Anda di halaman 1dari 30

STATUS PASIEN

I. Identitas Penderita

Nama : Ny MH

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Kawin

Agama : Islam

Pekerjaan : Swata

Alamat : Wolo RT 006/002 Penawangan Grobogan

No. RM : 13.50xxx

Tanggal Masuk RS: 12 -05- 2018

I. Data Subyektif :
A. Keluhan Utama
Nyeri kepala dan lemah anggota gerak sebelah kanan.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli saraf RSI Sultan Agung dengan keluhan nyeri kepala terus
menerus sejak 5 hari yang lalu, nyeri kepala di rasakan semakin memberat dan mengganggu
aktifitas, nyeri dirasakan berdenyut pada bagian depan kepala, sering muncul pada pagi hari,
disertai mual dan muntah. Satu minggu yang lalu, pasien terjatuh dalam posisi duduk karena
merasa lemah pada tungkai, namun kepala tidak terbentur maupun pingsan.
Pasien juga mengaku sebelum masuk RS sempat kejang selama 10 menit, kejang
terjadi pada seluruh tubuh, selama dan setelah kejang pasien mengaku masih sadar. Pasien
mengaku mulai sering mengalami keluhan sejak operasai sinusitis sekitar 3 bulan sebelum
masuk RS. BAK dan BAB dalam batas normal.
A. Riwayat Penyakit Dulu :
 Riwayat hipertensi diakui
 Riwayat penyakit DM disangkal
 Riwayat penyakit kelainan darah dan keganasan disangkal.
 Riwayat penyakit gangguan pernafasan dan jantung disangkal.
 Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
II. Objektif.
A. Status Interna
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 125/75 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36 °C
Kepala : mesochepal
Leher : simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax :
Cor : BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Sn. Vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : thympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Ektremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-

B. Status Neurologi
GCS : E4 V5 M6
1. Meningeal Sign :
a. Kaku kuduk : (-)
b. Kernig sign : (-)
c. Brudzinki I-IV : (-)
2. Nervi Cranialis
a. N. Olfaktorius (N.I)
Subjektif : tidak dilakukan
Dengan bahan : tidak dilakukan

b. N. Optikus (N. II)


Kanan Kiri
Tajam Penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang penglihatan Dalam batas normal Dalam batas normal
Warna Dalam batas normal Dalam batas normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. N. Okulomotorius, Troklearis, Abducen (N. III, IV, VI)
Kanan Kiri
Gerakan Bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Pupil (besar/bentuk) Ø 3 mm / isokor Ø 3 mm / isokor
Reflek cahaya langsung (+) (+)
Reflek konsensual (+) (+)
Reflek konvergensi (+) (+)
Reflek akomodasi (+) (+)
d. N. Trigeminus (N. V)
1. Sensorik : dalam batas normal
2. Motorik
a. Merapatkan gigi : dalam batas normal
b. Membuka Mulut : dalam batas normal
c. Menggigit tongue spatel kayu : tidak dilakukan
d. Menggerakkan rahang : dalam batas normal
3. Refleks
a. Maseter/mandibula : dalam batas normal
b. Kornea : dalam batas normal
e. N. Facialis (N. VII)
1. Motorik :
a. Kondisi diam : dalam batas normal
b. Kondisi bergerak : dalam batas normal
2. Sensorik khusus
a. Lakrimasi : tidak dilakukan
b. Refleks Stapedius : tidak dilakukan
c. Pengecapan 2/3 anterior lidah : tidak dilakukan
f. N. Statoakustikus (N.VIII)
Kanan Kiri
Suara Bisik Dalam batas normal Dalam batas normal
Detik Arloji Dalam batas normal Dalam batas normal
Tes Garpu tala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Kalori Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g. N. Glosopharingius, Vagus (N.IX, X)
1. Inspeksi oropharing
a. Keadaan istirahat : simetris
b. Saat fonasi : simetris
2. Refleks (muntah/batuk) : (+)
3. Sensorik khusus (pengecapan 1/3 belakang lidah) : tidak dilakukan
4. Suara (serak/parau) : (-)
5. Menelan (sukar menelain cair/padat) : (-)
h. N. Acesorius (N. IX)
Kanan Kiri
Mengangkat bahu (+) (+)
Memalingkan muka (+) (+)
i. N. Hipoglosus (N. XII)
a. Kondisi diam : dalam batas normal
b. Kondisi bergerak : dalam batas normal
C. Status Motorik
1. Observasi : dalam batas normal
2. Palpasi : dalam batas normal
3. Perkusi : dalam batas normal
4. Tonus : hipertonu
5. Kekuatan otot
a. Ekstremitas Atas
Kanan Kiri
M. Deltoid +4 +5
M. Biceps brakii +4 +5
M. Triceps +4 +5
M. Brakioradialis +4 +5
M. Pronator teres +4 +5
Genggaman Tangan +4 +5
b. Ekstremitas Bawah
Kanan Kiri
M. Illiopsoas +5 +5
M. Kwadriceps femoris +5 +5
M. Hamstring +5 +5
M. Tibialis anterior +5 +5
M. Gastrocnemius +5 +5
M. Soleus +5 +5
D. Status Sensorik
1. Ekteroseptik/protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar)
kaki kanan > kaki kiri
2. Propioseptik (gerak/posisi, getar, dan tekan)
kaki kanan > kaki kiri
3. Kombinasi
 Sterognosis : dalam batas normal
 Barognosis : dalam batas normal
 Graphestesia : dalam batas normal
 Two point tactile discrimination : dalam batas normal
 Sensory extinction : (-)
 Loss body image : (-)
E. Reflek Fisiologis
1. Reflek superfisial
No. Kanan Kiri
1. Dinding Perut/BHR (+) (+)
Epigastrik (+) (+)
Supraumbilical (+) (+)
Umbilical (+) (+)
Infraumbilical (+) (+)
2. Cremaster (+) (+)
2. Reflek tendon/periosteum
a. BPR/ Biceps : (+1 / +2)
b. TPR/ Triceps : (+1 / +2)
c. KPR/ Patela : (+1 / +2)
d. APR/ Achilles : (+1 / +2)
e. Klonus : Lutut/ patela : (- / -)
Kaki/ ankle : (- / -)
F. Reflek Patologis
Kanan Kiri
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaffer (-) (-)
Gonda (-) (-)
Stransky (-) (-)
Rossolimo (-) (-)
Mendel-Bechterew (-) (-)
Hoffman (-) (-)
Tromner (-) (-)

