TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apendiks
2.1.1 Anatomi
organ ini kira-kira 10 cm (kisaran 3-15cm) dan organ ini berpangkal di sekum.
Namun pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada bagian pangkal dan
yaitu dibelakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon
persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. maka dari itu, apabila pasien
umbilikus. Untuk peredaran darah apendiks berasal dari arteri apendikularis yang
2.1.2 Fisiologi
10
11
apendiks dilakukan, sistem imun tubuh tidak terpengaruh, hal ini dikarenakan
jumlah jaringan limfe di organ ini kecil sekali jika dibandingkan dengan
2.2 Apendisitis
2.2.1 Pengertian
organ tersebut (Price & Wilson, 2006). Apendisitis juga penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan penyebab
paling umum untuk badah abdomen darurat (Smeltzer & Bare 2002). Apendisitis
juga merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi. Walaupun dapat
terjadi di setiap usia, namun insiden yang paling sering terjadi adalah pada usia
2.2.2 Etiologi
2. Fekalit
3. Benda Asing
5. Keganasan (Neoplasma)
12
2.2.3 Patofisiologi
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut
menyebabkan nyeri perut kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif
akut. Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
apendiks yang rapuh tersebut pecah maka akan terjadi apendisitis perforasi.
2.2.4 Klasifikasi
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah
nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
2. Apendisitis kronik.
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan adanya sel
3. Apendisitis Perforata
perforasi apendiks. Insiden yang sering terjadinya perforasi ini adalah pada anak
kecil dan lansia. Faktor yang mempengaruhi seringnya terjadi pada lansia
Sedangkan pada anak disebabkan karena dinding apendiks yang masih tipis,
4. Apendisitis Rekurens
Kasus ini baru dapat dipikirkan jika ada riwayat nyeri pada perut kanan
terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. Risiko
untuk terjadinya serangan secara berulang lagi sekitar 50%. Insiden apendisitis
rekurens adalah 10% dari spesimen apendiktomi yang diperiksa secara patologik.
Gejala awal yang biasanya terjadi pada pasien yang menderita apendisitis
berupa nyeri yang dirasakan pada daerah umbilikus atau periumbilikus. Dalam 2-
12 jam nyeri dapat berpindah ke kuadran kanan bawah, menetap dan diperberat
bila berjalan dan batuk. Selain itu apendisitis juga dapat menimbulkan keluhan
seperti anoreksia, malaise dan demam yang tidak terlalu tinggi (Mansjoer, 2000).
Hal yang paling khas pada apendisitis adalah berupa nyeri tekan pada
daerah McBurney. Kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas.
Apabila sudah terjadi rupture apendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri tekan
dan spasme. Penyakit ini sering disertai hilangnya nyeri secara dramatis untuk
2.2.6 Komplikasi
a) Perforasi
perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang
b) Peritonitis
asal perforasi. Tindakan lain yang menunjang dengan tirah baring, pemasangan
NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian antibiotik berspektrum luas.
c) Abses Apendiks
2.2.7 Penatalaksanaan
tepat adalah pengangkatan apendiks melalui proses pembedahan (Smeltzer & Bare
pemulangan dari pasien yang menderita apendisitis ini tergantung pada seberapa
16
yang lakukan yaitu bedah terbuka atau laparoskopi (Price & Wilson, 2006).
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
diminta untuk melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidah boleh
secara periodik. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari
3) Antibiotik
b. Operasi apendiktomi
sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
Untuk nutrisi pasien dapat diberikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5
jam, lalu dinaikan menjadi 30ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring
dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari berikutnya pasien
dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua
pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Dan pada hari ketujuh jahitan dapat
2.3 Apendiktomi
Apendiktomi dapat di lakukan dengan anestesi umum atau pun dengan anestesi
spinal dan dilakukan insisi pada abdomen bawah. Selain itu, dapat juga dilakukan
dengan metode baru yang sangat efektif yaitu dengan laparoskopi (Smeltzer &
Bare 2002).
rasa sakit ketika pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
a. Anestesi Umum
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali. Trias anestesi
yang ideal memiliki komponen seperti hipnotik, analgesi dan relaksasi otot. Cara
pada kasus tertentu dapat digunakan ketamine, diazepam, dll. Untuk tindakan
yang lama anestesi dengan cara ini dapat di kombinasikan dengan cara lain.
