Disusun oleh:
Anindya Widianingtyas
NIPP. 1913020008
Pembimbing:
dr. Gama Sita Setya Pratiwi., Sp.S
Disusun oleh:
Anindya Widianingtyas
NIPP. 1913020008
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: Sabtu/28 Desember 2019
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
2
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... 2
3
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Umur : 78 tahun
Agama : Islam
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kiri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan kelemahan anggota
gerak kiri tiba – tiba sejak 1 jam SMRS. Dengan keluhan tersebut pasien
sulit berkomunikasi dan hampir terjatuh saat melakukan aktivitas berjalan.
Keluhan disertai dengan tremor anggota gerak kanan dan nyeri kepala.
Keluhan mual, muntah, demam dan sesak disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti
pasien. Riwayat penyakit DM, hipertensi, stroke, alergi, dan sakit jantung
pada keluarga disangkal.
4
5. Riwayat Personal Sosial (RPSos)
Pasien tinggal bersama dengan anak dan cucunya. Tidak ada riwayat
merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat–obatan terlarang.
C. PEMERIKSAAN FISIK
20 Desember 2019
1. Status Generalisata
Kesan Umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos Mentis (GCS: E4Vafasia motorikM6) (IGD)
GCS: E4V5M6 (BANGSAL)
Vital Signs / IGD BANGSAL
Tanda-Tanda TD: 170/100 mmHg TD: 140/90 mmhg
Vital HR: 87x/menit HR: 65x/menit
RR: 20x/menit RR: 20x/menit
S: 37oC S: 38oC
SpO2: 94% SpO2: 95%
Kepala dan Leher
Inspeksi Normocephal, wajah simetris, tidak ada jejas,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
2. Status Neurologis
a. Kesadaran: (GCS E4V5M6)
b. Pemeriksaan Nervus Kranialis
Nervus
Kanan Kiri
Kranialis
N. I Daya penghidu Baik Baik
Daya penglihatan Baik Baik
N. II Penglihatan warna Baik Baik
Lapang pandang Baik Baik
Ptosis (-) (-)
Gerakan mata ke medial (+) (+)
Gerakan mata ke atas (+) (+)
Gerakan mata ke bawah (+) (+)
N. III
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Reflek cahaya langsung (+) (+)
Nistagmus (-) (+)
Strabismus divergen (-) (-)
Gerakan mata ke lateral
(+) (+)
N. IV bawah
Strabismus konvergen (-) (-)
Menggigit (+) (+)
Membuka mulut (+) (+)
N. V Sensibilitas muka (+) (+)
Refleks kornea (+) (+)
Trismus (-) (-)
N. VI Gerakan mata ke lateral (+) (+)
6
Kedipan mata (+) (+)
Lipatan nasolabial (+) (+)
Mengerutkan dahi (+) (+)
N. VII Menutup mata (+) (+)
Meringis (+) (+)
Menggembungkan pipi (+) (+)
Daya kecap lidah 2/3
Tidak dinilai
depan
Mendengar suara berbisik (+) (+)
Mendengar detik arloji (+) (+)
N. VIII Tes Rinne Tidak dinilai
Tes Schwabach Tidak dinilai
Tes Weber Tidak dinilai
Arkus faring Baik
Daya kecap lidah 1/3
Tidak dinilai
N. IX belakang
Refleks muntah (+) (+)
Sengau (-) (-)
Tersedak (-) (-)
Denyut nadi 65x/menit 65x/menit
N. X Arkus faring Normal
Bersuara Normal
Menelan Baik
Memalingkan kepala (+) (+)
N. XI Sikap bahu Baik Baik
Mengangkat bahu (+) (+)
Atrofi otot bahu (-) (-)
Sikap lidah Baik
Artikulasi Baik
N. XII Tremor lidah (-) (-)
Menjulurkan lidah Baik
Atrofi otot lidah (-) (-)
Fasikulasi lidah (-) (-)
c. Pemeriksaan Ekstremitas
- Pemeriksaan ekstremitas atas
Pemeriksaan Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan (+) (-)
Kekuatan 5- 1
7