G. Reflek Primitif
Kanan Kiri
Grasp Reflex (-) (-)
Palmo-mental reflex (-) (-)

H. Pemeriksaan Cerebelum
1. Koordinasi
a. Sinergia : tidak dilakukan
b. Diadokinesia : tidak dilakukan
c. Metria : tidak dilakukan
d. Tes Memelihara Sikap
 Rebound Phenomenon : tidak dilakukan
 Tes Lengan Lurus : tidak dilakukan
2. Keseimbangan
a. Sikap duduk : tidak dilakukan
b. Sikap Berdiri : tidak dilakukan
c. Berjalan/ gait : tidak dilakukan
3. Tonus pendular : tidak dilakukan
4. Tremor intension : tidak dilakukan
I. Pemeriksaan Fungsi Luhur
1. Aphasia : (-)
2. Alexia : (-)
3. Apraksia : (-)
4. Agraphia : (-)
5. Akalkulia : (-)
6. Right-left disorientation : (-)
7. Fingeragnosia : (-)
J. Tes Sendi Sakroiliaka
1. Patrick’s : (- / -)
2. Contra patrick’s : (- / -)

K. Tes Provokasi n. Ischiadicus


1. Laseque : (- / -)
2. Sicard’s : (- / -)
3. Bragard’s : (- / -)
4. Minor’s : (-)
5. Neri’s : (-)
6. Door Bell Sign : (- / -)
7. Kemp Sign : (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Laboratorium (12 Mei 2018)


Hematologi
◦ Hemoglobin : 13,6 g/dL
◦ Hematokrit : 40,6 %
◦ Trombosit : 416 x 10^3/uL
◦ Lekosit : 12,67 x 10^3/uL (H)

• Kimia klinik
◦ Ureum : 35 mg/dL
◦ Creatinin : 0,91 mg/Dl
◦ GDS : 108 mg/dl

 CT-Scan Brain kontras


Interpretasi :
 Sulci, fissura dan cysterna tampak sempit.
 Tampak lesi hipodens batas tegas tepi reguler di ganglia basalis kiri dengan perifocal
edema luas pada fromto-temporo-parietal kiri sampai ke regio pons sisi kiri figer like,
ukuran sekitar 3,5 x 5,1 x 3,9 cm, post injeksi kontras tampak penyengatan ringan
heterogen.
 Ventrikel lateralis kiri kompresi.
 Tampak deviasi garis tengah ke kanan > 5 mm.
 Serebelum tak jelas kelainan.
Kesan :
 Massa di ganglia basalis kiri ukuran sekitar 3,5 x 5,1 x 3,9 cm dengan perifocal edema
luas fronto-temporoparietal kiri sampai sampai pons sisi kiri
 Tampak jelas tanda peningkatan intrakranial.

IV. ASSESSMENT
A. Klinis
Hemiplegi dextra superior + Kejang fokal sederhana
B. Topis
Intra kranial, Temporo parietal sinistra
C. Etiologi
SOL ec Tumor otak

V. PLANNING
A. Assessment : SOL
B. Plan Diagnostik:
CT- Scan kepala
C. Plan Terapi:
Medikamentosa :
- infus RL 20 tpm
- injeksi dexametason 4x2 A
- injeksi phenitoin 1x2 A
Non medikamentosa
Bed rest
Konsul ke dokter spesialis bedah saraf
Plan Monitoring :
- Keadaan umum
- - Tanda vital
- GCS
- Perbaikan gejala dan tanda
Plan Edukasi :
- Mengikuti fisioterapi secara teratur
- Menjelaskan penyakit yang diderita kepada pasien dan keluarganya.
- Minum obat secara teratur

PROGNOSIS
Dubia at bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. ANATOMI OTAK


Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal menyerupai agar dan terletak di
dalam ruangan yang tertutup oleh tulang, yaitu cranium (tengkorak), yang secara absolut
tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada orang dewasa. Berat otak manusia sekitar
1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron atau dapat diibaratkan sejumlah
bintang di langit. Masing-masing neuron mempunyai 1000 sampai 10.000 korteks sinaps
dengan sel saraf lainnya, sehingga mungkin jumlah keseluruhan sinaps di dalam otak dapat
mencapai 100 triliun.
Gambar penampang otak dapat dilihat pada gambar di bawah.5

Jaringan otak dillindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari permukaan luar adalah
kulit kepala, tulang tengkorak, meningens (selaput otak), dan likuor serebrospinal. Meningens
terdiri dari tiga lapisan, yaitu : Duramater (meningens cranial terluar), arakhnoid (lapisan
tengah antara duramater dan piamater), dan piamater (lapisan selaput otak yang paling
dalam). Di tempat-tempat tertentu duramater membentuk sekat-sekat rongga cranium dan
membaginya menjadi tiga kompartemen. Tentorium merupakan sekat yang membagi rongga
cranium menjadi supratentorial dan infratentorial, memisahkan bagian posterior-inferior
hemisfer serebri dari serebelum.
Korteks serebrum mempunyai pola individual (yang berbeda antara manusia satu dan
lainnya) yang ditandai dengan celah-celah yang disebut sulkus dan birai-birai yang dikenal
dengan nama girus. Dengan adanya sulkus di atas, serebrum dapat dibagi menjadi beberapa
lobus ; (1) Lobus frontalis di fosa anterior; pusat fungsi perilaku, pengambilan keputusan, dan
control emosi; (2) Lobus temporalis di fosa media; pusat pendengaran, keseimbangan, dan
emosi-memori; (3) Lobus oksipitalis di belakang dan di atas tentorium; pusat penglihatan dan
asosiasi; (4) Lobus parietalis di antara ketiganya; pusat evaluasi sensorik umum dan rasa
kecap.

