Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata adalah panca indera penting yang perlu pemeriksaan dan perawatan
secara teratur. Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini.
Pada anak 2,5 - 5 tahun, skrining mata perlu dilakukan untuk mendeteksi apakah
menderita gangguan tajam penglihatan yang nantinya akan mengganggu aktivitas
di sekolahnya (Deddy et al., 2009). Di Indonesia sendiri prevalensi
kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit
mata. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di indonesia
hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa (Suhardjo,
2010). Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab
kebutaan di dunia. World Health Organization (WHO)
menyatakan, terdapat 45 juta orang yang menjadi buta di
seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Diperkirakan
setiap satu menit terdapat satu anak menjadi buta dan hampir
setengahnya berada di Asia Tenggara. Angka kebutaan di Afrika
dan Asia diperkirakan sekitar 15/10.000 anak. Angka ini sangat
besar bila dibandingkan angka kebutaan anak di Eropa dan
Amerika Utara yang hanya 3/10.000 anak. Di Eropa yang
merupakan negara maju, angka kebutaan pada anak sekitar
3:10.000 (CEHJ , 2007).
Berdasarkan hasil survei kesehatan indera penglihatan dan
pendengaran yang dilakukan oleh Depkes di 8 Propinsi
(Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara
Barat) berturut-turut pada tahun anggaran 1993/1994,
1994/1995, 1995/1996, 1996/1997, ditemukan kelainan refraksi
sebesar 22,1% dan menempati urutan pertama dalam 10
penyakit mata terbesar di Indonesia. Sedangkan angka kelainan
refraksi pada golongan usia sekolah adalah kurang lebih 5%.

1
Kelainan refraksi ini dapat terjadi pada seluruh golongan umur
terutama pada golongan anak sekolah yang berumur dari 6
sampai 18 tahun. Uji coba di 3 kabupaten di Jawa Barat tahun
1994, ditemukan 35% anak sekolah mempunyai tajam
penglihatan yang tidak normal, dan dari hasil penelitian
menunjukkan lebih dari separuh mereka yang membutuhkan
kacamata ternyata tidak mampu membeli, dikarenakan tidak
terjangkaunya harga kacamata.
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga
pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. Untuk memasukkan sinar atau
bayangan benda ke mata diperlukan suatu sistem optik. Diketahui bahwa bola
mata mempunyai panjang kira-kira 2,0 cm. Untuk memfokuskan sinar ke retina
diperlukan kekuatan 50,0 dioptri. Lensa berkekuatan 50,0 dioptri mempunyai
titipapi pada titik 2,0 cm (Ilyas, 2006).
Kelainan refraksi dapat dengan mudah dideteksi. Namun demikian
kelainan refraksi menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh
karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan visus sebagai bagian dari
pemeriksaan fisik mata umum. Pemeriksaan visus merupakan pengukuran obyek
terkecil yang dapat diidentifikasi terhadap seseorang dalam jarak yang ditetapkan
dari mata.

1.2 Tujuan Penulisan


Penyusunan referat ini bertujuan untuk membahas mengenai kelainan
refraksi. Referat ini bermaksud untuk lebih memahami tentang gambaran klinis
kelainan refraksi, dan tatalaksana. Selain itu juga bertujuan untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik (Koass) di RS
Bhayangkara Kediri, Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai