Anda di halaman 1dari 25

Perdarahan dan demam setelah melahirkan

Step 1

Lokhea purulenta
Cairan secret yang keluar dari cavum uteri pada masa nifas (berupa nanah)
Nifas
Suatu masa pulih kembali setelah masa persalinan, organ reproduksi kembali normal . sampai 8
minggu, jika lebih berarti patologis

Step 2

1. Kenapa ditemukan pendarahan semakin memberat disertai demam?


2. Jelaskan macam-macam kelainan masa nifas
3. Tindakan awal apa yang dilakukan dokter untuk menghentikan perdarahan?
4. Bagaimana penurunan tinggi fundus uteri setelah persalinan?
5. Apa saja perubahan fisiologis dan anatomi yang terjadi pada fase nifas? Bedanya multipara dan
nulipara
6. Bagaimana interpretasi dari PF yang didapat?
7. Jelaskan macam-macam lokhea
8. Bagaimana penatalaksanaan dari scenario setelah mengatasi perdarahan
9. Mengapa dokter memberikan paracetamol dan meminta pasien banyak minum?
10. Pemeriksaan penunjang dari scenario
11. DD

Step 3

1. Apa saja perubahan fisiologis dan anatomi yang terjadi pada fase nifas? Bedanya multipara dan
nulipara
Perubahan uterus :
- pembuluh darah: diameter pembuluh darah mengecilobliterasi, diresorbsi
- cervix dan segmen bawah uterus : laserasiOUE tetep terbuka(2jari)
menipispembentukan ulang, hymen tidak berubah(parous)
- involusisetelah pengeluaran placentapembuluh darah menutup krn
kontraksilamina parietal iskemilokhea
2minggu post partum uterus masuk pelvis minor, 4 minggu normal lagi
Beda multi dan nuliafter pain
Nulipara:kontraksi teraturtidak terlalu sakit
Multipara: kontraksi tidak teratursakit
- lokheapelepasan desidualamina parietal iskemi
Lokhea:
Lokhea rubra: warna merah( 1-2 hari ) paling banyak volumenya
Lokhea sanguinolenta : merah kekuningan disertai lendir (3-7 hari)
Lokhea serosa: agak pucat (3-4 hari ), 7-14 hari
Lokhea alba : putih banyak secret sel darah putih (sampai 6minggu)
-endometrial regenerasi :postpartum2-3 hari lamina superficialnekrosis, lamina
basalisbakal endometrium
volume normal masing-masing lokhea
Cara mengukur volumenya

Beberapa jam setelah placenta keluar: HPL dalam serum tidak terdeteksi, HCG tidak terdeteksi
juga pada hari ke 10), estrogen kembali normal sebelum hari ke 7 masa nifas, prolaktin
meningkat, oksitosin meningkat (kontraksi uterus, ejeksi ASI)