III.2. DEFINISI
Neoplasma merupakan setiap pertumbuhan sel-sel baru dan abnormal; secara khusus
dapat diartikan sebagai suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dan progresif. Neoplasma
ganas dibedakan dengan neoplasma jinak; neoplasma ganas menunjukkan derajat anaplasia
yang lebih besar dan mempunyai sifat invasi serta metastasis.
Tumor otak atau glioma adalah sekelompok tumor yang timbul dalam sistem saraf
pusat dan dapat dijumpai beberapa derajat defisiensi glia. Apabila sel-sel tumor berasal dari
jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ lain seperti;
kanker paru, payudara, prostat, ginjal, dan organ lain, disebut tumor otak metastase atau
sekunder. Tumor otak atau tumor intrakranial merupakan suatu proses desak ruang (space
occupying lession) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen
supratentorial maupun infratentorial.

III.3. EPIDEMIOLOGI
Tumor susunan saraf pusat ditemukan kurang lebih 10% neoplasma seluruh tubuh,
dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% ekstrakranial. Tumor primer pada
susunan saraf pusat dijumpai sebanyak 10% dari seluruh penyakit neurologik yang ditemukan
di rumah sakit umum. Pada umumnya penderita tumor intrakranial, laki-laki lebih banyak
ditemukan daripada wanita, kecuali meningioma, dimana insidensinya adalah laki-laki
sebesar 72.92 % dibandingkan dengan perempuan sebanyak 27.08 % dengan kelompok usia
terbanyak yaitu 51 sampai 60 tahun. Insiden tahunan intrakranial di Amerika Serikat adalah
sekitar 16.5 per 100.000 populasi per tahun, dimana separuhnya adalah kasus tumor primer
yang baru dan separuh sisanya merupakan lesi-lesi metastasis. Di Indonesia frekuensi tumor
otak perimer bervariasi tergantung umur pendertia. Insidensi mulai meningkat pada
kelompok usia dekade pertama yaitu dari 2/100.000 populasi/ tahun pada kelompok umur 10
tahun menjadi 8/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 40 tahun, kemudian meningkat
tajam menjadi 20/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 70 tahun.
Lokasi tumor terbanyak berada di cerebellum (28.83 %), sedangkan tumor tumor
lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, brainstem,
cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan patologi anatomi, jenis tumor
terbanyak yang dijumpai adalah meningioma dengan angka kejadian sebesar 25 %.

III.4. ETIOLOGI
Etiologi spesifik terjadinya tumor otak belum diketahui secara pasti. Faktor etiologi
yang diduga memegang peranan terjadinya tumor otak adalah bahan karsinogen seperti
nitrosamides dan nitrosoureas, virus seperti Epstein-Barr, imunologi, keturunan, sisa-sisa
embrionik, radiasi dan trauma kepala. Tumor yang berhubungan dengan faktor keturunan
adalah tubero sklerosis, von Hippel-Lindau sindrom, dan von Reckling Hausen’s
neurofibromatosis, sedang lainnya tidak memunyai bukti kuat keturunan.
Radiasi jenis ionizing radiation bisa menyebabkan tumor otak jenis tumor
neuroepithelial dan meningioma. Selain itu, paparan sinar X juga dapat meningkatkan risiko
tumor otak.

III.5. KLASIFIKASI
Tumor intrakranial dibagi berdasarkan patologi dan letak tumor tersebut, tetapi secara
klinis pembagian menurut letak tumor merupakan hal terpenting karena akan memberikan
gejala fokal sesuai dengan letak tumor disamping gejala umum yang tidak spesifik.
Klasifikasi yang berkaitan dengan gradasi keganasan dikembangkan oleh Borders
(1915) yang mengelompokkan tumor otak (yang struktur selulernya sejenis) menjadi empat
tingkat anaplasia seluler.
Grade I : diferensiasi sel 75 – 100 %
Grade II : diferensiasi sel 50 – 75 %
Grade III : diferensiasi sel 25 – 50 %
Grade IV : diferensiasi sel 0 – 25 %
WHO membagi tumor otak berdasarkan jaringan asal tumor, yaitu :
1. Tumor Neuroepithelial
a. Tumor Glial
i. Astrositoma
1. Atrositoma Pilositik
2. Astrositoma Difus
3. Astrositoma Anaplastik
4. Glioblastoma
5. Xantoastroma Pleomorfik
6. Astrositoma Subependimal Giant Cell
ii. Tumor Oligodendrial
1. Oligodendroglioma
2. Oligodendroglioma Anaplastik
iii. Glioma Campuran
1. Oligoastrositoma
2. Oligoastrositoma Anaplastik
iv. Tumor Ependimal
1. Ependimoma Myxopapilari
2. Subependimoma
3. Ependimoma
4. Ependimoma Anaplastik
v. Tumor Neuroepithelial lainnya
1. Astroblastoma
2. Glioma Koroid dan Ventrikel III
3. Gliomatomosis Serebri
b. Tumor Neuronal dan campuran Neuronal-Glia
i. Ganglisitoma
ii. Gangliglioma
iii. Astrositoma Desoplastik Infantil
iv. Tumor Disembrioplastik Neuroepithelial
v. Neurositoma Operasi
vi. Liponeurositoma Serebelar
vii. Paraganglioma
c. Tumor Non-Glial
i. Tumor Embrional
1. Ependiblastoma
2. Meduloblastoma
3. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial
ii. Tumor Plexus Khoroideus
1. Papiloma Pleksus Khoroideus
2. Karsinoma Pleksus Khoroideus
iii. Tumor Parenkim Pineal
2. Tumor Meningeal
a. Meningioma
b. Hemangoperisitoma
c. Lesi Melanositik
3. Tumor Germ Cell
a. Germinoma
b. Karsinoma Embrional
c. Tumor Sinus Endodermal (Yolk Sac)
d. Khoriokarsinoma
e. Teratoma
f. Tumor germ cell campuran
4. Tumor Sella
. Adenoma hipofisis
b. Karsinoma prostat
c. Kraningofaringoma
5. Tumor dengan Histogenesis yang Tidak Jelas
a. Hemangioblastoma Kapiler
6. Limfoma Sistem Saraf Pusat Primer
7. Tumor Nervus Perifer yang Mempengaruhi SSP
8. Tumor Metastasis
a. Metastasis single atau multiple
b. Karsinomatosis meningeal

