Definisi
Pitiriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan
sebuha lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang
lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya
menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.
Epidemiologi
Pitiriasis rosea didapati pada semua umur, terutama antara 15-40 tahun, pada wanita dan
pria sama banyaknya.
Etiologi
Etiologinya belum diketahui, demikian pula cara infeksi. Ada yang mengemukakan
hipotesis bahwa penyebab virus, karena penyakit ini merupakan penyakit swasima (self limiting
disease), umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.
Beberapa ahli menduga penyebabnya adalah suatu virus tertentu berdasar:
Umur kebanyakan penderita dewasa muda.
Musiman, kadang-kadang bersifat epidemic local pada sekelompok orang.
Sembuh dalam waktu tertentu.
Jarang sekali kambuh.
Gejala klinis
Gejala konstitusi pada umumnya tidak ditemukan, sebagian penderita mengeluh gatal
ringan. Pitiriasis berarti skuama halus. Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch),
umumnya di badan, solitary, berbentuk oval, dan anular, diameternya kira-kira 3 cm. ruam terdiri
atas eritema dan skuama halus di pinggir. Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu.
catatan coas
Jumat, 08 Agustus 2014
Pityriasis Rosea
BAB I
PENDAHULUAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya
yang dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus.
Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang
tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8
minggu.(1,2)
Insiden tertinggi pada usia antara 15 40 tahun. Wanita lebih sering terkena
dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1. Kekambuhan pada penyakit ini
tidak diketahui, hanya sekitar 1-3% kasus yang terjadi. Keterkaitan Human Herpes
Virus (HHV) enam dan tujuh sebagai penyebab penyakit ini masih dalam
kontroversi.(3,4,5)
Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada
tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert
memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda
( rosea ).Pitiriasis Rosea biasa didahului dengan gejala prodromal (lemas, mual,
tidak nafsu makan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe). Setelah itu
muncul gatal dan lesi di kulit. Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti
Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya (6,7)
Gejala klinis dimulai dari lesi inisial yang berupa herald patch, kemudian
disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil. Umumnya herald patch ini terdapat di lengan
atas, badan atau leher, bias juga pada wajah, kepala atau penis. (8)
Pitiriasis Rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh karena
itu, pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang diberikan
dapat berupa kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk mengurangi pruritus.
(6)
BAB II
PITIRIASIS ROSEA
II.1.
DEFINISI
II.2.
EPIDEMIOLOGI
Kurang lebih 75% kasus pitiriasis rosea didapatkan pada usia antara 10-35
tahun. Puncak insidensnya terdapat pada usia antara 20-29 tahun. Namun ada juga
yang mengatakan puncak insidensinya terdapat pada usia antara 15-40 tahun.
Namun bagaimanapun penyakit ini bisa muncul dari usia 3 bulan.(2,3,9)
Prevalensi yang dilaporkan dari pusat dermatologi adalah 0,3-3 % .Penyakit
ini terdapat di seluruh dunia dan didapatkan kira-kira sebanyak 20% dari setiap
kunjungan pasien yang berobat jalan pada ahli penyakit kulit. Insidens pada pria
dan wanita hampir sama, walaupun sedikit lebih banyak ditemukan pada wanita. (6,8)
II.3.
ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui, demikian pula cara penyebaran
infeksinya. Ada yang mengemukanan hipotesis bahwa penyebabnya adalah virus
karena merupakan penyakit swasima (self limiting disease) yang umumnya sembuh
sendiri dalam waktu 3-8 minggu.(1)
Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa Pitiriasis Rosea
disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus ( HHV )-6
dan -7 pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi, kemudian
mengidentifikasi virus pada sampel serum penderita. Dimana virus-virus ini hampir
kebanyakan didapatkan pada masa kanak-kanak awal dan tetap ada pada fase
laten dalam sel mononuklear darah perifer, terutama CD-4 dan sel T, dan pada air
liur.(3)
Menurut Broccolo dkk 2005, DNA HHV-7 dan sedikit DNA HHV-6 ditemukan
pada plasma bebas dalam plasma atau sampel serum dari banyak penderita
pityriasis rosea, dan tidak ditemukan pada individu yang menderita penyakit
inflamasi kulit lainnya. Protein dan mRNA HHV-7 dan sedikit mRNA HHV-6 dan
protein, dideteksi pada kumpulan leukosit yang ditemukan di regio perivaskular dan
perifolikular pada lesi PR, tetapi tidak ditemukan pada pasien dengan penyakit
inflamasi kulit lainnya. Peningkatan imunoglobulin spesifik HHV-6 dan HHV-7 pada
kondisi tidak adanya antibodi imunoglobulin G spesifik terhadap virus tidak terjadi
pada pasien PR, sementara pada peningkatan infeksi virus primer terhadap antibodi
IgM sendiri merupakan tanda khas. Kemudian penemuan terakhir bahwa terdapat
DNA HHV-6 dan HHV-7 pada saliva pasien dengan PR, yang tidak ditemukan pada
pasien-pasien dengan infeksi primer oleh virus-virus ini. Berdasarkan pada
penemuan-penemuan ini, kesimpulan yang dapat diambil adalah pityriasis rosea ini
berkaitan erat dengan reaktivasi HHV-7 dan sedikit HHV-6. (6)
Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia dan Legionella pneumonia telah
dikemukakan sebagai agen penyebab pitiriasis rosea yang berpotensi kuat, namun
belum ada penelitian yang menunjukkan kenaikan kadar antibodi yang signifikan
terhadap mikroorganisme yang telah disebutkan di atas pada penderita pitiriasis
rosea.(2)
Erupsi kulit yang mirip dengan pitiriasis rosea dapat timbul sebagai akibat dari
reaksi obat. Macam-macam obat yang berhubungan dengan munculnya erupsi kulit
mirip pitiriasis rosea antara lain:(3)
Barbiturat
Bismuth
Captopril
Clonidine
Senyawa emas
Imatinib (Gleevec)
Interferon
Ketotifen (Zaditor)
Arsen
Methopromazine
Ergotamine
Hidroksiklorokuin
Tripelennamine Hidroklorida
Lisinopril
II.4.
PATOFISIOLOGI
Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya PR.
Ada yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat
sembuh dengan sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6
dan HHV-7, telah diusulkan sebagai penyebab erupsi. Dilaporkan terdapat DNA virus
dalam peripheral blood mononuclear cell (PBMC) dan lesi kulit dan hal ini tidak
terpengaruh dari banyaknya orang dengan PR akut. HHV-7 terdeteksi sedikit lebih
banyak daripada HHV-6, tetapi sering kedua virus ditemukan. Namun, bukti dari
adanya HHV-6 atau HHV-7 dan aktivitasnya juga ditemukan dalam proporsi (1044%) dari individu yang tidak terpengaruh, hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan dengan infeksi, di mana virus tidak selalu menyebabkan penyakit.. (4)
Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga
berhubungan dengan timbulnya PR, misalnya faktor penggunaan obat-obat
tertentu.(3)
II.5.
HISTOPATOLOGI
Akantosis ringan
Parakeratosis fokal
II.6.
GEJALA KLINIS
Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului
dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius
bagian atas atau gangguan gastrointestinal. Sumber lain menyebutkan kira-kira 5%
dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala prodormal berupa sakit kepala,
rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam, malaise, dan artralgia. Lesi
utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem atau
papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara bertahap akan membesar
dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink salmon, berbentuk
oval dengan skuama tipis.3,4,6
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother
plaque/Medalion. Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 12-94%,
dan pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan
adanya Herald patch. Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama
cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut
dengan Hanging curtain sign. Herald patch ini akan bertahan selama satu minggu
atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru akan
bermunculuan dan menyebar dengan cepat. Namun kemunculan dan penyebaran
efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam hingga
sampai 3 bulan. Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga plak
berukuran 0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink salmon
(atau berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan khasnya
terdapat koleret dari skuama di bagian tepinya. Umum ditemukan beberapa lesi
berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih tenang. (3,4,6)
skuama
Herald Patch
Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang
muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah.