Siklus oksitosin-prolaktin: 3hari pertama post partum

Hal-hal yg terjadi selama nifas

1. Genitalia eksternal dan internal


Alat-alat genitalia interna dan eksterna akan berangsur pulih kembali
seperti keadaan sebelum hamil involusi
Setelah janin lahir TFU : setinggi pusat. Setelah plasenta lahir
TFU : 2 jari di bawah pusat. Hari ke-5 pascapersalinan TFU :
7cm di atas symphisis/setengah sympisis-pusat. Sesudah 12 hari
uterus tdk dapat diraba lagi di atas symphisis
Bagian bekas implantasi plasenta luka kasar dan menonjol ke
dalam cavum uteri, diameter(d) 7,5cm, sering disangka bagian
plasenta yg tertinggal. Sesudah 2 minggu d : 3,5cm. Pd 6 minggu
d : 2,4cm
Berat uterus gravidus aterm 1000g. 1mgg pascapersalinan
500g, 2mgg pascapersalinan 300g. Stlh 6mgg pascapersalinan
40-60g (berat uterus normal 30g)
Pd pascapersalinan cerviks agak terbuka seperti corong dan
konsistensi lunak. Segera stlh melahirkan tangan pemeriksa dpt
dimasukkan ke dlm cavum uteri. Setlh 2jam hnya dpt dimasukkan
2-3 jari. Stlh 1 mgg hnya dimasukakn 1 jari
Ligament, diafragma pelvis, serta fasia yg meregang waktu
kehamilan kembali seperti semula
Luka jalan lahir (seperti episiotomi yg telah dijahit), luka pd vagina
dan cerviks yg tidak luas akan sembuh primer
2. Suhu badan pascepersalinan dpt naik >0,5oC dr keadaan normal tp tdk
> 39oC. Stlh 12 jam I melahirkan t normal. Bila >38oC mungkin
infeksi
3. Nadi 60-80 denyut/menit (umumnya), setelah partus dpt terjadi
takikardi. Pd masa nifas denyut nadi lbh stabil dibanding suhu
badan
4. Hemokonsentrasi terjadi pd hari ke-3 15 pascapersalinan
5. Laktasi. Kelenjar mammae tlh disiapkan semenjak kehamilan. Umunya
ASI keluar 2/3 hari pascapersalinan. Pd hari pertama kolustrum
cairan kuning lebih kental dari air susu, mengandung banyak protein
albumin, globulin, dan benda-benda kolustrum
6. Perasaan mulas sesudah partus kontraksi uterus kg sangat
mengganggu slma 2-3 hari pascapersalinan, lebih sering pd multipara
dri primipara. Perasaan mulas lebih terasa saat menyusui, dpt pula
timul bila masih ada sisa selaput ketuban, sisa plasenta, atau gumpalan
darah dlm cavum uteri. Pasien dpt diberi analgetik atau sedatif
7. Keadaan cerviks, uterus dan adneksa. Perdarahan (karena involusi
uteri) tablet ergometrin dan tirah baring u/hentikan perdarahan.
Cerviks hiperemis, meradang, erosi curiga keganasan px sitologi.
8. Lokia
o Hari pertama : lokia rubra atau kruenta darah segar
bercampur sisa selaput ketuban, sel desidua, sisa verniks
kaseosa, lanugo, mekoneum
o Hari berikutnya : lokia sanguinolenta darah bercampur lendir
o Stlh 1 minggu : lokia serosa warna kuning, tdk mengandung
darah
o Stlh 2 minggu : lokia alba cairan putih
9. Miksi harus cepat dilakukan sendiri. VU penuh dan tidak bs miksi
sendiri kateterisasi
10. Defekasi harus ada dlm 3 hari pascapersalinan. Obstipasi, timbul
koprotase hingga skibala tertimbun rektum, febris lakukan
klisma(lavement) /beri laksan peroral
11. Latihan senam dpt diberikan mulai hari kedua misal ;
a. Ibu telentang lalu kedua telapak kaki ditekuk, kedua tangan
ditaruh di atas dan menekan perut. Lakukan pernapasan dada
lalu pernapasan perut
b. Dengan posisi yg sama, angkat bokong lalu taruh kembali
c. Kedua kaki diluruskan dan disilangkan, lalu kencangkan otot
seperti menahan miksi dan defekasi
d. Duduklah pd kursi, perlahan bungkukkan badan sambil tangan
berusaha menyentuh tumit
Sumber : kapita selekta kedokteran, jilid I, edisi ketiga

Ada 2 refleks yang sangat dipengaruhi oleh keadaan jiwa ibu, yaitu :

Refleks Prolaktin
Pada waktu bayi menghisap payudara ibu, ibu menerima rangsangan
neurohormonal pada putting dan areola, rangsangan ini melalui nervus vagus
diteruskan ke hypophysa lalu ke lobus anterior, lobus anterior akan mengeluarkan
hormon prolaktin yang masuk melalui peredaran darah sampai pada kelenjar-
kelenjar pembuat ASI dan merangsang untuk memproduksi ASI.