Gambaran Penumpukan zat Kontras Gambaran MRI T1 – Sagital. Postkontras.


pada Tumor di Ventrikel Lateral - Tumor Plexus Khoroideus.
Ependimoma

III.6. PATOFISIOLOGI
Tekanan oleh lesi desak ruang
Tekanan oleh massa neoplasma menyebabkan konsekuensi lesi desak ruang atau
space occupying lesion (SOL). Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga
komponen yaitu otak, cairan serebrospinal (CSS) dan darah intravaskuler. Kranium hanya
mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium
yang kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Maka kompartemen yang
berada di atas tentorium serebelli disebut supratentorial, sedangkan yang berada di bawahnya
disebut infratentorial.
Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK yang disebut doktrin Monroe-
Kellie. Dinyatakan bahwa volume total isi intrakranial aalah tetap konstan. Ini beralasan
karena kranium adalah rongga yang tidak ekspansil. Bila V adalah volume, maka :
Votak + VCSS + Vdarah = konstan
Berdasarkan doktrin Monroe-Kellie tersebut dinyatakan bahwa setiap penambahan
volume atau perubahan ke salah satu dari konstituen otak harus dikompensasi dengan
penurunan volume konstituen lainnya (darah dan CSS) secara seimbang. TIK akan meningkat
hanya bila mekanisme kompensasi ini gagal. Misalnya neoplasma fossa posterior atau
infratentorial adalah merupakan lesi massa sendiri, namun juga memblok aliran CSS dari
ventrikel atau melalui foramen magnum, sehingga volume CSS menumpuk dan kompensasi
untuk massa tumornya sendiri akan terbatas.
Oleh karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti neoplasma intrakranial, bertambah,
kompensasinya adalah mengeluarkan CSS dari rongga kranium sehingga tekanan intrakranial
tetap normal. Saat mekanisme kompensasi tak lagi efektif, TIK mulai naik secara nyata,
bahkan dengan penambahan neoplasma intrakranial ukuran kecil. Oleh karena itu, TIK yang
normal tidak menyingkirkan kemungkinan adanya lesi massa.
Konsekuensi lesi desak ruang berupa :
1. Pergeseran CSS
Pergeseran CSS pada neoplasma intrakranial akan menimbulkan gambaran CT Scan
berupa ventrikel lateral kolaps pada sisi ipsilateral dari neoplasma sedangkan
ventrikel lateral sisi kolateralnya akan tampak distensi.
2. Pergeseran volume otak (herniasi serebri)
Pergeseran otak oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat terbatas.
Neoplasma yang tumbuh lambat, seperti meningioma, pergeseran otak juga lambat.
Neoplasma yang pertumbuhannya cepat, seperti glioblastoma, otak segera tergeser
dari satu kompartemen intrakranial ke kompartemen lainnya atau hanya melalui
foramen magnum. Neoplasma yang terus membesar, volume yang dapat digeser
terpakai semua dan TIK mulai meningkat. Peningkatan TIK yang persisten diatas 20
mmHg berhubungan dengan peningkatan tahanan aliran CSS. Gambaran CT Scan
menunjukkan bagian yang tahanannya meningkat adalah tentorium, yaitu dengan
obliterasi sisterna perimesensefalik merupakan bukti penting bahwa TIK meningkat.

Tekanan oleh edema serebri


Perubahan blood-brain barrier dapat terjadi pada neoplasma intrakranial, yaitu terjadi
pergerakan molekul besar seperti protein dari darah ke otak. Hal ini dapat menimbulkan
edema otak. Kerusakan fisik BBB menyebabkan pergerakan cairan yang berasal dari plasma
melalui BBB. Kerusakan BBB ini dapat dilihat pada CT scan yang diperkuat dengan injeksi
media kontras yang mengandung iodin.
Edema otak adalah peningkatan volume otak akibat bertambahnya kandungan air dan
sodium pada jaringan otak. Menurut Klatzo ada beberapa jenis edema otak yaitu edema
vasogenik dan edema sitotoksik, sedangkan Fisman menambahkannya dengan edema
interstitial.
Edema sitotoksik dicetuskan oleh satu “cedera hipoksik” dimana efek dari deprivasi
oksigen menyebabkan kerusakan pompa sodium-ATP dependen dalam sel, sehingga sodium
terakumulasi di dalam sel diikuti oleh influksnya air ke dalam sel. Edema interstitial dapat
terjadi pada hidrosefalus obstruktif, dimana cairan serebrospinal masuk ke jaringan
perivaskuler dan mengisi ruang antar sel. Edema vasogenik banyak dihubungkan dengan
neoplasma intrakranial yang terjadi karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler,
perpindahan tekanan dari vaskuler ke kompartemen ekstraseluler.

Obstruksi aliran cairan serebrospinal


CSS merupakan cairan jernih tak berwarna yang melindungi otak terhadap goncangan
dan mampu meredam kekuatan yang terjadi pada gerak kepala normal. CSS diproduksi
terutama oleh pleksus khoroid ventrikel lateral III dan IV, dimana ventrikel lateral
meruapakan bagian terpenting. Ventrikel lateral memproduksi sekitar 70 % CSS dan 30 %
sisanya berasal dari struktur ekstrakhoroideal seperti ependima dan parenkim otak. CSS
bersirkulasi pada sistem ventrikuler, dari ventrikel lateral melalui foramen Monro ke
ventrikel tiga, akuaduktus dan ventrikel empat. CSS kemudian keluar melalui foramina di
atap ventrikel keempat ke sisterna magna. Selanjutnya sebagian CSS menuju rongga
subarakhnoid spinal, namun sebagian selanjutnya mengelilingi otak tengah untuk mencapai
rongga subarakhnoid di atas konveksitas hemisfer serebral. CSS kemudian diabsorpsi di sinus
sagital. Obstruksi pada setiap bagian perjalanan aliran CSS akan menyebabkan dilatasi sistem
ventrikel.

Obstruksi sistem vena


Bagian paling labil pada peningkatan TIK dan mempunyai hubungan yang besar
dengan klinis adalah peningkatan volume darah serebral. Ini mungkin terjadi akibat dilatasi
areterial yang berhubungan dengan peningkatan aliran darah serebral, atau karena obstruksi
aliran vena dari rongga kranial sehubungan dengan pengurangan aliran darah serebral.