Namun sesekali bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela paha, atau
aksila. Pada daerah ini lesi berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung
dengan tepi yang tidak rata sehingga sangat mirip dengan Tinea corporis. Gatal
ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya saat timbul gejala. Gatal
merupakan hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi parah pada 25%
pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan basah, berkeringat,
atau akibat dari pakaian yang ketat. Akan tetapi, 25% penderitanya tidak
merasakan gatal. Relaps dan rekurensi jarang sekali ditemukan. Ekskoriasi jarang
ditemukan. Efek dari terapi yang berlebih atau adanya dermatitis kontak, umum
ditemukan.(1,3)
II.7.
o Lesi kulit banyak terdapat di wajah dan distal ekstremitas, daerah fleksor seperti
aksila dan sela paha, hanya sedikit yang terdapat di tubuh.
o Umumnya terjadi pada anak-anak.
o Lesinya dapat terjadi pada satu area saja, sehingga diagnosis menajdi sulit
o Hanya ada 10 kasus yang dilaporkan, anak-anak dan dewasa sama banyak.
o Secara histopatologi terdapat perbedaan pada ekstravasasi eritrosit ke stratum
papilare dermis tanpa adanya bukti vaskulitis.
o Manifestasi klinisnya berupa petechie, dan ekimosis sepanjangLanger line pada
leher, tubuh dan ekstremitas proksimal.
o Lesinya mungkin dengan skuama yang lebih sedikit atau didominasi oleh pustule
atau purpura.
o Cenderung meninggalkan tanda hipo atau hiperpigmentasi postinflamasi setelah
sembuh, terutama pada orang-orang yang memiliki banyak pigmen.
DIAGNOSA
Anamnesis
Anamnesis dibutuhkan untuk mendukung penegakan diagnosis PR yaitu:
a.
Pada PR klasik, pasien biasanya menggambarkan onset dari timbulnya lesi kulit
tunggal pada daerah badan, beberapa hari sampai minggu kemudian diikuti
timbulnya berbagai lesi kecil.(6)
b.
Gatal hebat dirasakan pada 25% pasien PR tanpa komplikasi, 50% lainnya
merasakan gatal dari yang ringan sampai sedang, dan 25% lainnya tidak
mengeluhkan rasa gatal.(6)
c.
Sebagian kecil pasien menunjukkan gejala prodromal seperti gejala flu, demam,
malaise, arthralgia, dan faringitis.(6,12)
2.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan terlihat:
a.
Kelainan berupa bercak berskuama dengan batas tegas berbentuk oval atau bulat
(herald patch) yang meluas ke perifer, terlihat erupsi makulopapular berwarna
merah-coklat berukuran 0,5-4 cm.(6,12)
b.
Bagian tepi lesi terlihat lebih aktif, meninggi, eritematosa dengan bagian tengah
berupa central clearing.(12)
c.
Terlokalisasi pada badan, leher, dan daerah poplitea atau pada area yang lembab
dan hangat misalnya di area lipatan kulit. (6,12)
d.
Erupsi sekunder mengikiuti garis Langer, berbentuk pola pohon natal atau pola
pohon cemara.(6,12)
Biopsi biasanya tidak selalu diindikasikan untuk menggevaluasi pasien dengan
suspek PR. Karena bisa terjadi kesalahan untuk beberapa penyakit kulit, diagnosis
klinis PR mungkin kadang-kadang sulit, terutama di varian atipikal. (12)
II.9.
a.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini jarang diperlukan dalam kasus PR. Pemeriksaan fisik, hitung
darah sel, biokimia dan analisis urin dalam rentang normal, kadang ditemukan
leukositosis, neutrophilia, basophilia dan limfositosis. (2,12)
Tes
VDRL
dan
uji fluorescent
menyingkirkan adanya sifilis.(2)
antibody
trepenomal dilakukan
untuk
b. Biopsi kulit
Superfisial peri infiltrasi vaskular dengan limfosit, histiosit, dengan eosinofil
jarang terlihat. Sel epidermis menunjukkan sel darah merah diskeratosis dan
ekstravasasi RBCs dapat dilihat.(2)
Gambar 7. parakeratosis, akantosis minimal, spongiosis, eksositosis dengan mononuklear yang cukup
menginfiltrasi perivaskuler di atas dermis dan ekstravasasi RBC
II.10.
DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding dari pitiriasis rosea mencakup:
1.
2.
Psoriasis gutata(6)
Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi (plak) dengan
skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di
pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besar kelainan bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar
lentikuler
disebut
sebagai
psoriasis
gutata.
Umumnya
setelah
infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili,
terutama pada anak dan dewasa muda.
3.
Lichen planus(11)
Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular. Lesinya memiliki lebih banyak papul dan
berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran mukosa mulut dan bibir.
4.
Dermatitis numularis(6)
Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat menyerupai
pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan predileksi tempatnya pada
tungkai, daerah yang biasanya jarang terdapat lesi pada pitiriasis rosea.
5.
6.
Dermatitis seboroik(11)
Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya berskuama dan ruam
kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan predileksi tempat di sternum,
regio intercapsular, dan permukaan fleksor dari persendian-persendian.
7.
Tinea corporis(1,6)
Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat menyerupai tinea
corporis. Tinea corporis juga memiliki lesi papuloeritemaskuamosa yang bentuknya
anular, dengan skuama, dancentral healing. Namun pada tepinya bisa terdapat
papul, pustul, skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada infeksi
jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau pada kultur,
yang membedakannya dengan pitiriasis rosea. Tinea corporis jarang menyebar luas
pada tubuh.
8.
II.10.
KOMPLIKASI
Tidak ada komplikasi yang serius yang terjadi pada pasien dengan pitiriasis
rosea. Gatal yang hebat bisa saja terjadi dan mengarah pada pembentukan eksema
dan infeksi sekunder akibat garukan. Pasien mungkin mengalami gejala seperti flu,
tetapi biasanya relatif ringan jika hal ini terjadi.Sekitar 1/3 pasien PR mengalami
derajat kecemasan dan depresi yang signifikan, yang diakibatkan ketidakpastian
mengenai durasi penyembuhan penyakitnya. Edukasi sangat penting pada pasien-
pasien ini bahwa tidak ada komplikasi yang serius yang akan terjadi. Namun, PR
selama kehamilan perlu mendapatkan perhatian khusus. Pada 38 kasus kehamilan
dengan PR, Drago dkk melaporkan 9 kelahiran prematur, walaupun semua bayi lahir
dari ibu yang tidak memliki kelainan dalam kehamilannya. Lima ibu mengalami
keguguran, paling sering terjadi pada trimester pertama. Oleh karena itu perlu
diwaspadai dan terus diikuti perkembangannya secara teliti dan diberikan perhatian
yang lebih.(6)
II.11.
PENATALAKSANAAN
c.
d.
e.
Lotion kocok putih non-alkohol atau Calamine lotion digunakan 2 kali sehari pada
lesi kulit.
Antihistamin jika ada keluhan gatal.
Terapi UVB dapat diberikan pada kasus dengan peningkatan suberitem, sebanyak
1-2 kali seminggu. Gejala klinis yang berat akan berkurang namun tidak akan
berpengaruh terhadap rasa gatal dan lamanya sakit.
Kunjungan berikutnya:(11)
a.
b.
Jika kulitnya menjadi terlalu kering karena Colloidal bath dari lotionnya, hentikan
pemakaian lotion atau diganti dengan krim atau salep hidrokortison 1%, gunakan 2
kali sehari pada daerah yang kering.
Teruskan fototerapi.
Jika disertai dengan gatal hebat: (11)
a.
Selain obat-obat di atas diberikan pula prednison 5 mg. Diberikan 4 kali 1 tablet
selama 3 hari, kemudian 3 kali 1 tablet selama 4 hari, kemudian 2 tablet setiap pagi
selama 1-2 minggu, sampai gatalnya menghilang.
b.
Eritromisin 250 mg, diberikan 2 kali sehari selama 2 minggu, telah dicoba oleh
beberapa penulis.
Dari suatu penelitian diketahui eritromisin dosis 250 mg yang diberikan 4 kali
sehari pada orang dewasa dan dosis 25-40 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis untuk
anak-anak, dalam waktu 2 minggu semua gejala klinis yang nampak sebelumnya
telah hilang.(3)
Fototerapi dapat bermanfaat pada kasus-kasus yang lama penyembuhannya.