Tonus Normal Abnormal
Sensibilitas
Taktil (+) (-)
Nyeri (+) (-)
Gerakan Involunteer
Tremor (+) (-)
Atetosis (-) (-)
Chorea (-) (-)
Tics (-) (-)
Refleks fisiologis
Biseps (+) (-)
Triseps (+) (-)
Brachioradialis (+) (-)
Refleks patologis
Tromner (-) (-)
Hoffman (-) (-)
8
Tes kontrapatik (-) (-)
3. Sensibilitas
a. Eksteroseptif/rasa permukaan
- Rasa raba: (+)
- Rasa nyeri: (+)
- Rasa suhu panas: Tidak dilakukan
- Rasa suhu dingin: Tidak dilakukan
b. Proprioseptif/rasa dalam
- Rasa sikap: (+)
- Rasa getar: (+)
- Rasa nyeri dalam: (+)
4. Meningeal Sign
Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)
Brudziinski IV (-)
5. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (18 Desember 2019)
9
Hematokrit 40.1 40 – 52 vol%
MCV 86.6 85 – 100 Fl
MCH 30.9 28 – 31 Pg
MCHC 35.7 30 – 35 gr/dL
Trombosit 281 150 – 450 ribu/ul
Hitung Jenis
Eosinophil 0.4 2–4 %
Basophil 0.2 0–1 %
Limfosit 34.1 25 – 60 %
Monosit 2.7 2–8 %
Neutrofil 62.6 50 – 70 %
Kimia
GDS 127 < 140 mg/dL
Ureum 35 10 – 50 mg/dL
Creatinin 0.9 0.6 – 1.1 mg/dL
Cholesterol total 218 < 200 mg/dL
Trigliserida 146 < 150 mg/dL
HDL Cholesterol 68 > 45 mg/dL
LDL Cholesterol 79 < 100 mg/dL
Asam Urat 4.5 3.4 – 7 mg/dL
SGOT 17 < 37 U/I
SGPT 13 < 42 U/I
Elektrolit
Natrium 134 136-145 mmol/L
Kalium 5.8 3.7-5.5 mmol/L
Chlorida 102 98-107 mmol/L
Kesan:
- Gambaran subchronic ICH di corona radiata dextra dengan perifocal
edema
- Gambaran infark di ganglia basalis sinistra
D. ASSESSMENT
Diagnosis klinis : Hemiparese sinistra
E. PENATALAKSANAAN/PLANNING
1. Umum
- Stabilisasi airway, breathing, circulation
- Observasi tanda-tanda vital
2. Medikamentosa
- IVFD Asering + drip NB 2x1 amp 20 tpm
- Injeksi Omeprazol 40 mg/12 jam
- Injeksi Citicolin 500 mg/12 jam
- Injeksi Piracetam 12 gram
- Injeksi Phenitoin 3x1amp
11
- Injeksi Halodol 0.5 1x1
- Clobazam 0-0-1
- Paracetamol 3x1
- Flunarizin 3x1
- Pasang NGT + DC
- Co fisioterapi
F. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad functionam : Dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke
1. Definisi
Stroke merupakan gangguan fungsional otak yang terjadi secara tiba-
tiba dengan tanda klinis fokal atau global yang berlangsung lebih dari 24
jam, yang disebabkan tanpa gangguan lain selain gangguan vaskular. Stroke
iskemik atau stroke non-hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh
sumbatan pada pembuluh darah.1
2. Etiologi
Beberapa penyebab stroke non-hemoragik antara lain1:
Oklusi arteri akibat thrombosis yang bisa disebabkan oleh
aterosklerosis, vaskulitis, ruptur arteri karotis atau vertebralis
(spontan maupun traumatik), keadaan hiperkoagulasi (defisiensi
protein S atau C, kehamilan, konsumsi kontrasepsi oral), diseksi
arterial, dan gangguan pada darah seperti polisitemia atau sickle-cell
anemia.
Oklusi arteri akibat embolisme di jantung atau pembuluh darah
esktrakranial yang dapat disebabkan oleh fibrilasi atrium, infark
miokardium, gangguan katup jantung, dan thrombosis aterosklerotik
pada arteri karotis komunis atau arkus aorta.
Vasokonstriksi akibat penyalahgunaan zat (kokain, amfetamin).
Gangguan aliran darah seperti hipotensi.
13
55 tahun, sedangkan pada perempuan lebih sering dialami saat
usia lebih dari 55 tahun.
Usia: semakin bertambahnya usia, risiko terkena stroke semakin
meningkat.
Genetik: seseorang dengan riwayat keluarga berupa stroke, TIA,
diabetes mellitus, hipertensi, maupun gangguan jantung
memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena stroke.
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
Hipertensi
Diabetes
Hiperkolesterolemia
Gaya hidup: merokok, aktivitas fisik, diet
3. Klasifikasi
Stroke non-hemoragik diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan waktunya,
antara lain2:
1. Transient Ischemic Attack (TIA), dimana defisit neurologis membaik
dalam waktu kurang dari 24 jam,
2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND), dimana defisit
neurologis membaik setelah 24 jam namun kurang dari 3 hari,
3. Stroke in Evolution (SIE)/Progressing Stroke, dimana perkembangan
gejala stroke semakin lama semakin buruk selama beberapa jam
sampai beberapa hari,
4. Completed Stroke, dimana defisit neurologis yang timbul sudah
menetap atau permanen. Stroke komplit dapat diawali oleh serangan
TIA berulang.
4. Patofisiologi
Proses terjadinya stroke non-hemoragik diawali dengan terjadinya
sumbatan pembuluh darah yang paling sering disebabkan oleh thrombus
maupun emboli akibat proses aterosklerosis. Proses aterosklerosis melibatkan
14
deposisi lipid dan jaringan fibrosa pada lapisan subintimal arteri yang terjadi
secara progresif. Hal ini mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah
yang dapat memicu terjadinya koagulasi darah sehingga menghasilkan
thrombus yang akan menyumbat pembuluh darah.2
15
air intraseluler sehingga menyebabkan edema sitotoksik pada pasien stroke
non-hemoragik.2
Pertukaran natrium dan kalsium pada membran sel neuron dalam
keadaan stroke non-hemoragik juga terganggu. Hal ini menyebabkan influks
kalsium sehingga terjadi pelepasan beberapa neurotransmitter eksitatorik
seperti glutamat. Akibatnya, banyak neuron yang akan mengalami depolarisasi
sehingga meningkatkan influks kalsium lebih lanjut. Influks kalsium yang
masif ini juga meningkatkan kadar enzim-enzim degradatif yang
menyebabkan kerusakan membran neuron. Kerusakan pada membran neuron
menyebabkan pelepasan radikal bebas, asam arakidonat, dan NO yang akan
memperparah kerusakan neuron. Kerusakan neuron tersebut akan
menyebabkan munculnya manifestasi klinis berupa defisit neurologis sesuai
dengan area otak yang terkena.2
Iskemia pada stroke non-hemoragik juga dapat menyebabkan
kerusakan pada struktur vaskuler otak yang akan menyebabkan terganggunya
blood-brain barrier yang terjadi dalam waktu 4-6 jam setelah terjadi
sumbatan. Akibatnya, air dan protein akan masuk ke dalam celah ekstraseluler
dalam otak. Hal ini menyebabkan edema vasogenik yang dapat menyebabkan
edema dan mass effect pada otak yang akan memuncak dalam waktu 3-5 hari.
Edema tersebut akan berkurang setelah beberapa minggu karena resorpsi air
dan protein.2
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke non-hemoragik bisa bermacam-macam,
tergantung dari area otak yang mengalami sumbatan. Gejala stroke non-
hemoragik bisa berupa gejala defisit neurologis global maupun fokal. Gejala
defisit neurologis global berupa gangguan kesadaran sedangkan gejala defisit
neurologis fokal ialah gejala-gejala seperti hemiparesis, gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan perilaku, dan lain sebagainya.
