Anda di halaman 1dari 10

PENETAPAN PENGADILAN AGAMA KRAKSAAN

NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PERKARA KEWARISAN

RENCANA PENELITIAN

Diajukan sebagai tugas perkuliahan Model penelitian Hukum Keluarga

semester genap tahun akademik 2019/2020

Oleh: Rexy Merchiano

NIM 1173010117

Mahasiswa Program Studi Pradilan Islam (B)

Jurusan Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Pembimbing: Drs. Cik Hasan Bisri, MS

BANDUNG

2020 M. /1441 H.

1
A. Latar Belakang Penelitian

Berdasarkan ketentuan Kekuasaan Pengadilan Agama diatur dalam Pasal


49 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Jo Undang-Undang undang Nomor
3 Tahun 2006 .

Dengan adanya amandemen undang-undang tersebut, maka wewenang


Peradilan Agama diperluas sehingga berlandaskan Pasal 49 huruf (i) UU No.
3 Tahun 2006 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
mengadili dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam Di antaranya, perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,
zakat, infaq, shodaqoh, ekonomi syariah

Perkara di bidang kewarisan meliputi:

1. Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris


2. Penentuan Harta peninggalan
3. Bagian masing-masing ahli waris
4. Melaksanakan pembagian harta peninggalan

Sedangkan perkara di bidang ekonomi syariah meliputi: Bank Syariah


Lembaga, keuangan MIkro Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah,
Reksadana Syariah, Obligasi Syariah, Sekuritas Syariah, Pembiayaan Syariah,
Pengadian Syariah, dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah, Bisnis Syariah

Perkara yang ditetapkan ini adalah perkara penetapan ahli waris. Pihak
yang berperkara dalam penetapan ini seluruhnya adalah Katolik. Pemohon
berjumlah enam orang dan semuanya adalah Katholik.

Pertimbangan majelis hakim dalam menerima, memeriksa dan memutus


perkara ini adalah bahwa pemohon menyatakan secara sukarela menundukan
diri pada hukum Islam dan pemegang hak dari polis asuransi jiwa syariah PT.

2
Prudential Life Assurance.

Dalam putusannya majelis hakim berdasarkan Undang-Undang No. 7


Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006
Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Preradilan
Agama Pasal 49 beserta penjelasannya. Karena itu majelis hakim berwenang
untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang diatas terdapat beberapa masalah dalam


penelitian ini. Adapun masalah masalah tersebut dapat di identifikasikan
sebagai berikut:

1. Ketentuan tentang waris


2. Penetapan perkara waris non muslim
3. Dasar Hukum Hakim dalam perkara non muslim

C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana asas penundukan diri terhadap hukum Islam bisa terjadi di
seluruh kewenangan absolut Peradailan Agama?
2. Apakah Dasar Hukum Hakim dalam penetapan perkara waris non muslim di
pengadilan Agama Kraksaan (Penetapan Nomor 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs)?
D. Definisi Oprasional
Dalam rangka menghindari pemahaman, penulis mencoba menegaskan
berbagai istilah yang dipakai dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:
1. Analisis Yuridis
Yaitu pandangan atau pendapat yang ada dalam hukum positif
atau hukum yamg berlaku di Indonesia, yakni undang-undang No 3 tahun
2006 perubahan pertama, Undang-undang No 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama.

3
2. Waris non muslim
Waris non muslim adalah waris mewarisi yang mana orang-orang
yang berperkara waris bukan orang Islam akan tetapi mereka yang
berpegang teguh pada kitab Taurat atau mereka yang berpegang pada
kitab Injil
3. Pengadilan Agama Kraksaan
Pengadilan Agama adalah suatu lembaga kekuasaan negara yang
bertugas untuk menerima, memeriksa, mengadili, memutus dan
menyelesaikan perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Beberapa tujuan yang hendak di capai yakni:
1. Untuk memahami secara mendalam isi penetapan Pengadilan Agama
Kraksaan Nomor 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs) tentang perkara waris non
muslim dan untuk memahami apa yang tersembunyi di balik teks
penetapan ini.
2. Beberapa Kegunaan Penelitian yakni:
a) Secara Teoritis
Untuk memperluas wawasan keilmuan dan menambah khazanah
intelektual, khususnya yang berkaitan dengan realitas yang terjadi
dimasyarakat mengenai perkara waris non muslim yang dilakukan
pengadilan Agama Kraksaan
b) Secara Praktis
1) Untuk memberikan petujuk bagi orang-orang yang berperkara
waris, muslim ataupun non musim dimana mereka harus
berperkara, di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama.

4
F. Tinjauan Pustaka

Dalam literatur fiqih islam, kewarisan lazim juga disebut dengan Fara’idh,
yaitu jamak dari kata Faridhah diambil dari kata Fardh yang bermakna
ketentuan atau takdir”. Didalam kompilasi hukum islam pasal 171 (a)
dinyatakan bahwa hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak pemelikian harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa-saipa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian
masing-masing.

