Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ANESTESIOLOGI REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2024


UNIVERSITAS TADULAKO PALU

“MANAJEMEN NUTRISI PADA PASIEN POST OPERASI


ILEUS OBSTRUKSI DENGAN TEKNIK GENERAL
ANESTESI”

Disusun Oleh :

NAMA : Anggie Rebecca S.


NIM : N 111 22 157

PEMBIMBING KLINIK :

dr. Salsiah Hasan, Sp.An, KIC

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2024
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Anggie Rebecca S.


No. Stambuk : N 111 22 157
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Laporan Kasus : Manajemen Nutrisi Pada Paisen Post Operasi Ileus
Obstruksi dengan Teknik General Anestesi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepanitraan klinik pada bagian


Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Bagian Anestesiologi
RSUD UNDATA
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, April 2024

Pembimbing Dokter Muda

dr. Salsiah Hasan, Sp.An, KIC Anggie Rebecca S.


i
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
LAPORAN KASUS................................................................................................3
A. Identitas Pasien.............................................................................................3
B. Anamnesis....................................................................................................3
C. Pemeriksaan Fisik........................................................................................4
D. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................6
E. Assesment....................................................................................................8
F. Plan...............................................................................................................8
G. Persiapan Pasien Preoperatif Diruangan......................................................8
H. Persiapan Dikamar Operasi..........................................................................8
I. Prosedur General Anestesi...........................................................................9
BAB III..................................................................................................................18
PEMBAHASAN...................................................................................................18
A. Pembahasan Kasus.....................................................................................18
B. Ileus Obstruksi...........................................................................................26
C. Nutrisi.........................................................................................................29

BAB IV..................................................................................................................40
KESIMPULAN.....................................................................................................40
DAFTAR PUSTKA..............................................................................................41

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nutrisi pasien menjadi salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi
lama perawatan. Hal tersebut dikarenakan nutrisi merupakan dasar untuk
meningkatkan penyembuhan luka dan mencegah terjadinya malnutrisi pada
pasien, oleh karena itu penting untuk diberikan nutrisi secara dini pada pasien
pasca bedah. Pasien yang menerima makanan secara dini memiliki lama rawat
di rumah sakit yang lebih pendek, nyeri yang lebih rendah, skor, dan durasi
ileus pasca operasi lebih pendek.1
Pada pasien kritis terutama akibat trauma atau sepsis berat umumnya
mengalami berbagai perubahan metabolisme termasuk perubahan penggunaan
sumber energi dari tubuh. Selain karena intake yang terganggu, pada keadaan
tersebut umumnya terjadi suatu hipermetabolisme dan hiperkatabolisme yang
menyebabkan peningkatan kebutuhan energi tubuh. Akibatnya seseorang
dengan penyakit kritis sangat mudah mengalami defisiensi nutrisi dengan
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh, penyembuhan luka yang buruk,
kegagalan fungsi organ, memperpanjang lama perawatan di rumah sakit, serta
meningkatnya mortalitas. Pada keadaan tersebut, nutrisi menjadi sesuatu yang
penting dan menjadi bagian dari terapi medikal klinis.2
Pemberian nutrisi merupakan salah satu cara untuk mencegah komplikasi
pasca bedah. Pemberian nutrisi pasca bedah secara dini perlu dilakukan karena
akan mempengaruhi metabolisme tubuh, dan keadaan gizi pasien. Pada pasien
pasca operasi ekskresi nitrogen dan natrium akan meningkat dan dapat
berlangsung selama seminggu atau lebih, sehingga penting pemberian nutrisi
secara dini pada pasien pasca operasi karena merupakan hal mendasar dalam
proses penyembuhan luka dengan cepat. Nutrisi yang diberikan secara dini
juga akan mencegah pasien mengalami malnutrisi. Pemberian nutrisi pada
pasien pasca bedah biasa dinamakan dengan diet operasi/pasca bedah. Tujuan
pemberian diet tersebut untuk mengupayakan agar status gizi pasien tetap
1
normal atau segera kembali normal, mempercepat proses penyembuhan luka
dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien dengan cara memberikan
kebutuhan dasar, mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi
lain, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan, serta mencegah dan
menghentikan perdarahan. Makanan diberikan secara bertahap mulai dari
makanan cair, saring, lunak dan biasa. Perubahan bentuk makanan tergantung
dengan keadaan pasien, sehingga perlu dipantau bagaimana pasien dalam
menerima makanan.3
Pankreas merupakan salah satu organ kelenjar yang mempengaruhi fungsi
seluruh tubuh. Terjadinya insufisiensi pancreas yang muncul merupakan
ketidakmampuan pancreas untuk melakukan biosintesis didalam mengeluarkan
enzim pencernaan dalam jumlah yang cukup untuk mencerna dan menyerap
komponen makanan di usus. Insufiensi biasanya akan terjadi jika terdapat
kerusakan secara fungsional dalam pancreas yang dapat disebabkan oleh
kanker pancreas atau saluran cerna.1
Usus berfungsi untuk mencerna, menyerap, endorkin dan metaboliknya,
serta merupakan organ yang efektif untuk melawan bakteri dan racun
intralumin. Hal tersebut dikarenakan tingginya tingkat turnover dari enterosit
epitel usus, sel goblet yang mensekresikan lendir dan besarnya jarigan limfoid
sehingga membentuk penghalang kekebalan. Terdapat 80% imunoglobulin
yang disintesis dalam organisme, terutama yaitu IgA yang disekresikan melalui
saluran pencernaan, dan 50% system imun ditemukan di usus. Pemberian
nutrisi secara enteral dapat merangsang pertumbuhan dan fungsi usus, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Perbaikan secara langsung
yaitu dengan memasukan substrat untuk oksidasi enterosit, sedangkan
perbaikan secara tidak langsung yaitu dengan meningkatkan sekresi hormon
melalui efek trofik usus yang akan mengurangi translokasi bakteri dan masalah
yang berkaitan dengan hal tersebut. Nutrisi enteral juga memberikan manfaat
yag lebih signifikan dibandingkan nutrisi parenteral, seperti mencegah
komplikasi, lama rawat dan biaya perawatan.3