Obstruksi absorbsi cairan serebrospinal


Gangguan pada absorbsi CSS ataupun produksi berlebihan dapat menyebabkan
peningkatan TIK, misalnya pada meningioma yang dapat mengganggu proses aborbsi CSS.

Peningkatan TIK
Tahap awal ekspansi intrakranial terjadi peningkatan sedikit TIK dan pasien tetap
baik dengan sedikit gejala. Bila massa terus bertambah besar, mekanisme kompensasi
berkurang, maka TIK makin meningkat. Pasien mengeluh nyeri kepala yang memburuk oleh
faktor penambah TIK seperti batuk, manuver valsava, bungkuk, atau berbaring terlentang,
dan kemudian lebih mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak menyebabkan
peninggian tekanan darah, sedangkan denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Adanya
ekspansi dan peningkatan TIK selanjutnya, pasien menjadi tidak responsif. Pupil tidak
bereaksi dan terjadi dilatasi, serta tidak ada refleks batang otak. Akhirnya fungsi batang otak
berhenti. Tekanan darah semakin turun, nadi melambat, respirasi menjadi lambat dan tak
teratur hingga akhirnya berhenti. Terjadilah kejadian iskemik otak yang menyebabkan
kematian neuron otak, yang dapat berakibat kematian.

III.7. GEJALA DAN TANDA TUMOR INTRAKRANIAL


Tumor intrakranial dapat menimbulkan gejala umum dan gejala fokal. Gejala umum
disebabkan karena meningginya tekanan itrakranial yang berhubungan dengan pertumbuhan
tumor dan edema serebral, sedangkan gejala fokal disebabkan karena penekanan langsung
atau infiltrasi tumor pada otak yang ditempatinya.
Edema serebral akibat tumor disebabkan karena kerusakan/ kelainan sawar darah
otak. Edema di sekitar tumor otak ini akan menyebabkan tekanan tinggi intrakranial dan akan
mengakibatkan aliran darah otak setempat menurun, serta penekanan mikrosirkulasi. Edema
yang terjadi disini disebut edema vasogenik. Beberapa tumor dapat menyebabkan
tersumbatnya aliran cairan liquor pada ventrikel sehingga menyebabkan hidrosefalus dan
pelebaran ventrikel yang proksimal. Edema disini disebut sebagai edema interstitial. Masa
tumor dan edema serebral akan menekan ke segala arah sehingga terjadi pergeseran jaringan
otak, terutama ke daerah tentorial notch dan foramen magnum yang akan mengakibatkan
herniasi transtentorial dan tonsilar.
Karakteristik dari gambaran klinis tumor intrakranial adalah adanya gejala gejala yang
progresif. Gejala progresif ini dapat berupa perdarahan intrakranial, atau bangkitan kejang
akibat rangsangan kortikal, sampai kemunduran mental akibat pertumbuhan yang lambat.
Manifestasi umum dapat berupa perubahan mental, nyeri kepala, bangkitan kejang
umum, mual dan muntah, perubahan vasomotor dan otonomik, tanda lokalisasi yang
menyesatkan. Manifestasi fokal dapat berupa bangkitan kejang, paresis, kelainan sensorik,
kelainan berbicara dan kelainan lapang pandang.

Perubahan Mental
Perubahan mental biasanya derajat ringan dan kejadiannya perlahan sehingga anggota
keluarga pun seringkali tidak mengetahui sampai terjadinya perubahan tingkah laku.
Perubahan mental karakteristik berupa retardari psikomotor, yang dapat berupa tidak teguh
dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, emosi labil, kaku (inertial), salah pengertian dan
pelupa, masa bodoh dengan keadaan sosial, inisiatif berkurang, dan spontanitas berkurang.
Penderita biasanya mengeluh lemah, capek dan mau tidur terus-menerus. Bingung dan
demensia umumnya ditemukan pada keadaan lanjut.
Perubahan mental ini umumnya bukan berasal dari kelainan fokal otak, namun karena
kerusakan yang luas dari substansia alba lobus frontal, lobus temporal, dan korpus kallosum,
walaupun adanya depresi lebih sering diteukan pada lesi frontal daripada lesi yang posterior.

Nyeri Kepala / Cephalgia


Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di daerah kepala dengan
batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan kausanya digolongkan nyeri
kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak
jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur dan sejenisnya. Nyeri kepala sekunder
adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi atau struktur dan bersifat kronis
progresif, antara lain meliputi kelainan non vaskuler.

Berdasarkan klasifikasi nyeri kepala dari International Classification Headache


Society edisi II tahun 2004 (ICHD-II), nyeri kepala yang berkaitan dengan tumor intrakranial
merupakan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala merupakan gejala awal dari sekitar 20 – 25
% penderita tumor intrakranial, dan didapatkan kurang lebih 90 % dari seluruh penderita
tumor intrakranial dalam perjalanan penyakitnya.

Struktur bangunan peka nyeri di kepala adalah :


1. Struktur intrakranial
a. Sinus kranialis dan vena aferen (sinus venosus dan vena-vena yang mensuplai
sinus-sinus tersebut).
b. Arteri dari duramater (arteri meningea media).
c. Arteri di basis kranii yang membentuk sirkulus Wilisi dan cabangcabang besarnya.
d. Sebagian duramater yang berdekatan dengan pembuluh darah terutama yang
terletak di basis fossa kranii anterior dan posterior serta meningens.
2. Struktur ekstrakranial meliputi
a. Kulit, scalp, otot, tendon, dan fascia daerah kepala dan leher.
b. Mukosa sinus paranasalis dan cavum nasi.
c. Gigi geligi.
d. Telinga luar dan tengah.
e. Arteri ekstrakranial.
3. Saraf
a. Nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus glossofaringeus, nervus vagus.
b. Saraf spinal servikal 1, 2, 3.
Beberapa nyeri kepala tertentu menunjukkan kemungkinan besar terjadinya
pertumbuhan tumor intrakranial, yaitu meliputi nyeri kepala yang membangunkan pasien saat
tidur nyenyak (10-32%), nyeri kepala bertambah hebat saat bangun dan beraktivitas (15-
36%), nyeri kepala makin berat dengan perubahan posisi kepala, batuk, manuver valsava,
ataupun dengan kegiatan fisik (20-30%), nyeri kepala yang berbeda dibandingkan dengan
nyeri kepala yang biasanya dialami pasien, atau nyeri kepala disertai nausea atau vomitus
(30-40%). Hal ini membtuhkan evaluasi lebih lanjut dengan Computed Tomography Scan
(CT Scan) atau Magnetic Resonantie Imaging (MRI).