Refleks Let Down


Refleks ini mengakibatkan memancarnya ASI keluar, isapan bayi akan merangsang
putting susu dan areola yang dikirim lobus posterior melalui nervus vagus, dari
glandula pituitary posterior dikeluarkan hormon oxytosin ke dalam peredaran darah
yang menyebabkan adanya kontraksi otot-otot myoepitel dari saluran air susu,
karena adanya kontraksi ini maka ASI akan terperas ke arah ampula.
Penghisapan

Mekanoreseptor di
puting payudara
hipotalamus

Jalur saraf prolactin-inhibiting


hormon atau
Hipofisis prolactin-releasing
posterior hormon
Hipofisis
oksitosin anterior
prolaktin
Kontraksi mioepitel
yang mengelilingi sekresi
alveolus susu
Penyemprot
an susu
2. Bagaimana penurunan tinggi fundus uteri setelah persalinan?
involusi TFU Berat uteri
-bayi lahir Umbilicus 1000gr
-placenta lahir 2jari dibawah umbilicus 750gr
-1 minggu Ditengah pusat sampai 500gr
symphisis
-2 minggu Tidak teraba Diatas symphisis 350gr
pubis
-6 minggu Tambah kecil 30gr
-8 minggu Kembali normal 30gr
Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi (Mochtar, 1998):

Involusi Tinggi fundus uterus Berat uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram

Uri lahir 2 jari bawah pusat 750 gram

1 minggu Pertengahan pusat-symphisis 500 gram


2 minggu Tidak teraba di atas symphisis 350 gram

6 minggu Bertambah kecil 50 gram

8 minggu Sebesar normal 30 gram

Gardjito, Widjoseno. 1994. Retensi Urin, Permasalahan dan Penatalaksanaannya. Akses April 16, 2010, 10:32 di
http://urologi.or.id/pdf/JURI%20VOLL%204%20NO.2%20TAHUN%201994_2.pdf

Involusi Uterus

Involusi Uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Proses involusio uterus adalah
sebagai berikut :

Autolysis

Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10
kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama
kehamilan.

Terdapat polymorph phagolitik dan macrophages di dalam system vascular dan system
limphatik

Efek oksitosin (cara bekerjanya oksitosin)

Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga akan
menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus.
Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta
mengurangi perdarahan.
3. Jelaskan macam-macam kelainan masa nifas
Demam post partum : normal naiknya 0.5C, tapi jika lebih dari 38C infeksi.
Kelainan payudara : galaktokel
Kelainan uterus : sub involusi , harusnya 6-8 minggu kembali normal tp disini terjadi kelainan.
PPP : Perdarahan yang keluar setelah persalinan,
ada primer dan sekunder
Primer (24jam pertama)
Sekunder (setelah 24 jam postpartum)
Kelaianan lain : seperti trombosis atau tromboemboli.
- Etiologi :
hipotoni, atonia uteri
sisa plasenta
perdarahan kartena robekan
gangguan koagulasi
infeksi : local dan umum, terbatas pada vulva vagina, menyebar lewat pembuluh darah dan
limfe, permukaan endometrium
-terlokalisir (perineum, vulva
-menyebar/sistemiktrombussumbatanvena(v. femoralis)flegmensia alba dolens di
kanan/kiri terbawaa ke aliran darah sistemikbisa ke paru sumbatanmeninggal lebih
cepat
Sering terjadi infeksi karena vagina berubah jadi basa , normalnya asam untuk proteksi kuman
Robekan dari placentabisa terjadi infeksiflora normal di vagina terbawa ke uterus
4. Jelaskan macam-macam lokhea
Lokhea:
Fisiologis
Lokhea rubra: warna merah( 1-2 hari ) paling banyak volumenya
Lokhea sanguinolenta : merah kekuningan disertai lendir (3-7 hari)
Lokhea serosa: agak pucat 7-14 hari
Lokhea alba : putih banyak secret sel darah putih (sampai 6minggu)
-endometrial regenerasi :postpartum2-3 hari lamina superficialnekrosis, lamina
basalisbakal endometrium
Patologis :
Lokhea purulenta
Cairan secret yang keluar dari cavum uteri pada masa nifas (berupa nanah) karena infeksi