2
Pasien dengan diagnosis ileus atau obstruksi usus merapakan suatu
gangguan aliran isi usus. Obstruksi usus dapat terjadi secara akut ataupun
kronik, baik partial maupun total. Ileus merupakan gangguan/hambatan pasase
isi usus yang merupakan tanda adanya sumbatan usus akut yang segera
membutuhkan pertolongan atau tindakan Tujuan utama dari tata laksana ileus
obstruksi adalah dekompresi dari lokasi yang mengalami obstruksi untuk
mencegah terjadinya perforasi.5
General anestesi adalah suatu prosedur untuk menghilangkan kesadaran
dengan mengunakan obat-obatan tertent, tidak merasakan sakit walaupun
diberikan rangsangan nyeri dan bersifat reversible. Dalam general anestesi
terdapat beberapa Teknik, yaitu anestesi inhalasi dan anestesi intravena.
Anestesi inhalasi dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu dengan
masker intubasi, dan laryngeal mask airway (LMA). Dalam melakukan
prosedur anestesi inhalasi obat diberikan dalam bentuk gas yang masuk ke
paru-paru yang dibantu dengan alat selang endotrakeal, LMA, dan ditutup
dengan sungkup/masker. Anestesi umum intravena adalah obat anestesi
dimasukkan melalui injeksi intravena.4,5 (5,6)
B. Tujuan Penulisan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk memahami lebih mendalam
mengenai manajemen nutrisi pada paisen post operasi ileus obstruksi dengan
teknik general anestesi.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. K. S.
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 58 Kg
Tinggi Badan : 165 cm
Alamat : Jln. Purnawirawan
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Kristen Protestan
Diagnose Pra Bedah : Ileus Obstruksi
Jenis Pembedahan : Laparatomy Explorasi
Tanggal Operasi : 20 Maret 2024
Jenis Anestesi : General Anestesi
Anestesiology : dr. Faridnan, Sp. An.
Ahli bedah : dr. Maynard Andrew Maramis, Sp.B.

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Nyeri perut
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk dengan keluahan nyeri perut sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan yang dirasakan hilang timbul. Keluhan disertai
penurunan nafsu makan selama 2 minggu terakhir dan istri pasien mengatakan
bahwa pasien mengalami sesak nafas. Selain itu pasien juga sering merasa
demam (+) dan pusing (+). Riwayat BAB tidak lancar dan BAK yang lancar.
3. Riwayat penyakit dahulu :
 Riwayat penyakit jantung : (+)
 Riwayat penyakit hipertensi : (-)

4
 Riwayat penyakit asma : (-)
 Riwayat alergi obat dan makanan : (-)
 Riwayat diabetes melitus : (-)
 Riwayat operasi sebelumnya : (-)
 Riwayat konsumsi obat : (-)
 Riwayat operasi : (-)
Riwayat penyakit keluarga :
 Riwayat hipertensi : (-)
 Riwayat DM : (-)
 Riwayat asma : (-)

C. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath)
- Gigi palsu (-), gigi goyang (-), gigi ompong (-), gigi lubang (-)
- Mallampati score : 1
- Airway paten (tidak ada sumbatan)
- Inspeksi Thorax : pengembangan dada simetris antara dada sisi kiri dan
kanan. RR 25 x/menit
- Palpasi thorax : benjolan (-), kelainan bentuk (-), vocal fremitus kanan =
kiri
- Auskultasi thorax di dapatkan bunyi pernapasan vesikuler (+/+). Bunyi
nafas tambahan : Rhonkii (-/-), wheezing (-/-), snoring (-), gurgling (-),
stridor (-)
B2 (Blood)
- TD : 117/71 mmHg
- Nadi regular: 115 x/menit
- Konjungtiva anemis (+/+)
- Akral hangat, CRT <2 detik
B3 (Brain)
- Kesadaran : Compos Mentis GCS (E4 M6 V5)
5
- Mata : Refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), pupil isokor 2.5
mm/2.5 mm
- Sklera ikterik (+/+)
- Suhu : 37.9 °C
B4 (Bladder)
- Buang air kecil lancer
- Urin berwarna seperti teh pekak
- Nyeri saat berkemih (-)
B5 (Bowel)
- Bab dalam batas normal
- Inspeksi: Cembung (-), jejas (-), asites (-)
- Auskultasi: Peristaltic (+) 16 x/menit
- Perkusi: Timpani (+)
- Palpasi: Nyeri tekan (+) hipokondrik dextra
B6 (Back and Bone)
- Pergerakan ektremitas atas kanan (Bebas)
- Pergerakan ektremitas atas kiri (Bebas)
- Pergerakan ekstremitas bawah kanan (Bebas)
- Pergerakan ekstremitas bawah kiri (Bebas)
- Ekstremitas: Akral hangat, pucat (+), edema (-)
- Fraktur dan dislokasi (-)

6
D. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium Darah Lengkap (20 Maret 2024)

Hasil Laboratorium Darah Lengkap (20 Maret 2024)

Hasil Rujukan Satuan


Hemoglobin 15.4 14-18 g/dl
Leukosit 23.7 4.0-11.0 Ribu/uL
Eritrosit 5.09. 4,1-5,1 Juta/ul
Hematokrit 47.7 36-47 %
Trombosit 528 150-450 Ribu/uL

Hasil Laboratorium Evaluasi Fungsi Ginjal (28 April 2024)


Ureum 60 <50 mg/dl
Kreatinin 0.82 0.6-1.1 mg/dl

Hasil Laboratorium Evaluasi Fungsi Hati


SGOT 123 <45 U/L
SGPT 103 <35 U/L
Bilirubin total 23.20 <1.0 Mg/dL
Bilirubin direct 23.75 0.0-0.5 Mg/dL
Bilirubin indirect 0.55 0-0.7 Mg/dL

Hasil Laboratorium Evaluasi Gula Darah (1 April 2024)


GDS 328 70-200 mg/dL
Albumin 2.5 3.4-4.8 g/dL

Hasil Laboratorium Evaluasi Elektrolit (30 April 2024)


Na 155 136-146 Mmol/l
K 3.31 3.5-5.0 Mmol/l
Cl 119 98-106 Mmol/l

7
Hasil Pemeriksaan CT Scan

Hasil Pemeriksaan Foto Polos Abdomen 3 Posisi


- Dilatasi sistem usus halus dan colon dengan gambaran hearing bone
- Tampak airfluid level dengan gambaran step leader
- Spondylosis lumbalis

Kesan :

 Ileus Obstructive
 Spondylosis lumbalis

E. Assesment
 Status fisik ASA 3
 Acc anestesi
 Diagnosis pra-bedah : Ileus Obstruksi

F. Plan
 Jenis Anestesi : General Anestesi
8
 Teknik anestesi : General Anestesi Intubasi Endotracheal Tube
 Lama Puasa : 8 jam
 Jenis pembedahan : Laparatomi Explorasi

G. Persiapan Pasien Preoperatif Diruangan


 Surat persetujuan operasi dan surat persetujuan Tindakan anestesi
 Pasien dipuasakan minimal 8 jam pre-operasi
 Pasang Infus RL pada saat puasa

H. Persiapan Dikamar Operasi


a. Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah :
 Meja operasi dengan aksesoris yang diperlukan
 Mesin anestesi dengan system aliran gasnya
 Alat-alat resusitasi (STATICS)
 Obat-obat anestesia yang diperlukan
 Obat-obat resusitasi, misalnya : adrenalin, atropine, aminofilin, natrium
bikarbonat dan lain-lainnya.
 Tiang infus, plaster dan lain-lainnya
 Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh dan monitor.
 Alat-alat pantau yang lain sesuai dengan indikasi, misalnya : “pulse
oximeter” dan ”Capnograf”.
 Kartu catatan medik anestesia
b. Persiapan alat (STATICS)
 Scope: Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung
Laryngoscope : pilih bilah (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
 Tube : pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien
 Airway : pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (nasi-tracheal airway). Pipa ini menahan lidah saat pasien
tidak sadar untuk mengelakkan sumbatan jalan napas
 Tape : plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
9
 Introducer : stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan
 Connector : penyambung antara pipa dan peralatan anestesi
 Suction : penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

I. Prosedur General Anestesi


1. Pasien diposisikan supinasi, infus terpasang di tangan kanan dengan cairan
Ringer Lactat
2. Memasang monitor untuk melihat heart rate, saturasi oksigen dan laju
respirasi
3. Diberikan obat pre-medikasi yaitu Ondancentron 4 mg/iv
4. Diberikan obat pre-medikasi yaitu Midazolam 2 mg/iv
5. Diberikan obat pre-medikasi yaitu Fentanyl 70 mcg + 30 mcg /iv
6. Diberikan obat induksi yaitu Propofol 70 mg/iv
7. Diberikan obat pre-medikasi yaitu Dexametasone 10 mg/iv
8. Diberikan obat yaitu Lidocain 50 mg/iv
9. Diberikan obat yaitu Asam trenaxamat 1 g/iv
10. Diberikan obat yaitu Paracetamol 1 g
11. Memberikan obat muscle relaxant yaitu Atracurium 25 mg/iv, di tunggu
selama 3 menit
12. Memposisikan kepala ekstensi pada leher, lalu memberikan ventilasi
tekanan positif
13. Melakukan intubasi trachea dengan memasukan laringoskop secara lembut
dengan cara menyisipkan laringoskop ke sisi kanan mulut pasien, lalu
menggusur lidah ke kiri hinggal terlihat epiglottis dan menyusuri hingga
pita suara sudah terlihat.
14. Memasukkan ETT dari sebelah kanan mulut ke faring sampai bagian
proksimal dari cuff ETT melewati pita suara, pada pasien ini menggunakan
ETT dengan ukuran 7.0 mm
15. Menggangkat laringoskop dan stilet pipa ET dan mengisi balon dengan
udara ml. waktu intubasi ±20 detik
10
16. Mengubungan pipa ET dengan ambubag dan melakukan ventilasi sambil
melakukan auskultasi, pertama pada lambung (tidak terdengar bunyi
gurgling) artinya udara tidak masuk ke esofagus. Kemudia mengecek pada
paru kanan dan kiri sambil memperhatikan pengembangan dada, terdengar
bunyi napas dan pengembangan paru simetris kiri dan kanan
17. Melakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau tercabut di
sebelah kanan mulut pasien
18. Maintenance selama operasi diberikan:
 Sevoflurane 2,5 vol%
 O2 5 lpm via Endo Trachea Tube (ETT)
19. Diberikan ketorolac 30 mg/iv
20. Operasi selesai, pasien di pindahkan ke recovery room

Monitoring Anestesi
140
1
120 2

100 3

80
4
60
5
40

20

0
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
:1 :2 :3 :4 65:5 :0 :1 :2 :3 :4 :5 :0 :1 :2 77:3 :4 :5
15 15 15 15 1 16 16 16 16 16 16 17 17 17 1 17 17

