Anda di halaman 1dari 34

Francisca Noveliani

112016254
Skleritis merupakan peradangan pada lapisan
sklera yang ditandai dengan adanya infiltrasi
seluler, kerusakan kolagen, dan perubahan
vaskuler.
Klasifikasi Skleritis
Skleritis dibagi menjadi 2 :
Skleritis Anterior
 Diffuse Anterior Scleritis
 Nodular Anterior Scleritis
 Necrotizing Anterior Scleritis with Inflamation
 Necrotizing Anterior Scleritis without Inflamation
Skleritis Posterior
Skleritis Anterior
 Diffuse Anterior Scleritis
 Peradangan yang meluas pada seluruh permukaan sclera
 Skleranya edema dan kemerahan
 Merupakan skleritis yang paling umum terjadi

 Nodular Anterior Scleritis


 Adanya satu atau lebih nodul radang yang eritem, tidak dapat
digerakkan
 Nyeri pada sclera anterior
 20% kasus berkembang menjadi skleritis nekrosis.
Diffuse a) Nodular Anterior Scleritis
Anterior Scleritis b) Penipisan dari sclera setelah
resolusi dari nodul
 Necrotizing Anterior Scleritis with Inflammation
Nyeri sangat berat
Kerusakan pada sclera terlihat jelas
Apabila disertai dengan inflamasi kornea, dikenal sebagai
sklerokeratitis.

Necrotizing Anterior Scleritis without


Inflammation
Biasa terjadi pada pasien yang sudah lama menderita
rheumatoid arthritis
Diakibatkan oleh pembentukan nodul rhematoid
Dikenal sebagai skleromalasia perforans.
Skleritis Posterior
• Jarang terjadi
• Ditandai dengan adanya nyeri tekan bulbus okuli
• Penurunan penglihatan, dengan sedikit atau tanpa
kemerahan dan proptosis.
• Terdapat perataan dari bagian posterior bola mata
• Penebalan lapisan posterior mata (koroid dan sclera)
• Edema retrobulbar
• Dapat dijumpai vitritis ringan, penglepasan retina
eksudatif, edema macular, dan papiledema
Anterior Scleritis Posterior Scleritis
Patofisiologi
Kompleks imun  Proses
peradangan  kerusakan vaskular
(hipersensitivitas tipe III) ataupun
respon granulomatosa kronik
(hipersensitivitas tipe IV)
Hipersensitivitas tipe III
Hipersensitivitas tipe III dimediasi oleh
kompleks imun (IgG dengan antigen).
Hipersensitivitas tipe III:
•reaksi lokal (reaksi Arthus)
•reaksi sistemik.
• Reaksi lokal
Daya ikat rendah, ambang batas aktivasi
melalui reseptor ini lebih tinggi dari pada
untuk reseptor IgE  reaksi
hipersensitivitas lebih lama dibandingkan
dengan tipe I (4 – 8 jam)
• Reaksi sistemik
antigen dalam sirkulasi  kompleks antigen – antibodi 
deposisi kompleks oleh peningkatan permeabilitas
vaskular yang diakibatkan oleh pengaktivasian dari sel
mast melalui FcgammaRIII  netrofil mengeluarkan isi
granul dan membuat kerusakan pada endotelium dan
membran basement sekitarnya.
Kompleks tersebut dapat terdisposisi pada bermacam –
macam lokasi seperti kulit, ginjal, atau sendi
Hipersensitivitas tipe IV
oleh sel T spesifik – antigen
= hipersensitivitas tipe lambat
sel jaringan dendritik telah mengangkat antigen
 peptida yang sesuai berikatan dengan MHC
kelas II  kontak dengan sel TH1 di jaringan 
memproduksi sitokin  infiltrasi seluler yang
mana sel mononuklear (sel T dan makrofag)
cenderung mendominasi. Reaksi maksimal
memakan waktu 48 – 72 jam.
• Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan
kerusakan sklera, yaitu deposisi kompleks imun
di kapiler episklera, sklera dan venul poskapiler
(peradangan mikroangiopati).
• Tidak seperti episkleritis, peradangan
pada skleritis dapat menyebar pada
bagian anterior atau bagian posterior
mata
Diagnosis
Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan :
 Anamnesis

Rasa nyeri  gejala yang paling sering


 indikator terjadinya inflamasi
yang aktif
Karakteristik nyeri :
nyeri terasa berat
Diagnosis
nyeri nyeri dapat menyebar ke dahi, alis,
rahang dan sinus
rasa nyeri dapat memburuk pada malam
hari
dapat membangunkan pasien dari
tidurnya.
nyeri hilang sementara dengan
penggunaan obat analgetik
Mata berair dan fotofobia  tanpa disertai
secret mukopurulen
Penurunan ketajaman penglihatan 
disebabkan oleh perluasan dari skleritis ke
struktur yang berdekatan
Tanda primernya adalah mata merah.
Necrotizing anterior scleritis with inflammation
 mengeluhkan rasa nyeri yang hebat disertai
tajam penglihatan yang menurun, bahkan
dapat terjadi kebutaan.

