BAGIAN RADIOLOGI
RS MARI RAHAYU
KUDUS
Periode 12 Juni 2017 24 Juni 2017
BAB I
Pendahuluan
Perambatan gelombang ultrasonik dalam medium disebabkan oleh getaran bolak-balik
partikel melewati titik keseimbangan searah dengan arah rambat gelombangnya. Maka,
gelombang bunyi lebih dikenal dengan gelombang longitudinal. Gelombang ultrasonik
merupakan gelombang suara dengan frekuensi di atas 20 kHz. Frekuensi ultrasonik yang
2,3
digunakan untuk diagnosis berkisar 1 sampai 10 MHz. Jika gelombang ultrasonik
merambat dalam suatu medium, maka partikel medium mengalami perpindahan energy.1
Besarnya energi gelombang ultrasonik yang dimiliki partikel medium adalah jumlah energi
potensial (Joule) dan energi kinetik (Joule). Interaksi gelombang ultrasonik dengan jaringan
mempengaruhi sinyal yang diterima oleh receiver. Ini disebabkan oleh gelombang ultrasonik
mempunyai sifat memantul, diteruskan dan diserap oleh suatu medium. Ketika medium yang
berdekatan memiliki impedansi akustik yang hampir sama, hanya sedikit energi yang
direfleksikan. Impedansi akustik memiliki peran menetapkan transmisi dan refleksi
gelombang di batas antara medium yang memiliki impedansi akustik yang berbeda. Peristiwa
hamburan yang terjadi ketika gelombang ultrasonik berinteraksi dengan batas antara dua
medium.
Jika batas dua medium relatif rata, maka pulsa ultrasonik dapat disebut dengan specular
reflection (seperti pemantulan pada cermin) dimana semua pulsa ultrasonik akan dipantulkan
ke arah yang sama. Permukaan yang tidak rata menyebabkan gelombang echo dihamburkan
ke segala arah. adanya peristiwa penghamburan (scattering) dan penyerapan (absorption)
menyebabkan gelombang suara yang merambat melawati suatu medium mengalami adanya
suatu pelemahan intensitas (Atenuasi).3 Ketika gelombang ultrasonik melalui dua medium
yang berbeda dengan sudut tertentu maka gelombang ultrasonik mengalami refraksi atau
perubahan arah gelombang ultrasonik yang ditransmisikan pada batas antara medium yang
berbeda disaat berkas gelombang tidak datang tegak lurus terhadap batas jaringan. 2,3
Ultrasonografi dalam bidang kesehatan bertujuan untuk pemeriksaan organ-organ
tubuh yang dapat diketahui bentuk, ukuran anatomis, gerakan, serta hubungannya dengan
jaringan lain disekitarnya. Sifat dasar ultrasound :
1. Sangat lambat bila melalui media yang bersifat gas, dan sangat cepat bila melalui
media padat.
2. Semakin padat suatu media maka semakin cepat kecepatan suaranya.
3. Apabila melalui suatu media maka akan terjadi atenuasi.
BAB II
1. Keadaan Janin
Yang harus diperhatikan dalam memeriksa keadaan janin adalah:
- Janin hidup / mati , dengan cara kita mencari pulsasi jantung janin
- Jumlah Janin , kita perhatikan apakah tunggal/multipel , jika lebih dari satu janin,
harus ditentukan khorionitas dan amnionitas
- Kelainan kongenital Mayor :lebih jelas dapat di lihat pemeriksaan USG trimester I
- Presentasi dan letak janin , jika usia gestasi sudah memasuki trimester III, harus
diperhatikan letak janin, apakah memanjang / melintang, oblique , dan presentasi /
bagian terbawahnya, apakah presentasi kepala , atau presentasi bokong.
2. Usia gestasi
Menentukan usia gestasi pada usia gestasi trimester II dan III berbeda dengan
trimester I, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
Diameter biparietal (Biparietal Diameter / BPD)
Diameter Oksipito Frontalis (Occipito Frontal Diameter / OFD)
Lingkar Kepala (Head Circumference / HC)
Panjang Humerus (Humerus Length / HL)
Lingkar perut (Abdominal Circumference / AC)
Panjang Femur (Femur Length / FL)
Banyak sekali cara menentukan usia gestasi pada trimester II dan III, namun yang
essensial / wajib dalam pemeriksaan adalah:
a. Diameter Biparietal (Biparietal Diameter/ BPD)
Sebelum mengukur diameter biparietal , kita harus mendapatkan gambaran
potongan melintang kepala, adapun syarat2nya adalah:
- Gambaran seperti bola rugby
- Echo garis tengah terletak simetris dari anterior ke posterior kepala dan berjalan
sepanjang kepala
- Kavum septum pelusidum membelah echo garis tengah pada sepertiga anterior
kepala
- Diameter biparietal diukur dari parietal yg satu ke parietal yg lain, dari outer-
inner, atau outer-outer
b. Lingkar Kepala (head circumference/ HC)
Dalam mengukur lingkar kepala, cara menampilkan kepala sama dengan cara
menampilkan kepala untuk mengukur BPD. Lingkar kepala diukur pada sisi luar
tulang kepala (outer-outer)
c. Diameter Antero-Posterior (antero-posterior diameter)
Dalam mengukur diameter antero-posterior, cara menampilkan kepala sama
dengan cara menampilkan kepala untuk mengukur BPD. Diameter antero-
posterior diukur dengan cara mengukur jarak dari os occipital ke os frontal, diukur
outer-outer.