Diastole Heart Rate Sistole

KETERANGAN :
11
1 Ondancentron 4 mg/iv
Mulai Anestesi
2 Midazolam 2 mg/iv
Mulai Intubasi Orotrakeal
3 Fentanil 70 + 30 + 50 mcg /iv
Selesai Operasi
Propofol 70 mg
a) Diagnosis pra-bedah : Ileus Obstruksi
b) Diagnosis post-bedah : Acute Kidney Injury
c) Jenis pembedahan : Laparatomy Explorasi
d) Persiapan anestesi : Informed Consent
e) Jenis anestesi : General Anastesi
f) Teknik anestesi : Intubasi ETT No 7.0
g) Medikasi anestesi : Propofol 70 mg/IV
h) Medikasi Tambahan : Ondancentron 4 mg/IV
Dexametason 10 mg/IV
Midazolam 2 mg/IV
Fentanyl 70 mcg + 30 mcg/IV
Atracurium 25 mg/IV
Ketorolac 30 mg/IV
i) Maintenance : Sevoflurane 2,5 Vol%
O2 5 lpm
j) Posisi : Supinasi
k) Anestesi mulai : 15.15 WITA
l) Operasi mulai : 15.20 WITA
m) Operasi selesai : 18.08 WITA

Intra Operatif

Laporan Anestesi Durante Operatif

 Jenis anestesi : General Anestesi Intubasi ETT


 Lama anestesi : 15.15 – 18.10 WITA (120 Menit)
 Lama operasi : 15.20 – 18.00 WITA (93 Menit)

Hasil Monitoring Intraoperatif

12
Tekanan Saturasi
Waktu Nadi Tindakan
Darah Oksigen

15.15 110/70 75 98% ▪ Pasien Masuk ke kamar


operasi
▪ Infus RL terpasangan di
tangan kanan
▪ Pemasangan monitoring
tekanan darah, nadi, saturasi
O2
08.55 110/72 74 98%
 Premedikasi :
Midazolam 2 mg/IV
Ondancentron 4 mg/IV
Dexametason 10 mg/IV
Fentanyl 70 mcg/IV
09:00 110/70 82 100%
 Medikasi :
Propofol 70 mg/IV
Atracurium 25 mg/IV
09:04 105/75 75 100%
 Intubasi dengan ETT No.07

09:10 110/70 72 100%  Evaluasi TTV


09:25 125/85 85 100%
 Mulai operasi

09:30 125/90 98 100%  Evaluasi TTV


09:35 110/70 98 100%  Evaluasi TTV
09:40 110/65 96 100%  Evaluasi TTV
09:45 100/65 85 100%  Evaluasi TTV
09:50 100/65 80 100%  Evaluasi TTV
09:55 130/80 90 100%  Evaluasi TTV
10:00 110/70 85 100%  Evaluasi TTV

13
10:05 108/70 80 100%  Evaluasi TTV
10:10 105/70 80 100%  Evaluasi TTV
10:15 110/80 85 100%  Evaluasi TTV
10:20 120/80 88 100%  Evaluasi TTV
10:25 115/80 95 100%  Evaluasi TTV
10:30 115/80 90 100%  Evaluasi TTV
10:35 110/70 80 100%  Evaluasi TTV
 Ketorolac 30 mg/IV
10:40 110/70 78 100%  Evaluasi TTV
10:45 110/70 76 100%  Evaluasi TTV
10:50 110/68 75 100%  Evaluasi TTV
10:55 115/75 80 100%  Evaluasi TTV
10:58 120/70 80 100%%  Selesai operasi

18:00 115/70 70 100%%  Selesai Anestesi


 Ekstubasi
 Pasien dipindahkan ke
Recovery Room

Cairan yang Dibutuhkan Aktual


Pre Operasi - BB: 58 Kg Input:
- Maintenance kebutuhan cairan per jam (30- RL 500 cc + 50
50 ml/KgBB/24 jam) cc
= 30 x KgBB/24 jam
= 30 x 58 KgBB/24 jam
= 1.740 cc/24 jam
= 72.6 cc/jam
= 1.2 cc
= 24 tetes/menit

Durante  EBV (Estimed Blood Volume) : Input :


Operasi
= BB x Average Blood Volume RL 500 + 450

14
= 58 kg x 70 cc/KgBB cc
= 4.060 cc

 % perdarahan :
jumlah perdarahan
= x 100% Total
EBV Perdarahan :
100
= x 100% ±100 cc
4.060
Urin

= 2.4 % 200 cc

 MABL
( Hct Act −Hct Tar ) x BB x 70
MABL =
Hct Act
( 36.3−24 ) x 58 x 70
MABL =
36.3
MABL = 1.375 cc

Defisit MABL
=MABL – Total perdarahan
=1.375 -100
= + 1.275 cc

 Stres Operasi besar


= 8 cc/KgBB/Jam x BB
= 8 cc/KgBB/Jam x 58 kg
= 464 cc/jam
= 7.7 cc/menit

15
Operasi berlangsung x menit
= stress operasi x lama operasi
= 7.7 cc x 93 menit
= 716 cc
Perhitungan Total Cairan masuk
cairan
Cairan Durante Operatif
500 + 450 cc (kristaloid)
= 950 cc
Output :
Stress operasi + Defisit darah selama operasi +
Defisit urin selama operasi

716 cc + 100 cc + 200 cc = 1.016 cc

Keseimbangan Kebutuhan Cairan:


Input – output
= (950 cc) – (1.016 cc)
= - 66 cc

Post Operatif

a. Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motoric


- Tekanan darah : 117/71 mmHg
- Nadi : 115 x/menit
- Pernapasan : 25 x/menit
- Aldrete Score : 9 (bilan score ≥9 pasien diperbolehkan pindah ruangan)

Skor Pemulihan Pasca Anestesi (Aldrete score)

Warna Kulit Merah/Normal 2

16
Pucat 1
Sianosis 0

Pernapasan Nafas dalam, batuk dan tangis kuat 2


Nafas dangkal dan adekuat 1
Nafas apnue atau nafas tidak adekuat 0

Sirkulasi TD berbeda 20 mmhg dari pre op 2


TD berbeda 20-50 mmhg dari pre op 1
TD berbeda > 50 mmhg dari pre op 0

Kesadaran Sadar penuh dan mudah dipanggil 2


Bangung jika dipanggil 1
Tidak ada respon 0

Aktivitas Gerak 4 anggota tubuh 2


Gerak 2 anggota tubuh 1
Tidak ada respon 0

Total 8

Score < 9 menunjukkan pasien masih harus dipantau di RR sampai scorenya >9

BAB III
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Kasus

Pasien laki-laki usia 60 tahun masuk ke RSUD undata dengan diagnosis


ileus obstruktif. Selanjutnya dilakukan Tindakan operesi dengan laparotomy
explorasi. Adapun Tindakan anestesi yang digunakan dalam kasus ini yaitu
dengan menggunkan Teknik general anesthesia dan menggnakan Teknik
intubasi dengan endotracheal No.07.