Non-necrotizing scleritis
 Tajam penglihatan biasanya tidak akan
terganggu, kecuali bila terjadi komplikasi
seperti uveitis.
Riwayat Penyakit Dahulu

• Penyakit vascular atau penyakit jaringan ikat.


• Penyakit infeksi
• Penyakit miscellaneous (atopi, gout, trauma kimia, rosasea)
• Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata
• Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, dll
• Post pembedahan pada mata
Pemeriksaan Fisik dan Ofthalmologi
Pemeriksaan tajam penglihtan
•Visus normal atau menurun
•Gangguan visus lebih jelas pada skleritis
posterior

Pemeriksaan umum pada kulit, sendi, jantung, dan paru-paru dapat dilakukan
 apabila dicurigai adanya penyakit sistemik.
Pemeriksaan sclera
•Sklera tampak difus, merah kebiru-biruan
•Setelah beberapa peradangan, akan terlihat
daerah penipisan sklera
•Area berwarna hitam, abu-abu, atau coklat
yang dikelilingi oleh peradangan aktif 
menandakan proses nekrosis.
•Apabila proses berlanjut  area tersebut
menjadi avaskuler  menghasilkan
sequester berwarna putih di tengah dan di
kelilingi oleh lingkaran berwarna hitam atau
coklat gelap.
Pemeriksaan slit-lamp
•Untuk menentukan adanya keterlibatan secara
menyeluruh atau segmental.
•Injeksi yang meluas  ciri khas dari diffuse
anterior scleritis.
•Pada skleritis  kongesti maksimum terdapat
dalam jaringan episkleral bagian dalam dan
beberapa pada jaringan episklera superficial.
•Sudut posterior dan anterior terdorong
maju atau bergeser ke depan karena
adanya edema pada sclera dan episklera.
•Penggunaan lampu hijau dapat membantu
mengidentifikasi area avaskuler pada sclera
•Pemeriksaan kelopak mata untuk
kemungkinan blefaritis atau konjungtivitis
dapat dilakukan.
Pemeriksaan skleritis posterior
•Dapat ditemukan tahanan gerakan mata,
sensitivitas pada palpasi dan proptosis
•Pemeriksaan funduskopi  papiledema,
lipatan koroid dan perdarahan atau ablation
retina
Pemeriksaan Penunjang
 untuk mencari etiologi dari skleritis.
Pemeriksaan laboratorium dan radiologi yang
dapat dilakukan yaitu

•Pemeriksaan darah lengkap dan


laju endap darah
•Factor rheumatoid dalam serum
•Kadar asam urat serum
•Antibodi antinuclear serum (ANA)
•Serum antineutrophil cytoplasmic
antibodies (ANCA)
•B-Scan Ultrasonography dapat membantu
mendeteksi adanya skleritis posterior.
Diagnosis Banding
Episkleritis
• Reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera
• Umumnya mengenai satu mata
• Episkleritis sering tampak seperti skleritis. Namun, pada
episkleritis proses peradangan dan eritema hanya terjadi pada
episklera, yaitu perbatasan antara sklera dan konjungtiva.
• Episkleritis mempunyai onset yang lebih akut dan gejala yang
lebih ringan dibandingkan dengan skleritis.
• Episkleritis tidak menimbulkan turunnya tajam penglihatan.
Terapi
• Terapi disesuaikan dengan penyebabnya
• Terapi awal skleritis  obat anti inflamasi non-
steroid sistemik.
• Obat pilihan  indometasin 100 mg perhari atau
ibuprofen 300 mg perhari  nyeri cepat mereda
diikuti oleh pengurangan peradangan
• Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau
segera setelah tampak penyumbatan vaskular  harus
segera dimulai terapi steroid sistemik dosis tinggi.
• Steroid biasanya diberikan peroral  prednison 80 mg
perhari yang diturunkan dengan cepat dalam 2 minggu
sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg perhari
• Penyakit yang berat  metil prednisolon 1g setiap
minggu
• Obat-obat imunosupresif lain dapat digunakan 
Siklofosfamid sangat bermanfaat apabila
terdapat banyak kompleks imun dalam darah.
• Steroid topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat
menjadi terapi tambahan untuk terapi sistemik.
• Apabila dapat diidentifikasi adanya infeksi 
harus diberikan terapi spesifik.
• Tindakan bedah  untuk memperbaiki
perforasi sklera atau kornea.
• Tindakan ini  diperlukan apabila terjadi
kerusakan hebat akibat invasi langsung
mikroba, atau pada granulomatosis
Wegener atau poliarteritis nodosa yang disertai
penyulit perforasi kornea.
Komplikasi
• Keratitis
• Uveitis
• Glaukoma
• Granuloma subretina
• Ablasio retina eksudatif
• Proptosis
• Katarak
• Hipermetropia
Prognosis
• Necrotizing scleritis dan scleritis with extensive
scleral thinning atau perforation memiliki
prognosis lebih buruk daripada jenis skleritis
lainnya.
• Prognosis skleritis secara umum tergantung
pada penyakit yang mendasarinya.

Anda mungkin juga menyukai

  • Dafpus Referat
    Dafpus Referat
    Dokumen1 halaman
    Dafpus Referat
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • CDKA
    CDKA
    Dokumen26 halaman
    CDKA
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Dokter Pembimbing: Dr. Ika Soelistina, SPKK Disusun Oleh: Francisca Noveliani 112016254
    Dokter Pembimbing: Dr. Ika Soelistina, SPKK Disusun Oleh: Francisca Noveliani 112016254
    Dokumen29 halaman
    Dokter Pembimbing: Dr. Ika Soelistina, SPKK Disusun Oleh: Francisca Noveliani 112016254
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Jyhggujl
    Jyhggujl
    Dokumen2 halaman
    Jyhggujl
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Dafpus Referat
    Dafpus Referat
    Dokumen1 halaman
    Dafpus Referat
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Fuykh
    Fuykh
    Dokumen5 halaman
    Fuykh
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Djhdukj
    Djhdukj
    Dokumen1 halaman
    Djhdukj
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Yguj
    Yguj
    Dokumen1 halaman
    Yguj
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Draft Coxitis
    Draft Coxitis
    Dokumen1 halaman
    Draft Coxitis
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Jyygjhk
    Jyygjhk
    Dokumen24 halaman
    Jyygjhk
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • FGHJKL
    FGHJKL
    Dokumen29 halaman
    FGHJKL
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan
    Penyuluhan
    Dokumen15 halaman
    Penyuluhan
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • GFHJ
    GFHJ
    Dokumen18 halaman
    GFHJ
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Dafpus FGHJ
    Dafpus FGHJ
    Dokumen1 halaman
    Dafpus FGHJ
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Jurding Ppi FN
    Jurding Ppi FN
    Dokumen20 halaman
    Jurding Ppi FN
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Uygjh
    Uygjh
    Dokumen12 halaman
    Uygjh
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Ugjjk
    Ugjjk
    Dokumen2 halaman
    Ugjjk
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Fghui
    Fghui
    Dokumen7 halaman
    Fghui
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Yguj
    Yguj
    Dokumen1 halaman
    Yguj
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • FGHJ
    FGHJ
    Dokumen2 halaman
    FGHJ
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • XCK
    XCK
    Dokumen17 halaman
    XCK
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Yguj
    Yguj
    Dokumen1 halaman
    Yguj
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • FGHJK
    FGHJK
    Dokumen20 halaman
    FGHJK
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • FGHJK
    FGHJK
    Dokumen4 halaman
    FGHJK
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Rdaio
    Rdaio
    Dokumen16 halaman
    Rdaio
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Ftgyhujk
    Ftgyhujk
    Dokumen34 halaman
    Ftgyhujk
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Besar
    Laporan Kasus Besar
    Dokumen15 halaman
    Laporan Kasus Besar
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Besar SH
    Laporan Kasus Besar SH
    Dokumen26 halaman
    Laporan Kasus Besar SH
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat
  • Dafpus PBL B 2 m1
    Dafpus PBL B 2 m1
    Dokumen1 halaman
    Dafpus PBL B 2 m1
    Francisca Noveliani
    Belum ada peringkat