Gejala yang bisa timbul berdasarkan pembuluh darah yang tersumbat antara
lain2:
16
a. Middle Cerebral Artery
Hemiparesis kontralateral
Hipestesia kontralateral
Hemianopsia ipsilateral
Agnosia
Afasia (bila lesi terletak di hemisfer dominan)
b. Anterior Cerebral Artery
Disinhibisi dan speech perseveration
Refleks primitif (grasping, sucking)
Perubahan status mental (bingung, disorientasi)
Gangguan pada judgement
Hemiparesis kontralateral
Defisit sensoris kontralateral
Gait apraksia
Inkontinensia urin
c. Posterior Cerebral Artery
Homonimus hemianopsia kontralateral
Kebutaan kortikal
Agnosia visual
Perubahan status mental
Gangguan memori
d. Vertebrobasilar Artery
Vertigo Ataksia
Nistagmus
Diplopia
Defisit lapang pandang
Disfagia
Disartria
Hipestesia fasial
Sinkop
17
6. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis pada stroke non-hemoragik dapat dilakukan
dengan ditemukannya gejala defisit neurologis global (gangguan kesadaran)
atau satu atau lebih defisit neurologis fokal yang terjadi mendadak. Gejala
tersebut harus disertai dengan bukti gambaran neuroimaging (CT-Scran atau
MRI).3
Guna membedakan stroke non-hemoragik dengan stroke hemoragik,
beberapa penilaian seperti Siriraj Score atau algoritma Gajah Mada dapat
digunakan.3
18
7. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan Kepala
CT-scan kepala dapat membantu dalam menemukan letak lesi
iskemik pada stroke non-hemoragik. Pada stroke non-hemoragik, akan
muncul gambaran infark berupa lesi hipodens pada jaringan otak. Selain
itu, pemeriksaan CT-scan juga dapat dilakukan untuk membedakan antara
stroke non-hemoragik dengan stroke hemoragik atau kelainan lain di
dalam otak.4
Gambaran infark pada hemisfer kiri area arteri cerebri media dan anterior
b. MRI
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang lebih sensitif dalam
mendeteksi edema serebral yang merupakan tanda awal dari stroke non-
hemoragik. Namun, pemeriksaan MRI membutuhkan waktu yang lebih
lama dan biaya yang lebih mahal daripada pemeriksaan CT-scan.4
19
c. EKG
Pemeriksaan EKG dapat dilakukan untuk menemukan gangguan
pada jantung yang dapat menjadi penyebab dari stroke non-hemoragik
yang dialami pasien. Gangguan jantung seperti fibrilasi atrium dapat
ditemukan melalui pemeriksaan EKG.4
8. Penatalaksanaan
1. Tatalaksana Umum
Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
Pengendalian tekanan intrakranial (manitol jika diperlukan)
Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
20
Analgetik dan antipiretik, jika diperlukan
Gastroprotektor, jika diperlukan
Manajemen nutrisi
Pencegahan DVT dan emboli paru: heparin atau LMWH
2. Tatalaksana Spesifik
Trombolisis intravena: alteplase dosis 0.6-0.9 mg/kgBB, pada stroke
iskemik onset < 6 jam
Terapi endovaskular: trombektomi mekanik, pada stroke iskemik
dengan oklusi karotis interna atau pembuluh darah intrakranial, onset <
8 jam
Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor, Calcium
Antagonist, Beta blocker, Diuretik)
Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral)
Pencegahan stroke sekunder (antiplatelet: aspirin, clopidogrel,
cilostazol atau antikoagulan: warfarin, dabigatran, rivaroxaban)
Neroprotektor (citicholin, piracetam, pentoxyfiline, DLBS 1033)
Perawatan di Unit Stroke
Neurorestorasi/neurorehabilitasi
3. Tindakan Intervensi/Operatif
Carotid Endartersctomy (CEA), sesuai indikasi
Carotid Artery Stenting (CAS), sesuai indikasi
Stenting pembuluh darah intracranial, sesuai indikasi
4. Edukasi
Penjelasan Sebelum MRS (rencana rawat, biaya, pengobatan, prosedur,
masa dan tindakan pemulihan dan latihan, manajemen nyeri, risiko dan
komplikasi)
Penjelasan mengenai stroke iskemik, risiko dan komplikasi selama
perawatan
Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan rekurensi
21
Penjelasan program pemulangan pasien (Discharge Planning)
Penjelasan mengenai gejala stroke, dan apa yang harus dilakukan
sebelum dibawa ke RS
9. Prognosis
Pasien dengan stroke non-hemoragik memiliki prognosis yang baik
dalam hal kesembuhan maupun fungsi tubuh apabila ditangani dengan benar,
baik dalam tatalaksana saat serangan maupun rehabilitasi. Sebagian dari
pasien stroke non-hemoragik dapat mengembalikan fungsi tubuh untuk
beraktivitas dan bekerja dengan baik. Namun, sebagian besar dari pasien
stroke non-hemoragik akan memiliki disabilitas ringan maupun berat akibat
derajat serangan stroke yang berat dan keberadaan komorbiditas pada pasien
tersebut. Dalam kasus-kasus pasien pasca stroke non-hemoragik dengan
disabilitas berat, terapi paliatif menjadi penting untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga pasien.5
Dalam studi Framingham dan Rochester, angka mortalitas pada pasien
stroke non-hemoragik 30 hari setelah onset ialah 28%. Angka keselamatan
setelah 1 tahun pasca stroke non-hemoragik pada studi tersebut mencapai
77%. Namun, prognosis pasien stroke non-hemoragik sangat bervariasi.