17
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani (an-"tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.4
Prinsip anastesi mencangkup 3 hal yaitu: anestesi dapat menghilangkan
rasa sakit (analgesia), menghilangkan kesadaran (sedasi) dan juga relaksasi
otot (relaksan) yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar. Praktek
anestesi mencakup induksi, maintenance, dan pemulihan. Secara garis besar
anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi
regional. Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang bersifat
sementara akibat pemberian obat-obatan serta menghilangkan rasa sakit
seluruh tubuh secara sentral. Sedangkan anestesi regional adalah anestesi pada
sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri sebagian tubuh tanpa kehilangan
kesadaran. 5,6
General anestesi merupakan suatu prosedur yang dapat menghilangkan
kesadaran menggunakan obat-obatan tertentu, tidak merasakan sakit walaupun
dilakukan rangsangan nyeri yang kuat serta sifatnya yang reversible.
Kemampuan mempertahankan fungsi ventilasi hilang, depresi fungsi
neuromuscular, serta gangguan kardiovaskular. Pasien memerlukan bantuan
dalam mempertahankan jalan nafas dengan pemberian ventilasi tekanan
buatan. Pada umumnya tujuan dalam general anestesia adalah untuk mencapai
amnesia, sedasi, analgesia, arefleksi dan atenuasi respon system saraf otonom
(simpatis). Tahap awal dalam melakukan prosedur anestesi umum adalah
induksi. Induksi anestesi merupakan suatu bentuk peralihan dari keadaan sadar
dengan reflek perlindungan masih utuh sampai dengan hilangnya kesadaran
(ditandai dengan hilangnya reflek pada buluh mata) yang diakibatkan oleh
pemberian obat-obatan anestesi.7
Pasien-pasien yang akan menjalani prosedur Tindakan operasi sering
kali berasal dari berbagai usia, mulai dari bayi hingga pada usia lanjut yang

18
kadang kala mempunyai banyak penyakit penyerta serta akan menjalani
operasi yang sifatnya kompleks dan kadang akan melinatkan berbagai disiplin
ilmu. Berdasarkan hal tersebut maka pasien akan lebih rentan terhadap
kesakitan dan bahkan kematian. Sehingga sebelum melakukan suatu Tindakan
operasi, maka hal yang pertama kali dilakukan adalah melakukan evaluasi pra-
anestesi. Evaluasi pra-anestesi yang rinci dapat berkontribusi untuk
mengurangi angka mortalitas dan morbiditas. Evaluasi pra-anestesi sangat
penting dilakukan untuk menilai kesiapan pasien dalam menjalani anestesi dan
menilai stabilitas kondisi pasien sebelum menjalani anestesi. Secara umum,
tujuan dilakukannya evaluasi pra-anestesi adalah untuk memastikan bahwa
pasien dapat dengan aman mentoleransi anestesi untuk operasi yang
direncanakan dan mengurangi risiko perioperatif seperti komplikasi paru atau
kardiovaskular.8
Evalusi Pra-anestesi terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang untuk menentukan status ASA dan risiko operasi. Pada
pasien ini termasuk ASA III karena memiliki penyakit sistemik yang berat
yaitu riwayat jantung.8
1. Anamnesis
Komunikasi yang efektif dan pendekatan oleh tenaga medis sangat
penting dalam periode pra-operasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
anamnesis seperti identitas pasien riwayat penyakit sistemik yang pernah di
derita, riwayat obat-obatan yang sedang atau sudah digunakan, riwayat
alergi, kebiasaan seperti merokok dan minum alcohol, dan riwayat anestesi
sebelumnya jika sudah pernah mendapatkan tindakan anestesi.
2. Pemeriksaan Fisik
Terdapat indikator yang dapat digunakan dalam pemeriksaan fisik
pasien praoperatif yaitu indikator 6B. Indikator ini mengacu pada breath
(B1), blood (B2), brain (B3), bladder (B4), bowel (B5), dan bone (B6).
Indikator breath berisi tentang pemeriksaan jalan nafas dan sistem
respirasi untuk mengetahui apakah terdapat kesulitan terhadap jalan nafas.

19
Pasien dengan jalan napas yang sulit (sulit ventilasi maupun sulit intubasi)
harus sudah teridentifikasi pada saat manajemen pra-anestesi. Ketika jalan
nafas yang sulit teridentifikasi, maka perlu dilakukannya perencanaan awal
seperti memastikan bahwa peralatan yang diperlukan dan personel yang
terampil tersedia pada saat operasi. Penilaian sulit ventilasi (ventilasi
tekanan positif) dapat dilakukan dengan menggunakan metode MOANS
mnemonics, yaitu Mask seal, mengacu pada faktor-faktor yang dapat
menyebabkan kebocoran sungkup; Obesitas dan Obstruksi; Age, yang
diperkirakan bahwa usia >55 tahun meningkatkan kesulitan ventilasi; No
teeth, Sleep apnea dan Stiff lung yang mengacu pada riwayat COPD, asma
dan ARDS.
Penilaian sulit intubasi dapat dilakukan dengan menggunakan
metode LEMON airway assessment method yaitu, Look externally yang
merujuk kepada penilaian jalan nafas secara inspeksi dari luar seperti
adanya masa di daerah leher yang dapat memanipulasi trakea secara
mekanik. Evaluate merujuk kepada aturan 3-3-2 yaitu, 3 jari untuk
pembukaan mulut; 3 jari jarak dagu dengan hyoid dan 2 jari antara dasar
mandibula dengan takik tiroid. Mallampati score, diperkirakan kesulitan
intubasi akan meningkat pada skor 3 dan 4. Obesitas dan obstruksi
menyebabkan penampakan glotik yang sulit. Neck Mobility atau mobilitas
leher, diketahui bahwa mobilitas leher yang menurun merupakanprediktor
negatif dari komplikasi intubasi.