5. Kenapa ditemukan pendarahan semakin memberat disertai demam?


Perdarahan karena pembuluh darah lebar saat hamil
-perdarahan primer dan sekunder
Demam : normalnya naik 0,5 C tidak lebih dari 38 C, jika lebih dari 38 Cinfeksi
Pada proses persalinan tidak sterilbakteri masuk--.difagosit magrofagIL 1 (pirogen
endogen)merangsang hipotalamuspelepasan as. Arakhidonat meningkatkan sintesi s
PGE2 demam
Cara penularan :
1. Eksogen : dari alat-alat
2. Autogen : masuk dari tempat lain pada tubuh
3. Endogen: dari jalan lahir, flora normal
streptococcus hemoliticus aerob menyebar secara eksogen
streptococcus aureuseksogen
Clostridium welchiibanyak ( biasanya di dukun)
Pada kasus post SC (perdarahan dan TFU) bedanya sama pervaginam
Post SC perdarahan lebih banyak , efek dari obat anastesi memperbanyak perdarahan,
perlukaan lebih luas , Faktor resiko terjadinya placenta restan lebih tinggi, TFU semakin
mengecil tetapi lebih lambat daripada persalinan pervaginam.

. PERUBAHAN SYSTEM KARDIOVASKULER


Pada persalinan per vaginam kehilangan darah sekitar 300-400cc. bila
kelahiran bayi melalui sectin caesaria kehilangan darah dapat dua kali lipat.
Perubahan terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi akan naik dan pada
section caesaria haemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-
6 minggu.
Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu
relative akan bertambah,keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung
menimbulkan dekompensasi jantung pada penderita vitium cordial. Untuk keadaan
ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala.Umunya hal
ini dapat terjaddi pada hari ke-3 sampai hari ke-5 postpartum.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :

o Manipulasi uterus yang berlebihan,


o General anestesi (pada persalinan dengan operasi ),
o Uterus yang teregang berlebihan :
Kehamilan kembar
Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 5000 gram )
polyhydramnion
o Kehamilan lewat waktu,
o Portus lama
o Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),
o Anestesi yang dalam
o Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia
),
o Plasenta previa,
o Solutio plasenta,
o PERDARAHAN POST PARTUM, oleh Dr. Fransisca S. K (Fak.
Kedokteran Univ. Wijaya Kusuma, Surabaya)

Manajemen penyebab postpartum haemorrhageTentukan penyebab PPH:


Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uteri dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan
lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina.
Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan
massase yang lebih keras dan pemberian oksitosin.
Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan
memudahkan tindakan selanjutnya.
La ku kan ko mp r es b i m an u al ap ab i la p e r d arah an m as ih
b e rlan ju t , letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang
satunyadimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior.
Pemberian uteronica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oksitosin
dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan
berikutnya adalah ergotamine (metilergonovin).

*kompresi bimanual*
SUMBER : PERDARAHAN POST PARTUM, oleh YOSEPH ADI KRISTIAN (102008015), Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Masase fundus uteri
Segera sesudah plasenta lahir
(maksimal 15 detik)

Uterus kontraksi Ya Evaluasi rutin


?
Tidak

Evaluasi / bersihkan bekuan


darah / selaput ketuban
Kompresi Bimanual Interna
(KBI) maks. 5 menit
Pertahankan KBI selama 1-2 menit
Uterus kontraksi ? Ya Keluarkan tangan secara hati-hati
Lakukan pengawasan kala IV
Tidak

Ajarkan keluarga melakukan Kompresi


Bimanual Eksterna (KBE)
Keluarkan tangan (KBI) secara hati-hati
Suntikan Methyl ergometrin 0,2 mg i.m
Pasang infus RL + 20 IU Oksitosin, guyur
Lakukan lagi KBI
Uterus Ya Pengaw
kontraksi ? asan
Tid
kala IV
ak
Rujuk siapkan laparotomi
Lanjutkan pemberian
infus + 20 IU Oksitosin
minimal 500 cc/jam
hingga mencapai tempat
rujukan
Ligasi
Selama arteri perjalanan
uterina dan/atau dapat Perdar Pertaha
dilakukanhipogastrikaKompresi ahan nkan
AortaB-Lynch methodatau
Abdominalis berhent uterus
Perdarahan i
Kompresi
berlanjut Bimanual
Eksternal
Histerekt
Perawatan masa nifas (post natal care)
omi
Mobilisasi : tidur telentang 8 jam setelah kala IV, i jam pasca peersalinan miring untuk
mencegah trombosis
Menjaga kesehatan diri, menjaga kebersihan diri terutama alat genital (dengan campuran
antiseptik)
Diet seimbang, terutama zat besi dan vit A
Miksi dan defekasi diperhatikan
Laktasi: harus bisa menyusui anaknya untuk merangsang kontraksi uterus dan kekebalan
tubuh bayi
6. Tindakan awal apa yang dilakukan dokter untuk menghentikan perdarahan?
3 Tahap penghentian perdarahan kala IV (post partum ):
1. Pemberian uterotonika (pada akhir kala II)mengurut uterus dimassage agar uterus
terstimulasi untuk kontraksi (kala III)
Jika belum berhenti perdarahannyadiinfus darah
2. Diberi injeksi ergotamin
3. Jika belum berhentimenghilangkan sumber darahligasi a. hypogastrica

Penyebab PPP, bagaimana penatalaksanaannya


Pada skenario bagaimana penataalaksanaannya? karena sudah tidak dalam masa
pengawasan (dirumah)
ENDOMETRITIS (UTERINE-PERITONEAL INFECTIONS)

Early postpartum endometritis usually results from colonization or infection of the amniotic fluid prior to
delivery.8 Often amniotic fluid infection will not be recognized during labor, particularly if fever has not developed.
Risk factors important for amniotic fluid infection are also important for early postpartum endometritis and include
those events likely to contaminate amniotic fluid (i.e., prolonged labor, prolonged rupture of the membranes, multiple
cervical examinations, and lower socioeconomic status).9 Patients in lower socioeconomic groups probably have
increased rates of virulent vaginal organisms that produce upper tract infection.10 Prolonged labor and rupture of
membranes contribute to amniotic fluid colonization from organisms colonizing the lower genital tract. Colonizing
organisms usually do not invade the endometrium or produce infection if patients deliver vaginally, because the
contaminated amniotic fluid drains into the vagina in these cases. However, during cesarean section, bacteria in the
amniotic fluid no longer remain within the uterus but have the potential to contaminate the peritoneal cavity and
incisions of the uterus and abdominal wound. In fact, postpartum endometritis (uterine-peritoneal infections) is
tenfold to 20-fold more common in patients delivered by cesarean section than among patients who deliver
vaginally.2

Early postpartum endometritis is usually diagnosed on the basis of a temperature of 38.5C or higher in the first 24
hours or 38C or higher for 4 consecutive hours beyond the first 24 hours from delivery. Uterine tenderness is
expected because most patients will have both a uterine and an abdominal wound from the cesarean section. Since
wide variations occur in the degree of uterine tenderness, the finding of uterine tenderness is not a precise guide to
establish whether or not uterine infection is present. Some organisms, particularly streptococci, may produce little or
no uterine tenderness. Careful physical examination will usually reveal signs of peritonitis with an ileus and rebound
tenderness in both upper and lower quadrants of the abdomen. It is important during the physical examination to
exclude other sources of fever, particularly from wound, intravenous line, or lung infection.

Many physicians do not routinely obtain endometrial cultures because the organisms that cause early postpartum
endometritis have been well described and, until recently, have been relatively similar between hospitals. Certainly
unreliable culture results occur when cervicovaginal cultures are used or transcervical endometrial cultures are
obtained by pushing an unprotected swab through the cervix.11 Instead, protected swabs should be used to obtain
endometrial culture, because they reduce (although they do not eliminate) cervicovaginal contamination. Endometrial
or amniotic fluid cultures taken at the time of delivery accurately reflect the endometrial flora for 24 hours post
partum and can be substituted for a transcervical endometrial culture during this period. However, endometrial
cultures should be obtained for the remaining patients to detect an unusual or particularly virulent organism.
Organisms that are commonly isolated from patients with postpartum endometritis have been described elsewhere in
these volumes and are not discussed in detail here. Cultures typically recover a wide variety of facultative bacteria,
including group B streptococci, other facultative streptococci, Gardnerella vaginalis, and Escherichia coli, and a wide
variety of anaerobic bacteria, including Bacteroides and Peptostreptococcus species.6,12 Blood cultures recover similar
organisms from approximately 15% to 25% of febrile patients.6 Bacteremia per se does not predict the severity or the
course of infection, although the isolation of certain virulent organisms can be predictive of severe infection. Despite
the high frequency of positive blood cultures, young, otherwise healthy patients rarely develop septic shock.

A wide variety of antibiotics have been used to successfully treat postpartum endometritis. The
antibiotic should be active against the most common facultative and anaerobic bacteria.13 Over 90% of
patients with postpartum endometritis readily respond to antibiotic therapy. Several possibilities must
be checked when patients do not respond to antibiotic therapy (Table 3). The administration of too low
an antibiotic dose is the most common cause of treatment failure. Pregnant and postpartum women
require a 40% increase in antibiotic dose over that required when they are no longer pregnant.14 The
40% increase in blood volume, extracellular volume, and glomerular filtration rate that occurs during
pregnancy is maintained in the immediate postpartum period, and antibiotic concentrations must be
high enough to achieve bacterial inhibition in the postpartum patient. Thus, most antibiotics,
particularly those excreted through the kidneys, need to be administered at a high dosage. For example,
the increased doses that should be given post partum calculate to between 8 and 12 g/day of a -lactam
(penicillin or cephalosporin) antibiotic. Other causes of antibiotic treatment failure include infection
from resistant organisms (unusual), wound infection, abscess formation, and the development of septic
thrombophlebitis.13
http://www.glowm.com/section_view/heading/Serious%20Postpartum%20Infections/item/177

7. Bagaimana interpretasi dari PF yang didapat?


Kesadaran komposmentis , lemah :karena kehilangan banyak darah
TTV : normal
Suhu :tinggi
Pemeriksaan abdomen : TFU : tidak normal
VT ginekologis : nyeri goyang( laserasi), konsistensi lembek, lokhea purulenta : infeksi,
baunormalnya amis
8. DD
Perdarahan post partum
- Pimer atonia uteri, robekan jalan lahir
- Sekunderretensio placenta, placenta restan, infeksi
Febris puerperalis (uterus masih baik)
Inversia uteri (uterus tidak teraba, perdarahan)

Infeksi pasca persalinan


DEFINISI
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah
melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama
2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam
pertama.
Suhu naik fisiologis : dehidrasi
ETIOLOGI :
Yang paling terbanyak dan lebih dari 50% : streptococcus anaerob yang
sebenarnya tidak pathogen sebagai penghuni normal jalan lahir
Kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain :
1. Streptococcus haemoliticus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan
dari penderita lain, alat2 yang tidak suci hama, tangan penolong, dan
sebagainya.
2. Staphylococcus aureus
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit.
3. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan infeksi
terbatas.
4. Clostridium welchii
Kuman anaerobic yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.

Cara terjadinya infeksi nifas


Infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau
alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari
kuman-kuman.
2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan
lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar
bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran
pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
3) Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa
dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang
suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan
atau pada waktu nifas.
4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting,
kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
PREDISPOSISI

- Partus lama, partus terlantar, dan ketuban pecah lama


- Tindakan obstetric operatif baik pervaginam maupun perabdominal
- Tertinggalnya sisa-sisa uri, selaput ketuban, dan bekuan darah dalam rongga
rahim
- Keadaan-keadaan yang menurunkan daya tahan seperti perdarahan, kelelahan,
malnutrisi, pre-eklamsi, eklamsi, dan penyakit ibu lainnya (penyakit jantung,
tuberculosis paru, pneumonia, dan lain2)

FREKUENSI
Secara umum frekuensi infeksi puerperalis adalah sekitar 1-3%. Secara
proporsional angka infeksi menurut jenis infeksi adalah :

- Infeksi jalan lahir 25 sampai 55% dari kasus infeksi


- Infeksi saluran kencing 30-60% dari kasus infeksi
- Infeksi pada mamma 5-10% dari kasus infeksi
- Infeksi campuran 2-5% dari kasus infeksi

KLASIFIKASI

- Infeksi terbatas lokalisasinya pada perineum, vulva, serviks dan endometrium


- Infeksi yang menyebar ke tempat lain melalui : pembuluh darah vena, pembuluh
limfe, dan endometrium

INFEKSI YANG TERLOKALISIR DI JALAN LAHIR


Biasanya terdapat pada tempat-tempat perlukaan jalan lahir karena tindakan
persalinan dan pada bekas insersi plasenta.
a. Vulvitis : luka bekas episiotomy atau robekan perineum yang kena infeksi.
b. Vaginitis : luka karena tindakan persalinan terinfeksi.
c. Servisitis : infeksi pada serviks agak dalam dapat menjalar ke lig. Latum dan
parametrium.
d. Endometritis : infeksi terjadi pada tempat insersi plasenta dan dalam waktu
singkat dapat mengenai seluruh endometrium. Kalau tidak diobati dapat terjadi
penjalaran keseluruh tubuh (septikemia). Ibu demam, lokia berbau, dan involusi
tidak sempurna (sub-involusi)

PENCEGAHAN INFEKSI NIFAS


1. Masa kehamilan
Mengurangi atau mencegah factor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi,
dan kelemahan, serta mengobati penyakit-penyakit yang disertai ibu.
Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu
pula koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan
hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalau terjadi infeksi
akan mudah masuk dalam jalan lahir.
2. Masa persalinan
- Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
- Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
- Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus suci hama.
- Perlukkaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominal dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
- Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan penderita
harus terjaga kesucian hamaannya.
- Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang harus
segera diganti dengan transfuse darah.
3. Masa nifas
- Luka-luka dirawat dengan baik jangan samai kena infeksi, bagitu pula alat-alat
dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril.
- Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak
bercampur dengan ibu sehat.
- Tamu yang berkunjung harus dibatasi.

PENGOBATAN INFEKSI NIFAS


1. Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dari secret vagina, luka operasi,
dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dalam
pengobatan.
2. Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
3. Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika spectrum
luas (broad spectrum) menunggu hasil laboratorium.
4. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infuse atau transfuse
darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang dijumpai

PENGOBATAN KEMOTERAPI DAN ANTIBIOTIKA


a. Kemasan sulfonamide
Trisulfa merupakan kombinasi dari sulfadizin 185 mg, sulfamerazin 130 mg, dan
sulfatiozol 185 mg. Dosis inisial 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam kemudian peroral.
Sediaan dapat berupa Septrin tablet biasa atau forte, Bactrim, dan lain-lain.
b. Kemasan penisilin
Prokain-penisilin 1,2 sampai 2,4 juta satuan intramuscular penisilin G 500.000
satuan setiap 6 jam atau metisilin 1 gr setiap 6 jam intramuscular ditambah
dengan ampisilin kapsul 4x250 mg peroral. Atau kemasan-kemasan penisilin
lainnya.
c. Tetrasiklin, eritromisin, dan kloramfenikol
d. Jangan diberikan politerapi antibiotika yang sangat berlebihan, karena itu
perhatikanlah hasil pembiakan apusan vaginam, serviks atau dari luka dan uji
kepekaan terhadap kemoterapi dan antibiotika.
e. Tidak ada gunanya memberikan obat2an yang mahal kalau evaluasi penyakit
dan hasil laboratorium (kultur dan uji kepekaan) tidak dilakukan.
Fowler posisi:posisi setengah duduk
Dauer kateter?