Menurut (Majid, 2011). Ada beberapa jenis obat yang digunakan untuk
a) Propofol (2,6-diisopropylphenol)
Propofol bekerja pada sistem saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular dapat
menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat
turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi, sedangkan pada sisitem
pernafasan dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal dan beberapa
kasus dapat menyebabkan henti nafas. Efek samping yang dapat ditimbulkan
b) Tiopental
Pada sistem saraf pusat, jenis obat ini dapat menyebabkan hilang
dapat menurunkan cardiac output, tekanan daran dan juga dapat meningkatkan
obat dalam plasma. Untuk efek samping sendiri yang dapat ditimbulkan seperti
alergi.
19
c) Ketamin
Efek yang ditimbulkan pada susunan saraf pusat yaitu pasien akan
mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata
berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu dijumpai gerakan
yang tidak disadari, seperti mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Efek pada
sistem kardiovaskuler berupa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Dan pada
ditimbulkan berupa peningkatan sekresi air liur, agitasi, perasaan lelah, halusinasi
d) Opioid
kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah. Pada sistem
pernafasan dapat menyebabkan penekanan pada saraf pusat nafas, ditandai dengan
2. Perektal. Cara ini dilakukan untuk induksi atau tindakan singkat pada
anak.
3. Anestesi Inhalasi. Cara ini dilakukan dengan cara menggunakan gas atau
cairna anestesi yag mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui
gas O2 dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dengan tekanan parsialnya
(Mansjoer, 2000).
20
b. Anestesi Spinal
disebut juga sebagai analgesia atau blok spinal intradural atau blok intratekal
(Mansjoer, 2000).
atas, bedah abdomen atas dan tindakan disekitar rectum-perineum (Latief, 2007).
Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dapat dilakukan, namun sebelumnya
Teknik ini paling sering dikerjakan dikarenakan tidak terjadi benjolan dan tidak
mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat tubuh dan masa
penyembuhan lebih cepat. Namun insisi McBurney juga memiliki kerugian yaitu
lapangan operasi terbatas, sulit diperluas dan waktu yang dibutuhkan untuk
operasi lebih lama. Namun operasi dapat diperluas dengan memotong otot secara
tajam.
Untuk pelaksanaanya, dilakukan sayatan pada garis yang tegak lurus pada
umbilikus pada batas sepertiga lateral (titik McBurney). Sayatan ini mengenai
21
kutis, subkutis dan fasia. Otot-otot dinding abdomen disayat secara tumpul
2. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision). Sayatan ini dilakukan pada
lokasi dan arah yang sama dengan insisi McBurney hanya saja insisi menurut
Roux ini dilakukan sayatan yang langsung menembus dinding abdomen tanpa
sederhana dan mudah. Dan kerugiannya adalah lebih banyak memotong saraf dan
pembuluh darah, sehingga perdarahan pada teknik ini lebih banyak, masa
pemulihan pasca bedah lebih lama, nyeri pasca operasi lebih sering terjadi dan
3. Insisi pararektal. Sayatan ini dilakukan pada garis lateral muskulus rektus
keuntungannya, dapat dipakai pada insiden apendiks yang belum pasti dan sayatan
dapat dengan mudah diperpanjang. Namun untuk kerugiannya, sayatan ini tidak
secara tepat langsung mengarah ke apendiks atau sekum, dapat memotong saraf
dan pembuluh darah yang besar dan untuk menutup luka dibutuhkan jahitan
penunjang.