Mekanisme nyeri kepala pada tumor intrakranial adalah :


1. Traksi atau pergeseran struktur bangunan peka nyeri karena suatu desakan,
misalnya massa neoplasma dan edema perifokal.
2. Inflamasi pada dan di sekitar bangunan peka nyeri. Terjadi pelepasan substansi dari
neuron di sekitar daerah lesi. Makrofag melepaskan sitokin inflamasi (IL- 1, IL-6,
TNF- , NGF). Neuron yang rusak melepaskan ATP dan proton. Selmast melepaskan
histamin, prostaglandin, serotonin, ekspresi enzim siklooksigenase. Terjadi subtansi
yang dapat merangsang nosiseptor seperti neurokinin A, substansi P, calcitonin gene
related peptide (CRGP), dan reseptor vanilloid-1 yang kemudian menyebabkan
sensitisasi sentral, lalu timbullah persepsi nyeri kepala.
3. Edema serebri dan obstruksi aliran cairan serebrospinal yang menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial
4. Pergeseran garis tengah serebral.

Nyeri kepala ditentukan oleh topis dan volume tumor otak intrakranial. Besar kecilnya
volume tumor intrakranial yang dapat menimbulkan nyeri kepala belum pernah dinyatakan
dalam literatur.
Lokasi nyeri kepala dapat menunjukkan perkiraan letak atau topis tumor intrakranial.
Tidak semua neoplasma intrakranial dapat menunjukkan keluhan nyeri kepala. Peneliatan
Suwanwela dkk, menyebutkan bahwa nyeri kepala muncul pada 92 – 95 % pasien neoplasma
intraventrikuler dan neoplasma di midline, 70 – 84 % pada neoplasma infratentorial, 55 – 60
% pada neoplasma supratentorial. Sedangkan pada letak lainnya, nyeri kepala tidak muncul.
Pasien dengan tumor supratentorial sebagian besar merasakan nyeri kepala frontal.
Hal ini disebabkan struktur supratentorial yang sensitif terhadap nyeri mendapat suplai dari
aferen-aferen saraf trigeminal sehingga nyeri sering dialihkan ke lokasi frontal. Tumor
infratentorial akan mengiritasi struktur sensitif nyeri yang dipersarafi oleh cabang-cabang
nervus glossofaringeus dan vagus dan saraf-saraf servikal atas, sehingga nyeri dialihkan pada
oksipital dan leher.
Intensitas nyeri kepala pada neoplasma intrakranial dapat diukur dengan Numeric
Pain Scale (NPS).

NPS dilengkapi dengan suatu skema berbentuk seperti penggaris untuk


mempermudah pasien menunjuk angka yang dimaksudnya. NPS ini efektif untuk orang
dewasa dengan berbagai derajat disfungsi kognitif, namun tidak dapat diterapkan pada anak-
anak. Skor 0 adalah tidak nyeri kepala, skor 1 – 3 adalah nyeri ringan, skor 4 – 6 adalah nyeri
sedang, skor 7 – 10 adalah nyeri berat.

Kejang Umum
Kejang umum pada penderita tumor intrakranial lebih sering berhubungan dengan
tumor jinak daripada tumor ganas, walaupun lokasi tumor dan infiltrasi atau penekanan tumor
lebih berperan dibanding histologis daripada tumor tersebut. Neoplasma yang berada di
daerah substansia alba dan infratentorial jarang menyebabkan bangkitan kejang dibandingkan
tumor yang terletak kortikal atau subkortikal hemisfer serebri. Kebanyakan tumor terletak di
daerah sentroparietal.
Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah neoplasma intrakranial bila :
1. Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
2. Mengalami post iktal paralisis
3. Mengalami status epilepsi
4. Resisten terhadap obat-obat epilepsi
5. Bangkitan disertai dengan gejala peningkatan TIK lain

Papil edema
Bila ditemukan adanya papiledema pada seorang penderita, maka harus selalu
dipikrkan adanya TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial). Dari penelitian yang dilakukan oleh
Huber (1971) dikatakan bahwa dari 1166 penderita tumor otak, 59 % ditemukan papiledema,
sedangkan 41 % tidak ditemukan. Hampir seluruh penderita bilateral papiledema, sedangkan
unilateral papiledema karena penyakit intraorbita. Beberapa periode terakhir angka kejadian
papiledema menurun dikarenakan cepatnya penegakan diagnosa sehingga cepat diberi
kortikosteroid untuk mengontrol TTIK dan juga pengobatan lainnya. Pada penderita
papiledema umumnya mengeluh melihat bayangan kelabu (graying out phenomenon) atau
seperti melihat gerhana.

Muntah-muntah
Muntah yang disertai mual atau tidak, dapat akibat rangsangan langsung pada pusat
muntah di medulla oblongata. Keadaan ini seringkali berhubungan dengan TTIK, dan lebih
sering ditemukan karena penekanan batang otak akibat sekunder dari herniasi, perdarahan ke
dalam cairan liquor atau adanya tumor pada fosa posterior. Muntah sering timbul pada pagi
hari setelah bangun tidur disebabkan oleh tekanan intrakranial yang meninggi selama tidur
malam, dimana tekanan CO2 serebral meningkat. Sifat muntah dari penderita dengan TTIK
adalah khas, yaitu proyektil tanpa didahului mual.

Perubahan Vasomotor dan Otonomik


Perubahan ini terjadi bila tekanan oleh tumor intrakranial cukup kuat untuk menekan
medulla oblongata. Perubahan ini dapat berupa bradikardi, hipertensi, dan kelainan respirasi.
Bila terjadi penekanan ke hipotalamus maka perubahan otonomik dapat berupa hipotermi,
hipertermi, hipopituitarism, dan pubertas prekoks.

Tanda Lokalisasi yang Menyesatkan ( False Localising Signs )


Suatu neoplasma intrakranial dapat menimbulkan manifestasi klinis yang tidak sesuai
dengan fungsi otak yang didudukinya. Manifestasi tersebut adalah :
1. Kelumpuhan saraf kranial
Akibat desakan neoplasma, saraf kranial dapat tertarik atau tertekan. Desakan itu
tidak harus langsung terhadap saraf kranial. Suatu neoplasma di insulae kanan dapat
mendesak batang otak ke kiri dan karenanya salah satu saraf kranial sisi kiri dapat
mengalami gangguan. Saraf kranial yang sering terkena adalah sarah kranial ke III,
IV, dan VI.
2. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi
Hal ini dapat ditemukan pada pasien neoplasma intrakranial pada salah satu hemisfer .
Oleh karena adanya pergeseran mesensefalon ke sisi kontralateral, pendunkulus
serebri pada sisi kontralateral mengalami kompresi dan refleks patologis pada sisi
neoplasma menjadi postif. Refleks patologis pada sisi kontralateral terhadap
neoplasma menjadi positif karena kerusakan jaras kortikospinalis di tempat yang
diduduki.
3. Gangguan mental
Gangguan mental dapat timbul pada semua pasien neoplasma intrakranial pada letak
di manapun.
4. Gangguan endokrin
Gangguan endokrin dapat muncul karena proses desak ruang di daerah hipofisis, tapi
juga dapat terjadi akibat desakan tidak langsung dari neoplasma di ruang
supratentorial.

III.8. GEJALA BERDASARKAN LETAK TUMOR


1. Lobus frontal
a. Menimbulkan gejala perubahan kepribadian seperti depresi, antisosial, kehilangan
inisiatif, penurunan intelektual, dan penurunan kemampuan inhibisi
b. Menimbulkan masalah psikiatri
c. Bila jaras motorik ditekan oleh tumor, maka hemiparese kontralateral atau kejang
fokal dapat timbul. Gejala kejang biasanya ditemukan pada stadium lanjut.
d. Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinensia
e. Pada lobus dominan dapat menibulkan gejala afasia
2. Lobus temporal
a. Dapat menimbulkan gejala hemianopsia
b. Gejala neuropsikiatri seperti amnesia, hipergrafia, dan deja vu dapat
timbul
c. Lesi pada lobus yang dominan bisa menyebabkan afasia, terutama
afasia sensorik
3. Lobus parietal
a. Menimbulkan gangguan sensori dan motor yang kontralateral
b. Gejala hemianopsia homonim dapat timbul
c. Bila ada lesi pada lobus yang dominan dapat muncul gejala disfasia
d. Lesi yang tidak dominan dapat menimbulkan agnosia geografik dan apraksia
4. Lobus oksipital
a. Menimbulkan hemianopsia yang kontralateral
b. Gangguan penglihatan yang berkembang menjadi agnosia yaitu kebingunan dalam
membedakan kanan dan kiri, jari-jari, akalkulia, dan agrafia bila terjadi pada hemisfer
yang dominan
5. Cerebellopontine angle
a. Tersering berasal dari N. VII yaitu neurinoma akustik
b. Dapat dibedakan karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran
6. Glioma batang otak
a. Biasanya menimbulkan neuropati kranial dengan gejala-gejala seperti diplopia,
abnormalitas pupil, kelemahan wajah, dan disartria
b. Penurunan kesadaran
c. Tremor, muntah, dan cegukan (medula)
7. Cerebellum
a. Gangguan berjalan dan gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti mual,
muntah, dan nyeri kepala. Hal ini juga dapat disebabkan oleh edema yang terbentuk
b. Dismetria, disartria, nistagmus
c. Nyeri kepala khas di daerah oksipital yang menjalar ke leher dan spasme dari otot-
otot servikal (Schiff, 2008).

III.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Computerized Tomography / CT Scan
CT Scan adalah alat diagnostik tumor intrakranial yang aman dan tidak invasif. Masa
tumor menyebabkan kelainan pada tulang tengkorak yang dapat berupa erosi atau
hiperostosis, sedang pada parenkim dapat mengubah struktural normal ventrikel dan
juga dapat menyebabkan serebral edema yang akan terlihat berupa daerah hipodensiti.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat membuat diagnosa yang lebih dini dan akurat serta lebih definitif.
Gambaran otak tersebut dihasilkan ketika medan magnet berinteraksi dengan jaringan
otak pasien.
3. Arteriografi
Setelah ditemukan CT Scan pemakaian arteriografi banyak berkurang untuk tumor
intrakranial. Sekarang ini terutama digunakan untuk melihat pembuluh darah tumor
dan untuk membuat drainage pada saat operasi. Dengan arteriografi sringkali juga
terlihat adanya modul mural pada penderita hemangioblastoma.
4. Foto Polos Kepala
Foto polos kepala yang rutin dikerjakan berguna sekali untuk melihat daerah sella
tursika, tulang tengkorak, dan sinus. Pada TTIK yang kronis dapat terlihat adanya
erosi dari dorsum selle, pelebaran sutura pad bayi dan anakanak, klasifikasi yang
abnormal terutama pada kraniofarngioma yang tumbuh lambat, pembesaran sella, dan
gambaran pembuluh darah / vascular making.
5. Elektroensefalografi
EEG mungkin berguna untuk seleksi penderita tumor otak, walaupun EEG tidak
selalu sangat berguna. Adanya gambaran perlambatan fokal kemungkinan
menunjukkan adanya neoplasma yang tumbuh cepat, tetapi sayangnya tidak dapat
dibedakan dengan abses otak.

