Anda di halaman 1dari 36

GAMBARAN RADIOLOGI KONVENSIONAL

TUMOR ASAL JARINGAN TULANG

Pembimbing :

dr. Nanik Yuliana, Sp. Rad

Disusun Oleh :

Azmilla N. Adha (201620401011136)

Indri Sulviana P. (201620401011087)

Raihana Zahra Ichsani (201620401011093)

SMF RADIOLOGI RS BHAYANGKARA KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2

2017

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI KONVENSIONAL


TUMOR ASAL JARINGAN TULANG

Referat dengan judul Gambaran Radiologi Konvensional Tumor Asal Jaringan Tulang ini

telah diperiksa dan telah memenuhi persyaratan sebagai salah satu tugas dalam rangka

menyelesaikan studi kepaniteraan klinik Dokter Muda di Bagian Ilmu Radiologi pada tanggal

Kediri, Februari 2017

PEMBIMBING

dr. Nanik Yuliana, Sp. Rad


3

DAFTAR ISI

JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang

2.2 Tumor Primer Jaringan Tulang (Osteogenik)

2.2.1 Definisi

2.2.2 Etiologi

2.2.3 Klasifikasi

2.2.4 Manifestasi klinis

2.2.5 Diagnosis

2.2.6 Gambaran radiologi konvensional

2.2.7 Penatalaksanaan

2.2.8 Prognosis

2.4 Cara membedakan tumor tulang jinak atau ganas

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
4

DAFTAR GAMBAR
5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor adalah pertumbuhan massa abnormal pada suatu jairngan dan merupakan

salah satu tanda dari inflamasi yang dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor tulang

berkembang ketika sel dalam tulang membelah tak terkendali, membentuk benjolan atau

massa jaringan abnormal (AAOS, 2015).


Tumor tulang primer dapat jinak atau ganas, tumor yang jinak lebih sering terjadi,

tetapi tumor yang ganas seringkali berakibat fatal. Tumor ganas cenderung tumbuh

cepat, menyebar dan menginvasi secara tidak beraturan. Tumor semacam ini paling

sering terlihat pada remaja dan dewasa muda (AAOS, 2015).


Insiden terjadinya dari seluruh tumor tulang primer : 65,8% bersifat jinak dan

34,2% bersifat ganas, ini berarti dari setiap tiga tumor tulang terdapat satu yang bersifat

ganas. Tumor ganas tulang menempati urutan kesebelas dari seluruh tumor ganas yang

ada dan hanya 1,5% dari seluruh tumor ganas organ. Perbandingan insiden tumor tulang

pada pria dan wanita adalah sama (Soekanto, 2007).


Tumor jinak tulang primer yang paling sering ditemukan adalah osteoma (39,3%),

osteokondromo (32,5%), kondroma (9,8%) dan sisanya adalah tumor tulang jinak yang

lain. Osteogenik sarkom (48,8%) merupakan tumor ganas primer tulang yang paling

sering ditermukan, diikuti giant cell tumor (17,5%), kondrosarkomo (10%) dan sisanya

adalah tumor tulang ganas yang lain (Soekanto, 2007)


1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang anatomi dan proses

pembentukan tulang, tumor primer jaringan tulang (osteogenik), yang meliputi: definisi,

etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, diagnosis, gambaran radiologi konvensional,

penatalaksanaan, dan prognosis penyakit, serta cara membedakan tumor t ulang jinak atau ganas.
6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang


Susunan tulang atau skelat (kerangka) merupakan salah satu unsur sistem penegak
dan penggerak. Tulang manusia dihubungkan dengan yang lain melalui sambungan
tulang atau persendian sehingga terbentuk kerangka yang merupakan sistem lokomotif
pasif, yang akan diatur oleh alat-alat lokomotif aktif dari otot.
2.1.1 Klasifikasi Tulang

Gambar 2.1 Klasifikasi Tulang Berdasarkan Bentuk


(Sumber : Marieb, E.N., Hoehn, K., 2007. Human Anatomy & Physiology 7th ed.)

a. Tulang Panjang (Long bones)


Biasanya berfungsi sebagai pengungkit/pengangkat beban. Terdapat pada
tulang anggota gerak atas atau bawah. Contoh : humerus, tibia, femur, ulna,
metacarpals.
b. Tulang Pendek (Short bones)
Berbentuk kuboidal (kubus). Contoh : tulang pada pergelangan tangan
(carpals) dan kaki (tarsals).
c. Tulang Pipih (Flat bones)
Permukaannya luas, biasanya berfungsi untuk melindungi organ dan tempat
melekatnya otot. Contoh : tulang cranial: frontal, parietal, occipital, temporal,
tulang iga (costa), dan tulang bahu (scapula).
d. Tulang tidak beraturan (Irregular bones)
7

Bentuk, ukuran dan permukaannya bervariasi. Contoh : tulang belakang


(vertebrae), saccrum, coccyx, temporal, sphenoid, nasal, zygomatic, maxilla,
dan mandibula.
2.1.2 Komposisi Tulang
Tulang adalah jaringan ikat khusus yang tersusun oleh matrix tulang, 4 jenis sel
tulang dan membran tulang.

a. Matrix Tulang

Terdiri dari 20% air, 20% protein dan 60% mineral. Senyawa inorganik
terutama kalsium dan fosfor, juga Mg, sulfat dan fluoride. Memberikan sifat
keras dan kekuatan tulang. Senyawa organik (osteoid) : proteoglycans,
glycoproteins, and collagen fiber yang membentuk fleksibilitas tulang

b. Sel Tulang

1. Osteoprogenitors (Osteo = bone; pro=


precusor; genitor = produce)

Jenis selnya belum berdifferensiasi,


mampu bermitosis membentuk
osteoblasts. Terdapat di permukaan dan
rongga tulang yang mengandung
pembuluh darah dan sumsum tulang (bone
marrow)
Gambar 2.2 Sel Tulang
2. Osteoblasts (Osteo = bone; blast = germ) Sumber :www.zoology.ubc.ca

Differensiasi sel osteoprogenitor. Osteoblasts adalah sel pembentuk sel


tulang dan matriks tulang. Terdapat di permukaan dan rongga tulang yang
mengandung pembuluh darah dan bone marrow

3. Osteocyte (Osteo = bone; cyte = cell)

Menyusun sebagian besar struktur tulang. Selnya hanya berdiferensiasi


dari osteoblast. Terdapat di sekitar matriks tulang dan berfungsi
mempertahankan matriks tulang.

4. Osteoclasts (Osteo = bone; clast = destroy)


8

Terdapat pada permukaan dan rongga tulang yang mengandung pembuluh


darah dan bone marrow. Berfungsi meresorpsi (menghancurkan) matriks
tulang. Fungsi ini terkait dengan pertumbuhan dan perbaikan tulang.

c. Membran Tulang

Permukaan eksternal dan internal tulang dilindungi oleh membrane


periosteum dan endosteum. Kedua membran tersebut mengandung
osteoblasts and osteoclasts yang berperan dalam pertumbuhan, perbaikan dan
mempertahankan fungsi tulang. Periosteum terletak pada bagian luar tulang
yang tidak memiliki cartilage dan dilalui oleh pembuluh darah, limfa dan
syaraf yang berpentrasi ke dalam tulang. Endosteum membran osteogenik
seperti halnya periosteum yang mengandung osteocytes and osteoclasts.
Endosteum melapisi bagian dalam tulang yang mengandung sumsum atau
pembuluh darah (marrow / blood vessels).

2.1.3 Struktur Tulang Jaringan Tulang

a. Jaringan tulang padat (compact/ dense bone)

Bersifat padat, keras, dan memiliki fungsi untuk melindungi bagian


dalam tulang. Tersusun atas osteon : unit berstruktur silindris. Sub unit osteon
osteocyte terletak dalam rongga yang disebut lacunae. Lapisan matrix tulang
disebut Lamellae.

b. Jaringan tulang berongga (spongy bone)

Terdapat pada bagian dalam tulang padat sangat porous (struktur


berpori). Tidak memiliki osteon, tapi memiliki matrix tulang (Lamellae).
Tersusun atas struktur yang tidak beraturan yaitu trabeculae, rongganya terisi
dengan sumsum tulang (red marrow) & pembuluh darah
9

.
Gambar 2.3 Komposisi Tulang
Sumber :www.boundless.com > textbooks
2.2 Tumor Tulang

2.2.1 Definisi
Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang bersifat
neoplastik. Tumor dalam arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap
pertumbuhan yang baru dan abnormal disebut neoplasma. Tumor dapat bersifat
jinak atau ganas. Tumor tulang yang bersifat ganas dapat merusak jaringan tulang.
Tumor tulang jinak angka kejadiannya lebih sering jika dibandingkan dengan
tumor tulang ganas.tumor tulang jinak tidak bermetastasis, tidak menghancurkan
jaringan tulang dan jarang mengancam nyawa (National Cancer Institute, 2008).
Tumor tulang yang perkembangan jaringan abnormalnya berasal dari tulang
disebut tumor tulang primer, sedangkan tumor yang bermetastase ke tulang yang
berasal dari bagian tubuh atau jaringan lain disebut tumor tulang sekunder atau
metastatic cancer (National Cancer Institute, 2008).
2.2.2 Epidemiologi

Tabel 2.1 Insiden Tumor Jinak dan Tumor Ganas pada Tulang
Tumor Jinak Tumor Ganas
Jenis Insiden Jenis Insiden
Osteoma 39,3% Osteogenik sarkoma 48,8 %
Osteokondroma 32,5 % Giant cell tumor 10%
Kondroma 9,8 % Kondrosarkoma 10 %
Tumor jinak lainnya 18,4% Tumor ganas lainnya 23,7 %
Sumber : http://fk.uwks.ac.id/jurnal/daftar_edisi

2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Tumor tulang sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa penyebabnya.
Peneliti tengah meneliti beberapa faktor yang dapat meningkatkan insidensi
terjadinya tumor ini. Faktor-faktor yang dianggap sebagai faktor resiko terjadinya
kasus tumor tulang ini adalah sering terpapar dengan terapi radiasi atau
10

pengobatan anti kanker, karena faktor keturunan, riwayat pemasangan besi pada
tulang (National Cancer Institute, 2008).
Tetapi tidak semua faktor resiko yang di sebutkan meningkatkan angka
resiko terjadinya tumor tulang. Berikut beberapa faktor yang dianggap sebagai
faktor resiko dari tumor tulang.

Usia

Pada kasus tumor tulang memang sedikit berbeda dengan kasus kanker pada
organ lainnya, insidensi tumor tulang lebih sering di jumpai pada remaja.
Seperti osteosarkoma yang secara umum dijumpai pada remaja dan dewasa
muda. Sangat jarang dijumpai pada saat sebelum usia remaja dan kelihatannya
berhubungan dengan pertumbuhan tulang pada saat remaja (Cancer Research
UK, 2014)

Riwayat kanker sebelumnya

Riwayat kanker sebelumnya dapat menjadi faktor resiko yang pasti terjadinya
kanker tulang karena dikhawatirkan sudah terjadi metastase ke tulang. Dan
apabila ini didapati tumor tulang dengan riwayat kanker maka disebut sebagai
tumor tulang yang sekunder (National Cancer Institute, 2008).

Riwayat pengobatan kanker

Terpapar radiasi dapat menyebabkan tumor pada tulang. Di sebutkan bahwa


apabila didapati riwayat radioterapi pada area tubuh yang terdapat tulang, maka
ini meningkatkan resiko untuk terjadinya osteosarcoma pada area tersebut.
Resiko ini kecil kemungkinan pada kebanyakan orang, tetapi beresiko tinggi
pada remaja yang terpapar radioterapi dengan dosis tinggi. Hanya 1 dari 100
orang yang diobati dengan radioterapi akan menjadi tumor tulang. (Cancer
Research UK, 2014).

Genetik

Sebuah sindrom yang disebut sebagai Li-Fraumeni syndrome yang mana terjadi
karena kesalahan gen yang turunkan dari orang tua, meningkatkan resiko
11

terjadinya beberapa kanker, termasuk kanker tulang (Cancer Research UK,


2014).

2.2.4 Klasifikasi
Tabel 2.2 Klasifikasi Tumor Tulang menurut WHO

Source : International Agency for Research on Cancer (IARC): WHO Classification of tumours of soft tissue
and bone, ed 4, Lyon Cedex, France, 2013 (edited by Fletcher CDM, Bridge JA, Hogendoorn PCW, et al).
12

Tumor tulang dapat dikelompokkan sebagai tumor tulang primer dan tumor
tulang sekunder. Tumor tulang primer ini lebih jarang dijumpai daripada tumor
sekunder.
Tumor tulang primer dapat jinak atau ganas. Tumor tulang yang yang jinak
lebih sering terjadi daripada tumor primer yang ganas, dan tumor-tumor ganas
seringkali berakibat fatal. Tumor ganas cenderung tumbuh cepat, menyebar dan
menginvasi secara tidak beraturan. Tumor-tumor semacam ini paling sering terlihat
pada remaja dan dewasa muda.
Tumor tulang sekunder merupakan tumor pada tulang akibat dari metaplasia
yang beasal dari jaringan lain, dapat menyebar melalui aliran darah. Tumor yang
sering bermetaplasia ke tulang antara lain prostat, payudara, paru, tiroid, ginjal, dan
kandung kemih. Dan tulang yang paling sering adalah vertebrae, femur proksimal,
pelvis, sternum, humerus proksimal, dan iga.
Sama halnya dengan tumor lainnya, tumor tulang juga ada yang jinak dan ada
yang ganas. Berikut beberapa tumor jinak dan ganas.
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
neurologis, dan pemeriksaan radiologis.
2.2.6 Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologik merupakan pemeriksaan yang penting dalam usaha
menegakkan diagnosis tumor tulang. Diagnosis pasti didasarkan pada hasil
pemeriksaan PA. Pada beberapa tumor, diagnosis pasti dapat juga ditegakkan dengan
pemeriksaan radiologik, misalnya osteokondroma.
Pada pemeriksaan tulang harus diperhatikan :

Besar, bentuk, kontur, dan densitas tulang

Korteks, utuh atau tidak utuh (menipis/destruksi)

Spongiosa, adakah bayangan radiolusen

Ada/tidaknya reaksi periosteal

Jaringan lunak sekitar tulang apakah ada pembengkakan, pengapuran,


penulangan
Dalam menilai tumor tulang perlu diperhatikan hal berikut :
Umur penderita
Apakah lesi soliter atau multipel

o Kebanyakan tumor tulang primer soliter


13

o Bila multipel krmungkinan metastasis

Bagian tulang mana yang terkena

o Osteosarkoma biasanya di daerah metafisis

o Sarkoma Ewing kebanyakan pada diafisis, dan sebagainya

Kelainan apa yang terlihat apakah berupa destruksi, reaksi periosteal,


pembentukan tulang baru, dan bagaimana jaringan lunak sekitarnya.

Batas-batas lesi, umumnya tumor jinak berbatas tegas, korteks menipis, dqan
tidak ada reaksi periosteal. Sedangkan tumor ganas batasnya tidak tegas,
korteks mengalami destruksi dan ada reaki periosteal.
Pemeriksaan radiologi pada tumor tulang selalu diawali dengan foto konvensional
yang sampai saat ini masih merupakan cara pemerikaan terbaik untuk diagnostik
tumor tulang. Untuk menentukan luasnya tumor atau keterlibatan jaringan sekitar
dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Pemeriksaan skening nuklir
penting untuk menentukan adanya metastasis pada tulang.

2.2.7 Penatalaksanaan
o Prinsip-prinsip pengelolaan
1. Tumor jinak
- Tumor jinak berukuran kecil biasanya tidak diperlukan tindakan khusus
- Biopsi dilakukan bila jenis tumor diragukan
2. Curiga tumor ganas
- Melakukan pemeriksaan lengkap termasuk pemeriksaan darah, foto
paru, pemeriksaan radiologik terhadap tumor, dan biopsi
2.3 Tumor Asal Jaringan Tulang
2.3.1 Klasifikasi berdasarkan asal sel
Tabel 2.3 Klasifikasi Tumor Jaringan Tulang Berdasarkan Asal Sel

Asal Sel Jinak Ganas


Osteogenik Osteoma Osteosarkoma
Osteoblastoma Osteoid osteoma Parosteal osteosarkoma
Sumber : WHO
2.3.2 Tumor Jinak Tulang
2.3.2.1 Osteoma
a. Definisi
Tumor jinak yang menyerang jaringan tulang, yang terbatas dengan
karakteristik proliferasi pada tulang kompak atau consellous dan
umumnya pada endosteal dan periosteal.
14

b. Insidens
Osteoma merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan
(39,3%) dari seluruh tumor jinak tulang terutama terjadi pad usia 20
40 tahun.
c. Gambaran Klinis
Bentuknya kecil tapi dapat menjadi besar tanpa menimbulkan gejala
gejala yang spesifik. Pertumbuhan lambat, sehingga pasien datang ke
dokter sudah dalam keadaan yang lanjut. Perabaan keras seperti
tulang dan bertangkai. Biasanya disertai gejala lain: seperti sakit
kepala, sinusitis yang berulang atau keluhan ophtalmologi.
d. Lokasi
Kelainan ini ditemukan pada tulang tengkorak seperti maksila,
mandibula, palatum, sinus paranasalis dan dapat pula pada tulang
tulang panjang seperti tibia, femur dan falangs.
e. Pemeriksaan Radiologi Konvensional
Pada foto rontgen osteoma biasanya terlihat sebagai bayangan opak
berbentuk bulat atau lonjong dengan batas tegas tanpa adanya
destruksi tulang. Jarang lebih besar dari 2,5 cm. Pada pandangan
tangensial osteoma terlihat seperti kubah.

Gambar 2.4 Osteoma foto


Skull. margin sangat padat
exostosis muncul dari luar
tulang oksipital (panah merah)
dengan massa jaringan lunak .

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD,


FACR. 2016. Diagnostic Imaging
Musculoskeletal Non-Traumatic
Disease Second Edition.
Philadelphia : Elsevier, pp 176)

Gambar 2.5 Osteoma dari Frontal Sinus. Dua pandangan frontal


tengkorak menunjukkan insidental bulat, lesi sklerotik tumbuh ke
dalam sinus frontal kanan (panah putih).

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging


Musculoskeletal Non-Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia :
Elsevier, pp 176)
15

Gambar 2.6 Osteoma pada Gambar 2.7 Osteoma pada tulang


mandibula tampak sebagai oksipital. Terdapat benjolan keras sudah
penonjolan tulang pada mandibula beberapa tahun, tidak sakit, pada foto
dengan basis yang lebar dan terdiri proyeksi towne tampak bayangan padat
seluruhnya atas tulang kompakta berbentuk lonjong, berbatas tegas.
Gambaran ini khas untuk osteoma
(Sumber : Rasad, Sjahriar. Radiologi
f. Diagnostik.Edisi
Patologi Kedua. Jakarta: Balai (Sumber : Rasad, Sjahriar. Radiologi
Dapat ditemukan lesi79)pada tulang kompak
Penerbit FK UI, (compact
Diagnostik. osteoma)
Edisi Kedua. dengan
Jakarta: Balai
Penerbit FK UI, 79)
sistem Harvers atau trabekula tulang dengan sumsumnya disebut
spongiosteoma.Strukturnya terdiri atas jaringan tulang dewasa yang
didominasi oleh struktur struktur lamelar dengan pertumbuhan yang
sangat lambat. Osteoma yang berlokasi pada tulang panjang biasanya
bersifat multipel dan merupakan bagian dari sindroma Gardner.
g. Diagnosa Banding
Osteokondroma
Biasanya mengenai tulang panjang, terutama sekitar lutut.
Tumor mulai mmetafisis, tetapi karena tulang tumbuh, makin
lama makin bergesr ke diafisis. Biasanya soliter, kadang-kadang
multipel dan dikenal sebagai diaphyseal aclasia. Degenerasi
maligna pada osteokondroma soliter sekitar 1%, sedangkan pada
diaphyseal aclasia sekitar 10%.
Gambaran radiologik : tampak penonjolan tulang dengan
korteks dan spongiosa yang normal. Komponen tulang rawan
seringkali tidak kelihatan karena berada di luar tulang (dapat
dilihat dengan ct scan. Dengan bertambahnya umur pasien,
16

terlihat kalsifikasi pada tulang rawan yang makin lama makin


banyak.

Gambar 2.8 Foto plain menunjukkan daerah metafisis


yang bertangkai, kalsifikasi pada kartilago, pada
gambaran patologis ditemukan trabekula yang matur
dengan sel yang seragam.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic


Imaging Musculoskeletal Non-Traumatic Disease Second
Edition. Philadelphia : Elsevier, pp 320)

Parosteal osteosarkoma
Tumor ganas tulang primer yang berasal dari sel mesenkimal
primitif yang memproduksi tulang dan matriks osteoid.

Gambar 2.9. radiograf polos


menunjukkan opacity meningkat pada
lesi (osteosarkoma parosteal) di aspek
posterior femur distal yang
merupakan tempat tersering.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD,


FACR. 2016. Diagnostic Imaging
Musculoskeletal Non-Traumatic Disease
Second Edition. Philadelphia : Elsevier,
pp 326)

h. Penanganan
Bila osteoma kecil dan tidak memberikan keluhan, tidak diperlukan
tindakan khusus. Pada suatu osteoma yang besar serta memberikan
gangguan kosmetik atau terdapat penekanan ke jaringan sekitarnya
sehingga menimbulkan keluhan sebaiknya dilakukan eksisi.
2.3.2.2 Osteoid Osteoma
a. Definisi
Merupakan tumor osteoblastik jinak terdiri dari inti osteoid dengan
vaskularisasi tinggi dan merupakan tumor jinak tulang dengan potensi
pertumbuhan yang terbatas.
b. Insidens
Osteoid osteoma adalah tumor jinak, jarang ditemukan (1,8%),
terutama pada umur 10 25 tahun. Tumor ini lebih sering pada laki
laki daripada wanita dengan perbandingan 2:1.
17

Gambar 2.10 Osteoma osteoid. Insiden usia yang paling sering ditemukan serta
osteo yang sering terkena ditunjukkan oleh panah hitam solid.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal
Non-Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier, page 158)

c. Gambaran Klinis
Nyeri bersifat menetap/ hilang timbul yang tidak hilang saat
istirahat
Nyeri biasanya di malam hari
Nyeri dapat bersifat ringan atau hebat
Nyeri dapat berkurang dengan pemberian aspirin dosis rendah
Terkadang otot disekitar tumor akan mengecil (atrofi) dan
keadaan ini akan membaik setelah tumor diangkat
d. Lokasi
Lokasi osteoid osteoma pada femur (25%), tibia (25%), dan sisanya
pada daerah daerah lain, seperti pada tulang belakang.

Gambar 2.11 Lokasi tulang dan pola distribusi frekuensi usia osteoid osteoma.
A, distribusi tulang dari osteoid osteoma. B, Umur distribusi frekuensi osteoid
osteoma.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal
Non-Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier, page 158)

e. Pemeriksaan Radiologi Konvensional


18

Pada foto rontgen tampak sebagai daerah nidus radiolusen yang


dikelilingi oleh pinggir sklerotik. Lesi terletak dibagian tengah dari
garis tulang ukuran lesi tidak lebih dari 1-2 cm. ditemukan adanya
daerah yang bersifat radiolusen yang disebut nidus didaerah diafisis di
kelilingi oleh suatu daerah skerosis yang padat, serta penebalan
kortikal yang merupakan reaksi pebentukan tulang, nidus dapat
berlokasi pada korteks celah intramedular atau periosteum tulang pada
bagian metafisis atau diafisis dari tulang panjang (epifisis sangat
jarang). Kadang pemeriksaan tomogram diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosa.

Gambar 2.12 Intracortical osteoid osteoma


tulang panjang. A, Seorang anak 15 tahun yang
sakit lebih buruk di malam hari dan hilang
dengan aspirin ditemukan memiliki lesi
intracortical litik dalam poros femoralis
proksimal. penebalan Fusiform sekitar, dan
meluas beberapa sentimeter di atas dan di bawah,
nidus.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016.


Diagnostic Imaging Musculoskeletal Non-Traumatic
Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier, page
148)

Gambar 2.13 radiografi lateral femur distal


seseorang usia 41 tahun yang memiliki gejala
khas dari osteoid osteoma selama 3 bulan.
penebalan kortikal dan sclerosis tulang gagal
menunjukkan nidus ; inset, tomogram dihitung
dari pasien yang menampilkan nidus korteks
posterior yang menebal.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016.


Diagnostic Imaging Musculoskeletal Non-Traumatic
Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier, page
148)
19

Gambar 2.14 A.radiografi dengan difus penebalan fusiform kortikal dan sclerosis dari
tibialis poros. Tidak ada jaringan nidus pada radiografi polos ini. B. Spesimen radiografi
kasus yang sama menunjukkan fragmen resected dari anterolateral tibialis korteks
dengan daerah sklerotik padat mewakili nidus (panah). C, anteroposterior radiografi dari
nidus intramedulla dari osteoid osteoma di poros femoralis. D, radiografi lateral dari
kasus yang sama ditunjukkan pada C. Catatan sclerosis ringan korteks yang berdekatan
dan pembentukan tulang yang menonjol berlapis-lapis periosteal baru.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal Non-
Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier, page 161)

Gambar 2.15 Radiografi AP Osteoid


osteoma didapatkan sclerosis tidak jelas
dari pedicle dekstra vertebra L1

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR.


2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal
Non-Traumatic Disease Second Edition.
Philadelphia : Elsevier, page 163)

Gambar 2.16 Osteoid osteoma pada


tulang panjang. A, radiografi pinggul
dari seorang gadis 8 tahun
menunjukkan nidus dengan tulang
moderat sclerosis sekitar lesi. D,
radiografi dari anak atletik 17 tahun
dengan sakit kaki proksimal dan
penebalan korteks lokal yang pada
awalnya dianggap mewakili fraktur
stres.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR.


2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal
Non-Traumatic Disease Second Edition.
Philadelphia : Elsevier, page 161)
20

Gambar 2.17 Osteoid osteoma dengan pertumbuhan lebih menonjol dan deformitas tulang. A,
osteoma osteoid humerus proksimal dengan sclerosis difus menonjol dan reaksi periosteal
deformasi kontur tulang. B, anteroposterior radiografi menunjukkan diffuse sclerosis dan
ketidakcocokan panjang dari tulang paha kiri. C, radiografi dari anak 1 tahun dengan
pembengkakan yang menyakitkan kaki kiri. Catatan sclerosing lesi dari diaphysis tibialis kiri dan
perbedaan panjang jelas. Biopsi menunjukkan pembentukan tulang reaktif. Lesi didiagnosis
sebagai osteomyelitis dan diobati dengan antibiotik. D dan E, Lima tahun kemudian, pasien yang
sama mengalami nyeri berulang. Catatan diucapkan deformitas membungkuk tibia kiri dan
menyebar kortikal sclerosis. Biopsi didokumentasi nidus osteoma osteoid

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal Non-Traumatic
Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier, page 162)

Gambar 2.18 Osteoid osteoma tulang tubular berubah sebagai osteomyelitis kronis. A,
radiografi dari nidus sklerotik di falang proksimal jari panjang (panah) dari seorang
wanita berusia 26 tahun yang merasa sakit dan bengkak selama 2 tahun sebelum
diagnosis didirikan. telah diikuti dan dirawat karena diduga osteomielitis selama periode
ini. B, foto Klinis kasus A menunjukkan edema jaringan lunak dan deformitas jari yang
panjang. C, radiografi menunjukkan nidus berkilau dengan sklerosis pada tulang yang
berdekatan di falang proksimal jari kelima. D, radiografi seorang pria 22 tahun dengan
Gambar 2.19 Juxtaarticular osteoid
nyeri, pembengkakan jaringan lunak, dan diperluas nidus radiolusen di falang proksimal
osteoma dari sendi siku. A, radiografi dari
jari telunjuk (panah). Diagnosis osteomielitis kronis mengakibatkan pengobatan jangka
sendi siku dengan difus, buruk wilayah
panjang dengan antibiotik.
batas-batasnya dari sclerosis dari proksimal
ulnar metafisis (panah). Tidak ada jaringan
(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal Non-
nidus dapat: Elsevier,
Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia diidentifikasi. Radiografi siku
page 164)
menunjukkan tidak jelas sclerosis dan reaksi
periosteal menonjol yang melibatkan ujung
distal humerus.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR.


2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal Non-
Traumatic Disease Second Edition.
Philadelphia : Elsevier, page 165)
21

f. Patologi
Kelainan terdiri atas jaringan seluler dengan tingkat vaskularisasi
yang tinggi dan jaringan tulang yang belum matang serta jaringan
osteoid.

g. Diagnosa Banding
Asbes brodie
Bersifat kronis, biasanya ditemukan dalam spondilosa tulang
dekat ujung tulang, bentuk abses biasanya bulat/lonjong dengan
pinggiran sklerotik, kadang terlihat skwester. Abses tetap
terlokalisasi dan kavitas dapat secara bertahap terisi jaringan
granulasi.

Gambar 2.20 Radiografi anteroposterior


dari radius distal. Gambar ini
menggambarkan seorang dengan
metaphyseal lesi sentral (menekan keluar
dengan gambaran radiolusen), type Ia.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR.


2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal
Non-Traumatic Disease Second Edition.
Philadelphia : Elsevier, page 168)

Gambar 2.21 Radiografi lateral radius


distal. Gambar ini menggambarkan seorang
dengan metaphyseal lesi sentral (menekan
keluar dengan gambaran radiolusen), type Ia.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016.


Diagnostic Imaging Musculoskeletal Non-
Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia :
Elsevier, page 168)

Sarkoma erwing
Tumor ganas primer ini paling sering mengenai tulang
panjangm kebanyakan pada diafisis. Tulang yang juga sering
terkena adalah pelvis dan tulang iga. Penderita paling sering
usia antara 5 15 tahun.
22

Tumor ini sensitif terhadap terapi penyinaran, tetapi tidak


kurabel. Sifat radiosensitif ini penting untuk diagnostik.
Gambaran radiologik : tampak lesi destruktif yang bersifat
infiltratif yang berawal di medula; pada foto terlihat sebagai
daerah radiolusen. Tumor cepat merusak korteks dan tampak
reaksi periosteal. Terkadang reaksi periostealnya tampak sebagai
garis-garis yang berlapis-lapis menyerupai kulit bawang dan
dikenal sebagai onion peel appearanvce.

Gambar 2.22 Ewing Sarcoma

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic


Imaging Musculoskeletal Non-Traumatic Disease Second Edition.
Philadelphia : Elsevier, pp 306-307)
h. Penanganan
Pengobatan yang efektif adalah mengeluarkan seluruh jaringan nidus
disertai eksisi sebagian tulang. Setelah itu evaluasi dengan
pemeriksaan foto rontgen perlu dilakukan untuk menilai apakah eksisi
yang dilakukan akurat.
2.3.3 Tumor Ganas Tulang
2.3.3.1 Osteosarkoma
a. Definisi
Osteosarkoma adalah tumor ganas tulang primer yang berasal dari sel
mesenkimal primitif yang memproduksi tulang dan matriks osteoid.
Osteosarkoma merupakan tumor ganas tulang primer non hemopoetik
yang paling sering ditemukan.
b. Insidens
Insiden osteosarkoma pada semua populasi menurut WHO sekitar 4-5
per 1.000.000 penduduk. Perkiraan insiden osteosarkoma meningkat
menjadi 8-11 per 1.000.000 penduduk per tahun pada usia 15-19 tahun.
Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terdapat 219 kasus (16.8
kasus/tahun) dalam kurun waktu 13 tahun (1995-2007) yang merupakan
23

jumlah terbanyak dari seluruh keganasan tulang (70,59%) dengan


distribusi terbanyak pada dekade ke-2.
Tumor ini paling sering diderita oleh anak-anak usia dekade ke-2
kehidupan, lebih dari 60% pada pasien kurang dari 25 tahun. Insiden
osteosarkoma dapat meningkat kembali pada usia di atas 60 tahun,
sehingga penyakit ini disebut juga memiliki distribusi yang bersifat
bimodal serta lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita dengan
perbandingan 2:1.
c. Faktor Resiko
Menurut Fuchs dan Pritchad (2002) osteosarkoma dapat disebabkan
oleh beberapa faktor :
Senyawa kimia : Senyawa antrasiklin dan senyawa pengalkil,
beryllium dan methylcholanthrene merupakan senyawa yang
dapat menyebabkan perubahan genetik.
Virus : Rous sarcoma virus yang mengandung gen V-Src yang
merupakan proto-onkogen, virus FBJ yang mengandung
protoonkogen c-Fos yang menyebabkan kurang responsif
terhadap kemoterapi.
Radiasi, dihubungkan dengan sarcoma sekunder pada orang yang
pernah mendapatkan radiasi untuk terapi kanker.
Lain-lain
Penyakit lain : Pagets disease, osteomielitis kronis,
osteochondroma, poliostotik displasia fibrosis, eksostosis
herediter multipel dll.
Genetik : Sindroma Li-Fraumeni, Retinoblastoma, sindrom
Werner, Rothmund-Thomson, Bloom.
Lokasi implan logam.
d. Gambaran Klinis
Nyeri adalah gejala yang paling umum dari kanker tulang.
Namun, gejala dapat bervariasi, tergantung pada lokasi dan
ukuran kanker. Tumor yang terjadi di atau dekat sendi dapat
menyebabkan pembengkakan atau nyeri di daerah yang terkena.
Tabel 5.1 Gambaran Klinis Osteosarkoma
Clinical Sign Percentage present at first
24

consultation (%)
Local tenderness 92
Palpable mass 39
Painful joint movement 39
Limp 30
Limited range of movement 23
Atrophy of muscle 5
Fever 3
Sumber : Spuy, Dr. DJ van der, MBChB. 2009. Review Article, Osteosarcoma :
Pathology, Staging and Management. In SA Orthopaedic Journal Spring 2009

e. Lokasi
Predileksi tersering pada: daerah lutut yaitu distal femur, proksimal
tibia, proksimal humerus, osteosarkoma muncul terutama pada daerah
metafisis tulang panjang dengan rasio pertumbuhan yang cepat
meskipun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada semua
tulang.

f. Patologi
Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik moth eaten atau
permeatif, lesi blastik, destruksi korteks, reaksi periosteal tipe agresif
(segi tiga Codman, sunburst, hair on end), massa jaringan lunak, dan
formasi matriks (osteoid maupun campuran osteoid dan khondroid).
g. Penentuan Stadium
Terdapat 2 jenis klasifikasi stadium, yaitu berdasarkan
Musculoskeletal Tumor Society (MSTS) untuk stratifikasi tumor
berdasarkan derajat dan ekstensi lokal serta stadium berdasarkan
American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke 7.
Sistem Klasifikasi Stadium MSTS (Enneking)
IA : derajat keganasan rendah, lokasi intrakompartemen, tanpa
metastasis
IB : derajat keganasan rendah, lokasi ekstrakompartemen, tanpa
metastasis
IIA : derajat keganasan tinggi, lokasi intrakompartemen, tanpa
metastasis
IIB : derajat keganasan tinggi, lokasi ekstrakompartemen, tanpa
metastasis
III : ditemukan adanya metastasis
25

Sistem Klasifikasi AJCC edisi ke 7


IA : derajat keganasan rendah, ukuran 8
IB : derajat keganasan rendah, ukuran > 8 atau adanya
diskontinuitas
IIA : derajat keganasan tinggi, ukuran 8
IIB : derajat keganasan tinggi, ukuran > 8
III : derajat keganasan tinggi, adanya diskontinuitas
IVA : metastasis paru
IVB :

metastasis lain
h. Pemeriksaan Radiologi Konvensional
meduler medullary and cortical bone destruction
zona transisi luas, permeatif atau moth-eaten
reaksi periosteal agresif (jenis sunburst, segitiga Codman ,
lamellated-onion skin)
massa jaringan lunak
tumor matriks pengerasan / pengapuran
variabel: mencerminkan kombinasi dari jumlah produksi tumor
tulang, matriks kalsifikasi, dan osteoid
tidak jelas "berbulu" atau "awan-seperti" lih untuk
cincin dan busur lesi chondroid
26

Gambar 2.23 Gambar


menunjukkan tumor padat
osteoid sklerotik yang
menggantikan sumsum
metadiaphyseal dan massa
jaringan lunak yang mengandung
massa padat tak berbentuk dan
tumor osteoid.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD,


FACR. 2016. Diagnostic Imaging
Musculoskeletal Non-Traumatic

Gambar 2.24 Radiografi lateral


Osteosarkoma (OS) pada gadis
remaja menunjukkan proses
permeative litik matriks berawan tak
berbentuk. Disertai massa besar
padat pada jaringan lunak.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR.


2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal
Non-Traumatic Disease Second Edition.
Philadelphia : Elsevier, page 217)
27

Gambar 2.25 Radiografi AP


menunjukkan OS, sangat agresif dan
membentuk tumor tulang di humerus
proksimal. Reaksi periosteal terlihat, juga
sebagai massa jaringan lunak. Perhatikan
juga matriks samar pada massa di ketiak.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR.


2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal
Non-Traumatic Disease Second Edition.
Philadelphia : Elsevier, page 217)

Gambar 2.26 (Kiri) Radiografi AP menunjukkan reaksi periosteal yang horisontal,


disebut sunburst, menunjukkan proses yang agresif. Terdapat kerusakan permeative
pada Os.Radius, dengan tumor osteoid terbentuk di tulang dan massa jaringan lunak.
(Kanan) Radiografi lateral menunjukkan OS di fibula proksimal. Massa mengandung
matriks osteoid, dan reaksi periosteal (prominent sunburst) serta pembentukan matriks
dalam massa jaringan lunak. Os. Tibia normal

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal Non-
Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier, page 218)

Gambar 2.27 Radiografi AP pada


seorang pria 24 tahun menunjukkan
lesi metadiaphyseal agak amorf tapi
masih definitif tumor osteoid dalam
massa jaringan lunak. Terdapat
intramedullary sklerorik padat dan
reaksi periostea yang prominen.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR.


2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal
Non-Traumatic Disease Second Edition.
Philadelphia : Elsevier, page 219)
28

Gambar 2.28 Radiografi AP


menunjukkan tumor osteoid
telah menjadi lebih padat dan
mengalami organisasi.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD,


FACR. 2016. Diagnostic Imaging
Musculoskeletal Non-Traumatic
Disease Second Edition. Philadelphia :
Elsevier, page 219)

Gambar 2.29 OS konvensional.

(Sumber : Spuy, Dr. DJ van der, MBChB.


2009. Review Article, Osteosarcoma :
Pathology, Staging and Management. In SA
Orthopaedic Journal Spring 2009)

i. Diagnosa Banding
1. Ewing Sarcoma
Lesinya sangat agresif, umumnya pada diaphyseal tetapi dapat
juga pada metadiaphyseal . Dapat menimbulkan pembentukan
tulang reaktif yang menonjol, mirip sclerosis pada OS. Sclerosis
di Ewing sarcoma hanya ditemukan pada tulang, tidak ada pada
massa jaringan lunak.

Gambar 2.30 Ewing Sarcoma

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging


Musculoskeletal Non-Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia :
Elsevier, pp 306-307)
29

2. Osteoblastoma
Tumor tulang yang paling sering timbul di elemen posterior
tulang. Kadang sangat agresif bahkan ganas seperti OS.

Gambar 2.31 Osteoblastoma

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging


Musculoskeletal Non-Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia :
Elsevier, page 208)

j. Penanganan
Penatalaksanaan osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limb
salvage surgery (LSS) atau amputasi), kemoterapi dengan atau tanpa
radioterapi yang diberikan konkuren ataupun sekuensial sesuai
indikasi. Pemberian kemoterapi berguna untuk mengontrol
mikrometastasis, memungkinkan penilaian histopatologi untuk
melihat respons kemoterapi (Huvos), memungkinkan perencanaan
limb salvage surgery (LSS) serta memudahkan tindakan reseksi tumor
pada saat tindakan LSS.
Pembedahan merupakan terapi utama osteosarkoma melalui prinsip
reseksi secara en bloc dengan mempertahankan fungsi semaksimal
mungkin. Protokol penatalaksanaan osteosarkoma meliputi pemberian
kemoterapi 3 siklus neoadjuvan terlebih dahulu. Jika setelah
neoadjuvan ukuran tumor mengecil tanpa disertai keterlibatan struktur
neuro-vaskular utama (sesuai indikasi LSS), yang ditunjang oleh
pemeriksaan radiologi (restaging), dilanjutkan dengan pembedahan
30

LSS. Sebaliknya, bila terjadi pertumbuhan tumor yang progresif


disertai keterlibatan struktur neuro-vaskuler utama atau ekstensi
jaringan yang sangat luas, amputasi menjadi pilihan utama
pembedahan. Pasca pembedahan, pasien dipersiapkan untuk
pemberian 17 kemoterapi adjuvant 3 siklus dengan regimen yang
sama (bila hasil Huvos minimal 3); Bila hasil Huvos kurang dari 2,
regimen kemoterapinya harus diganti dengan obat anti kanker lainnya
(second line).
k. Prognosis
Beberapa faktor yang menentukan prognosis pada pasien
osteosarkoma :
1. Tumor related: Lokasi tumor, ukuran tumor, histopatologi (high
grade, low grade), luasnya (infiltrasi, kelenjar regional,
penyebaran/metastasis lokal,/jauh), respon terhadap pengobatan-
respon histologi terhadap kemoterapi (Huvos), tipe dan margin
operasi, ALP dan LDH level : menggambarkan luasnya lesi, D-
dimer (hiperkoagulasi)
2. Patient related:Usia, status gizi (BMI), performonce status,
komorbiditas (mis. TB,Hepatitis, gagal ginjal, gagal jantung)
3. Management related: Delay diagnosis dan terapi,
pengalaman tenaga medis (operasi, kemoterapi,
radiasi dan suportif terapi), fasilitas kurang (tenaga
dan alat)

2.3.3.2 Parosteal Osteosarkoma


a. Definisi
Osteosarkoma parosteal adalah low-grade tumor tulang ganas yang
biasanya terjadi pada permukaan metafisis tulang.
b. Insidens
Ini adalah jenis yang paling umum dari juxtacortical atau OS yang
timbul di permukaan tulang dan menyumbang 5% dari semua
insiden OS. Biasa diderita pada usia awal masa dewasa dan usia
pertengahan (12-58 tahun).
c. Gambaran Klinis
Secara klinis muncul sebagai massa yang menimbulkan rasa sakit
yang perlahan-lahan, kecuali yang dekat dengan sendi, yang dalam hal
31

ini tumor menyebabkan nyeri lokal dengan hilangnya berbagai fungsi


pergerakan.
d. Lokasi
Biasanya terletak di posterior femur distal (lokasi yang paling umum,
60% dari kasus), kedua ujung tibia, humerus proksimal, dan dekat
dengan metafisis (80-90%).
e. Patologi
Terdiri dari sebuah komponen osteoid padat yang melekat pada
korteks luar atas zona sempit. Parosteal osteosarcoma berasal dari
lapisan fibrosa luar periosteum. Ini memperlihatkan matriks tulang
yang luas dan atipia seluler fibroblast yang minimal, dan dengan
demikian dianggap menjadi low-grade tumor. Osteosarkoma parosteal
memperlihatkan massa jaringan lunak dengan reaksi periosteal
perpendikuler, erosi kortikal, dan penebalan korteks.
f. Pemeriksaan Radiologi Konvensional
large lobulated exophytic, massa 'seperti kembang kol' dengan
penulangan padat sentral yang berdekatan dengan tulang
String sign: garis radiolusen tipis yang memisahkan tumor dari
korteks, terlihat pada 30% kasus
Tumor stalk: tumbuh di dalam tumor di tahap akhir dan
melenyapkan celah radiolusen
+/- Massa jaringan lunak
Penebalan korteks tanpa reaksi periosteal agresif, sering terlihat
ekstensi tumor ke dalam rongga meduler

Gambar 2.32 Lateral x-ray


menunjukkan tulang matur , OS
parosteal dengan celah yang jelas.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD,


FACR. 2016. Diagnostic Imaging
Musculoskeletal Non-Traumatic
Disease Second Edition. Philadelphia :
Elsevier, page 220)
32

Gambar 2.33 Radiografi lateral


yang menunjukkan OS parosteal
yang khas. Ada penebalan dan
gambaran hampir berlapis dari
korteks posterior femur distal.
Pembentukan tulang cukup matang.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD,


FACR. 2016. Diagnostic Imaging
Musculoskeletal Non-Traumatic Disease
Second Edition. Philadelphia : Elsevier,
page 220)

Gambar 2.34 Radiografi lateral


femur proksimal pada pasien yang
melaporkan pertumbuhan massa
yang lambat selama lebih dari
setahun. OS parosteal seperti
membungkus korteks, celah parsial
terlihat

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD,


FACR. 2016. Diagnostic Imaging
Musculoskeletal Non-Traumatic Disease
Second Edition. Philadelphia : Elsevier,
page 223)

Gambar 2.35 Lateral x-ray


menunjukkan matriks tulang padat
yang tampaknya seperti "disisipkan
pada" metafisis femoralis posterior.
Matriks lebih matur dari sentral ke
perifer.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD,


FACR. 2016. Diagnostic Imaging
Musculoskeletal Non-Traumatic Disease
Second Edition. Philadelphia : Elsevier,
page 225)

Gambar 2.36 Lateral x-ray pada


pasien yang melaporkan pernah
memiliki benjolan, dan telah diambil
13 tahun sebelumnya, dikatakan
jinak. Gambar menunjukkan lesi
tulang exophytic dengan massa
jaringan lunak di proksimalnya. OS
parosteal berulang harus
diasumsikan.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD,


FACR. 2016. Diagnostic Imaging
Musculoskeletal Non-Traumatic Disease
Second Edition. Philadelphia : Elsevier,
page 225)
33

Gambar 2.37 (Kiri) AP x-ray memberikan gambaran yang aneh untuk OS


parosteal. Seluruh femur distal tampak seperti diperluas. (Kanan) Lateral x-ray
pada pasien yang sama menunjukkan pembentukan tulang pola trabekular
cukup teratur pada OS parosteal OS. Asal lesi muncul terkonsentrasi di korteks
posterior femur distal, memperluas sekitar sisi medial dan lateral.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal
Non-Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier, page 224)

g. Diagnosa Banding
1. Osteokondroma

Gambar 2.38 Osteokondroma.


(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal
Non-Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier, page 224)

2. Periosteal Osteosarkoma

Gambar 2.39 Periosteal osteosarkoma


(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal
Non-Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier, page 226)
34

3. Periosteal Kondroma

Gambar 2.40 Periosteal kondroma.

(Sumber : Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging


Musculoskeletal Non-Traumatic Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier,
page 273)

h. Penanganan dan Prognosis


OS Parosteal dengan low-grade lesions penanganannya dengan
reseksi bedah ((limb salvage surgery-LSS atau amputasi) dan tidak
menggunakan kemoterapi neoadjuvant atau radiasi. Karena lokasi OS
Parosteal yang sering pada metaphyseal, dengan invasi medula yang
dalam , maka diperlukan limb salvage, termasuk joint replacement.
OS Parosteal memiliki prognosis yang sangat baik (80-95%
kelangsungan hidup jangka panjang).
35

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang bersifat


neoplastik. Tumor dalam arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap
pertumbuhan yang baru dan abnormal disebut neoplasma.
Tumor tulang yang perkembangan jaringan abnormalnya berasal dari tulang
disebut tumor tulang primer, sedangkan tumor yang bermetastase ke tulang yang
berasal dari bagian tubuh atau jaringan lain disebut tumor tulang sekunder atau
metastatic cancer.
Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor tulang yang bersifat ganas dapat
merusak jaringan tulang. Tumor tulang jinak angka kejadiannya lebih sering jika
dibandingkan dengan tumor tulang ganas.tumor tulang jinak tidak bermetastasis,
tidak menghancurkan jaringan tulang dan jarang mengancam nyawa.
Beberapa contoh tumor tulang jinak yaitu osteoid dan osteoid osteoma,
sedangkan untuk tumor tulang ganas yaitu osteosarkoma dan parosteal
osteosarkoma yang mana dari tiap tumor memiliki gambaran radiologi yang
khas.

3.2 Saran

36

DAFTAR PUSTAKA

Gaillard, A.Prof Frank, et al. 2011. Parosteal Osteosarcoma. Accesed on January 25 2017 <
https://radiopaedia.org/articles/parosteal-osteosarcoma-1>
Kemenkes. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran : Osteosarkoma. Jakarta : Komite

Penanggulangan Kanker Nasional.

Manaster, B.J, MD, PhD, FACR. 2016. Diagnostic Imaging Musculoskeletal Non-Traumatic

Disease Second Edition. Philadelphia : Elsevier

Soekanto, Ayly. 2007. Tumor Jinak Muskuloskeletal. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya. Viewed 22 Januari 2017

<http://fk.uwks.ac.id/jurnal/daftar_edisi>

Spuy, Dr. DJ van der, MBChB. 2009. Review Article, Osteosarcoma : Pathology, Staging and

Management. In SA Orthopaedic Journal Spring 2009

Wheeless, Clifford R., III, MD. 2016. Parosteal Osteosarkom. Wheeless' Textbook of

Orthopaedics, accesed on January 25 2017

<http://www.wheelessonline.com/ortho/parosteal_osteosarcoma>

Anda mungkin juga menyukai