sistem pencernaan. Terdapat empat faktor yang berperan dalam pengaturan fungsi
dari sistem pencernaan yaitu: fungsi otonom otot polos, pleksus saraf intrinsik,
lambat. Aktivitas ini cenderung memiliki dua tipe dasar gelombang listrik, yang
pertama gelombang lambat dan yang kedua gelombang paku. Dimana aktivitas
listrik spontan yang menonjol pada otot polos pencernaan adalah potensial
gelombang lambat yang disebut juga irama listrik dasar (Basic Electrical Rhytm,
Terdapat dua jaringan saraf yang membentuk pleksus di saluran pencernaan yaitu
pleksus mienterikus yang terletak diantara lapisan otot polos longitudinal dan
sirkuler dan pleksus sub mukosa (Meissner) yang terletak di submukosa. Pleksus-
persarafan sel-sel otot polos serta sel-sel eksokrin dan endokrin saluran
pencernaan. Bila pleksus ini dirangsang, efeknya yang utama adalah terjadi
3) Saraf Ekstrinsik
Saraf ini berasal dari luar saluran pencernaan dan mempersarafi berbagai
organ pencernaan yaitu serat-serat saraf dari kedua cabang sistem saraf otonom.
tingkat sekresi hormon saluran pencernaan, atau pada beberapa keadaan melalui
efek langsung pada otot polos dan kelenjar. Saraf simpatis pada saluran cerna
pencernaan melalui saraf vagus, cenderung meningkatkan motilitas otot polos dan
4) Hormon pencernaan
terhadap perubahan lokal spesifik di isi lumen, yang bekerja secara langsung pada
sel-sel kelenjar endokrin atau tidak langsung melalui pleksus intrinsik atau saraf
splanknik meliputi aliran darah yang melalui usus sendiri ditambah aliran darah
usus dengan cara mengauskultasi pada empat kuadran pada abdomen. Pada pasien
24
post operasi motilitas usus akan mengalami penurunan sampai hilangnya motilitas
pada usus. Hal ini disebabkan karena adanya manipulasi pada saluran
gastrointestinal atau juga pasien diberikan anestesi. bising usus akan hilang atau
pun berkurang dalam beberapa hari setelah operasi (Potter & Perry, 2006).
nervus vagus, dimana asetilkolin yang dilepaskan tersebut diterima oleh reseptor
pleksus mienterikus ini adalah mengatur aktivitas motorik disepanjang usus dan
neurogenik, inflamasi dan respon hormonal terhadap stress. Refleks saraf dari
konduksi saraf pada saraf splanik (Saraf thorakal 5-12 yang mempersarafi
25
penurunan angka ileus dalam penggunaan epidural kateter dalam anestesi (Leier,
motilitas usus. Pada studi ditemukan pembedahan pada abdomen akan memicu
inflamasi ini yang menyebabkan terjadinya peradangan pada otot polos usus dan
nitrat secara teori sebagai unsur utama yang menyebabkan ileus pasca operasi.
Interaksi dari mekanisme saraf dan hormonal ini tidak dimengerti secara jelas
Efek puasa yang lama pada pasien, manipulasi abdomen pada saat
pembedahan dan nyeri bedah dapat mengurangi motilitas usus pada pasien pasca
operasi.
Efek ini diteliti pada kuda yang mendapatkan anestesi hasil yang
penurunan aktivitas motorik phasik dan tonik dari usus. Penundaan pengosongan
26
lentur panggul, penurunan motilitas dari usus kecil, sekum dan kolon ventral kiri
c. Efek opioid
d. Efek lidocaine
hipomotilitas usus pasca bedah pada orang. Temuan ini menyebabkan klasifikasi
lidocaine sebagai prokinetik, sebuah klaim yang telah terbukti tidak benar. Dalam
intraoperatif dosis 0,025 mg / kg / menit dan infus pasca operasi dari 0,05 mg / kg
(Potter & Perry, 2006). Sesuai dengan teori yang disebutkan pembedahan pada
abdomen akan menurunkan motilitas usus yang didapat melalui faktor neurologis,
inflamasi dan respon hormon terhadap stress (Leier, 2007). Sedangkan untuk
(Stefanus, 2013).
parasimpatis yang diaktifkan melalui stimulasi serat somatic dan visceral selama
pergerakan dari motilitas usus. Yang kedua, dari faktor inflamasi disini akan
otot polos usus dan menyebabkan penurunan motilitas usus. Dan yang terakhir
dari faktor hormon, untuk faktor ini belum diketahui secara pasti namun
peptide, prostaniods subtansi P, vasoaktif intestinal peptid dan asam nitrat secara
teori sebagai unsur utama yang menyebabkan ileus pasca operasi (Leier, 2007).