Banyak faktor yang akan mempengaruhi prognosis tersebut, misalnya derajat
keparahan stroke, keberadaan komorbiditas, usia, dan keberadaan komplikasi
pasca stroke.5
22
B. Afasia
1. Definisi
Afasia adalah gangguan komunikasi yang disebabkan oleh kerusakan
pada bagian otak yang mengandung bahasa (biasanya di hemisfer serebri kiri
otak). Individu yang mengalami kerusakan pada sisi kanan hemisfer serebri kanan
otak mungkin memiliki kesulitan tambahan di luar masalah bicara dan bahasa.
Afasia dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara, mendengarkan, membaca,
dan menulis, tetapi tidak mempengaruhi kecerdasan. Individu dengan afasia
mungkin juga memiliki masalah lain, seperti disartria, apraxia, dan masalah
menelan.6
Global Afasia adalah afasia yang melibatkan semua aspek bahasa dan
mengganggu komunikasi lisan. Penderita tidak dapat berbicara secara
spontan atau melakukannya dengan susah payah, menghasilkan tidak
lebih dari fragmen perkataan. Pemahaman ucapan biasanya tidak ada;
atau hanya bisa mengenali beberapa kata, termasuk nama mereka sendiri
dan kemampuan untuk mengulang prkataan yang sama adalah nyata
terganggu. Penderita mengalami kesulitan menamakan benda, membaca,
menulis, dan menyalin kata kata. Bahasa otomatisme (pengulangan
omong kosong) adalah karakteristik utama. Distribusi lesi terletak di
seluruh arteri serebri, termasuk area Wernicke dan Broca.
Broca’s afasia (juga disebut anterior, motorik, atau afasia ekspresif)
ditandai dengan tidak adanya gangguan spontan berbicara, sedangkan
pemahaman hanya sedikit terganggu. Pasien dapat berbicara dengan
susah payah, memproduksi kata kata yang goyah dan tidak lancar.
Penamaan, pengulangan, membaca dengan suara keras, dan menulis juga
terganggu. Daerah lesi adalah di area Broca; mungkin disebabkan infark
dalam distribusi arteri prerolandic (arteri dari sulkus prasentralis).
Afasia Wernicke (juga disebut posterior, sensorik, atau reseptif aphasia)
ditandai dengan penurunan pemahaman yang kronik. Bicara tetap lancar
dan normal mondar-mandir, tetapi kata kata penderita tidak bisa
23
dimengerti (kata salad, jargon
aphasia). Penamaan, pengulangan kata-kata yang di dengar, membaca,
dan menulis juga nyata terganggu. Area lesi ialah Area Wernicke (area
22). Mungkin disebabkan oleh infark dalam distribusi arteri temporalis
posterior.
Afasia transkortikal. Kata-kata yang didengar penderita dapat diulang,
tapi fungsi linguistik lainnya terganggu: tidak bisa bicara secara spontan
untuk penderita transkortikal motor afasia (sindrom mirip dengan Broca
afasia), tidak mempunyai pemahaman bahasa bagi penderita transkortikal
afasia sensorik (sindrom mirip dengan Wernicke afasia). Area lesi
transkortikol motorik terletak di kiri lobus frontal berbatasan dengan area
Broca manakala lesi transkortikol sensorik terletak di temporo-oksipital
berhampiran Area Wernicke.
24
Amnestik (anomik) afasia. Jenis afasia yang ditandai dengan gangguan
penamaan dan mencari perkataan. Bicara masih spontan dan fasih tapi
sulit untuk menemukan kata dan mencipta ayat. Kemampuan untuk
mengulang, memahami, dan menulis kata-kata pada dasarnya normal.
Daerah lesinya di korteks temporoparietal atau di substansia nigra.
Afasia konduksi. Pengulangan sangat terganggu; fasih, bicara spontan
terganggu oleh jeda untuk mencari kata-kata. Pemahaman bahasa hanya
sedikit terganggu. Daerah lesi ialah fasikulus arkuata.
Afasia subkortikal. Jenis aphasia yang mirip dengan yang dijelaskan
dapat diproduksi oleh subkortikal lesi pada berbagai situs (thalamus,
kapsul internal striatum anterior).
Terdapat 3 area utama pusat bahasa yaitu, area Broca, area Wernicke dan
area konduksi:
Area Broca yang merupakan area motorik untuk berbicara. Area
Broca terletak di posterior gyrus frontal. Secara neuroanatomi,
daerah ini digambarkan sebagai daerah Brodman 44 dan 45.
Area Wernicke dimana pusat pemprosesan kata kata yang
diucapkan terletak di posterior gyrus temporal superior. Secara
neuroanatomi, daerah ini digambarkan sebagai daerah Brodmann
22.
Area konduksi terdiri daripada fasikulus arkuata yang merupakan
satu bundel saraf yang melengkung dan menguhubungkan antara
area Broca dan area Wernicke. Kerusakan fasikulus arkuata
menyebabkan: timbul defisit unutk mengulang kata kata.
26
2. Epidemiologi
27
3. Etiologi
a) Stroke – iskemik strok dan hemoragik strok
b) Trauma kepala
c) Tumor otak (Space Occupying lesion)
d) Penyakit degeneratif seperti dementia.
e) Infeksi pada otak – meningitis dan meningioencephalitis
4. Patofisiologi
Area motorik disuplai oleh arteri serebri anterior dan arteri serebri
media yang bercabang dari arteri karotis interna. Arteri serebri anterior
menyuplai korteks lobus frontalis dan lobus parietalis, manakala arteri serebri
media menyuplai korteks bagian lateral. Apabila terjadi kerusakan pada arteri
serebri media yang menyuplai area Wernicke, Broca dan area fasikulus
arkuata akan menyebabkan gangguan untuk memahami kata-kata, berbicara
dengan lancar dan juga mengulang kata kata.7
5. Gejala Klinis
Afasia Broca
a. Bicara tidak lancar
b. Tampak sulit memulai bicara
c. Kalimatnya pendek
d. Repetisi buruk
e. Kemampuan menamai buruk (anomia)
f. Pemahaman lumayan
g. Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks
Afasia wernicke
a. Bicara lancar
b. Panjang kalimat normal
c. Repetisi buruk
28
d. Kemampuan menamai buruk (anomia)
e. Komprehensi auditif dan membaca buruk
Afasia konduksi
a. Bicara lancar
b. Pemahaman bagus
c. Repetisi
29
6. Diagnosa
Boston Diagnostic Aphasia Examination (Goodglass & Kaplan, 1972
digunakan untuk memenuhi tiga kriteria
a) mendiagnosis dan mengenal sindrom afasia, yang mengarah ke
lokalisasi otak
b) pengukuran tingkat kinerja, baik untuk penentuan awal dan deteksi
perubahan dari waktu ke waktu
c) assesment komprehensif dari aset dan kemampuan penderita di
semua bidang sebagai panduan untuk terapi.
Diselenggarakan kepada lima bagian utama: Percakapan dan
ekspositori berbicara, pemahaman pendengaran, ekspresi lisan, tertulis
pemahaman bahasa, dan menulis.9
30
7. Penatalaksanaan
31
Chicago, metode ini diintegrasikan ke dalam program komputer. Disebut
"Aphasia Scripts" yaitu terapi secara virtual untuk memberikan bantuan
penderita aphasia.
c. Supported Conversation: Berasal oleh Aura Kagan di Toronto, Kanada,
adalah strategi tertentu untuk meningkatkan kepercayaan komunikasi
yang umum ditemukan dalam kelompok masyarakat. Relawan dilatih
untuk terlibat dalam percakapan dengan orang-orang yang memiliki
afasia.8
32
BAB III
PEMBAHASAN
33
seperti omeprazole, phenitoin, clobazam dan paracetamol diberikan untuk
mengurangi gejala mual, muntah, tremor dan demam.
34
DAFTAR PUSTAKA
35