Anda di halaman 1dari 5

Tahap I: Identifikasi istilah

1. Skuama
2. uji patch test
klarifikasi istilah
1. Skuama: massa yang mengelupas akibat akumulasi stratum korneum dan merupakan
jenis lesi sekunder berupa lapisan tanduk yang sudah mati
2. Uji patch test: uji tempel yang digunakan untuk mengetahui penyebab alergi
Tahap II: Identifikasi masalah
1. Apakah ada hubungan antara ruam tersebut dengan jam tangan baru?
2. Apa diagnosis terhadap lidia?
3. Apakah ruam tersebut dapat hilang?
Tahap III: Analisa masalah
1. Kemungkinan ada, kondisi tsb disebabkan banyak faktor seperti faktor alergi,
paparan zat yang bersifat mengiritasi, kelembaban kulit, maupun kebersihan kulit
yang kurang baik.
pada saat memakai jam tangan baru bisa jadi lidia alergi dengan bahan jam tangan
atau iritasi karena memakai jam tangan yang terlalu ketat.
2. Berdasarkan anamnesis, kondisi ini dikatakan diawali timbulnya ruam di pergelangan
tangan, untuk menegakkan diagnosis yaitu dengan pemeriksaan fisik dan uji patch
test. Kemungkinan diagnosis lidia yaitu dermatitis kontak alergi.
3. Karena dicurigai Dermatitis kontak alergi, maka ruam tersebut dapat hilang. Namun
juga tergantung oleh keparahan dan ketepatan penatalaksana yang diberikan.

Tahap IV: Strukturisasi

Tahap V: Learning objective


1. Diagnosis dermatitis kontak alergi
2. Etiologi dermatitis kontak alergi
3. Patofisiologi dermatitis kontak alergi
4. Gejala klinis dermatitis kontak alergi
5. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dermatitis kontak alergi
6. Diagnosis dan diagnosis banding dermatitis kontak alergi
7. Tatalaksana dermatitis kontak alergi
8. Komplikasi dermatitis kontak alergi
Tahap VI: Hasil belajar mandiri
Definisi Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah inflamasi pada kulit akibat reaksi hipersensitivitas tipe
lambat, ditandai dengan eritema dan pruritus yang timbul setelah kontak dengan substansi
asing.
Etiologi Dermatitis kontak alergi
Penyebab DKA adalah bahan kimia eksogen yang dapat memicu reaksi hipersensitivitas tipe
IV. Dalam hitungan menit bahan kimia tersebut dapat memicu reaksi alergi tersebut. Untuk
meningkatkan reaksi kekebalan terhadap suatu alergen, individu harus rentan dan memiliki
kepekaan yang cukup terhadap bahan kimia yang sering menjadi alergen.
Patofisiologi Dermatitis kontak alergi
Patofisiologi DKA mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune
respons) atau reaksi imunologik tipe IV, atau reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini
terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah
mengalami sensitisasi dapat mengalami DKA.
Gejala Klinis Dermatitis kontak alergi
Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada akut dimulai dengan bercak
eritem berbatas tegas, kemudian diikuti edem, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau
bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis akan terlihat
kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura, batasnya tidak jelas.
Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak kronis; mungkin penyebabnya juga
campuran.
Pemeriksaan Fisik Dermatitis kontak alergi
Pemeriksaan Fisik Penampilan klinis DKA dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan durasi.
Pada kebanyakan kasus, erupsi akut ditandai dengan macula dan papula eritema, vesikel,
atau bula, tergantung pada intensitas dari respon alergi. Namun, dalam DKA akut di daerah
tertentu dari tubuh, seperti kelopak mata, penis, dan skrotum, eritema dan edema biasanya
mendominasi dibandingkan vesikel. Batas-batas dermatitis umumnya tidak tegas.
Pemeriksaan Penunjang Dermatitis kontak alergi
Pemeriksaan Penunjang Uji Tempel atau Patch Test (In Vivo), Uji tempel digunakan untuk
mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen
dapat ditentukan dan tindakan korektif dapat diambil. Uji tempel merupakan pemeriksaan
untuk konfirmasi dan diagnostik tetapi hanya dalam kerangka anamnesis dan pemeriksaan
fisik, uji tempel ini jarang membantu jika tanpa anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
1. Dermatitis yang terjadi harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan
akut atau berat dapat terjadi reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit
yang sedang dialami makin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid
sistemik dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian
kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-kurangnya satu minggu
sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari (sun burn) yang terjadi 1-2
minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberi hasil negative palsu. Sedangkan
antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria
kontak.
3. Uji tempel dibuka setelah 48 jam (dua hari penempelan), kemudian dibaca;
pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7.
4. Pasien dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar/
terlepas (tidak menempel dengan baik), karena dapat memberikan hasil negatif
palsu. Pasien juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam waktu 48 jam, dan
menjaga agar punggung selalu kering sampai pembacaan terakhir selesai.

Setelah 48 jam, uj tempel di lepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah
dilepas, agar efek tekanan menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut:
+1 = reaksi lemah (non-vesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
+2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
+3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)
± = meragukan: hanya makula eritematosa
IR = iritasi: seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
= reaksi negatif (-)
NT= tidak dites (NT=not tested)
Bila ditemukan respons positif terhadap suatu alergen, perlu ditentukan relevansinya
dengan keadaan klinik, riwayat penyakit, dan sumber antigen di lingkungan pasien. Mungkin
respons positif tersebut berhubungan dengar penyakit yang sekarang atau penyakit masa
lalu yang pernah dialami.
Diagnosis Dermatitis kontak alergi
Diagnosis diawali dengan anamnesis, yang harus teliti. Dimana, pada saat anamnesis yang
paling perlu ditanyakan yaitu kontaktan yang dicurigai. Misalnya, adanya keluhan
munculnya ruam pada bagian pergelangan tangan, dapat ditanyakan apakah ada memakai
jam tangan atau gelang yg berbahan nikel (logam).
Dari anamnesis juga perlu ditanyakan riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan , obat sistemik , kosmetika , berbagai bahan yang diketahui menimbulkan alergi,
penyakit kulit yang pernah dialami, baik dari keluarganya.
Diagnosis Banding Dermatitis kontak alergi
Gambaran klinis dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis
seboroik, atau psoriasis . Diagnosis banding yang terutama ialah OKI. Pada keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis
tersebut merupakan dermatitis kontak alergik.
Tatalaksana Dermatitis kontak alergi
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan
pajanan ulang dengan alergen penyebab . Umumnya kelainan kulit akan mereda dalam
beberapa hari.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada DKA
akut yang ditandai dengan eritema , edema, vesikel atau bula, serta eksudatif (madidans),
misalnya pemberian prednison 30 mg/hari. Untuk topikal cukup dikompres dengan larutan
garam faal atau larutan asam salisilat 1:1000, atau pemberian kortikosteroid atau
makrolaktam (pimecrolimus atau tacrolimus) secara topikal.
Komplikasi Dermatitis kontak alergi
Komplikasi Dermatitis kontak alergi dimulai sebagai reaksi lokal terhadap alergen yang
bersentuhan dengan kulit, tetapi reaksi yang parah dapat menggeneralisasi akibat
autoeczematization dan dapat menyebabkan eritroderma. Komplikasi dapat berupa
timbulnya area hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Terkadang dapat pula terjadi infeksi
sekunder yang dapat teratasi dengan baik apabila diberikan antibiotik yang sesuai. Adanya
reaksi inflamasi berlanjut, apabila alergen tertelan dapat terjadi diffus (penyebaran).

Anda mungkin juga menyukai