Fototerapi UVB dapat mempercepat hilangnya erupsi kulit yang ada. Satu-satunya
efek samping dari terapi ini ialah kulit yang terasa sedikit perih dan kekeringan
pada kulit. Namun risiko terjadinya hiperpigmentasi postinfeksi dapat meningkat
dengan terapi ini.(2,3)
II.12.
PROGNOSA
Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting illnesyang
akan menghilang dalam waktu 3-8 minggu, dengan beberapa minngu pertama
terkait dengan lesi kulit inflamasi yang baru dan mungkin gejala seperti flu. Dapat
terjadi hipopigmentasi dan hiperpigmentasi pasca inflamasi pada kasus pityriasis
rosea. Relaps dan rekuren jarang ditemukan.(1,5,6)
II.13.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda Adhi. Dermatosis Eritriskuamosa. Dalam: Djuanda Adhi, Hamzah
Mochtar, Aisah Siti, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi ke-5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2007: 189-200.
2.
Vijayabhaskar C. Pityriasis Rosea. Journal of the Indian Society of
Teledermatology. 2008. Vol 2(3): 1-5.
3.
James William D, Berger Timothy G, Elston Dirk M. Andrews Disease of The
Skin Clinical Dermatology; edisi ke-10. Philadelphia, USA: Elsevier. 2006: 208-9.
4.
Sterling, J.C. Viral Infections. Dalam: Rooks textbook of dermatology; edisi ke7. 2004: 79-82.
5.
Sankararaman S, Velayuthan S. Multiple Recurrence in Pityriasis Rosea. Indian
J Dermatol 2014. 2012. 59: 316
6.
Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea. Dalam: Dermatology in General Medicine
Fitzpatricks. The McGraw-Hill Companies, Inc. 8 ed. 2012: 362-65.
7.
Zawar V. Giant Pityriasis Rosea. Indian J Dermatol. 2010. 55(2): 192-4
8.
Polat M, Yildirim Y, Makara A. Palmar Herald Patch in Pityriasis Rosea.
Australian Journal of Dermatology. 2012. 55: 64-5.
9.
Relhan V, Sinha S, Garg VK, Khurana N. Pityriasis Rosea with Erythema
Multiforme- Like Lesions: An Observational Analysis. Indian J Dermato 2013. 2012.
58: 242.
10.
Elder D, Johnson B, Elenitsas R. Levers Histopathology of the Skin; edisi ke-9.
2006:193-4.
11.
Hall John C. Sauers Manual of Skin Disease; edisi ke-9. Philadelphia, USA:
Lippincott William and Wilkins. 2006: 157-61.
12.
Ermertcan AT, zgven A, Ertan P, Bila C, Temiz P, eds. Childhood pityriasis
rosea inversa without herald patch mimicking cutaneous mastocytosis. Iranian
Journal of Pediatrics, Jun 2010;20(2):237241
1.
Arsip Blog
2015 (3)
2014 (3)
November (1)
Agustus (2)
Pityriasis Rosea
Diaper Rash
Mengenai Saya
fathin nurqalbi
Lihat profil lengkapku
inShare
10
Perawatan pityriasis rosea termasuk pelembab kulit atau emollients, krim yang mengandung
kortikosteron dan sebagainya.
dan paparan sinar matahari dapat juga menyebabkan risiko yang lebih tinggi dari kanker
kulit.
inShare
sakit perut
sakit kepala
12 minggu. Dalam beberapa, gejala mungkin bertahan selama enam bulan. Setelah ruam
telah sembuh mungkin ada penggelapan atau keringanan kulit. Ini biasanya normal tanpa
perawatan dalam beberapa bulan. Ada tidak ada jaringan parut dengan pityriasis rosea.
orang-orang dengan ruam yang mencakup lengan dan kaki tetapi suku cadang
bagasi
Hal ini karena gejala-gejala ini dapat menunjukkan bahwa ini mungkin ruam berbeda
daripada pityriasis rosea.
Umumnya kulit kondisi seperti psorias, menular seksual infeksi (IMS) dan kulit manifestasi
dari sifilis mungkin perlu dikesampingkan dalam kasus ini.