9. Pemeriksaan penunjang dari scenario


Pemeriksaan Lab hb, ht, faktor pembekuan
USGmelihat sisa jaringan di intra uterin
Urinalisismenyingkirkan DD dari kanding kemih
Kultur jaringan uterus dan vagina melihat adanya infeksi

1.Pemeriksaan Laboratorium

Kadar Hb, Ht, Masa perdarahan dan masa pembekuan


2. Pemeriksaan USG
Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauterin
3. Kultur uterus dan vaginal
Menentukan efek samping apakah ada infeksi yang terjadi
4. Urinalisis
Memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil Koagulasi
Menentukan peningkatan degradasi kadar produk fibrin, penurunan fibrinogen, aktivasi masa
tromboplastin dan masa tromboplastin parsial

http://eprints.uns.ac.id/107/1/167420309201012551.pdf
10. Bagaimana penatalaksanaan dari scenario setelah mengatasi perdarahan
A wide variety of antibiotics have been used to successfully treat postpartum endometritis. The
antibiotic should be active against the most common facultative and anaerobic bacteria.13 Over 90% of
patients with postpartum endometritis readily respond to antibiotic therapy. Several possibilities must
be checked when patients do not respond to antibiotic therapy (Table 3). The administration of too low
an antibiotic dose is the most common cause of treatment failure. Pregnant and postpartum women
require a 40% increase in antibiotic dose over that required when they are no longer pregnant.14 The
40% increase in blood volume, extracellular volume, and glomerular filtration rate that occurs during
pregnancy is maintained in the immediate postpartum period, and antibiotic concentrations must be
high enough to achieve bacterial inhibition in the postpartum patient. Thus, most antibiotics,
particularly those excreted through the kidneys, need to be administered at a high dosage. For example,
the increased doses that should be given post partum calculate to between 8 and 12 g/day of a -lactam
(penicillin or cephalosporin) antibiotic. Other causes of antibiotic treatment failure include infection
from resistant organisms (unusual), wound infection, abscess formation, and the development of septic
thrombophlebitis.13
http://www.glowm.com/section_view/heading/Serious%20Postpartum%20Infections/item/177

11. Mengapa dokter memberikan paracetamol dan meminta pasien banyak minum

Paracetamol :Untuk antipiretik dan analgesic menghambat COX 1, menekan zat pirogen
endogen
Deskripsi:
Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik/analgesik
Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga
berdasarkan efek sentral.
Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.
Sifat antiinflamasinya sangat lemah sehingga sehingga tidak digunakan sebagai
antirematik.
Indikasi:
Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal.
Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi,
sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan setelah
vaksinasi.
Kontra Indikasi:
Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-fosfat dehidroganase. Tidak
boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hati.

www.pps.unud.ac.id/.../pdf.../unud-290-1606964304-bab%20ii%20revisi.pdf

sifat : Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik /


analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang
disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol
juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai
sedang

MEKANISME REAKSI
Paracetamol bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandins dengan
mengganggu enzim cyclooksigenase (COX). Parasetamol menghambat kerja COX pada
sistem syaraf pusat yang tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan
dengan peroksida tinggi. Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan
otak inilah yang membuat paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat
menurunkan demam tanpa menyebabkan efek samping

Banyak minum : untuk rehidrasi


Px lab : melihat adanya infeksi

Derajat syok

-ringan

-sedang

-berat

Step 4

Nifas

Lokhea purulenta Perdarahan Post


Partum

Infeksi
Primer : atonia uteri Sekunder : Retensio
Placenta
Pemeriksaan
penunjang :Kultur
darah, darah rutin,
USG

Terapi : sesuai hasil


Lab

Anda mungkin juga menyukai