III.10. PENGOBATAN8
1. Definitif
a. Pembedahan
Pembedahan pada penderita tumor intrakranial bertujuan untuk memastikan diagnosa,
mengangkat jaringan tumor untuk mengurangi efek masa dan edema, melindungi dan
memperbaiki fungsi neurologis, mengurangi kejang, menjaga aliran CSS,
memperbaiki prognosis.
b. Radiasi
Terapi radiasi sangat berguna untuk tumor intrakranial yang mengalami pembedahan
subtotal. Pada mulanya radiasi hanya diberikan pada tumor primer yang ganas, tetapi
sekarang ini jga diberikan untuk tumor lainnya dengan tingkatan yang ringan dan
tumor metastase. Pemberian umum dengan dosis 180-200 Gy/hari, diberikan 5
kali/minggu sampai tercapai dosis 6000 Gy, pada daerah yang luas dari kepala, tetapi
ada juga yang memberikan terbatas pada daerah tumor saja dengan dosis 5000 – 5500
Gy.
c. Obat-obatan (Medical therapy)
Pengobatan dengan hormon kortikosteroid merupakan pilihan pertama untuk
penderita edema serebral karena tumor intrakranial. Cara kerja kortikosteroid sistemik
dalam mengurangi edema serebal adalah dengan memperbaik permeabilitas pembuluh
darah sekitarr tumor. Dosis dexamethason yang dianjurkan adalah 16 – 32 mg/hari
dan dicoba diturunkan perlahan setelah gejalaterkontrol. Pada penderita tumor
intrakranial dengan herniasi diberikan manitol 1 gr/kgBB disertai dengan
dexamethason 100 mg IV, bila herniasi teratasi dosis steroid dapat diturunkan.
d. Chemotherapy
Tumor intrakranial yang lebih jinak, misalnya astrositoma tingkat I – II,
oligodendroglioma, ependimoma, biasanya dapat disembuhkan dengan pembedahan
dan pengobatan radiasi. Hanya kira-kira 50 % saja yang angka kehidupannya sampai
37 minggu. Sedangkan untuk medulloblastoma hanya kira-kira 40 % kemungkinan
hidup hingga 5 tahun. Dengan kemoterapi diharapkan umur harapan hidup menjadi
lebih lama.
2. Suportif
Pengobatan suportif dapat berupa pemberian alangetik, anti kejang, atau anti edema
salah satunya glukokortikoid.

III.11. PROGNOSIS
Prognosa penderita tumor intrakranial ditentukan oleh jenis tumor, tingkat keganasan,
dan lokasi tumor. Didapati bahwa tanpa terapi radiasi, harapan hidup ratarata pasien dengan
metastase otak adalah 1 bulan. Kebanyakan pasien dengan metastase otak mati dari
perkembangan keganasan utama mereka, bukan dari kerusakan otak.
BAB IV
KESIMPULAN

Neoplasma merupakan setiap pertumbuhan sel-sel baru dan abnormal; secara khusus
dapat diartikan sebagai suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dan progresif. Neoplasma
ganas dibedakan dengan neoplasma jinak; neoplasma ganas menunjukkan derajat anaplasia
yang lebih besar dan mempunyai sifat invasi serta metastasis. Tumor susunan saraf pusat
ditemukan kurang lebih 10% neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada
intrakranial dan 20% ekstrakranial. Tumor primer pada susunan saraf pusat dijumpai
sebanyak 10% dari seluruh penyakit neurologik yang ditemukan di rumah sakit umum. Pada
umumnya penderita tumor intrakranial, lakilaki lebih banyak ditemukan daripada wanita,
kecuali meningioma, dimana insidensinya adalah laki-laki sebesar 72.92 % dibandingkan
dengan perempuan sebanyak 27.08 % dengan kelompok usia terbanyak yaitu 51 sampai 60
tahun.
Tumor intrakranial dapat menimbulkan gejala umum dan gejala fokal. Gejala umum
disebabkan karena meningginya tekanan itrakranial yang berhubungan dengan pertumbuhan
tumor dan edema serebral, sedangkan gejala fokal disebabkan karena penekanan langsung
atau infiltrasi tumor pada otak yang ditempatinya. Karakteristik dari gambaran klinis tumor
intrakranial adalah adanya gejala-gejala yang progresif. Gejala progresif ini dapat berupa
perdarahan intrakranial, atau bangkitan kejang akibat rangsangan kortikal, sampai
kemunduran mental akibat pertumbuhan yang lambat. Manifestasi umum dapat berupa
perubahan mental, nyeri kepala, bangkitan kejang umum, mual dan muntah, perubahan
vasomotor dan otonomik, tanda lokalisasi yang menyesatkan. Manifestasi fokal dapat berupa
bangkitan kejang, paresis, kelainan sensorik, kelainan berbicara dan kelainan lapang pandang.
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah CT Scan, MRI, arteriografi, foto polos kepala,
atau elektroensefalografi. Penatalaksanaan pada kasus tumor intrakranial dapat berupa terapi
definitif yaitu pembedahan, radiasi, obat-obatan, dan kemoterapi, juga terapi suportif yaitu
analgetika, antikonvulsan, dan anti-edema.
Prognosa penderita tumor intrakranial ditentukan oleh jenis tumor, tingkat keganasan,
dan lokasi tumor. Didapati bahwa tanpa terapi radiasi, harapan hidup ratarata pasien dengan
metastase otak adalah 1 bulan. Kebanyakan pasien dengan metastase otak mati dari
perkembangan keganasan utama mereka, bukan dari kerusakan otak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, Mahar. Proses neoplasmatik di susunan saraf. Dalam: neurologi


klinis dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat; 2008. hal. 390 – 402.
2. Hakim A.A. Tindakan Bedah pada Tumor Cerebellopontine Angle, Majalah
Kedokteran Nusantara Vol. 38 No 3; 2005.
3. Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I. Yogyakarta; Gajah
Mada University Press; 1999. hal: 201 – 7.
4. Black PB. Brain tumor, review article. The NEJM. 1991 (324):1471-2
5. Snell, Richard S. Neuroanatomi klinik. Jakarta: EGC; 2007.
6. MacDonal, Tobey. Pediatric Medulloblastoma (serial online) 2012 March 1st
(diakses 25 Juli 2015). Diunduh dari: URL :
http://emedicine.medscape.com/article/987886-overview.
7. Stephen, Huff. Brain neoplasms. Access on www.emedicine.com. (diakses 25
Juli 2015)
8. Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto. Pengenalan dan Penatalaksanaan
Kasus-Kasus Neurologi, Buku Kedua.

Anda mungkin juga menyukai