d. Mengukur lingkar perut (Abdominal Circumference / AC)
Sebelum mengukur lingkar perut, kita harus bisa dulu menampilkan potongan
melintang perut yang benar, caranya adalah:
Ambil potongan longitudinal tubuh janin sehingga tampak gambaran vertebra,
dan jantung , setelah tampak jantung, putar transducer 90 derajat hingga tampak
gambaran transversal jantung, lalu gerakkan transducer beberapa milimeter ke
inferior hingga tampak gambaran vertebra, gaster, dan vena umbilikal dalam satu
bidang potong. Setelah mendapatkan potongan melintang abdomen yang baik,
maka dapat diukur diameter abdomen, yang diukur dari sisi luar kulit.
e. Mengukur Panjang Femur (femur length / FL)6
Pertama tentukan letak kepala
Lakukan rotasi sampai tampak vertebra sampai daerah lumbal atau sakrum
Lakukan rotasi 45 derajat ke kiri atau ke kanan untuk mencari gambaran femur
yang baik
Untuk mendapatkan femur yg baik, transduser harus sejajar dengan femur.
Panjang femur diukur dari ujung ke ujung
Gambar 3. Abdomen.
Gambar diatas adalah gambaran potongan melintang abdomen yang baik, dimana
terlihat vertebrae, gaster dan vena umbilical.
3. Cairan Ketuban
Pengukuran volume cairan amnion telah menjadi suatu komponen integral dari
pemeriksaan kehamilan untuk melihat adanya resiko kematian janin. Hal ini
didasarkan bahwa penurunan perfusi uteroplasenta dapat mengakibatkan gangguan
aliran darah ginjal dari janin , menurunkan volume miksi dan menyebabkan terjadinya
oligohidroamnion
Pemeriksaan cairan amnion dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pemeriksaan
secara subjektif, pemeriksaan dengan vertical deep single pocket, dan dengan metode
AFI (Amniotic Fluid Indeks) yang diperkenalkan oleh Phelan.
a. Secara Subjektif:
Membutuhkan pengalaman yang cukup
Secara subjektif dikatakan normal bila: tampak sebagian tubuh janin melekat pada
dinding uterus, dan sebagian lagi tidak menempel ,diantara tubuh janin dan dinding
uterus masih terdapat cairan amnion
4. Pemeriksan Plasenta
Pada pemeriksaan plasenta hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah:
Menentukan letak plasenta : untuk menentukan apakah letak plasenta normal (di
fundus / corpus uteri, atau abnormal (plasenta previa/plasenta marginal/plasenta letak
rendah)
Menentukan grade maturasi plasenta : untuk menentukan apakah kehamilan tersebut
cukup bulan (aterm) atau tidak.
Menentukan kelainan plasenta
Menentukan adanya lilitan tali pusat
Maturasi plasenta
Dalam penentuan tingkat maturitas plasenta, sangat penting untuk memperhatikan
teknik pencitraan. Gelombang suara harus langsung tegak lurus terhadap sumbu panjang dari
plasenta, ini berarti tegak lurus terhadap lempeng korionik. Masalah, baru akan timbul bila
plasenta terletak di lateral atau di fundus, karena gelombang suara mungkin melintang atau
memotong sumbu panjang plasenta, meskipun dengan sudut pengambilan yang benar.Hal ini
bisa menimbulkan hasil dengan kesan yang salah, sehingga penyesuaian mesin ultrasound
dengan benar merupakan hal yang sangat penting. Mengabaikan highlight pada lapisan basal
plasenta akan menyebabkan misdiagnosis tingkat plasenta (misalnya disangka tingkat I
padahal tingkat II). Hendaknya diperhatikan bahwa pada plasenta tingkat II atau III jangan
dikacaukan antara gema dari dinding depan abdomen dengan densitas ekogenik lapisan basal
plasenta.
