (reaktif), adalah, pertama, lengan dan tangan; hampir 2/3 kasus dermatitis melibatkan tangan. Pada kasus dermatitis karena pekerjaan erupsi pertama muncul di tangan, kemudian menyebar ke lengan bawah. Cairan biasanya berefek di interdigital space; house wives contact dermatitis biasanya muncul di bawah cincin kawin. Pada pekerja yang menggunakan karet pelindung, dermatitis biasanya muncul pada sisi atas karet pelindung. Ke dua, muka; daerah yang paling sering terkena setelah lengan dan tangan. Biasanya dipengaruhi oleh pemakaian kosmetik atau obat. Juga oleh respon terhadap suatu kontak dan daerah sekitarnya, terutama dan kelopak mata. Ke tiga, bibir dan daerah perioral; biasanya disebabkan oleh lipstick dan bermanifestasi bibir kering dan pecah. Ke empat, paha dan tungkai bawah; clothing dermatitis dapat mempengaruhi bagian dalam dan bagian belakang paha, biasanya dimulai dan tepi bawah rok dan nyata pada fossa poplitea. Ke lima kaki; kaus kaki merupakan penyebab paling banyak dermatitis pada kaki. Pemeriksaan Pembantu Pemeriksaan pembantu yang dilakukan adalah pemeriksaan patch test (uji tempel) dan test DMG (dimetilglioksim). Patch test bertujuan untuk mencani tahu dan membuktikan penyebab DKA. Untuk itu perlu adanya hubungan antara riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan. Ada tiga jenis patch test yang dilaksana-

38

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997

kan, yaitu patch test tertutup, patch test terbuka, dan photo patch test. Biasanya, yang dimaksud dengan patch test adalah patch test tertutup(1). Indikasi test ini adalah DKA yang penyebabnya belum jelas atau masih dicurigai. Kontra indikasi test ini adalah dermatitis yang masih aktif(1). Teknik patch test yang dilakukan adalah bahan yang ditest ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup selama dua hari. Setelah dua hari, penutup dilepas dan dibiarkan selama 15 sampai 25 menit, lalu dibaca kelainan-kelainan yang ada. Pada tempat itu mungkin terjadi eritema, udema, papula, vesikula, dan kadang-kadang bisa terjadi bula dan nekrosis(1). Pembacaan patch test menurut Fisher adalah: 0 : tidak ada reaksi + : eritema ++ : eritema dan papula +++ : eritema, papula dan vesikula ++++ : udema yang jelas dan vesikula. Test DMG (percobaan bercorak dimetilglioksim) ditemukan oleh Fleigl. Cara test ini adalah: beberapa tetes dan 1% larutan alkohol dan DMG ditambah dengan beberapa tetes larutan amonia. Larutan ini diteteskan pada logam dan kulit akan menghasilkan warna strawberry red dan garam yang tidak larut jika ada logam nikel. Test ini berguna khusus untuk mengetahui apakah penyebab dermatitis itu logam yang mengandung nikel(1). DIAGNOSIS DIFERENSIAL Dermatitis Seboroik Dermatitis seboroik lokasinya di tempat seboroik, yaitu kulit kepala berambut, alis mata, lipatan nasolabial, retroaurikularis, interskapuler dan di atas sternum; selain itu, ketiak, di bawah mamae, umbilikus, dan daerah anogenital. Kelainan yang khas yaitu eritema dengan skuama kekuningkuningan dan berminyak, sedangkan kelainan yang terjadi pada DKA adalah polimorfi dan bila akut lesi membasah(6).

Dermatitis Atopik Kelainan kulit mirip dengan kelainan eritema, tetapi berbeda predileksi, dan riwayat anamnesis atopiknya(6). Dermatofitosis Dermatofitosis adalah suatu penyakit jamur dengan kelainan kulit yang terdiri dari eritem, papel dan skuama. Kelainan di pinggir lebih aktif dan pada di tengah, dan pada pemeriksaan sediaan langsung dijumpai elemen dan jamur(6). KESIMPULAN DKA adalah epidermodermatitis yang menimbulkan gejala umum adanya rasa gatal dan lesi yang eksematosa. Tempat timbulnya lesi biasanya merupakan tempat kontak dengan alergen, sehingga corak dan distribusinya seringkali dapat menunjukkan kausanya. Dalam melakukan diagnosis DKA, jika anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan secara teliti belum dapat menemukan penyebab penyakit, maka patch test akan sangat membantu. Namun patch test yang positif tidaklah mutlak dapat menentukan bahwa timbulnya dermatitis adalah produksi dari bahan test. Test yang positif hanya memperkuat gambaran klinis.

KEPUSTAKAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. Sukanto H. Test Tempel. Kumpulan Makalah Lokakarya Dermatitis Kon tak. Yogyakarta, 1994. Soekandar M, Hardyanta. Dermatitis Kontak Alergika. Simposium Penyakit Kulit Alergi. Yogyakarta, 1981. Baer RL. The Mechanism of Allergic Contact Hypersensitivity. In: Fisher AA(ed.),ContactDermatitis,3rded.Philadelphia: Lea&Febiger, 1986:24. Anonim. Contact Dermatitis. Schering Corp. USA. 1985. Andrew GC, Anthony N. Disease of Skin. 5th ed. Philadephia: WB Saunders Co., 1964. Cholis M. Dermatitis pada Pekerja Karoseri. Penyakit Kulit dan Kelamin di Indonesia Akhir Abad 20, Kumpulan Makalah Lokakarya Dermatitis Kon tak. Yogyakarta, 1994.

English Summary
Sambungan hal 4

use 1.2 out of the last 5 sexual contacts; most of the reason for not using condoms were forgetfulness 35.3% and partner does not like condom 38.2%. Most of Waria know about condom (94.5%), but it is difficult to access condom from small shop around

them. To prevent further spread of HIV/AIDS in Waria, condom should be used constantly and properly. It has been shown from another study, that more information, better availability and better promotion of condom can increase condom use. Thus,

attention should be placed on various ways in distributing condoms for Waria in Jakarta, especiallycommunity-based distribution by peer leaders, social marketing and commercial sales.
Cermin Dunia Kedokt. 1997; 117: 22-4 II, Jm, Ml, Ap, Rr, Sm, Rg

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997

39

Anda mungkin juga menyukai