I. Identitas Penderita
Nama : Ny MH
Umur : 42 tahun
Status : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Swata
No. RM : 13.50xxx
I. Data Subyektif :
A. Keluhan Utama
Nyeri kepala dan lemah anggota gerak sebelah kanan.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli saraf RSI Sultan Agung dengan keluhan nyeri kepala terus
menerus sejak 5 hari yang lalu, nyeri kepala di rasakan semakin memberat dan mengganggu
aktifitas, nyeri dirasakan berdenyut pada bagian depan kepala, sering muncul pada pagi hari,
disertai mual dan muntah. Satu minggu yang lalu, pasien terjatuh dalam posisi duduk karena
merasa lemah pada tungkai, namun kepala tidak terbentur maupun pingsan.
Pasien juga mengaku sebelum masuk RS sempat kejang selama 10 menit, kejang
terjadi pada seluruh tubuh, selama dan setelah kejang pasien mengaku masih sadar. Pasien
mengaku mulai sering mengalami keluhan sejak operasai sinusitis sekitar 3 bulan sebelum
masuk RS. BAK dan BAB dalam batas normal.
A. Riwayat Penyakit Dulu :
Riwayat hipertensi diakui
Riwayat penyakit DM disangkal
Riwayat penyakit kelainan darah dan keganasan disangkal.
Riwayat penyakit gangguan pernafasan dan jantung disangkal.
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
II. Objektif.
A. Status Interna
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 125/75 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36 °C
Kepala : mesochepal
Leher : simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax :
Cor : BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Sn. Vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : thympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Ektremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
B. Status Neurologi
GCS : E4 V5 M6
1. Meningeal Sign :
a. Kaku kuduk : (-)
b. Kernig sign : (-)
c. Brudzinki I-IV : (-)
2. Nervi Cranialis
a. N. Olfaktorius (N.I)
Subjektif : tidak dilakukan
Dengan bahan : tidak dilakukan
G. Reflek Primitif
Kanan Kiri
Grasp Reflex (-) (-)
Palmo-mental reflex (-) (-)
H. Pemeriksaan Cerebelum
1. Koordinasi
a. Sinergia : tidak dilakukan
b. Diadokinesia : tidak dilakukan
c. Metria : tidak dilakukan
d. Tes Memelihara Sikap
Rebound Phenomenon : tidak dilakukan
Tes Lengan Lurus : tidak dilakukan
2. Keseimbangan
a. Sikap duduk : tidak dilakukan
b. Sikap Berdiri : tidak dilakukan
c. Berjalan/ gait : tidak dilakukan
3. Tonus pendular : tidak dilakukan
4. Tremor intension : tidak dilakukan
I. Pemeriksaan Fungsi Luhur
1. Aphasia : (-)
2. Alexia : (-)
3. Apraksia : (-)
4. Agraphia : (-)
5. Akalkulia : (-)
6. Right-left disorientation : (-)
7. Fingeragnosia : (-)
J. Tes Sendi Sakroiliaka
1. Patrick’s : (- / -)
2. Contra patrick’s : (- / -)
• Kimia klinik
◦ Ureum : 35 mg/dL
◦ Creatinin : 0,91 mg/Dl
◦ GDS : 108 mg/dl
IV. ASSESSMENT
A. Klinis
Hemiplegi dextra superior + Kejang fokal sederhana
B. Topis
Intra kranial, Temporo parietal sinistra
C. Etiologi
SOL ec Tumor otak
V. PLANNING
A. Assessment : SOL
B. Plan Diagnostik:
CT- Scan kepala
C. Plan Terapi:
Medikamentosa :
- infus RL 20 tpm
- injeksi dexametason 4x2 A
- injeksi phenitoin 1x2 A
Non medikamentosa
Bed rest
Konsul ke dokter spesialis bedah saraf
Plan Monitoring :
- Keadaan umum
- - Tanda vital
- GCS
- Perbaikan gejala dan tanda
Plan Edukasi :
- Mengikuti fisioterapi secara teratur
- Menjelaskan penyakit yang diderita kepada pasien dan keluarganya.
- Minum obat secara teratur
PROGNOSIS
Dubia at bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Jaringan otak dillindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari permukaan luar adalah
kulit kepala, tulang tengkorak, meningens (selaput otak), dan likuor serebrospinal. Meningens
terdiri dari tiga lapisan, yaitu : Duramater (meningens cranial terluar), arakhnoid (lapisan
tengah antara duramater dan piamater), dan piamater (lapisan selaput otak yang paling
dalam). Di tempat-tempat tertentu duramater membentuk sekat-sekat rongga cranium dan
membaginya menjadi tiga kompartemen. Tentorium merupakan sekat yang membagi rongga
cranium menjadi supratentorial dan infratentorial, memisahkan bagian posterior-inferior
hemisfer serebri dari serebelum.
Korteks serebrum mempunyai pola individual (yang berbeda antara manusia satu dan
lainnya) yang ditandai dengan celah-celah yang disebut sulkus dan birai-birai yang dikenal
dengan nama girus. Dengan adanya sulkus di atas, serebrum dapat dibagi menjadi beberapa
lobus ; (1) Lobus frontalis di fosa anterior; pusat fungsi perilaku, pengambilan keputusan, dan
control emosi; (2) Lobus temporalis di fosa media; pusat pendengaran, keseimbangan, dan
emosi-memori; (3) Lobus oksipitalis di belakang dan di atas tentorium; pusat penglihatan dan
asosiasi; (4) Lobus parietalis di antara ketiganya; pusat evaluasi sensorik umum dan rasa
kecap.
III.2. DEFINISI
Neoplasma merupakan setiap pertumbuhan sel-sel baru dan abnormal; secara khusus
dapat diartikan sebagai suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dan progresif. Neoplasma
ganas dibedakan dengan neoplasma jinak; neoplasma ganas menunjukkan derajat anaplasia
yang lebih besar dan mempunyai sifat invasi serta metastasis.
Tumor otak atau glioma adalah sekelompok tumor yang timbul dalam sistem saraf
pusat dan dapat dijumpai beberapa derajat defisiensi glia. Apabila sel-sel tumor berasal dari
jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ lain seperti;
kanker paru, payudara, prostat, ginjal, dan organ lain, disebut tumor otak metastase atau
sekunder. Tumor otak atau tumor intrakranial merupakan suatu proses desak ruang (space
occupying lession) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen
supratentorial maupun infratentorial.
III.3. EPIDEMIOLOGI
Tumor susunan saraf pusat ditemukan kurang lebih 10% neoplasma seluruh tubuh,
dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% ekstrakranial. Tumor primer pada
susunan saraf pusat dijumpai sebanyak 10% dari seluruh penyakit neurologik yang ditemukan
di rumah sakit umum. Pada umumnya penderita tumor intrakranial, laki-laki lebih banyak
ditemukan daripada wanita, kecuali meningioma, dimana insidensinya adalah laki-laki
sebesar 72.92 % dibandingkan dengan perempuan sebanyak 27.08 % dengan kelompok usia
terbanyak yaitu 51 sampai 60 tahun. Insiden tahunan intrakranial di Amerika Serikat adalah
sekitar 16.5 per 100.000 populasi per tahun, dimana separuhnya adalah kasus tumor primer
yang baru dan separuh sisanya merupakan lesi-lesi metastasis. Di Indonesia frekuensi tumor
otak perimer bervariasi tergantung umur pendertia. Insidensi mulai meningkat pada
kelompok usia dekade pertama yaitu dari 2/100.000 populasi/ tahun pada kelompok umur 10
tahun menjadi 8/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 40 tahun, kemudian meningkat
tajam menjadi 20/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 70 tahun.
Lokasi tumor terbanyak berada di cerebellum (28.83 %), sedangkan tumor tumor
lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, brainstem,
cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan patologi anatomi, jenis tumor
terbanyak yang dijumpai adalah meningioma dengan angka kejadian sebesar 25 %.
III.4. ETIOLOGI
Etiologi spesifik terjadinya tumor otak belum diketahui secara pasti. Faktor etiologi
yang diduga memegang peranan terjadinya tumor otak adalah bahan karsinogen seperti
nitrosamides dan nitrosoureas, virus seperti Epstein-Barr, imunologi, keturunan, sisa-sisa
embrionik, radiasi dan trauma kepala. Tumor yang berhubungan dengan faktor keturunan
adalah tubero sklerosis, von Hippel-Lindau sindrom, dan von Reckling Hausen’s
neurofibromatosis, sedang lainnya tidak memunyai bukti kuat keturunan.
Radiasi jenis ionizing radiation bisa menyebabkan tumor otak jenis tumor
neuroepithelial dan meningioma. Selain itu, paparan sinar X juga dapat meningkatkan risiko
tumor otak.