3. Klasifikasi ASA

Klasifikas Definisi
i ASA

ASA I Pasien yang dalam kategori sehat normal

ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan

20
ASA III Pasien dengan penyakit sistemik berat yang tidak
mengancam nyawa

ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik berat yang


mengancam nyawa

ASA V Pasien yang sekarat diperkirakan tidak akan bertahan


hidup tanpa operasi

ASA VI Pasien mati batang otak yang organnya diambil


dengan maksud untuk ditransplantasikan ke pasien
lain.

Penambahan “E” pada ASA menunjukkan prosedur operasi darurat


(misalnya ASA 2E)

Pada pasien ini juga dilakukan penilaian terhadap mallapati score dan
didapatkan mallapati 1. Penilaian mallapati score tentunya dilakukan dengan
tujuan untuk menilai adanya kemungkinan kesulitan dalam melakukan Teknik
intubasi dalam mempertahankan jalan nafas atau manajemen pernafasan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien duduk tegak, posisi kepala
netral, lidah dijulurkan maksimal, dan tanpa fonasi. Mallampati Modifikasi
kelas 1 menunjukkan bahwa struktur yang terlihat, yaitu palatum lunak,
palatum keras, fauces, uvula, dan pilar tonsil. Kelas 2 menunjukkan palatum
lunak, palatum keras, fauces, dan uvula. Kelas 3 menunjukkan palatum lunak,
dan palatum keras. Kelas 4 menunjukkan palatum keras. Mallampati
Modifikasi kelas 1 dan 2 merupakan prediksi intubasi mudah, sedangkan kelas
3 dan 4 sulit.9
Puasa pada preanestesi merupakan bagian dari persiapan sebelum
operasi. Pasien tidak diperbolehkan makan dan minum dengan durasi waktu
tertentu sebelum dilakukannya Tindakan operasi. Lama puasa yang dibutuhkan
21
tergantung dari banyak factor, seperti jenis operasi, waktu makan terakhir
sampai dimulainya Tindakan (pada operasi emergensi), tipe makanan, dan
pengobatan yang diberikan sebelum operasi. Tipe makanan cair dan jernih
seperti air putih, jus yang sudah disaring, minuman berkarbonat, teh dan kopi
memiliki durasi puasa minimal 2 jam sebelum operasi. ASI pada bayi memiliki
durasi puasa minimal 4 jam sebelum operasi. Sedangkan susu selain ASI
seperti susu formula, susu sapi, dan susu kedelai memilki durasi puasa minimal
6 jam sebelum operasi. Sedangkan makanan berat seperti gorengan, makanan
berlemak dan daging membutuhkan waktu puasa minimal 8 jam sebelum
operasi. Durasi puasa tersebut biasa dipersiapkan pada pasien sehat yang tidak
memiliki gangguan pada pengosongan lambung. Pasien dengan gangguan
pengosongan lambung seperti kehamilan dan gastroesophageal reflux disease
memerlukan beberapa modifikasi. 8
Pada pasien ini dipuasakan selama 8 jam. Tujuan dilakukannya puasa
pada pasien operasi elektif merupakan syarat yang dilakukan sebelum
dilakukan Tindakan operasi. Hal tersebut tentunya memiliki tujuan yaitu
mengurangi volume dan keasamaan lambung serta mengurangi risiko
regurgitasi atau aspirasi yang lebih dikenal sebagai Mendelson’s syndrome
selama anestesi terutama pada saat induksi. Sewaktu diinduksi anestesi, refleks
batuk dan menelan akan dihambat, sedangkan makanan didalam lambung
meningkatkan risiko aspirasi.8

Pada saat sebelum operasi, pasien diberikan premedikasi terlebih


dahulu. Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan memberikan obat-
obat pendahuluan yang terdiri dari obat-obat golongan sedatif dan golongan
analgetik. Tujuan pemberian premedikasi adalah untuk menimbulkan rasa
nyaman, megurangi reresi kelenjar dan menekan refleks vagus, memperlancar
induksi, mengurangi dosis anestesia, serta mengurangi rasa sakit dan
kegelisahan pasca bedah. Salah satu tujuan premedikasi berguna meredakan
kecemasan dan ketakutan. Midazolam merupakan golongan obat
benzodiazepin yang biasa digunakkan untuk premedikasi. Pada pasien ini
22
diberikan premedikasi berupa ondancentron 4 mg/iv, Dexametazone 10 mg/iv,
midazolam 2 mg/iv, fentanyl 70 + 30 mcg/iv.
Pemberian ondancentron bertujuan untuk mencegah terjadinya muntah
pada pasein selama pembiusan. Ondancentron merupakan golongan antagonis
reseptor serotonin (5-HT3) yang selektif menghambat ikatan serotonin dan
reseptor 5-HT3. Obat-obat anestesi menyebabkan pelepasan serotonin dari sel-
sel mukosa entereokromafin melalui lintasan yang melibatkan 5-HT 3 yang
dapat merangsang area postrema menimbulkan muntah. Pelepasan serotonin
akan diikat reseptor 5-HT3 memacu aferen vagus yang akan mengaktifkan
reflex muntah. Dexametason merupakan golongan kortikosteroid yang dapat
mencegah mual dan muntah dan mengurangi inflamasi. Mekanisme kerja
dexametason dengan cara inhibisi asam arakidonat, modulasi substansi yang
berasal dari asam arakidonat dan pengurangan jumlah 5-HT3.10
Deksametason merupakan kortikosteroid dengan efek anti-inflamasi
paling kuat yang bekerja dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin
pada jaras enzim cyclooxigenase (COX). Penekanan produksi prostaglandin di
jaringan perifer akan mengganggu mekanisme penghantaran impuls nyeri.
Deksametason juga menghambat aktivasi interleukin, tumor necroting factor¸
nitrit oksida, dan sitokin yang berperan dalam proses inflamasi. Efek
deksametason tersebut yang berperanan sebagai adjuvan analgesia
pascaoperasi. Penggunaan deksametason sebagai glukokortikoid pascaoperasi
telah banyak diteliti untuk menurunkan derajat nyeri. Deksametason menekan
proses inflamasi pada luka operasi dan juga menekan proses nyeri dengan cara
menekan produksi asam arakidonat, TNF-alfa, dan interleukin-1.10
Midazolam merupakan golongan benzodiazepine yang digunakan
sebagai premedikasi sebelum pemberian obat anestesi. Efek dari obat ini
berupa muscle relaxant, sedasi dan anti ansietas. Efek muscle relaxant dapat
mempengaruhi kerja otot involunter salah satunya pada pembuluh darah
sehingga dapat mempengaruhi tekanan darah.11

23
Fentanil merupakan opioid sintetik yang kuat. Secara klinis fentanil
digunakan sebagai obat penenang pada pasien yang diintubasi dan memiliki
sifat analgesia yang baik. Fentanyl memiliki onset yang cepat dan durasi yang
singkat sedikit mendepresi kardiovaskular serta tidak menyebabkan pelepasan
histamin, maka fentanyl sering kali menjadi pilihan utama sebagai agen
premedikasi dan induksi dalam anestesi umum.12
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan
pembedahan. Induksi pada pasien ini dilakukan dengan anestesi intravena
yaitu Propofol 70 mg/IV (dosis induksi 1-2,5mg/kgBB) karena memiliki efek
induksi yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang cepat. Selain itu juga
propofol dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA.
Atracurium merupakan obat penghambat neuromuscular non-
depolarisasi dari kelas benzylsiquinolinium. Atracurium diindikasikan sebagai
tambahan anestesi umum untuk memfasilitasi intubasi endotrakeal dan
memberikan relaksasi otot rangka selama pembedahan.13
Intubasi kemudian dilakukan pada pasien dengan membuka jalan nafas
menggunakan metode head tilt, chin-lift dan jaw-trust yang berfungsi untuk
meluruskan jalan nafas antara mulut dengan trakea. Setelah jalan nafas dalam
keadaan lurus barulah dimasukan pipa endotrakeal. Pada pasien ini digunakan
ETT dengan nomor 7,0. Pemasangan ETT pada pasien ini 1 kali dilakukan.
Setelah diintubasi dengan menggunakan endotracheal tube, maka
dialirkan sevofluran 2,5%. Sevofluran merupakan halogen eter yang memiliki
proses induksi dan pemeliharaan paling cepat. Sevofluran relatif stabil dan
tidak menimbulkan aritmia selama anestesi berlangsung. Tahanan vaskuler dan
curah jantung sedikit menurun sehingga tekanan darah pun sedikit menurun.
Ventilasi dilakukan dengan bagging dengan laju napas 20 x/ menit. Sesaat
setelah operasi selesai gas anestesi diturunkan untuk menghilangkan efek
anestesi perlahan-lahan dan untuk membangunkan pasien. Juga diharapkan
agar pasien dapat melakukan nafas spontan menjelang operasi selesai.

24
Kemudian dilakukan ekstubasi secara cepat dan pasien dalam keadaan sadar
untuk menghindari penurunan saturasi lebih lanjut.
Selanjutnya juga diberikan medikasi tambahan yang berfungsi sebagai
analgetik yaitu Ketorolac (berisi 30 mg/ml ketorolac tromethamine sebanyak 1
ampul (1 ml) disuntikan secara iv. Ketorolac merupakan nonsteroid anti
inflamasi (OAINS) yang bekerja dengan cara menghambat sintesis
prostaglandin sehingga dapat menghilangkan rasa nyeri/analgetik efek.
Ketorolac 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara dengan 50 mg pethidin
atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama serta lebih
aman daripada analgetik opioid karena tidak ada evidence depresi nafas
Operasi berjalan lancar tanpa timbulnya komplikasi, dengan lama
operasi selama 93 menit dan lama anestesi 136 menit. Pasien kemudian dibawa
ke ruang pemulihan (recovery room). Selanjutnya dilakukan perhitungan skor
aldrette untuk menilai kelayakan pemindahan ke ruangan perawatan pasien
dewasa, ditemukan jumlah skor 9. Dimana menurut teori, pasien harus
dipindahkan ke ruangan ICU bila aldrette score <9. Pada pasien ini berdasarkan
penilaian aldrette score didapatkan score 9 sehingga pasien dipindahkan ke
ruang perawatan biasa.
B. Ileus Obstruksi

Ileus merupakan ketidakmampuan usus untuk berkontraksi secara normal


dan mengeluarkan kotoran dari tubuh. Obstruksi usus adalah kegagalan isi usus
untuk bergerak melewati lumen usus. Obstruksi usus dapat memengaruhi usus
besar atau usus halus. Usus halus paling sering terkena tetapi, obstruksi usus
dapat terjadi juga di usus besar. Obstruksi usus dapat bersifat mekanikal atau
fungsional, dimana obstruksi mekanikal dapat disebabkan oleh masalah di luar
usus seperti sekumpulan jaringan parut (adhesi) atau hernia, masalah di dalam
usus seperti tumor atau penyakit radang usus, atau obstrusi lumen usus.
Sedangkan obstruksi fungsional terjadi ketika peristaltic gagal menggerakkan
isi usus meskipun tidak terdapat obstruksi mekanikal

25
Usus merupakan tempat terminal dalam pencernaan makanan yang
berfungsi dalam mengabsorpsi nutrisi dan mengsekresi endokrin. Sumbatan
atau hambatan ini dapat terjadi dikarenakan adanya kelainan di dalam lumen
usus, dinding usus, atau benda asing di luar usus yang menekan, dan juga
adanya kelainan vaskularisasi pada segmen usus sehingga dapat menyebabkan
nekrosis. Obstruksi dapat terjadi ketika lumen usus menjadi tersumbat sebagian
atau seluruhnya. Obstruksi sering menyebabkan sakit perut, mual, muntah,
konstipasi-sembelit, distensi, dan mencegah pergerakan normal produk yang
dicerna.
Kelompok usia yang paling umum terkena adalah usia 20-60 tahun insiden
ileus obstruksi pada tahun 2011 diketahui mencapai 16% dari populasi dunia.
Karena sifatnya yang kegawat-daruratan maka salah satu penatalaksanaan yang
dilakukan pada pasien ileus adalah dengan dilakukan pembedahan. Salah satu
penanganan pada pasien dengan permasalahan obstruksi ileus adalah dengan
pembedahan laparatomi. Bedah laparatomi dilakukan dengan metode
penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal.
C. Nutrisi yang Diberikan
Pasien Laki-laki, 60 tahun, BB : 58 kg.
 Kebutuhan Air : 30-50 cc/KgBB/24 jam = 2.320 cc/24 jam
40 x 58 kg/BB/24 jam = 2.320 cc/24 jam
 Kebutuhan Elektrolit :
a. Na : 2-3 mcq/KgBB/24 jam
116-174 mcq/KgBB/24 jam
b. K : 1-2 mc/KgBB/24 jam
58-116 mcq/KgBB/24 jam
 Kalori : 30 kkal/KgBB/24 jam
30x58 = 1.740 kkal/24 jam

26
27
BAB IV
KESIMPULAN

1. Nutrisi pasien menjadi salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi


lama perawatan. Hal tersebut dikarenakan nutrisi merupakan dasar untuk
meningkatkan penyembuhan luka dan mencegah terjadinya malnutrisi
pada pasienHal yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam
keseimbangan cairan adalah adanya suatu penyakit, baik penyakit yang
sifatnya ringan maupun penyakit yang sifatnya berat salah satunya adalah
tumor kaput pancreas.
2. Usus merupakan tempat terminal dalam pencernaan makanan yang
berfungsi dalam mengabsorpsi nutrisi dan mengsekresi endokrin.
3. Tatalaksana pada pasien ini dilakukan prosedur laparatomi explorasi
dengan tujuan mengurangi adanya obstruktif saluran usus.

28
DAFTAR PUSTKA

1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD.Management of Patients


with Fluid and Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s
Clinical Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013
2. Agro FE, Fries D, Vennari M. Body Fluid Management From
Physiology to Therapy. Verlag Italia: Springer.
3. Monika,K.,Marian,C. Pancreas Its Functions, Disorders, and
Physiological Impact on the Mammals’ Organism. National Library of
Medicine. 2022
4. Latief, A. Said dkk. 2016. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
5. Dobson MB. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: Penerbit EGC; 2012.
6. Akbar, Farisko. Perbandingan Pengaruh Pemberian Terapi Kombinasi
(Anestesi Lokal dan Analgesik Intravena) Dengan Monoterapi
(Analgesik Intravena) Terhadap Tingkat Nyeri Pasca Operasi Sectio
Caeasaria Di Rs Siti Khodijah Sepanjang. Diss. Universitas
Muhammadiyah Surabaya, 2020.
7. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Ed. 2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI; 2009.
8. Aji.P.P.,Anna,M.,Muhammad,K.A. Manajemen Anestesi Perioperatif.
Jurnal kedokteran dan Kesehatan malikussaleh. 1;2. 2022
9. Adamus, M., Fritscherova, S., Hrabalek, L., Gabrhelik, T., Zapletalova,
J., & Janout, V. (2010). Mallampati test as a predictor of laryngoscopic
view. Mallampati test as a predictor of laryngoscopic view, 1-5.
10. Fajriani, Mufidah Nur. Perbandingan Efektivitas Pemberian
Premedikasi Deksametason dan Ondansentron untuk Mencegah Mual
dan Muntah Pasca Operasi dengan Anestesi Umum di Rumah Sakit
Ibnu Sina; 2019

29
11. Marzuki, M.S., Masyitah, A.M., Lidiawati, M. Efek Premedikasi
Midazolam 0.05 mg/kgBB IV Terhadap Tekanan Darah dan Laju Nadi
Pada Pasien Pra Anestesi di Rumah Sakit Pertamedika Ummi Rosnati
Banda Aceh. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. Vol 9(3):1001-
1007;2022
12. Siswagama T A, Bagianto H, Laksono R M. Efek Pemberian Pre-
empive Fentanyl 25µg terhadap Kejadian Batuk setelah Bolus Fentanyl
2 µg/kg IV (Fentanyl Induced Cough). Jurnal Anestesiologi Indonesia.
5(1);2013:1-10
13. Ritz, M.L., Derian, A. 2023. Atraurium. Treasure Island (FL) :
StatPearls Publishing; 2023
14. Enny.P.Penatalaksanaan Gizi Pada Pasien Dengan Cancer
Pancreas.JHN .6;1. 2018.
15. Mima,M.,Horne. 2000. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-
Basa. Jakarta: EGC
16. Liqva,N.F. Leukosit dan Kadar Bilirubin Total pada Ikterus Obstruktif
yang disebabkan oleh Tumor Pankreas. Journal Kesehatan. Vol
1;6.2020. 183-189.

30

Anda mungkin juga menyukai