Anda di halaman 1dari 5

SKENARIO I

MODUL : GOOD GUIDE PRESCRIBING

“SI MANGGIE YANG SERING SAKIT”

DISUSUN OLEH :

NAMA : ANGGIE REBECCA S


NIM : N 101 19 140
KELOMPOK : 12 (Dua Belas)

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
1. Kriteria rujukan malaria
Jawab:
a. Analgetika : Paracetamol/Acetaminophen (Demam)
 Efek samping : Reaksi alergi bisa menimbulkan kulit ruam atau pembengkakan. Satu dari
seratus orang bisa mengalami efek samping ini. Tekanan darah rendah dan detak jantung
cepat. Umumnya ini terjadi pada pasien yang mendapatkan paracetamol melalui suntikan
di rumah sakit. Gangguan darah seperti trombositopenia (jumlah trombosit yang rendah)
dan leukopenia (jumlah sel darah putih yang rendah). Efek ini termasuk jarang terjadi.
Hanya satu dari 1.000 orang berisiko mengalami kondisi ini.
 Interaksi antar obat : Peningkatan risiko terjadinya perdarahan jika digunakandengan
warfarin. Penurunan kadar paracetamol dalam darah jika digunakan dengan
carbamazepine, colestiramine, phenobarbital, phenytoin, atau primidone. Peningkatan
risiko terjadinya efek samping obat busulfan.
 Interaksi dengan makanan : Parasetamol diketahui dapat berinteraksi dengan makanan
maupun minuman yang mengandung karbohidrat dan alcohol. Jus buah durian
mempengaruhi kinetika absorpsi parasetamol dengan menurunkan nilai parameter Ka,
meningkatkan Tmaks dan menurunkan Cpmaks parasetamol.
b. Terapi tambahan : Kortikosteroid-Anti Inflamasi
 Efek samping : Efek samping yang jangka Panjang seperti tukak lambung, mata kabur,
hipoglikemia, atropi kulit, lemah otot, menstruasi ridak teratur, dan sakit kepala. Efek
samping ke organ : Mata (katarak subscapular posterior, prningktan tekanan intraocular,
galukoma dengan kerusakan nervus optikus, pengurangan daya penglihatan), Sistem
saraf pusat (kejang, vertigp, sakit kepala, neuritis, psikosis), Kardiovaskular (aritmia,
sinkop, hipertensi, rupture miokardium). Penggunaan deksametason dalam jangka
waktu yang lama bisa mengakibatkan peningkatan kadar insulin serum dan penurunan
kadar glukosa serum secara signifikan
 Interaksi antar obat : Peningkatan risiko terjadinya penurunan kadar kalium
(hipokalemia) jika digunakan bersama obat golongan diuretik. Peningkatan risiko
terjadinya infeksi yang fatal jika digunakan dengan obat imunosupresan lain, seperti
adalimumab, bariticinib, atau fingolimod
 Interaksi dengan makanan : Penggunaan dexamethasone pada pasien dengan riwayat
gangguan pencernaan, misalnya ulkus peptikum dan ulcerative colitis, perlu dilakukan
dengan berhati-hati, karena adanya risiko perforasi gastrointestinal. Dexamethasone per
oral sebaiknya dikonsumsi bersama dengan makanan, dan hindari kombinasi
dexamethasone bersama dengan obat antiinflamasi lainnya, seperti aspirin.
Sumber :
Syukriaqh, S. PENGARUH PEMBERIAN DEKSAMETASON TERHADAP KADAR ALP
DAN KREATININ TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR. Prosiding Seminar
Nasional. Vol. 5(1). Viewed on 29 September 2022. From https://google.schoolar

2. Klasifikasi tonsilitis ?
Jawab :
Tonsilitis dibedakan atas beberapa klasifikasi yaitu :
a. Tonsilitis Akut, terdiri dari tonsilitis viral dan tonsilitis bacterial.
 Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus berat dapat menolak untuk
minum atau makan melalui mulut. Penderita mengalami malaise, suhu tinggi, dan
nafasnya bau.
 Tonsilitis bacterial gejala dan tanda masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang
sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan
suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa
nyeri di telinga karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf N. glosofaringeus
(N.IX). pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus
berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar sub-mandibula
membengkak dan nyeri tekan (otalgia).
 Tonsilitis Akut Rekuren. Merupakan onsilitis akut yang berulang beberapa kali dalam
setahun.
b. Tonsilitis Membranosa, terdiri dari tonsilitis difteri, tonsilitis septik dan angina plaut
Vincent.
 Tonsilitis difteri memiliki gejala sepert infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta
keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi
bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran
semu. Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea
dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat
pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan
penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak
sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut
juga Burgemeester's.
 Tonsilitis difteri memiliki gejala sepert infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta
keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi
bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran
semu. Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea
dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat
pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan
penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak
sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut
juga Burgemeester's.
 Gejala yang timbulkan dari Angina Plaut Vincent yaitu demam sampai dengan 39◦ C,
nyeri kepala, badan lemah, dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa
nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak
mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas tonsil,
uvula, dinding faring, gusi, serta terdapat bau mulut dan kelenjar sub mandibula
membesa
c. Tonsilitis Kronik.
Ditandai dari hasil pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang
tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Berlangsung dalam
jangka waktu yang lama. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di
tenggorok dan napas berbau. Radang amandel/tonsil yang kronis terjadi secara berulang-
ulang dan berlangsung lama. Pembesaran tonsil/amandel bisa sangat besar sehingga
tonsil kiri dan kanan saling bertemu dan dapat mengganggu jalan pernapasan.
Sumber :
Rahayu, R., Arirf, T., Anggraeni, S. 2020. Karakteristik Pasien Tonsilitis Pada Anak Usia 5-
12 Tahun di Lampung Tahun 2020. ARTERI : Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol. 2(1). Viewed
on 29 September 2022. From https://arteri,sinergis.org
3.Alur pembuatan formularium ?
Sumber:

Sistem Formularium menurut buku Pedoman Penyusunan Formularium Rumah Sakit,


Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
bekerjasama dengan Japan Internasional Cooperation Agency 2010 terdiri atas Evaluasi
penggunaan obat, Penilaian dan Pemilihan Obat. Isi Formularium berdasarkan buku Pedoman
Penyusunan Formularium Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Bin Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI bekerjasama dengan Japan Internasional Cooperation
Agency 2010 yaitu Formularium berisi tiga bagian utama :
a. Informasi kebijakan dan prosedur rumah sakit tentang obat. Kebijakan mencakup antara
lain: tentang pemberlakuan formularium, tatalaksana obat (kebijakan umum dalam
penulisan resep, kebijakan penulisan obat generik, prosedur pengusulan obat untuk
ditambahkan atau dihapus dari formularium, SK tentang TFT, dll.
b. Daftar Obat. Bagian ini merupakan inti dari formularium yang berisi informasi dari setiap
obat disertai satu atau lebih indeks untuk memudahkan penggunaan formularium.
c. Informasi khusus. Informasi khusus tergantung pada kebutuhan masing-masing rumah
sakit.
Penyusunan Formularium :
 Proses penyusunan melibatkan para dokter di rumah sakit;
 Pemilihan jenis obat-obatan yang digunakan tidak hanya berdasarkan pada pemakaian
sebelumnya, usulan obat dari dokter dan data morbiditas penyakit di rumah sakit;
 Ada pembatasan obat "me too" yang masuk ke formularium;
 Terdapat sistem pembuatan atau perumusan pemilihan obat yang disepakati;
 Kriteria seleksi obat yang dapat masuk ke dalam formularium harus jelas dan data
pendukung uji klinik untuk obat baru harus tersedia.
 Analisis ABC
 Digunakan dalam mengevaluasi isi formularium. Data yang digunakan 3 tahun untuk
melihat trend obat di Rumah Sakit. Pemakaian untuk melihat trend pemakaian
terbanyak dan obat yang termasuk slow moving, ABC Investasi digunakan untuk
melihat obat obat mana saja yang investasinya besar, Nilai Kritis untuk menilai tingkat
kekritisan suatu obat. ABC Indeks kritis didapat dengan menggabungkan ketiganya
sehingga didapat kelompok obat A adalah obat-obat dengan pemakaian dan investasi
besar serta kritis, Kelompok obat B adalah obat obat dengan pemakaian dan investasi
sedang serta kurang kritis dibandingkan kelompok A, Kelompok C adalah obat dengan
pemakaian dan investasi rendah serta tidak kritis.
 Obat yang masuk Kelompok A dan B menjadi prioritas untuk tetap masuk kedalam
Formularium Rumah Sakit, sedangkan obat kelompok C dievaluasi kembali obat
manasaja yang akan dimasukkan atau dikeluarkan dari formularium.
 Hasil analisa ABC Pemakaian, obat obat yang tidak digunakan lagi selama 3
tahundikeluarkan dari Formularium Rumah Sakit.
 Analisis VEN
 Digunakan untuk mengevaluasi isi formularium. Analisis VEN merupakan
pengelompokan obat berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat terhadap kesehatan.
 Obat yang masuk ke dalam kategori V (Vital) harus masuk dalam formularium
walaupun pemakaiannya sangat jarang. Obat yang masuk kategori E (Esensial) dan N
(Non Esensial) dianalisa kembali dengan cara menggabungkannya dengan hasil
analisa ABC Indeks Kritis, sehingga pada akhirnya didapatkan obat-obat mana saja
yang tetap ada di dalam formularium atau bisa dikeluarkan.
 Analsisi ABC VEN
 Hasil analisis ABC VEN adalah pengabungan analisa ABC Indeks kritis dan Analisa
VEN sehingga diperoleh kelompok obat yang termasuk kategori A (dalam analisis
ABC) adalah benar benar yang diperlukan untuk menanggulangi penyakit terbanyak
dan obat tersebut statusnya harus E dan sebagian V (dari analisa VEN), sebaliknya
jenis obat dengan status N harusnya masuk kategori C.
 Metode gabungan ini dapat juga digunakan untuk menetapkan prioritas pengadaan
obat dimana anggaran yang ada tidak sesuai kebutuhan. Metode ini digunakan untuk
melakukan pengurangan obat.
 Obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas pertama untuk dihilangkan, kemudian
obat kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang masuk kategori NA
menjadi prioritas berikutnya.

Sumber :
Aritonang, J. 2017. Analisis Formularium RSUD Cimacan 2017. Jurnal Administrasi Rumah
Sakit. Vol 3(2). Viewed 2022. From https://journal.fkm.ui.id

Anda mungkin juga menyukai