III.5. KLASIFIKASI
Tumor intrakranial dibagi berdasarkan patologi dan letak tumor tersebut, tetapi secara
klinis pembagian menurut letak tumor merupakan hal terpenting karena akan memberikan
gejala fokal sesuai dengan letak tumor disamping gejala umum yang tidak spesifik.
Klasifikasi yang berkaitan dengan gradasi keganasan dikembangkan oleh Borders
(1915) yang mengelompokkan tumor otak (yang struktur selulernya sejenis) menjadi empat
tingkat anaplasia seluler.
Grade I : diferensiasi sel 75 – 100 %
Grade II : diferensiasi sel 50 – 75 %
Grade III : diferensiasi sel 25 – 50 %
Grade IV : diferensiasi sel 0 – 25 %
WHO membagi tumor otak berdasarkan jaringan asal tumor, yaitu :
1. Tumor Neuroepithelial
a. Tumor Glial
i. Astrositoma
1. Atrositoma Pilositik
2. Astrositoma Difus
3. Astrositoma Anaplastik
4. Glioblastoma
5. Xantoastroma Pleomorfik
6. Astrositoma Subependimal Giant Cell
ii. Tumor Oligodendrial
1. Oligodendroglioma
2. Oligodendroglioma Anaplastik
iii. Glioma Campuran
1. Oligoastrositoma
2. Oligoastrositoma Anaplastik
iv. Tumor Ependimal
1. Ependimoma Myxopapilari
2. Subependimoma
3. Ependimoma
4. Ependimoma Anaplastik
v. Tumor Neuroepithelial lainnya
1. Astroblastoma
2. Glioma Koroid dan Ventrikel III
3. Gliomatomosis Serebri
b. Tumor Neuronal dan campuran Neuronal-Glia
i. Ganglisitoma
ii. Gangliglioma
iii. Astrositoma Desoplastik Infantil
iv. Tumor Disembrioplastik Neuroepithelial
v. Neurositoma Operasi
vi. Liponeurositoma Serebelar
vii. Paraganglioma
c. Tumor Non-Glial
i. Tumor Embrional
1. Ependiblastoma
2. Meduloblastoma
3. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial
ii. Tumor Plexus Khoroideus
1. Papiloma Pleksus Khoroideus
2. Karsinoma Pleksus Khoroideus
iii. Tumor Parenkim Pineal
2. Tumor Meningeal
a. Meningioma
b. Hemangoperisitoma
c. Lesi Melanositik
3. Tumor Germ Cell
a. Germinoma
b. Karsinoma Embrional
c. Tumor Sinus Endodermal (Yolk Sac)
d. Khoriokarsinoma
e. Teratoma
f. Tumor germ cell campuran
4. Tumor Sella
. Adenoma hipofisis
b. Karsinoma prostat
c. Kraningofaringoma
5. Tumor dengan Histogenesis yang Tidak Jelas
a. Hemangioblastoma Kapiler
6. Limfoma Sistem Saraf Pusat Primer
7. Tumor Nervus Perifer yang Mempengaruhi SSP
8. Tumor Metastasis
a. Metastasis single atau multiple
b. Karsinomatosis meningeal
III.6. PATOFISIOLOGI
Tekanan oleh lesi desak ruang
Tekanan oleh massa neoplasma menyebabkan konsekuensi lesi desak ruang atau
space occupying lesion (SOL). Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga
komponen yaitu otak, cairan serebrospinal (CSS) dan darah intravaskuler. Kranium hanya
mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium
yang kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Maka kompartemen yang
berada di atas tentorium serebelli disebut supratentorial, sedangkan yang berada di bawahnya
disebut infratentorial.
Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK yang disebut doktrin Monroe-
Kellie. Dinyatakan bahwa volume total isi intrakranial aalah tetap konstan. Ini beralasan
karena kranium adalah rongga yang tidak ekspansil. Bila V adalah volume, maka :
Votak + VCSS + Vdarah = konstan
Berdasarkan doktrin Monroe-Kellie tersebut dinyatakan bahwa setiap penambahan
volume atau perubahan ke salah satu dari konstituen otak harus dikompensasi dengan
penurunan volume konstituen lainnya (darah dan CSS) secara seimbang. TIK akan meningkat
hanya bila mekanisme kompensasi ini gagal. Misalnya neoplasma fossa posterior atau
infratentorial adalah merupakan lesi massa sendiri, namun juga memblok aliran CSS dari
ventrikel atau melalui foramen magnum, sehingga volume CSS menumpuk dan kompensasi
untuk massa tumornya sendiri akan terbatas.