Menurut pakar hukum Indonesia, Prof. Dr Wirjono Prodjodikoro, hukum


waris diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta
kekayaan seseorang setelah pewaris meninggal dunia, dan cara-cara
berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain atau ahli waris.

Kewarisan Beda Agama dalam Hukum IslamMenurut Ahmad Rofiq,


kewarisan dalam terminologi hukumdapat diartikan sebagai hukum yang
mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli waris,
mengetahui bagian-bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap ahli
waris yang berhak menerimanya.

Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf a, definisi
hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing..

Dalam Skripsi yang berjudul, Analisis Yuridis Terhadap Penetapan


Pengadilan Agama Surabaya No: 262/Pdt.P/2010/PA.Sby. Tentang
permohonan penetapan Ahli Waris Beda Agama. Penelitian ini bertujuan
untuk mrnjawab tentang bagaiaman pertimbangan hakim dan dasar hukum
hakim Pengadilan surabaya dalam menetapkan ahli waris beda Agama. Hasil

5
penelitian ini menyimpulkan bahwa pertimbangan hukum pengadilan agama
Surabaya dalam perkara No: 262/Pdt.P/2010/PA.Sby. Tentang penetapan
Ahli Waris Beda Agama adalah meggunakan pendapat para ulama klasik
sebagai legitimasi keputusannya, selain itu juga memenuhi pertimbangan
secara yuridis dan sosiologis melatar belakangi putusan penetapan pemohon
1 yang beragma selain Islam untuk mendapatkan harta warisan dari pewaris
yang beragama Islam. Dan dasar hukum hakim adalah Yurispudensi
Mahkamah Agung Nomor: 368K/AG/1995, Nomor 51K/Ag/1995 dan
kompilasi hukum Islam pasal 172 dan pasal 209. Dari penelitian seharusnya
hakim dalam isi penetapan No: 262/Pdt.P/2010/PA.Sby. Tentang penetapan
Ahli Waris beda agama memperjelaskan pertimbangan hukum dan dasar
hukumnya secara rinci, agar tidak jadi kesalah Fahaman. Untuk memperjelas
kepastian hukum dalam KHI, tidak ada salahnya melakukan kajian ulang
dengan tujuan menyempurnakan isi dari KHI. Karena menurut penulis dari
perkara yang penulis angkat ini KHI tidak menjelaskan secara rinci syarat
sahnya. Seperti halnya apakah hubungan seagama merupakan syarat sah
atau bukan.

Dalam skripsi berjudul problematika Ahli Waris dalam kompilasi hukum


Islam oleh Imas Masturoh yang diajukan kepada fakultas Syariah insitut
Agam Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta menyatakan bahwa, apabila
diteliti apakah KHI sudah Mengakomodir semua peraturan tentang
kewarisan seperti yang diharapkan masyarakat, maka jawabanya adalah KHI
belum sepenuhnya memenuhi harapan tersebut. Masih banyak hal yang
belum dibahas dalam KHI. Kalaupun sudah dibahas, hal tersebut acap kali
belum tuntas, sehingga menimbulkan berbagai penafsiran yang berakibat
pada munculnya kebingungan, pedahal salah satu maksud disusunya KHI
adalah untuk tercapainyakepastian hukum. Bahwa KHI tidak memberikan
alasan penjelasan tentang jumlah ahli waris yang cenderung lebih sedikit
dibanding kitab-kitab hukum warisyang ada. Problematika ahli waris

6
pengganti dalam KHI, adalah berawal dari subtansi ajaran fiqih yang tidak
mengenal istialah ahli waris karena pengganti.

G. Kerangka Berpikir

Berkaitan dengan kewenangan peradilan agama, Undang-Undang Nomor


48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 25 Ayat (3) menentukan
bahwa peradilan agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang
peradilan Agama, menyebutkan beberapa bidang perdata yang menjadi
wewenang Pengadilan Agama. Beberapa bidang wewenang itu disebut
sebagai kompetensi atau kewenangan absolut Pengadilan Agama.
Kewenangan absolut atau kewenangan mutlak adalah kewenangan suatu
badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak
tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain.

Adapun menurut Buku II Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan


Agama hukum materil peradilan agama dibidang waris adalah hukum
kewarisan KHI dan yurispudensi yang bersumber dari Al-Quran, Hadis dan
Ijtihad.