Masalah lain adalah apabila plasenta diposterior, karena pencitraan jadi lebih sulit karena
adanya shadowing yang berasal dari janin. Apabila pemeriksaan ultrasound hanya dilakukan
pada sebagian kecil dari plasenta, maka hendaknya diambil bagian plasenta yang cukup luas
untuk menentukan tingkat plasenta yang tepat. Secara umum sebaiknya plasenta yang
diperiksa paling tidak adalah sepertiganya.
Tingkat 0
Seluruh plasenta dimulai dari konfigurasi ini. Lempeng korionik terlihat halus, struktur
plasenta tampak homogen, tidak tampak densitas ekogenik (padat ), juga untuk daerah lapisan
basal.
Tingkat I
Lempeng korionik akan tampak seperti gelombang yang halus yang hampir tidak terlihat,dan
akan lebih sulit lagi melihatnya apabila janin sangat dekat pada lempeng korionik tersebut.
Struktur plasenta tampak dengan gambaran densitas ekogenik yang menyebar dengan baik.
Bentuknya seperti garis yang sejajar dengan sumbu panjang dari plasenta (sejajar dengan
lempeng korionik, sedangkan lapisan basal plasenta tetap tidak memperlihatkan densitas
ekogenik). Apabila nanti plasenta menjadi matur, maka akan terdapat endapan kalsium dan
jaringan berserabut (fibrous) yang dengan ultrasound akan tampak sebagai suatu densitas
plasenta yang berubah. Tingkat I tampak pada kehamilan kira-kira 31 minggu dan sangat
jarang tampak pada kehamilan 42 minggu.
Pada kehamilan aterm yang normal, 40% dari kehamilan menunjukkan plasenta tingkat I.
Plasenta tingkat I menunjukkan kematangan paru-paru(L/S ratio) sekitar 65%,sedangkan
tingkat II adalah 87,5% dan tingkat III 100%.
Pada kehamilan 40-43 minggu proses pematangan plasenta akan menjadi semakin meningkat
sehingga bila pada kehamilan 42 minggu terlihat gambaran plasenta tingkat I, maka harus
dipastikan apakah hari pertama haid terakhirnya (HPHT) betul.
Tingkat II
Ketika plasenta menjadi matur,densitas ekogenik menjadi lebih banyak dan lebih padat.
Lempeng korionik tampak nyata sekali serupa dengan garis densitas ekogenik (densitas
seperti bentuk koma ).Tanda konfigurasi tingkat II adalah adanya densitas ekogenik pada
lapisan basal, yang berbentuk garis dan terletak di lapisan basal sejajar dengan sumbu
panjang dari plasenta, dengan ukuran panjang sekitar 6 mm. Kadang-kadang garis ini menjadi
satu dan tampak sebagai garis putih yang padat sepanjang basis plasenta.Tetapi gambaran ini
harus dibedakan dengan gema sarung rektus dinding abdomen.
Plasenta tingkat II tampak pada kehamilan sekitar 36-.38 minggu dan 45 % gambaran seperti
ini tampak sampai aterm. Lima puluh lima persen (55%) gambaran plasenta tingkat II terlihat
pada kehamilan 42 minggu.
Tingkat III
Konfigurasi pada plasenta tingkat III menunjukkan plasenta yang terbagi-bagi
(kotiledon). Lempeng korionik melekuk, walaupun tidak selalu mudah terlihat. Tampak
densitas linier yang meningkat (seperti pada tingkat II), tetapi sekarang melebar ke lapisan
basal plasenta tanpa terputus-putus (merupakan suatu densitas berbentuk koma yang tidak
terputus ).
Densitas linier plasenta tingkat I juga menunjukkan gambaran yang hampir serupa dengan
densitas yang lebar pada plasenta dengan diameter 8-10 mm, tetapi letaknya lebih kearah
lempeng korionik. Struktur plasenta pada tingkat III menunjukkan gambaran ekolusen fallout
areas yang terletak di sentral kotiledon-kotiledon, tanpa vili karena dirusak oleh tekanan
maternal arterial jet. Secara umum plasenta akan menjadi matur dari arah tepi kearah sentral
dan tidak biasa terjadi dua tingkat yang terpisah dalam satu plasenta. Apabila terjadi hal
seperti ini, maka tingkat yang lebih tinggi yang dipilih. Pada kehamilan kembar, plasenta
mungkin akan matur dalam kecepatan yang berbeda. Pada twin-to-twin transfusion
syndrome, janin yang lebih kecil (karena ada gangguan pertumbuhan ) selalu mempunyai
tingkat plasenta yang lebih tinggi.
PENUTUP