Oleh karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti neoplasma intrakranial, bertambah,
kompensasinya adalah mengeluarkan CSS dari rongga kranium sehingga tekanan intrakranial
tetap normal. Saat mekanisme kompensasi tak lagi efektif, TIK mulai naik secara nyata,
bahkan dengan penambahan neoplasma intrakranial ukuran kecil. Oleh karena itu, TIK yang
normal tidak menyingkirkan kemungkinan adanya lesi massa.
Konsekuensi lesi desak ruang berupa :
1. Pergeseran CSS
Pergeseran CSS pada neoplasma intrakranial akan menimbulkan gambaran CT Scan
berupa ventrikel lateral kolaps pada sisi ipsilateral dari neoplasma sedangkan
ventrikel lateral sisi kolateralnya akan tampak distensi.
2. Pergeseran volume otak (herniasi serebri)
Pergeseran otak oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat terbatas.
Neoplasma yang tumbuh lambat, seperti meningioma, pergeseran otak juga lambat.
Neoplasma yang pertumbuhannya cepat, seperti glioblastoma, otak segera tergeser
dari satu kompartemen intrakranial ke kompartemen lainnya atau hanya melalui
foramen magnum. Neoplasma yang terus membesar, volume yang dapat digeser
terpakai semua dan TIK mulai meningkat. Peningkatan TIK yang persisten diatas 20
mmHg berhubungan dengan peningkatan tahanan aliran CSS. Gambaran CT Scan
menunjukkan bagian yang tahanannya meningkat adalah tentorium, yaitu dengan
obliterasi sisterna perimesensefalik merupakan bukti penting bahwa TIK meningkat.
Peningkatan TIK
Tahap awal ekspansi intrakranial terjadi peningkatan sedikit TIK dan pasien tetap
baik dengan sedikit gejala. Bila massa terus bertambah besar, mekanisme kompensasi
berkurang, maka TIK makin meningkat. Pasien mengeluh nyeri kepala yang memburuk oleh
faktor penambah TIK seperti batuk, manuver valsava, bungkuk, atau berbaring terlentang,
dan kemudian lebih mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak menyebabkan
peninggian tekanan darah, sedangkan denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Adanya
ekspansi dan peningkatan TIK selanjutnya, pasien menjadi tidak responsif. Pupil tidak
bereaksi dan terjadi dilatasi, serta tidak ada refleks batang otak. Akhirnya fungsi batang otak
berhenti. Tekanan darah semakin turun, nadi melambat, respirasi menjadi lambat dan tak
teratur hingga akhirnya berhenti. Terjadilah kejadian iskemik otak yang menyebabkan
kematian neuron otak, yang dapat berakibat kematian.
Perubahan Mental
Perubahan mental biasanya derajat ringan dan kejadiannya perlahan sehingga anggota
keluarga pun seringkali tidak mengetahui sampai terjadinya perubahan tingkah laku.
Perubahan mental karakteristik berupa retardari psikomotor, yang dapat berupa tidak teguh
dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, emosi labil, kaku (inertial), salah pengertian dan
pelupa, masa bodoh dengan keadaan sosial, inisiatif berkurang, dan spontanitas berkurang.
Penderita biasanya mengeluh lemah, capek dan mau tidur terus-menerus. Bingung dan
demensia umumnya ditemukan pada keadaan lanjut.
Perubahan mental ini umumnya bukan berasal dari kelainan fokal otak, namun karena
kerusakan yang luas dari substansia alba lobus frontal, lobus temporal, dan korpus kallosum,
walaupun adanya depresi lebih sering diteukan pada lesi frontal daripada lesi yang posterior.
Nyeri kepala ditentukan oleh topis dan volume tumor otak intrakranial. Besar kecilnya
volume tumor intrakranial yang dapat menimbulkan nyeri kepala belum pernah dinyatakan
dalam literatur.
Lokasi nyeri kepala dapat menunjukkan perkiraan letak atau topis tumor intrakranial.
Tidak semua neoplasma intrakranial dapat menunjukkan keluhan nyeri kepala. Peneliatan
Suwanwela dkk, menyebutkan bahwa nyeri kepala muncul pada 92 – 95 % pasien neoplasma
intraventrikuler dan neoplasma di midline, 70 – 84 % pada neoplasma infratentorial, 55 – 60
% pada neoplasma supratentorial. Sedangkan pada letak lainnya, nyeri kepala tidak muncul.
Pasien dengan tumor supratentorial sebagian besar merasakan nyeri kepala frontal.
Hal ini disebabkan struktur supratentorial yang sensitif terhadap nyeri mendapat suplai dari
aferen-aferen saraf trigeminal sehingga nyeri sering dialihkan ke lokasi frontal. Tumor
infratentorial akan mengiritasi struktur sensitif nyeri yang dipersarafi oleh cabang-cabang
nervus glossofaringeus dan vagus dan saraf-saraf servikal atas, sehingga nyeri dialihkan pada
oksipital dan leher.
Intensitas nyeri kepala pada neoplasma intrakranial dapat diukur dengan Numeric
Pain Scale (NPS).
Kejang Umum
Kejang umum pada penderita tumor intrakranial lebih sering berhubungan dengan
tumor jinak daripada tumor ganas, walaupun lokasi tumor dan infiltrasi atau penekanan tumor
lebih berperan dibanding histologis daripada tumor tersebut. Neoplasma yang berada di
daerah substansia alba dan infratentorial jarang menyebabkan bangkitan kejang dibandingkan
tumor yang terletak kortikal atau subkortikal hemisfer serebri. Kebanyakan tumor terletak di
daerah sentroparietal.
Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah neoplasma intrakranial bila :
1. Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
2. Mengalami post iktal paralisis
3. Mengalami status epilepsi
4. Resisten terhadap obat-obat epilepsi
5. Bangkitan disertai dengan gejala peningkatan TIK lain
Papil edema
Bila ditemukan adanya papiledema pada seorang penderita, maka harus selalu
dipikrkan adanya TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial). Dari penelitian yang dilakukan oleh
Huber (1971) dikatakan bahwa dari 1166 penderita tumor otak, 59 % ditemukan papiledema,
sedangkan 41 % tidak ditemukan. Hampir seluruh penderita bilateral papiledema, sedangkan
unilateral papiledema karena penyakit intraorbita. Beberapa periode terakhir angka kejadian
papiledema menurun dikarenakan cepatnya penegakan diagnosa sehingga cepat diberi
kortikosteroid untuk mengontrol TTIK dan juga pengobatan lainnya. Pada penderita
papiledema umumnya mengeluh melihat bayangan kelabu (graying out phenomenon) atau
seperti melihat gerhana.
Muntah-muntah
Muntah yang disertai mual atau tidak, dapat akibat rangsangan langsung pada pusat
muntah di medulla oblongata. Keadaan ini seringkali berhubungan dengan TTIK, dan lebih
sering ditemukan karena penekanan batang otak akibat sekunder dari herniasi, perdarahan ke
dalam cairan liquor atau adanya tumor pada fosa posterior. Muntah sering timbul pada pagi
hari setelah bangun tidur disebabkan oleh tekanan intrakranial yang meninggi selama tidur
malam, dimana tekanan CO2 serebral meningkat. Sifat muntah dari penderita dengan TTIK
adalah khas, yaitu proyektil tanpa didahului mual.
III.10. PENGOBATAN8
1. Definitif
a. Pembedahan
Pembedahan pada penderita tumor intrakranial bertujuan untuk memastikan diagnosa,
mengangkat jaringan tumor untuk mengurangi efek masa dan edema, melindungi dan
memperbaiki fungsi neurologis, mengurangi kejang, menjaga aliran CSS,
memperbaiki prognosis.
b. Radiasi
Terapi radiasi sangat berguna untuk tumor intrakranial yang mengalami pembedahan
subtotal. Pada mulanya radiasi hanya diberikan pada tumor primer yang ganas, tetapi
sekarang ini jga diberikan untuk tumor lainnya dengan tingkatan yang ringan dan
tumor metastase. Pemberian umum dengan dosis 180-200 Gy/hari, diberikan 5
kali/minggu sampai tercapai dosis 6000 Gy, pada daerah yang luas dari kepala, tetapi
ada juga yang memberikan terbatas pada daerah tumor saja dengan dosis 5000 – 5500
Gy.