Berkaitan dengan perkara waris yang melibatkan antara pihak muslim dan
non muslim diatur lebih lanjut dalam Buku II pedoman Teknis Administrasi
dan Teknis Peradilan Agama yang diberlakukan melalui peraturan ketua
Mahkamah Agung Nomor: KM/032/SK/IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II
Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama tanggal 4 April
2006, menyatakan:

7
Dalam ketentuan mengenai hukum waris, salah satu sebab seseorang
mendapat warisan di antarnya adalah hubungan pernikahan, hubungan
sedarah, orang tua atau adanya hubungan saudara dekat atau karena
testtament. Hal tersebut juga telah di atur dalam ketentuan kitab undang-
undang hukum perdata KUHPerdata B.W, sebab seseorang menerima warisan
karena adanya hubungan nashab atau kekerabatan dan karena perkawinan.

Permasalahan mengenai pembagian warisan pada dasarnya telah diatur


dalam ketentuan hukum di Indonesia. Baik dalam ketentuan kitab undang-
undang perdata maupun dalam ketentuan kompilasi hukum Islam. Dimana
ketentuan mengenai sengketa waris yang beragama Islam yang kewenangan
penyelesaian sengketanya ada pada pengadilan Agama. Apabila terjadi
perkara waris bagi orang Islam yang mana perwaris muslim dan ahli warisnya
(ada yang muslim dan non muslim), maka jelas merupakan kewenangan
Pengadilan Agama.

H. Langkah-langkah Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah


hermeneutika hukum yang ditunjang dengan hal mengerti atau memahami
sesuatu, atau sebuah metode interprestasi terhadap teks dimana metode dan
teknik menafsirkannya dilakukan secara hilostik dalam bingkai keterkaitan
antar teks, konteks, dan kontekstualisasi. Teks tersebut bisa berupa teks
hukum, peristiwa hukum, fakta hukum, dokumen resmi negara, naskah kuno
atau kitab suci.

1. Data yang dikumpulkan


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a. Dasar Hukum Hakim dalam penetapan perekara waris non muslim di
Pengadilan Agama Kraksaan.
b. Analisis Yuridis Penetapan Hakim dalam Perkara waris non muslim di
pengadilan Agama Kraksaan.

8
2. Sumber Data
a. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh bukan dari sumber pengarangnya
langsung atau data pendukung. Data Sekunder adalah data yang
diperoleh dari bahan pustaka dengan mencari data atau informasi
berupa bahan-bahan tertulis seperti buku, artikel, karya ilmiah dan
peraturan-peraturan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang digunakana dalam penelitian ini
adalah dengan teknik sebagai berikut:
a. Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh dari
buku, peraturan dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah
penelitian
4. Teknik analisis data
Dalam penelitian ini peneliti menggunkan metode hermeneutika
hukum yang bertujuan untuk memberikan dan membuat deskripsi atau
gambaran secara lengkap dan sistematis faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang di selidiki mengenai
legalitas kewenangan pengadilan Agama dalam hal waris non muslim.
Pola pikir yang dipakai dalam menganalisis data adalah data deduktif
dan induktif.

a. Kerangka berfikir deduktif Deduktif yaitu pola pikir yang berangkat


dari teori-teori yang bersifat umum, yang meliputi semua teori
tentang Ahli waris yang digunakan untuk menganalisis pertimbangan
apa yang dipakai oleh para hakim Majelis atas penetapan pengadilan
Agama Kraksaan Nomor 0023/Pdt.P/2015/PA.Krs. yang didasarkan
pada teori-teori yuridis-normatif yang bersumber dari Undang-
Undang nomor 3 tahun 2006
b. Induktif yaitu pola pikir yang bersifat khusus mengenai penetepan
Perkara waris non muslim kumulasi perceraian di Pengadilan Agama
Kraksasa, kemudian diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat umum,
menggunakan Hukum Acara Perdata khususnya yang berkaitan
dengan perkara waris non muslim

9
DAFTAR PUSTAKA

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam., (Jakarta: Rajawali Pres, 2001)

Akhmad Nurozi, “Pengadilan Agama dan Kewenangan barunya”, dalam


http://www.academia.edu/5053889/Pengadilan_Agama_dan
Kewenangan_Barunya.html, diaksespada 19 Maret 2015.

Bambang Sunggono, Metodelogi Penilitian Hukum , (Jakarta PT Raja Grafindo,


1997)

Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009),

Handayani Eka Budhianita “Perkawinan beda Agama Dalam Prspiktif Hukum


Iskam

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), 135

Pius A Partanto dan M.DahlanAl Barry, Kamus Ilmiah Populer, ( Surabaya: Arloka,
1994)

Roihan A. Rosyid, Hukum Acara Peradilan Agama., (Jakarta: PT.Raja Grafindo


Persada, 2007)

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta:


Kencana, 2005)

Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta : Pustaka al Kausar,


2013)

Tatang M. Amin, Menyusun Rencana Penelitian , ( Jakarta: Rajawali, 1990), 135

10

Anda mungkin juga menyukai