28
Agens anestesi juga dapat menurunkan motilitas usus, hal ini disebabkan
(Lubawski, 2008).
2.5.1 Pengertian
dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian
2.5.2 Tujuan
ke bagian tubuh yang mengalami cedera. Suhu kompres hangat yang tepat
diberikan pada bagian tubuh adalah 43o – 46oC, suhu itu diberikan karena untuk
mencegah terjadinya luka bakar yang tidak disengaja (Potter & Perry 2006).
tubuh serta merangsang peningkatan sel darah putih adalah pada suhu sekitar 37o
– 40oC. Menurut Masanori (2003) suhu yang efektif adalah pada suhu 42oC
selama 20 menit, dimana kompres hangat tersebut akan memberikan efek berupa
serta tingkat amarah pada pasien. Apabila panas digunakan selama 1 jam atau
lebih maka aliran darah akan menurun akibat refleks vasokonstriksi karena tubuh
Panas yang mengenai jaringan secara terus menerus akan merusak sel-sel epitel,
mengalami cedera.
nutrisi
Adapun contoh kondisi yang dapat diobati dari pemberian panas adalah
pada bagian tubuh yang mengalami inflamasi atau edema, luka operasi yang baru,
luka terinfeksi, artritis, penyakit sendi degeneratif, nyeri sendi lokal, ketegangan
otot, nyeri punggung bawah, kram akibat menstruasi, hemoroid, inflamasi perianal
Terapi panas dapat diberikan dalam bentuk kering ataupun lembab. Jenis
luka atau cedera, lokasi bagian tubuh, adanya drainase atau inflamasi merupakan
lembab.
A. Terapi Kering
kering tidak menyebabkan maserasi kulit, panas kering dapat menahan suhu lebih
melalui keringat, terapi kering tidak dapat masuk jauh ke dalam jaringan, panas
B. Terapi Lembab
melunakkan eksudat luka, kompres lembab sangat sesuai dengan area yang akan
diberikan terapi, panas lembab dapat masuk jauh ke dalam lapisan jaringan, panas
lembab yang hangat tidak meningkatkan keringat dan kehilangan cairan yang
kulit, panas lembab lebih cepat dingin karena adanya evaporasi, panas lembab
menyebabkan risiko luka bakar kulit yang lebih besar karena lembab
Apendiktomi
yang cedera. Apabila panas digunakan selama 1 jam atau lebih maka aliran darah
kehilangan panas dari area tersebut. Pengangkatan dan pemberian kembali panas
32
lokal secara periodik akan mengembalikan efek vasodilatasi (Potter dan Perry,
2005).
impuls hangat yang diterima reseptor suhu di bawah kulit abdomen dihantarkan ke
sistem saraf pusat oleh serabut saraf tipe C. Hipotalamus mengatur kerja sistem
reseptor muskarinik pada pleksus mienterikus intestinal, sehingga pleksus ini akan
terangsang. Salah satu efek dari rangsangan pleksus mienterikus yaitu terjadi
Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla
dikeluarkan sel-sel kelenjar endokrin seperti gastrin dan motilin dalam darah
33
disepanjang dinding usus dan otot polos, maka akan terjadi motilitas usus.
dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Sasmito (2011) yang berjudul
Pulih RSUD Sidoarjo yang menyebutkan bahwa dari 9 responden yang diberikan
kompres hangat dengan suhu 37oC – 40oC selama 30 menit didapatkan hasil
and Blood Pressure in Humans menyatakan efek kompres hangat yang diberikan
pada suhu 42oC selama 20 menit menurut Masanori (2003), dapat meningkatkan
darah.