c. Obat-obatan (Medical therapy)
Pengobatan dengan hormon kortikosteroid merupakan pilihan pertama untuk
penderita edema serebral karena tumor intrakranial. Cara kerja kortikosteroid sistemik
dalam mengurangi edema serebal adalah dengan memperbaik permeabilitas pembuluh
darah sekitarr tumor. Dosis dexamethason yang dianjurkan adalah 16 – 32 mg/hari
dan dicoba diturunkan perlahan setelah gejalaterkontrol. Pada penderita tumor
intrakranial dengan herniasi diberikan manitol 1 gr/kgBB disertai dengan
dexamethason 100 mg IV, bila herniasi teratasi dosis steroid dapat diturunkan.
d. Chemotherapy
Tumor intrakranial yang lebih jinak, misalnya astrositoma tingkat I – II,
oligodendroglioma, ependimoma, biasanya dapat disembuhkan dengan pembedahan
dan pengobatan radiasi. Hanya kira-kira 50 % saja yang angka kehidupannya sampai
37 minggu. Sedangkan untuk medulloblastoma hanya kira-kira 40 % kemungkinan
hidup hingga 5 tahun. Dengan kemoterapi diharapkan umur harapan hidup menjadi
lebih lama.
2. Suportif
Pengobatan suportif dapat berupa pemberian alangetik, anti kejang, atau anti edema
salah satunya glukokortikoid.
III.11. PROGNOSIS
Prognosa penderita tumor intrakranial ditentukan oleh jenis tumor, tingkat keganasan,
dan lokasi tumor. Didapati bahwa tanpa terapi radiasi, harapan hidup ratarata pasien dengan
metastase otak adalah 1 bulan. Kebanyakan pasien dengan metastase otak mati dari
perkembangan keganasan utama mereka, bukan dari kerusakan otak.
BAB IV
KESIMPULAN
Neoplasma merupakan setiap pertumbuhan sel-sel baru dan abnormal; secara khusus
dapat diartikan sebagai suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dan progresif. Neoplasma
ganas dibedakan dengan neoplasma jinak; neoplasma ganas menunjukkan derajat anaplasia
yang lebih besar dan mempunyai sifat invasi serta metastasis. Tumor susunan saraf pusat
ditemukan kurang lebih 10% neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada
intrakranial dan 20% ekstrakranial. Tumor primer pada susunan saraf pusat dijumpai
sebanyak 10% dari seluruh penyakit neurologik yang ditemukan di rumah sakit umum. Pada
umumnya penderita tumor intrakranial, lakilaki lebih banyak ditemukan daripada wanita,
kecuali meningioma, dimana insidensinya adalah laki-laki sebesar 72.92 % dibandingkan
dengan perempuan sebanyak 27.08 % dengan kelompok usia terbanyak yaitu 51 sampai 60
tahun.
Tumor intrakranial dapat menimbulkan gejala umum dan gejala fokal. Gejala umum
disebabkan karena meningginya tekanan itrakranial yang berhubungan dengan pertumbuhan
tumor dan edema serebral, sedangkan gejala fokal disebabkan karena penekanan langsung
atau infiltrasi tumor pada otak yang ditempatinya. Karakteristik dari gambaran klinis tumor
intrakranial adalah adanya gejala-gejala yang progresif. Gejala progresif ini dapat berupa
perdarahan intrakranial, atau bangkitan kejang akibat rangsangan kortikal, sampai
kemunduran mental akibat pertumbuhan yang lambat. Manifestasi umum dapat berupa
perubahan mental, nyeri kepala, bangkitan kejang umum, mual dan muntah, perubahan
vasomotor dan otonomik, tanda lokalisasi yang menyesatkan. Manifestasi fokal dapat berupa
bangkitan kejang, paresis, kelainan sensorik, kelainan berbicara dan kelainan lapang pandang.
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah CT Scan, MRI, arteriografi, foto polos kepala,
atau elektroensefalografi. Penatalaksanaan pada kasus tumor intrakranial dapat berupa terapi
definitif yaitu pembedahan, radiasi, obat-obatan, dan kemoterapi, juga terapi suportif yaitu
analgetika, antikonvulsan, dan anti-edema.
Prognosa penderita tumor intrakranial ditentukan oleh jenis tumor, tingkat keganasan,
dan lokasi tumor. Didapati bahwa tanpa terapi radiasi, harapan hidup ratarata pasien dengan
metastase otak adalah 1 bulan. Kebanyakan pasien dengan metastase otak mati dari
perkembangan keganasan utama mereka, bukan dari kerusakan otak.
DAFTAR PUSTAKA